Abstract
Pada saat ini kekerasan Dalam Rumah tangga sudah sangat sering terjadi di sekitar kita, baik itu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikologis maupun kekerasan ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu kekerasan domestik yaitu kekerasan yang terjadi pada suatu wilayah tertentu yang berupa keluarga. Dimana korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut kebanyakan adalah ibu-ibu rumah tangga. Oleh karena itu pemerintah sebagai pelayan masarakat mencoba memberi solusi dengan penyelesaian secara hukum, baik melalui proses hukum perdata maupun proses hukum pidana. Secara hukum perdata, para korban kekerasan dalam rumah tangga menyelesaiakn permasalahanya melalui Pengadilan Agama dengan cara diceraikan atau diputuskan hubungan pernikahannya. Sedangkan secara pidana penyelesaian tersebut berupa pemberian sanksi pidana kepada pelaku tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk mengetahui dengan pertimbangan apakah para ibu korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut menentukan opsinya. Dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pertimbangaan tersebut. Dari hal itu maka peneliti mengambil atau mencari dua puluh orang sebagai sampel, guna mengetahui apa yang mendasari tindakan mereka dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Dengan adanya penelitian terhadap kedua puluh orang tersebut peneliti menemukan hasil bahwa ratarata dari mereka semua memilih penyelesaian secara hukum di Pengadilan Agama didasari oleh beberapa hal, baik itu yang hal yang sifatnya prosedural maupun nonprosedural. Yang dimaksud prosedural di sini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aturan - aturan formal dari penagdilan seperti proses berperkaranya, pembiayaan dan lain sebagainya. Sedangkan yang non-formal adalah segala sesuatu yang berada di luar pengadilan.seperti status sosial mereka di masyarkat atau akibat dari adanya putusan pengadilan. Dari adanya dua hal pokok yang mempengaruhi pertimabngan mereka bisa disimpulkan bahwa mereka ingin lepas dari adanya kekerasan dalam rumah tangga tersebut, baik lepas dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku tindak kekerasan dan juga ingin menghilangkan suatu wilayah domestik yang berpotensi untuk memunculkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak lepas dari adanya hubungan antara individu. Hal ini dikarenakan manusia tidak dapat hidup secara normal tanpa adanya ketergantungan sesamanya. Tetapi di sisi lain manusia juga memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Untuk itu tidak menutup kemungkinan kadang-kadang adanya pemaksaan hak terhadap lainya hal ini dilakukan dengan tujuan agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Tidak jauh berbeda dalam sebuah rumah tangga atau keluarga. Dimana keluarga yang menjadi embrio terhadap adanya masyarakat secara luas, kadangkadang, bahkan sering terjadi adanya pemaksaan hak atau biasa disebut dengan This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com 2 kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga ini dilakukan oleh mereka yang merasa berkuasa terhadap pihak lain yang dianggap lemah, misalnya yang sering terjadi yaitu dilakukan kepada perempuan atau istri. Dari hal itu maka banyak para istri yang ingin lepas dari kekerasan dalam rumah tangga dengan caracara yang sah menurut hukum. Untuk itu diterbitkanlah KHI ( Kompilasi Hukum Islam ). Tujuan atau alasan dibentuknya KHI ini secara umum adalah untuk mempositifkan hukum Islam atau syari’at Islam menjadi salah satu sumber hukum material peradilan agama. Sedangkan tujuan secara terperinci adalah yang pertama melengkapi pilar peradilan agama, kedua menyamakan presepsi penerapan, ketika adalah mempercepat proses taqribi bainal umah dan yang untuk menyingkirkan paham private affair.1 Meskipun dalam KHI ini kekerasan dalam rumah tangga belum didefinisikan secara jelas, namun pemahaman secara subtansial sudah tercantum walau secara eksplisit. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 116 KHI tentang cerai gugat dan syaratsyarat mengajukan perkaranya. Dalam pasal ini tentang kekerasan dalam rumah tangga tidak dijelaskan secara terperinci tetapi hanya pada tataran aplikasinya. Misalnya cerai gugat hanya bisa dilakukan apabila suami melakukan zina atau melakukan penganiayaan. Selain itu KHI ( khususnya pasal tentang cerai gugat ) adalah merupakan bagian dari materi hukum perdata, karena masalah yang timbul hanya adanya hubungan antara perorangan, Dimana hokum perdata sendiri ialah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang meliputi hubungan-hubungan hukum antara orang 1 Harahap Yahya M, Kedudukan kewenangan dan Acara Pengadilan Agama ( Jakarta : Sinar Grafika, 2003 ), 23-26 This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com 3 yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat dengan menitik beratkan kepada kepentingan perorangan.2 Sehingga di sini hanya terjadi kewajiban memenuhi hak antara yang satu dengan yang lainya. Karena setiap individu memiliki kepentingan terhadap haknya ( privat interst ) yaitu kepentingan kepribadian, kepentingan dalam rumah tangga, dan kepentingan subtansial.3 Dari adanya berberapa persoalan yang berkaitan dengan KDRT tersebut, KHI ( Kompilasi Hukukm Islam ) ternyata belum bisa mengurangi adanya kekerasan dalam rumah tangga, maka pada tanggal 27 september 2004 oleh pemerintah diterbitkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Berbeda dengan KHI, undang-undag KDRT ini dibuat secara khusus yakni dengan menggabungkan dua jenis katagori tindak pidana yang ada dalam KUHP, yakni tindak pidana penganiayaan berat dan tindak pidana pembunuhan. Hal ini di lakukan karena, tujuan dari pelaku tindak kekerasan tersebut tidak hanya sebatas untuk melukai atau menghilangkan nyawa korban, tetapi pelaku lebih berkehendak agar korban tetap ditempatkan pada posisi subordinat. Untuk itu perlu diketahui bahwa UU KDRT ini dibuat dari penggabungan dua unsur tindak pidana, maka secara otomatis tidak menjadi hukum privat akan tetapi menjadi hukum publik, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengandung keharusan atau pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang berupa siksa badan, di mana hukum ini mengatur hubungan antara seseorang dengan negara.4 Dari beberapa keterangan tentang dua peraturan yang berbeda tetapi membahas masalah yang sama tersebut. Hal ini dikarenakan dua materi hukum tersebut terdapat adanya perbedaan kompetensi dalam pelaksanaanya.
Dimana KHI secara kompetensi absolut berada di bawah pengadilan agama yang berujung pada penyelesaian secara perdata. Sedangkan UU No.23 tahun 2004 secara kompetensi absolut berada di bawah pengadilan umum yang berujung pada penyelesaian secara pidana. Sehingga dengan adanya dua materi hukum yang membahas perkara yang sama tetapi dengan kompetensi yang berbeda tersebut, menimbulkan opsi atau pilihan terhadap penyelesaian masalah-masalah kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap pihak-pihak yang berperkara dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Dikarenakan mereka harus memilih materi hukum mana yang ingin dipilih atau digubakan dalam menyelesaikan maslah tersebut. Dari latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji materi tersebut. Karena peneliti ingin mengetahui alasan apa saja yang mempengaruhi pertimbangan- pertimbangan tersebut. Apakah alasan dalam menentukan hak opsi tersebut lebih pada hal-hal yang sifatnya prosedural, seperti misalnya pada proses berperkara di pengadilan dan pendanaan dalam berperkara, atau mungkin alasan dalam menentukan hak opsi tersebut dipengaruhi nonprosedural seperti akibat atau efek yang muncul setelah perkara itu diputuskan ataupun alasan-alasan yang lainnya. Untuk itu peneliti sengaja menyusun penelitian ini dengan judul ALASAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA BLITAR This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
B. Definisi Oprasional Dalam penelitian di sini yang dimaksud dengan hak opsi adalah hak memilih aturan hukum yang dilakukan oleh para perempuan korban KDRT terhadap dua hukum yang berbeda. Yang pertama yaitu KHI, khususnya tentang gugat cerai yang proses perkaranya dilaksanakan di Pengadilan Agama. Sedangkan yang kedua adalah UU No 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga yang proses perkaranya dilaksanakan di Pengadilan Negeri Sehingga dari adanya dua hukum yang berbeda kompetensi tersebut, maka munculah opsi atau pilihan hukum yang ingin digunakan dalam menyelesaikan masalah KDRT oleh para perempuan yang menjadi korbannya
C. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang penulis ungkapkan di atas, maka timbulah suatu permasalahan yang menarik untuk diteliti yaitu :
1. Apakah pertimbangan perempuan korban KDRT yang berperkara dalam menentukan hak opsinya, terkait dengan adanya dua perundangan yaitu KHI khususnya tentang cerai gugat dan UU No.23 Tahun 2004 tantang KDRT.
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terhadap pertimbangan tersebut D. Batasan Masalah Karena banyaknya hal-hal yang berhubungan dengan masalah KDRT, maka pembahasan peneliti hanya terfokus pada mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh para perempuan korban KDRT dan faktor-faktor yang melatarbelakangi pertimbangan tersebut. This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
E. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, tentunya ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai diantaranya :
1. Agar mendapat gambaran yang jelas tantang pertimbangan-pertimbangan perempuan korban KDRT dalam menentukan hak opsinya.
2. Agar dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertimbanganpertimbangan tersebut.
F. Manfaat Penelitian
1. Teoritis. a. Untuk memperkaya wacana keilmuan tentang penerapan undang-undang dalam masyarakat. b. Dari hasil yang didapat, diharapkan bisa memberi konstribusi ilmiah bagi fakultas syari’ah Universitas Islam Negeri Malang.
2. Praktis. a. Agar dapat memberikan informasi ilmiah untuk penelitian berikutnya. b. Agar dapat dijadikan suatu pertimbangan dalam menyusun kebijakan-kebijakan dalam usaha membuat peraturan atau perundangan tentang kekerasan dalam rumah tangga, untuk menjadi lebih efisien.
G. Penelitian Terdahulu Terkait dengan penelitian masalah KDRT yang akan dilakukan oleh peneliti, sebelumnya sudah ada peneliti lain yang telah melakukan penelitian tentang KDRT. Penelitian tersebut berjudul PRESEPSI HAKIM PA KOTA MALANG MENGENAI UU No. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KDRT, yang dilakukan oleh Khusnul Maisyaroh dengan NIM 01310072
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Alasan cerai gugat di pengadilan agama Blitar"" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment