Abstract
INDONESIA :
Secara realita, praktik perkawinan poligami yang dilakukan secara sirri, masih berlaku di kalangan masyarakat. Tidak adanya persetujuan dari istri pertama menjadi salah satu faktor bagi suami yang hendak melakukan poligami. Sehingga ditempuhlah jalur perkawinan sirri sebagai alternatif untuk berpoligami. Perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut menimbulkan dampak permasalahan hukum yang rumit. Misalnya ketika akan membuat akta kelahiran seorang anak yang lahir dari perkawinan tersebut, harus mempunyai akta nikah terlebih dahulu. Karena perkawinannya tidak dicatatkan, harus meminta ke Pengadilan Agama untuk dilegalkan perkawinannya. Di Pengadilan Agamapun akan menemui kesulitan karena dia harus menghadapi istri pertama yang tidak menyetujuinya untuk berpoligami. Apalagi ketika hakim memutuskan untuk menolak permohonan izin poligami tersebut. Sehingga dengan begitu akan sangat kesulitan bagi anak untuk mendapatkan hak-haknya. Tentu hal ini bertentangan dengan asas kepentingan terbaik bagi anak.
Permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan aktivis gender Kota Malang tentang perlindungan hukum bagi anak dalam perkawinan kedua.
Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data yang terkumpul merupakan data primer yang didukung dengan data sekunder. Data diperoleh melalu wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analitik. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa perlindungan anak dalam perkawinan kedua menurut hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang tidak dapat dikabulkan. Dengan pertimbangan bahwa perkawinan kedua yang dilakukan secara poligami, tidak memenuhi syarat alternatif dan kumulatif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan aktivis gender berpandangan bahwa hak-hak anak dalam perkawinan seperti apapun harus tetap dilindungi. Mengingat anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, tidak absah bila anak menanggung beban akibat perkawinan orang tuanya yang bermasalah. Dengan pertimbangan prinsip kepentingan terbaik untuk anaklah yang harus dijadikan pertimbangan yang paling utama (a primary consideration).
ENGLISH :
As a matter of reality, hidden marriage (sirri) practice even commits by polygamy way, still happen in social life, nothing agreement from the first wife is the factor for husband to do polygamy. So that, hidden marriage takes by husband as alternative way to do polygamy. That unregistered marriage makes rise a crash for low problem. For the example, if the wants to make birth certificate for his children, to have to marriage certificate firstly. Because his marriage unregistered, he must ask to Islamic Court to legalize his marriage. In Islamic Court he will find a difficulties, because he will be stand opposite with his first wife that not agrees for him to do polygamy. Even when Islamic Court judge decided to refuse his petition of polygamy permission. So that will be very difficult for a children to get his rights. This is very contradictory with the best interest of the child principle.
The problems raised are how judge arguments of Islamic Court of Malang District and Gender Activist argument of Malang City about legal protection of law for child in the second marriage.
This kind of research is empiric and used qualitative approach. Data collected are the primary and secondary data which are collected by interview and documentation techniques. The data are edited, checked and put in order that they are finally analyzed by descriptive analytic method.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment