Abstract
INDONESIA:
Kafa’ah nikah adalah usaha untuk menyeimbangkan beberapa hal antara calon suami dan calon istri sebelum menikah, supaya tidak terjadi kekecawaan dari berbagai pihak karena tidak adanya keseimbangan tersebut ketika setelah menikah. Kafa’ah nikah sudah tidak diperhatikan oleh masyarakat, apalagi jaman sekarang orang tua lebih membebaskan pilihan calon anaknya. Tetapi kalangan kiai pesantren dan kiai akademisi masih mempertahankan tuntunan Rasul itu dalam keluarganya.
Dalam suatu perbandingan, pasti ada persamaan dan perbedaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbaedaan pemahaman dan penerapan kafa’ah nikah antara kiai pesantren dan kiai akademisi. Karena, mereka mempunyai beberapa latar belakang pendidikan yang berbeda, dan sosial masyarakat yang berbeda. Kiai pesantren, hanya mengajar dengan untuk santri-santrinya, dan memberikan pengajian di masyarakat sekitarnya. Begitu juga kiai akademisi yang juga sangat tinggi ilmu agamanya, akan tetapi beliau mengajarkan di perguruan tinggi tanpa mempunyai pesantren di rumahnya.
Penelitian ini adalah penelitian sosiologis (empiris), yaitu penelitian berdasarkan fakta sosial untuk membuktikan sesuatu yang terjadi di masyarakat. Dengan paradigm naturalistik atau definisi sosial yang mempunyai tujuan dalam penelitian dengan melakukan pemahaman (understanding), penggambaran (deskriptif) dan kemudian perbandingan (komparatif). Dan dengan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan para kiai pesantren dan kiai akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri mempunyai persamaan dalam pemahaman kafa’ah nikah yaitu seimbang antara calon suami dan calon istri dalam empat perkara yang ada di dalam hadits kafa’ah, harta atau kekayaan, kecantikan dan ketampanan, nasab atau keturunannya, dan agamanya. Akan tetapi dalam penerapan mereka terdapat perbedaan dalam mengutamakan unsur-unsur kafa’ah. Kiai pesantren menerapkan kafa’ah dalam memilihkan calon suami atau istri untuk putra-putrinya yang diutamakan adalah agama, selanjutnya nasab, harta atau kekayaan dan terakhir kecantikan atau ketampanan. Berbeda dengan kiai akademisi yang lebih diutamakan adalah dalam masalah pendidikan, selanjutnya keseimbangan berfikir, agama, nasab, harta atau kekayaan dan terakhir kecantikan atau ketampanan.
ENGLISH:
Kafa'ah marriage is an attempt to balance several things between the future husband and future wife before marriage, so that does not happen kekecawaan from various parties in the absence of such a balance when after marriage. Kafa'ah marriage was not addressed by society, especially today's parents prefer their children to free choice of candidates. But the Islamic scholars and academic scholars still maintain that the Apostle guidance in the family.
In a comparison, there must be equality. Therefore in this study aims to determine the similarities kafa'ah understanding and application of marriage between Islamic scholars and academic scholars. Because, they have several different educational backgrounds, and different social communities. Kiai boarding school, teaching only for students-santrinya with, and give lectures on the surrounding community. Likewise, academic scholars who are also very high religion of science, but he taught in college without having a boarding school in his home. And this research is a sociological (empirical), the research based on social facts to prove anything that happens in society. With naturalistic paradigm or social definitions that have a purpose in doing research with comprehension (understanding), depiction (descriptive) and then the comparison (comparative). And with descriptive qualitative data analysis.
The results showed Ulama pesantren and the kiai academics in the district of Pare, Kediri kafa'ah have equality in marriage is a balanced understanding between prospective husbands and wives of candidates in four cases that exist in the hadith kafa'ah, property or wealth, beauty and good looks, nasab or his descendants, and his religion. However, there is a difference in their application in prioritizing the elements kafa'ah. Pesantren kiai kafa'ah apply in choosing potential husband or wife for their children the main priority is religion, then nasab, treasure or richness and beauty or good looks last. Unlike academic scholars that more emphasis is on education issues, further the balance of thinking, religion, nasab, property or wealth and beauty or good looks last.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah Pernikahan adalah
cara mulia yang dipilihkan oleh Allah untuk manusia untuk melanjutkan
keturunan. Karena sejak dari permulaan manusia mempunyai kecenderungan cinta
lawan jenis dan hubungan seksual sudah tertanam di dalamnya atas kehendak
Allah. Oleh karena itu Allah memerintahkan adanya pernikahan yang sah dengan
beberapa syarat sah dan rukunnya yang harus di penuhi supaya tidak 1 2 terjadi
hubungan yang haram, dan supaya kelak melahirkan keturunan yang baikbaik. Di
dalam pernikahan kafa‟ah adalah hal yang penting untuk mempertahankan
keharmonisan rumah tangga serta untuk memperbaiki keturunan. Kafa‟ah ialah
persamaan dan persesuaian.1 Kafa‟ah itu dalam agama sangat penting sekali,
suami seimbang kedudukannya dengan isterinya di masyarakat. Maksud seimbang
disini adalah memiliki beberapa kesamaan lahiriyah dan bathiniyah,2 dan
kesamaan yang paling penting terletak pada kesalehannya. Yang dimaksud kafa‟ah
dalam perkawinan, menurut istilah hukum Islam yaitu keseimbangan atau
keserasian antara calon suami dan istri sehingga calon suami dan istri tidak
merasa berat dalam melangsungkan perkawinan. Calon suami sebanding dengan calon
istri sama dalam kedudukan, sama dalam tingkat sosial dan derajat akhlak serta
kekayaan. Karena kafa‟ah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
terciptanya kebahagiaan antara suami dan istri dan lebih menjamin keselamatan
perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga. Dan apabila tidak ada
kafa‟ah dalam perkawinan dikhawatirkan akan menurunkan martabat dan nama baik
keluarga mempelai laki-laki maupun perempuannya. Kafa‟ah adalah istilah yang
digunakan oleh Ulama‟ fiqih dalam membahas memilih calon istri yang sepadan,3
karena kafa‟ah merupakan hal yang penting dalam perkawinan untuk menciptakan
keluarga sakinah. Dalam upaya mewujudkan keluarga yang sakinah, istri merupakan
salah satu faktor penentu utama karena istri 1As Shan‟ani, adalah penenang bagi
suaminya, juga tempat menyemaikan benihnya, teman hidupnya, tambatan hatinya,
tempat menumpahkan rahasianya dan mengadukan nasibnya, pengatur rumah
tangganya, ibu dari anak-anaknya, tempat belajar bagi anak-anaknya serta tempat
mereka mendapatkan berbagai nilai dan sifat-sifat dan mengenal agamanya4 . Oleh
karena itu, Islam menganjurkan agar memilih istri yang salehah dan
menyatakannya sebagai perhiasan terbaik yang sepatutnya dicari dan diusahakan
untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh. Sifat dan kriteria dalam memilih
istri ada empat: kecantikan, kekayaan, dari keturunan yang mulia dan beragama.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad shahih, al-Bazzar,
abu Ya‟la dan Ibnu Hibban,5 sedangkan dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu
haditsnya berbunyi: Artinya: Musaddad menceritakan kepada saya, Yahya
menceritakan kepada saya dari Abdullah,, Yahya berkata kepadaku: menceritakan
kepadaku Sa‟id Ibnu Abi Sa‟id dari ayahnya dari Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi
saw. pernah bersabda, “perempuan dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
karena status keluarganya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka,
nikahilah perempuan karena agamanya agar kamu memperoleh keuntungan yang tidak
terhingga. 6 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Asmara, 2006),
497 5 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006),
10-11 6 Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shahih Bukhari, (Libanon:
Darul Fikr, 1995), 257 4 Semua pilihan itu adalah baik, tetapi Rasulullah SAW
sudah memberikan arahan agar kita semua memilih salah satu dari empat kriteria
di atas yaitu yang benar-benar bisa dijadikan pilihan dan harapan. Adapun
perempuan yang dianjurkan dan dihimbau oleh Nabi supaya menjadi pilihan kita
dan diutamakan yaitu perempuan yang kokoh dan kuat dalam memegang agamanya,
yang selalu beriman dan betaqwa kepada Allah SWT dimanapun ia berada. Itulah
perempuan yang disabdakan oleh beliau dengan kata-kata “dzaatu al-diin” yang
berarti berpegang kuat pada agama Islam.7 Setiap manusia mempunyai keinginan
dan selera yang berbeda dalam memilih atau memilihkan calon istri. Maka dari
itu dalam memilih calon istri dibutuhkan kafa‟ah, yaitu hal yang sangat penting
dalam pernikahan sebagai jalan menuju keluarga yang sakinah. Karena demikian
pentingnya kafa‟ah dalam nikah, maka seharusnya para orang tua membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya dalam memilih calon istri dengan sebaik-baiknya.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu kewajiban orang tua adalah
menikahkan anak ketika waktunya tiba, yaitu ketika mereka telah mencapai
kriteria untuk menunaikan sunnah Rasul itu8 dengan petunjuk hadits nabi sebagai
pedomannya. Kecamatan Pare Kabupaten Kediri merupakan kecamatan yang banyak
berdiri pondok pesantren. Mayoritas penduduknya beragama Islam dan semangat
keberagamaannya sangat tinggi. Kebanyakan dari mereka sangat dekat dengan para
kiai, karena kiai adalah sosok yang sangat disegani di masyarakat karena
ketinggian 7 Abdai Rathomi, Bimbingan Menempuh Jalan Lurus, (Singapore: Pustaka
Nasional, 2004), 700 8 Forum Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien,
Konsep Pendidikan Tiga Dimensi, (Lirboyo: 2002) 5 ilmu dan ketaatannya kepada
Allah SWT, sehingga sebagian banyak dari aspek hidup kiai diikuti oleh
masyarakat. Kiai pengasuh pesantren selain sebagai guru sekaligus orang tua
bagi santrisantrinya, juga sebagai publik figur masyarakat di sekitarnya.
Beliau juga sebagai orang tua yang bertanggung jawab mendidik putra-putrinya
dalam segala aspek kehidupan baik dalam beraqidah, beribadah, berakhlak, maupun
bermuamalah. Begitu juga dalam bermunakahat yang berhubungan dengan kafa‟ah,
kiai mempunyai kewajiban untuk memilihkan calon suami atau calon istri untuk
putraputrinya. Dalam penerepan kafa‟ah nikah untuk memilihkan calon istri untuk
putraputrinya kiai pengasuh pesantren adalah harus kaya, nasabnya baik, cantik,
dan agamanya baik. Semua kriteria harus terpenuhi, akan tetapi yang lebih
diutamakan adalah agama yang baik (dzaatu al-diin), dan selanjutnya adalah
nasab. Nasab yang dimaksud disini adalah sama-sama putra atau putri kiai juga.
9 Ada juga kiai yang menerapkan kafa‟ah dengan cara memberikan nilai pada
tiap-tiap kriteria dalam kafa‟ah dari masing-masing calon suami dan calon
istri, kemudian masing-masing dijumlah dan dibagi dan diambil rata-rata.10
Misalnya seperti nilai calon suami (dzaatu al-diin:8, jamaal: 6, maal: 6,
nasab: 5, jumlah=25) adapun nilai calon istri (dzaatu al-diin:6, jamaal: 8,
maal: 6, nasab: 6, jumlah=26), kemudian jumlah masing-masing nilai tersebut
dibagi 4 untuk mendapatkan nilai rata-rata maka diperoleh nilai rata-rata dari
nilai calon suami adalah 6 ¼ dan jumlah nilai rata-rata calon istri adalah 6
1/2. Maka diperoleh kesimpulan dari nilai rata-rata tersebut, 9 Hasil wawancara
dengan KH. Muhsin Isman 10 Hasil wawancara dengan KH. Hanan Ma‟sum, 6 bahwa
nilai calon suami dan calon istri tersebut adalah seimbang atau kufu dan boleh
dilakukan pernikahan. Berbeda dengan kiai yang tidak memiliki pesantren dan
berkecimpung dalam dunia akademik. Dimana beliau adalai kiai bagi masyarakat di
sekitarnya karena memiliki ilmu agama Islam yang tinggi dan ketaatannya kepada
Allah SWT, dan guru atau dosen bagi mahasiswanya ketika di kampus dan orang tua
bagi putraputrinya, yang memiliki kewajiban juga untuk memilihkan calon suami
atau istri yang sekufu. Dalam penerapan kafa‟ah nikah untuk memilihkan calon
suami atau istri untuk putra atau putrinya yang diutamakan adalah agama,
selanjutnya latar belakang pendidikan yang sama, baru harta dan nasab.11 Dua
perbedaan di atas merupakan sekelumit praktek kafa‟ah yang diterapkan dalam
masyarakat. Dimana mereka mempunyai standar kafa‟ah yang diterapkan dalam
keluarga mereka masing-masing sebagai bentuk upaya pembentukan rumah tangga
yang langgeng dan mempersiapkan generasi yang baik untuk anak turunnya,
meskipun berbeda dengan teori kafa‟ah atau kafa‟ah secara normatif. Agama
sebenarnya tetap menjadi hal yang diutamakan dalam kafa‟ah nikah oleh para kiai
baik kiai pesantren dan kiai akademisi. Akan tetapi ada beberapa hal lain lagi
yang diutamakan yang berbeda. Dalam penelitian sebelum ini penelitian terdahulu
telah diadakan penelitian kafa‟ah di lingkungan keluarga pengasuh pesantren,
oleh karena itu menurut penulis perbedaan ini menarik dan penting untuk
diteliti lebih lanjut, penulis mengambil judul tentang “PENERAPAN KAFA‟AH NIKAH
PERSPEKTIF KIAI PESANTREN DAN KIAI AKADEMISI DI KECAMATAN PARE, KABUPATEN
KEDIRI” .
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya menyatakan secara tersurat
pertanyaanpertanyaan yang akan dipecahkan dalam sebuah penelitian yang
dilakukan dari latar belakang di atas, maka ada beberapa pokok permasalahan
yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini guna mengetahui semua jawaban dari
penelitian ini. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1.Bagaimana pemahaman kafa‟ah nikah
perspektif kiai pesantren dan kiai akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten
Kediri? 2.Bagaimana penerapan kafa‟ah nikah perspektif kiai pesantren dan kiai
akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri? 3.Apa perbandingan penerapan
kafa‟ah nikah perspektif kiai pesantren dan kiai akademisi di Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah
yang di paparkan di atas, maka disini terdapat beberapa tujuan yang ingin
dicapai oleh peneliti diantaranya yaitu: 1. Untuk mengetahui pemahaman kafa‟ah
nikah perspektif kiai pesantren dan kiai akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten
Kediri 2. Untuk mengetahui penerapan kafa‟ah nikah perspektif kiai pesantren
dan kiai akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri 3. Untuk mengetahui
perbandingan penerapan kafa‟ah nikah perspektif kiai pesantren dan kiai
akademisi di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri
D.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan memberikan gambaran yang nyata dan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis. 1. Teoritis a. Menambah, memperdalam dan memperluas khazanah
keilmuan baru bagi keintelektualan ilmu tentang perbandingan penerapan kafa‟ah
nikah dalam perspektif kiai pesantren dan kiai akademisi b. Dapat digunakan
sebagai landasan bagi penelitian berikutnya yang ada relevansinya dengan
masalah ini 2. Praktis a. Memberikan wawasan dan pengalaman praktis dibidang penelitian
mengenai penerapan kafa‟ah nikah dalam perspektif kiai pesantren dan kiai
akademisi b. Sebagai bahan atau referensi dalam menyikapi hal-hal di masyarakat
tentang kesepadanan yang tidak sesuai dengan maksud konsep kafa‟ah.
E. Definisi Operasional
Untuk mempermudah terhadap pemahaman dan penalaran dalam penelitian
ini, peneliti akan menjelaskan beberapa kata kunci yang berhubungan dengan
penelitian ini. Di antaranya adalah: 1. Kafa‟ah adalah sebanding, setaraf, dan
sesuai. Kesetaraan yang perlu di miliki oleh calon suami dan calon istri agar
dihasilkan keserasian hubungan suami istri secara mantap dalam rangka
menghindarkan cela dalam permasalahan-permasalahan tertentu. Istilah kafa‟ah
dibahas ulama fiqih dalam masalah perkawinan ketika membicarakan jodoh seorang
9 wanita. 12kafa‟ah adalah salah satu bentuk upaya menyeimbangkan calon suami
dan calon istri dari berbagai aspek sebelum menikah. Misalnya, tingkat sosial
di masyarakat, tingkat pendidikan, keturunan atau nasab, harta atau kekayaan
dan lain-lainnya, sehingga ketika setelah menikah tidak terjadi ketidak
harmonisan rumah tangga karena ada salah satu pihak yang rendah di lingkungan
keluarganya maupun di masyarakat. 2. Perspektif adalah peninjauan, tinjauan. 13
Kafa‟ah menurut para kiai pesantren dan kiai akademisi. 3. Kiai adalah sebutan
untuk orang yang ahli dalam bidang Agama Islam serta berperilaku sholeh sebutan
untuk benda-benda yang dikeramatkan. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan kiai
adalah seseorang yang memiliki kapabilitas (kemampuan) dan kredibilitas (dapat
dipercaya) dalam bidang agama, yaitu agama Islam. 4. Kiai Pesantren adalah
kiai, guru, ustadz bagi santri-santrinya dan masyarakat dan mengasuh pesantren
5. Kiai akademisi adalah satu term yang diperoleh oleh peneliti seteleh terjun
dalam penelitian dan memilah-milah informan. Kiai adalah tokoh atau kiai bagi
masyarakat dan merupakan julukan yang diberikan oleh masyarakat karena
keluhuran ilmu agamanya, kebaikan akhlaknya, dan ketaqwaannya kepada Allah SWT,
akan tetapi tidak memiliki atau mengasuh pesantren dan juga berkecimpung dalam
dunia akademik atau kampus.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Penerapan kafa’ah nikah perspektif kiai pesantren dan kiai akademisi di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment