Abstract
INDONESIA:
Hak-hak perempuan dalam perkawinan merupakan wacana yang tidak asing lagi bagi kalangan pemikir perempuan. Hal ini nampak ketika banyaknya pemikir perempuan yang mengembangkan wacana hak perempuan walaupun tidak secara khusus membahas tentang hak perempuan dalam perkawinan. Tetapi dari berbagai pemikiran yang muncul tersebut, terdapat berbagai macam kelebihan dan kekurangan baik dari segi metode maupun teori yang dikembangkan. Persoalan penting tentang perempuan dalam perkawinan pada masyarakat patriarki adalah terjadinya sublimasi identitas dan eksistensi diri perempuan pada laki-laki. Sublimasi tersebut tidak nampak sebagai bentuk penindasan secara nyata. Ia berada dalam ruang kesadaran rasionalitas dan psikologis. Ketika dalam kesadarannya, perempuan merasa tunduk pada laki-laki dalam konteks perkawinan, maka di saat itu pula persoalan sublimasi rasionalitas perempuan telah bekerja. Ideology patriarki yang dikonstruksikan, dilembagakan dan disosialisasikan lewat institusi-institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, agama, tempat kerja, sampai dengan kebijakan negara semakin menemukan kedudukannya dalam perkawinan.
Dalam penelitian ini, ada dua permasalahan yang dibahas, yaitu bagaimana pandangan syekh Nawawi al-Bantani terhadap hak-hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga dan faktor- faktor yang melatar belakangi dan mempengaruhi pemikiran syekh Nawawi al-Bantani. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan tentang bagaimana hak-hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga sehingga dapat terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dan juga untuk mengetahui latar belakang dan yang mempengaruhi pemikiran syekh Nawawi tentang hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga.
Dalam mengkaji dan menelaah lebih lanjut tentang hak-hak istri dalam rumah tangga peneliti menggunakan metode deskriptif analitis yaitu: menggambarkan dan menganalisis secara cermat tentang hak-hak istri dalam rumah tangga menurut syekh Nawawi al-Bantani.
Dari hasil yang dicapai dalam penelitian ini, syekh Nawawi dalam merumuskan pendapatnya tentang hak dan kewajiban istri di samping didasarkan pada nash al-Qur’an dan hadist juga mempertimbangkan kondisi sosial budaya setempat syekh Nawawi terlihat bias laki-laki, karena dia hidup pada lingkungan budaya yang relatif masih demikian kuat dominasi laki- laki serta disarankan bagi para istri-istri dapat memahami dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan syari’at yang difirmankan oleh Allah swt, serta bagi para suami- suami dapat menjadikan terdekontruksinya wacana yang mendiskriditkan perempuan, sehingga menghasilkan wacana baru yang berpihak kepada perempuan dan sublimasi identitas perempuan dapat dihentikan.
ENGLISH:
Women's rights in marriage is a discourse that is not familiar to the minds of women, it is apparent when the number of women thinkers who developed the discourse of women's rights, although not specifically talking about women's rights in marriage. But the ideas that emerged from these, there are various advantages and disadvantages in terms of both method and theory developed. Important issues concerning women in marriage in a patriarchal society is the sublimation of self-identity and existence of women to men. Sublimation is not seen as a form of oppression is real. He is in the consciousness of rationality and psychological space. When his consciousness, women feel the male subject in the context of marriage, then at that very moment the question of sublimation of the rationality of women have worked. Patriarchal ideology is constructed, institutionalized and socialized through institutions involved in daily family life, school, community, religion, place of work, up to the policy of the state is increasingly finding its position in marriage.
In this study, there are two issues were discussed, namely (1) How to view Bantani sheikh of al-Nawawi's rights and obligations of the wife in the household. (2) Factors influencing background and thinking Bantani sheikh al-Nawawi. The purpose of this study is to explain how the rights and obligations of the wife in the household so that families can realize the sakinah mawaddah wa Rahmah.
In reviewing and examining more about the rights of wives in household researchers used a descriptive analytical method, namely: to describe and analyze carefully about the rights of wives in the household according to the sheikh of al-Nawawi Bantani.
From the results to be achieved in this study suggested for the wives to understand and execute the rights and obligations in accordance with the shari'ah is spoken by God Almighty, as well as for their husbands can make women mendiskriditkan terdekontruksinya discourse, so produce a new discourse that favor women and sublimation of female identity can be stopped.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Allah swt menciptakan segala
sesuatunya berpasang-pasangan. Demikian juga manusia, ada lelaki dan ada
wanita. Dan dengan qudrat-Nya pula, ditumbuhkan rasa cinta di antara lelaki dan
wanita. Agar hubungan antara lelaki dan wanita menajdi halal dan barokah, maka
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan hukum melalui pernikahan. Sebagaimana
firman Allah swt dalam surat Ar-Rum ayat 21Ar-Rum (30): 21. 2 Artinya : Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Pernikahan adalah
suatu ikatan yang suci yang dapat mendatangkan ketenteraman bagi sepasang manusia.
Selain itu pernikahan juga mempunyai hikmah tersendiri, yaitu untuk
melanggengkan kehidupan umat manusia. Pernikahan merupakan ibadah yang agung
dalam islam. Ketika Nabi Adam as di dalam syurga yang penuh dengan kesenangan
dan kenikmatan, ia merasa ada sesuatu yang kurang, sehingga Allah swt
mengaruniakan seorang wanita sebagai pasangan hidupnya, yakni Hawa, barulah
Nabi Adam as merasakan kesempurnaan dalam hidupnya. Jadi tujuan pernikahan yang
di ridhai oleh Allah swt adalah untuk saling menyenangkan dan saling cinta
mencintai di antara pasangan suami istri. Sebagaimana firman Allah swt dalam
surat Al-A’raf ayat 189: $yγ8 ¤ ±tós? $£ϑn=sù ( $pκös9Î) zä3ó¡uŠÏ9 $yγy_÷ρy— $pκ÷]ÏΒ Ÿ≅yèy_uρ
; οy‰Ïn≡uρ < §ø ‾ Ρ ÏiΒ Νä3s)n=s{ “Ï% © !$# uθèδ $[ sÎ=≈|¹ $oΨtGøŠs?#u
÷È⌡s9 $yϑßγ − /u‘ © !$# #uθtã ¨ Š Mn=s)øOr !$£ϑn=sù ( ϵÎ/ ôN § yϑsù $ Z ‹Ï yz ¸ξôϑym ôMn=yϑym š ÌÅ3≈ ¤ ±9$# zÏΒ ¨ sðθä3uΖ © 9 2 Artinya : Dialah yang menciptakan
kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia
merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung
kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu).
Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada
Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami
anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". 2
Al-A’raf (7): 189. 3 Jelaslah kiranya bahwa lembaga pernikahan dalam islam
adalah lebih praktis dan merupakan suatu kemuliaan, keagungan, dan suatu ibadah
yang dipayungi oleh sunnah Rasulullah saw. Selanjutnya juga jelas bahwa melalui
lembaga pernikahan kebahagiaan dan ketenangan dalam hati masing-masing (suami
dan istri) akan terwujud, anak-anak manis yang dilahirkan dari pernikahan akan
menjadi penyejuk mata kedua orang tua. Semua itu akan melahirkan masyarakat
yang stabil, aman, bahagia dan sejahtera. Demi kebahagiaan dan kesejahteraan
dirinya dan anak-anaknya, ia harus banyak berkorban dan bersikap bijaksana
apabila suaminya gagal menunaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin rumah
tangga dan gagal memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami. Sebenarnya untuk
mendapatkan kebahagiaan dalam sebuah pernikahan, seorang istri tidak sepatutnya
menuntut agar haknya dipenuhi. Apalagi dalam suasana masyarakat yang lemah
amalan agamanya dan rendah akhlaknya. Itulah yang menyebabkan pernikahan dan
institusi keluarga menjadi mudah retak dan akhirnya menemui kegagalan.
Sebaliknya, ketaatan terhadap suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh
syara’ sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw dan bukan kepatuhan
sembarangan yang mengajak kepada larangan Allah swt adalah jalan menuju
kebahagiaan rumah tangga. Para istri adalah amanah Allah swt yang akan diminta
pertanggung jawabannya pada hari kiamat kelak, karena sudah dijanjikan bahwa
setiap kezaliman dan kejahatan walau sebesar dzarrah, pasti akan diperlihatkan
dan dibalas dengan setimpal. 4 Pernikahan merupakan salah satu pelaksaan
perintah Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Pernikahan juga media untuk
memperbanyak amal kebaikan. Bila seorang suami menyuapkan sesendok nasi ke
mulut istrinya, itu akan menjadi sedekah baginya. Jika ia menggauli istrinya,
itu pun menjadi sedekah untuknya. Kalau Allah swt menganugerahinya keturunan
yang, saleh, setiap ibadah yang dilakukannya akan memperberat timbangan
kebaikannya dan kebaikan istrinya. Pendek kata, ia akan memetik banyak manfa’at
dan keberuntungan di dunia dan akhirat melalui anak-anaknya itu. Di dunia,
Allah swt langsung mewujudkan manfa’at tersebut baginya. Keberadaan anak-anak
bisa menjadi pembantu dan penolongnya dalam menjalani kehidupan. Adapun di
akhirat, seorang ayah akan mendapatkan kemenangan dengan do’a anak-anaknya
setelah ia meninggal. Pernikahan itu ibarat perserikatan yang berdiri di atas dasar
cinta dan kasih sayang. Jika demikian halnya, masing-masing suami dan istri
harus berusaha membuat pasangannya ridha, bahagia, dan senang, bahkan walau pun
harus mengorbankan kebahagiaan pribadinya. Keluarga bahagia yang sakinah dan
religius adalah dambaan setiap pasangan suami istri, di sini suami atau istri
tidak akan bertanya apa saja hak-hakku dan apa saja kewajiban-kewajibanku. Akan
tetapi, masing-masing dari mereka akan berusaha membahagiakan pasangannya
sejauh kemampuannya. Dan hal itu tidak akan terwujud, kecuali dengan adanya
niat yang tulus dan ikhlas karena Allah swt. Permasalahan yang hampir selalu
mengundang kontroversi adalah isu-isu kewanitaan. Isu kewanitaan merupakan
masalah yang komplek, tidak sekedar persoalan yang semata-semata bisa didekati
dengan pemaparan final doktrin-doktrin 5 keagamaan, melainkan harus pula
memperhitungkan aspek-aspek sosial, budaya, teologi ataupun sensitifitas gender
yang belakangan ini terus menguat.3 Dalam masyarakat pra-islam dan jahiliah,
posisi perempuan sangatlah rendah. Struktur masyarakat kesukuan adalah
patriarki, dan secara umum perempuan diberi status yang lebih rendah dari pada
laki-laki. Bahkan model masyarakat tersebut masih banyak dijumpai pada zaman
sekarang ini, dimana posisi perempuan dalam kehidupan rumah tangga khususnya,
komposisi pembagian kerja dalam rumah tangga seringkali dipengaruhi oleh budaya
dan tinggi rendahnya pemahaman ajaran islam tentang hak dan kewajiban suami
istri. Karena keluarga merupakan satu-satu nya tempat perlindungan yang
menyatukan antara laki-laki dan perempuan.4 Konstruksi budaya dalam masyarakat
kita telah membedakan antara pekerjaan laki-laki dan perempuan. Laki-laki
dikonstruksi untuk bekerja disektor publik dan produktif, sedangkan perempuan
dikonstruksi untuk bekerja disektor domestik dan reproduktif. Konstruksi ini
telah membuat laki-laki harus memberi nafkah kepada istrinya.5 Islam sebagai
agama yang memberikan perhatian besar pada pentingnya institusi keluarga,
secara normatif memberikan seperangkat aturan-aturan yang komprehensif , baik
yang berkaitan dengan persoalan pemilihan pasangan hidup, tata cara perkawinan
dan tata krama hubungan suami istri. Wanita mempunyai kedudukan yang sama
dengan pria, kalaupun ada perbedaan maka itu adalah akibat fungsi dan tugas–tugas
utama yang dibebankan 3 Abd. Salam arief,”reinterpretasi nas dan bias gender
dalam hokum islam,”jurnal asysyir’ah, vol.34, no. 11 (th. 2001),hlm.34. 4 Akif
Hilmiyah, Menata Ulang Keluarga Sakinah (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2003),
hlm. 23. 5 Mudhafar Badri dkk., Panduan Pengajaran Fiqih Perempuan di Pesantren
(Yogyakarta: YKF, tt), hlm. 212. 6 agama kepada masing-masing jenis kelamin,
sehingga perbedaan yang ada mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan
atas yang lain, padahal seharusnya mereka saling lengkap melengkapi dan bantu
membantu. Peneliti mengangkat syekh Nawawi karena beliau merupakan seorang
ulama pendidik yang piawai dan ia adalah sang penabur benih bagi tumbuh dan
berkembangnya ilmu-ilmu di wilayah Indonesia. Jejak syekh Nawawi hingga kini
masih begitu nyata dan tertanam kuat dalam masyarakat islam. Karya yang ia
wariskan, tetap di gumuli para santri di seluruh pelosok nusantara, dan pondok
pesantren khususnya juga di negara-negara timur tengah. B. Rumusan Masalah
Masalah-masalah pokok yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah sebagai berikut
; 1. Bagaimana pandangan syekh Nawawi Al-Bantani terhadap hak dan kewajiban
istri dalam rumah tangga ? 2. Faktor-faktor yang melatar belakangi dan
mempengaruhi pemikiran syekh Nawawi Al-Bantani ? C. Tujuan Penelitian Tujuan
utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk menemukan jawaban terhadap
poin-poin utama yang ada pada rumusan masalah yaitu: 1. Untuk mendeskripsikan
pemikiran syekh Nawawi tentang hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga 7 2.
Untuk mengetahui latar belakang dan yang mempengaruhi pemikiran syekh Nawawi
tentang hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga D. Manfa’at Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Sebagai
salah satu sumbangan khazanah pemikiran tentang relasi suami istri dalam rumah
tangga. 2. Sebagai solusi terhadap anggapan bahwa istri kedudukannya lebih
rendah di bandingkan suami, padahal suami dan istri sesungguhnya mempunyai
kedudukan yang sama dalam keluarga. E. Penelitian Terdahulu 1. Hak-Hak Mantan
Isteri Pegawai Negeri Sipil yang Dicerai, skripsi yang diajukan oleh Ritatik
Wahyuni NIM 01210080 menjelaskan dalam ketentuan PP No 10 Tahun 1983 Jo. PP.
No. 45 Tahun 1990 bahwasanya hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan
hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga
dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri. Penelitian ini
hampir sama dengan penelitian yang penulis angkat, yang sama-sama membahas
tentang persamaan hak-hak seorang isteri. Akan tetapi dalam penelitian
tersebuat hanya membahas hak-hak seorang isteri Pegawai Negeri Sipil. 2.
Problematika Pemenuhan Hak-Hak Isteri dalam Masa Iddah, skripsi yang diajukan
oleh Liza Wahyuninto 04210098 menjelaskan bahwa tugas dan 8 wewenang PA
(Pengadilan Agama) adalah menetapkan nafkah iddah bagi si isteri yang dicerai
oleh suaminya dimana perkara tersebut merupakan suatu rangkaian perkara perdata
dari akibat terjadinya suatu perceraian. Masalah ini telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan No. 14 Tahun 1970, Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, UU No. 14 Tahun 1985 UU No. 7 Tahun 1989
dan Impres No. 1 Tahun 1991 tentang pemasyarakatan komplasi hukum Islam. F.
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu
bahan pustaka dijadikan sumber utama, baik data primer maupun data sekunder.
Dengan demikian, maka akan dikaji dan dipelajari buku-buku atau kitab-kitab
serta yang sejenisnya yang sesuai dan ada kaitannya dengan pembahasan masalah.
2. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah pendekatan tekstual, kontekstual, dan sosio-historis yaitu : a. Tekstual
yakni pendekatan yang menelaah tentang teks-teks yang digunakan syekh Nawawi
dalam memutuskan hukum, khususnya tentang hak dan kewajiban istri dalam rumah
tangga. b. Kontekstual yakni pendekatan yang menelaah tentang konteks
lingkungan yang ada pada waktu syekh Nawawi menetapkan hukum. 9 c.
Sosio-historis yakni pendekatan yang digunakan untuk mengetahui latar belakang,
sosio-kultural, dan sosio-politik dari syekh Nawawi. 3. Sumber Data Sumber-sumber
yang dijadikan data dalam penelitian ini adalah buku yang merupakan hasil karya
dari syekh Nawawi, dan yang dikarang oleh orang lain tentang hal-hal yang
berkaitan tentang masalah yang dibahas serta mencari sumber-sumber data dengan
mengkaji dan menelaah buku-buku yang mempunyai relevansi dengan kajian skripsi
ini. Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. a. Data primer, yaitu tafsir yang ditulis oleh
syekh Nawawi, Marahu Labid. b. Data sekunder kitab-kitab, buku-buku dan artikel
yang berkaitan dengan topik yang di bahas. 4. Teknik Pengumpulan Data Tehnik
pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan standar untuk memperoleh data
yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan
masalah penelitian yang akan dipecahkan.6 Adapun teknik pengumpulan data ini
adalah dengan cara membaca, memahami dan menelaah serta menganalisa
sumber-sumber data primer dan sekunder khususnya yang memberikan informasi
seputar konsep hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga, setelah pengumpulan
data-data tersebut 6 Soerjono Soekarto, pengantar Penelitian hokum (Jakarta:
Universitas Indonesia, 1984), 48. 10 akan dipaparkan tentang bagaimana hak dan
kewajiban istri dalam rumah tangga dan kemudian dianalisa kemudian diajukan
rekomendasi-rekomendasi yang berkaitan dengan permasalahan yang berdasarkan
konsep-konsep serta kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya. 5.
Teknik Pengolahan Data a. Editing Langkah pertama, peneliti melakukan
penelitian kembali atas datadata yang telah diperoleh dari lapangan, baik data
primer maupun data sekunder yang berkaitan dengan tema penelitian, terutama
pada aspek kelengkapan data, kejelasan makna, kesesuaian serta relevansinya
dengan kelompok data yang lain, dengan tujuan apakah data-data tersebut sudah
mencukupi untuk mengurangi kesalahan serta kekurangan data dalam penelitian dan
berusaha meningkatkan kualitas penelitian. b. Classifying Classifying yaitu
proses pengelompokan semua data yang diperoleh oleh peneliti yang berkaitan
dengan hak dan keawajiban istri dalam rumah tangga, baik data yang berasal dari
buku, jurnal, media masa dan karya tulis lainnya yang dapat mendukung peneliti
dalam penelitiannya. Seluruh data yang didapat tersebut dibaca dan ditelaah
secara mendalam, kemudian digolongkan sesuai kebutuhan.7 Adapun kebutuhan yang
dimaksud oleh peneliti adalah data yang dipeoleh dapat memberikan kontribusi
dalam penyelesaian penelitian ini, karena data yang diperoleh oleh peneliti
tentang hak dan kewajiban istri dalam 7 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian
Kualitatif (Bandung; Metodelogi Penelitian Kualitatif, 2008), 104-105. 11 rumah
tangga tidak semuanya dapat mendukung dan memberi kontribusi dalam penyelesaian
penelitian ini. c. Verifying Langkah ketiga, Setelah data-data terkumpul maka
peneliti melakukan Verifying. Verifying adalah proses memeriksa data dan
informasi yang telah didapat dari lapangan agar validitas data tersebut dapat
diakui dan dapat digunakan dalam penelitian.8 Dalam hal ini adalah peneliti
mengkroscek kembali semua data yang diperoleh seputar hak dan kewajiban istri
dalam rumah tangga agar terjadi kecocokan data dan tema penelitian sehingga
dapat disimpulkan secara proporsional oleh pembaca. Verifikasi (pengecekan ulang)
terhadap data-data yang diperoleh peneliti bertujuan untuk menjamin validitas
data yang telah diperoleh, verifikasi sangat diperlukan agar tidak terjadi
sebuah kesalahan dalam penelitian dan kemudian data-data yang telah
diverifikasi, di klasifikasikan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Hal
ini bertujuan agar akurasi data yang telah terkumpul itu dapat diterima dan
diakui kebenarannya oleh segenap pembaca. d. Analyzing Langkah selanjutnya
adalah analyzing, Yang dimaksud dengan analyzing adalah proses penyederhanaan
kata ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan juga mudah untuk
diinterpretasikan. 9 Dalam hal ini analisa data yang digunakan oleh penulis
adalah deskriptif kualitatif, yaitu analisis 8 Nana Sudjana, Ahwal Kusuma,
Proposal Penelitian Diperguruan Tinggi (Bandung: Sinar Baru Argasindo, 2002),
84. 9 Masri Singaribun, Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey (Jakarta:
LP3ES, 1987), 263 12 yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan
kata-kata atau kalimat, kemudian dipisahkan menurut kategorinya untuk
memperoleh kesimpulan.10 e. Cloncluding Sebagai tahapan akhir dari pengolahan
data adalah concluding. Adapun yang dimaksud dengan concluding adalah
pengambilan kesimpulan dari data-data yang diperoleh oleh peneliti, khususnya
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga perspektif
syekh Nawawi, setelah dianalisa untuk memperoleh jawaban kepada pembaca atas
kegelisahan dari apa yang dipaparkan pada latar belakang masalah.11 Peneliti
pada tahap ini membuat kesimpulan atau menarik poin-poin penting, yang kemudian
menghasilkan gambaran secara ringkas, jelas, dan mudah dipahami. 6. Teknik
Analisis Data Untuk memperoleh kesimpulan yang akurat maka perlu dilakukan
analisis data dengan cara: a. Deduktif yaitu kerangka berpikir yang dimulai
dari hal yang bersifat umum untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. b.
Analisis yaitu menganalisa data yang terkumpul sebagai dasar dalam penarikan
kesimpulan. 10 Lexy J. Moleong, Op.Cit., 248. 11 Nana Sudjana, Ahwal Kusuma,
Op. Cit., 89 13 G. Sistematika Pembahasan Untuk memperoleh gambaran yang utuh
dan terpadu serta menghasilkan sebuah karya tulis yang komprehensif maka dalam
penyusunan skripsi ini, peneliti akan menyusunnya dengan sistematika pembahasan
sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah
yang menjadi alasan mengapa kajian ini peneliti angkat sebagai topik kajian.
Setelah itu peneliti membahas tentang rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika
pembahasan. Bab II hal-hal yang dapat membantu untuk mengetahui hak dan
kewajiban suami istri menurut beberapa pendapat para ulama, kemudian dipaparkan
mengenai macam-macam hak dan kewajiban suami istri. Kemudian sub bab dua konsep
kemitra sejajaran dalam rumah tangga Kemudian pada Bab III ini sebagai
pengantar pembahasan ini dipaparkan tentang siapa sebenarnya syekh Nawawi, sub
bab pertama tentang biografi syekh Nawawi dan aktifitas keilmuan, tentang
karya-karya ilmiah syekh Nawawi dan karomahnya, kondisi perempuan pada masa
syekh Nawawi dan situasi sosial politik, sebagai sub bab kedua kemudian
pendapat syekh Nawawi mengenai hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga. Bab
IV berupa penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian akhir
penulisan skripsi ini disertai daftar pustaka.
No comments:
Post a Comment