Abstract
INDONESIA:
Tujuan awal dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah keluarga pasti akan menemukan permasalahan-permasalahan. Apabila permasalahan tersebut tidak dapat diatasi dengan baik maka jalan penyelesaian yang paling mudah bagi suami istri adalah perceraian. Penulis menemukan fakta bahwa perceraian dari tahun ke tahun semakin meningkat, salah satunya perkara cerai gugat yang masuk pada tahun 2012 di Pengadilan Agama Malang berjumlah 1495 perkara dengan prosentase 59,25% dan cerai gugat banyak terjadi pada usia perkawinan antara 0 –
5 tahun dengan prosentase 36,8%.
5 tahun dengan prosentase 36,8%.
Dari uraian di atas, maka penulis memberikan dua rumusan masalah. Pertama, bagaimana faktor penyebab tingginya cerai gugat berdasarkan usia perkawinan di Pengadilan Agama Malang. Kedua, bagaimana pandangan hakim tentang factor penyebab tingginya cerai gugat berdasarkan usia perkawinan di Pengadilan Agama Malang.
Penulis menggunakan jenis penelitian empiris atau lapangan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Pengumpulan datanya dengan metode wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisanya, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pada usia perkawinan antara 0 – 5 tahun dan usia perkawinan antara 6 – 10 adalah usia perkawinan dimana terjadi banyak perceraian terutama cerai gugat yang diajukan istri di Pengadilan Agama Malang dengan prosentase masing-masing adalah 36,8% dan 25,1%. Penyebab atau faktor tertinggi cerai gugat adalah karena alasan ekonomi dengan prosentase 46,9% dan adanya wanita idaman lain (WIL) dengan prosentase 18,1%. Sebaliknya pada usia perkawinan antara 30 tahun ke atas, angka cerai gugat di Pengadilan Agama Malang semakin sedikit. Hal tersebut disebabkan karena suami istri semakin matang dalam berumah tangga serta telah saling menyesuaikan satu sama lain. Sedangkan menurut para hakim di Pengadilan Agama Malang menyatakan bahwa faktor tertinggi cerai gugat adalah karena alasan ekonomi dan WIL. Munculnya Kedua alasan tersebut berakar dari kurangnya penghayatan terhadap agama. Banyak pernikahan bukan didasarkan pada niat ibadah akan tetapi karena faktor nafsu belaka sehingga perceraian tidak dapat dihindarkan lagi di Pengadilan Agama Malang.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia adalah negara yang penduduknya
memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang
bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh pada adat kebudayaan lokal
yang kuat. Masing-masing anggota masyarakat di daerah pedesaan pada umumnya
sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka
secara turun temurun. Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama terjalinnya
hubungan antar individu maupun kelompok. Istilah hukum adat sendiri merupakan
terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda, yaitu “adatrecht”. Snouck
Hurgronje adalah orang yang pertama yang memakai istilah “adatrecht” dan kemudian
dipakai selanjutnya oleh Van Vollenhoven.1 Sedangkan kata “adat” sendiri
berasal dari bahasa 1Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu
Pengantar,(Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 1991),9. Arab yang berarti kebiasaan.2
Suku-suku di Indonesia memakai istilah yang bermacam-macam, misalnya di daerah
Gayo menggunakan istilah odot, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan
istilah adat dan ngadat, dan masih banyak lagi di daerah lain seperti
Minangkabau.3Dalam adat atau kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat tersebut
terdapat juga hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Adat istiadat yang kemudian
menjadi suatu hukum bukanlah suatu aturan yang tertulis seperti halnya
undang-undang, akan tetapi suatu hukum yang tidak tertulis dan hidup
ditengah-tengah masyarakat sebagai norma. Soepomo menyatakan bahwa hukum adat
adalah hukum yang hidup. Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat terus menerus
tumbuh dan berkembang seperti masyarakat sendiri.4 Pengertian di atas dapat
memberikan pengetahuan bahwa the living law adalah hukum yang hidup dan sedang
aktual dalam suatu masyarakat, sehingga tidak membutuhkan upaya reaktualisasi
lagi, jugabukan sesuatu yang statis, tetapi terus berubah dari waktu ke waktu.
Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis yang berlaku di masyarakat dinyatakan
dalam Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.5Dalam pasal tersebut 2Bushar Muhammad, Asas, 11. 3Bushar
Muhammad, Asas,11. 4 Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2003), 3. 5 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya,
15. menyatakan bahwa hukum adat yang diakui adalah hukum adat yang hidup dan
berkembang (living law) di suatu komunitas masyarakat. Termasuk dalam hal ini
mengenai hukum waris adat. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum
perdata secara keseluruhan dan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat berkaitan dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap
manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian, dan
setelah itu akibat hukum yang muncul adalah masalah bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia
tersebut, dan semua masalah itu diatur dalam hukum waris.6Dalam hal
penyelesaian hak-hak dan kewajiban tersebut hukum waris juga bisa dikatakan
sebagai ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan
(berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para ahli warisnya.7
Masyarakat adat Indonesia mempunyai hukum adat waris masingmasing. Di mana
biasanya hukum adat mereka dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan dan sistem
kewarisan yang mereka anut serta menganggap hukum waris adat lebih bisa
memberikan keadilan bagi ahli waris. Hukum adat pada masing-masing daerah
cenderung berbeda meskipun banyak mempunyai kesamaan. Hukum adat di Jawa
berbeda dengan di Batak, begitu juga dengan daerah lain. 6Eman Suparman, Hukum
Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:PT. Refika
Aditama, 2011), 1. 7 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra
Aditya Bakti ,2003), 8. Perlu disadari bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
hidup selalu beradaptasi, berinterkasi dan terikat satu sama lain. Begitu juga
keterikatan dengan lingkungannya sangat erat dan hal itu akan berpengaruh
terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat itu sendiri. Manusia akan berusaha
menyesuaikan diri terhadap segala perubahan dan perkembangan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Seperti halnya pelaksanaan hukum kewarisan di lingkungan
masyarakat Desa Sukosari Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Pembagian harta
waris masyarakat Desa Sukosari menggunakan adat atau tradisi yang digunakan
oleh nenek moyang mereka. Masyarakat menganggap pembagian sesuai treadisi itu
lebih bisa memberikan keadilan bagi ahli waris dari pada memakai hukum konvensional.
Padahal, pada prinsipnya masyarakat Desa Sukosari mayoritas beragama Islam
tunduk dan patuh pada norma-norma agama Islam seperti mengerjakan sholat,
puasa, zakat, dan lain sebagainya, akan tetapi apabila sudah berhadapan dengan
hukum kewarisan masyarakat tidak tunduk pada hukum waris Islam.. Pembagian
tersebut dilakukan melalui musyawarah keluarga masing-masing, kemudian meminta
bantuan tokoh agama yang mereka percaya disertai oleh beberapa perangkat desa
sebagai saksi, sehingga jika ada permasalahan di kemudian hari mereka akan
memanggil para saksi dari perangkat desa. Ketertarikan peneliti berawal dari
keunikan pembagian harta waris, dengan menentukan ahli waris hanyalah dari anak
kandung saja, orang tua maupun kerabat, terhalang kewarisannya, jika masih ada
pewaris utama. Oleh karena itu peneliti ingin lebih jauh mengetahui praktik
pembagian waris masyarakat Desa Sukosari. B. Batasan Masalah Adanya batasan
masalah dalam suatu penelitian sangatlah diperlukan agar penelitian yang
dilakukan lebih terfokus pada substansi persoalan yang akan diteliti, sehingga
tujuan dari penelitian dapat terarah dengan baik. Oleh karena itu batasan dalam
penelitian ini ialah meneliti praktik pembagian waris yang terdapat di Desa
Sukosari Kabupaten Jember. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menentukan ahli
waris di Desa Sukosari Kabupaten Jember? 2. Bagaimana praktik pembagian harta
waris masyarakat Desa Sukosari Kabupaten Jember dalam perspektif living law? D.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian diadakan dengan harapan mampu menjawab apa
yang telah dirangkum dalam rumusan di atas, adapun tujuan penelitian ini
adalah: 1. Mengetahui penentuan ahli waris masyarakat Desa Sukosari Kabupaten
Jember. 2. Mengetahui praktik pembagian harta waris masyarakat Desa Sukosari
Kabupaten Jember dalam perspektif living law?. E. Manfaat Penelitian Adanya
tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain sebagai
berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi
kontribusi dalam mengembangkan khazanah keilmuan, baik peneliti khususnya dan
masyarakat pada umumnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Sebagai tambahan
ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat di masa sekarang dan masa depan serta
dapat digunakan oleh peneliti dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang hukum adat dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan.
b. Bagi Masyarakat Mampu memberikan sumbangan pikiran kepada masyarakat tentang
pluralisme hukum. Sehingga, pedoman yang dipakai oleh masyarakat bukan hanya
statis, akan tetapi bisa berubah sesuai perkembangan zaman. F. Penelitian
Terdahulu Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, maka sangat
penting untuk mengkaji terlebih dengan masalah yang sama atau yang berdekatan
dengan variabel dalam judul skripsi ini. Dalam hal itu, tidak ada satupun
skripsi yang secara khusus membahas praktik pembagian harta waris di Desa
Sukosari dan kaitannya pada penelitian living law. 1. Absyar Surwansyah, S.H.,
”Suatu Kajian Tentang Hukum Waris Adat Masyarakat Bangko Jambi.”8 Penelitian
ini adalah penelitian yuridis empiris dan bersifat deskriptis analitis yang
akan menggambarkan, memaparkan dan mengungkapkan bagaimana sesungguhnya hukum
waris adat masyarakat Bangko Jambi khususnya yang dilaksanakan oleh masyarakat
adat di Kecamatan Sungai Manau. Sebagai salah satu bagian dari bangsa
Indonesia, masyarakat Bangko Jambi yang, menempati wilayah Kecamatan Sungai
Manau memiliki adat dan hukum adat tersendiri dengan sistem kekerabatan yang
bersifat matrilineal. Sistem kekerabatan yang dilaksanakan masyarakat Bangko
Jambi di Kecamatan Sungai Manau mengakibatkan pelaksanaan hukum waris oleh
masyarakat Kecamatan Sungai Manau telah menjadi objek penelitian meliputi
sistem ahli waris, waktu harta waris dapat dibagi-bagikan serta proses
pewarisan harta waris dari pewaris kepada ahli waris, sehingga mengenai
pelaksanaan hukum waris oleh masyarakat Bangko Jambi belum banyak diketahui
oleh masyarakat Indonesia dan masih dibutuhkan berbagai penelitian untuk
mengetahui dengan tepat tentang hal tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa
sistem hukum waris adat yang dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat di
Kecamatan Sungai 8AbsyarSurwansyah, S.H., SuatuKajianTentangHukumWarisAdatMasyarakatBangko
Jambi, Tesis S2, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2005). Manau merupakan
kombinasi antara sistem kewarisan individual dan sistem kewarisan kolektif.
Terhadap harta warisan oleh masyarakat di Kecamatan Sungai Manau dibeda-bedakanh
antara harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah, harta bawaan serta harta
pembawaan sedangkan yang dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris hanya harta
pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Dalam hal pembagian warisan dibedakan
pula berdasarkan apakah pewaris meninggalkan anak atau tidak. Bila suami istri
wafat tanpa meninggalkan anak maka harta dibagi dua, namun apabila suami istri
meninggalkan anak maka harta pencaharian tidak dibagi akan tetapi diwarisi
kepada anak. Pembagian warisan dilakukan oleh ninik mamak yaitu ninik mamak
dari para ahli waris dengan jalan memisahkan harta pusaka tinggi, harta pusaka
rendah dengan harta bawaan suami istri, setelah itu baru pembagian warisan
dapat dilaksanakan kepada ahli waris. Penyelesaian waris yang menjadi sengketa
diselesaikan oleh Penguasa Adat dalam bentuk keputusan tidak tertulis sehingga
disarankan agar putusan Penguasa Adat dibuat dalam bentuk tertulis untuk
menghindari terjadi masalah di kemudian hari dan menjadi salah satu upaya untuk
melestarikan putusan-putusan tersebut. Persamaan mendasar dengan skripsi yang
ditulis oleh peneliti adalah sama-sama fokus pada penelitian hukum waris adat.
Akan tetapi pada tesis yang dilakukan oleh saudara Absyar Surwansyah ini
pembahasan yang utama adalah pada penyelesaian sengketa waris adat, dan hukum
waris adat yang digunakan oleh masyarakat Desa Sukosari berbeda dengan
masyarakat Bangko Jambi. 2. Martadinata, “Pemahaman Masyarakat Desa Bunut Wetan
kecamatan Pakis Kabupaten Malang tentang Hukum Waris Islam dan Kecenderungan
Penggunaannya”.9 Banyak masyarakat Islam yang tidak memahami hukum waris Islam
sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis yang bersifat
deskriptif menjelaskan atau menggambarkan pemahaman Masyarakat Desa Bunut Wetan
Kecamatan Pakis tentang waris Islam. Hasil dari penelitian ini mayoritas
masyarakat Desa Bunut Wetan Kecamatan Pakis belum memahami hukum waris,
terutama mengenai sumber hukum Islam, istilah-istilah yang digunakan dalam
hukum waris Islam, bagian-bagian ahli waris, dan kapan harta warisan dibagikan
menurut hukum Islam. Selain itu pembagian warisan menurut hukum Islam 2: 1
tidak mendapat simpati dari masyarakat. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini, yaitu tentang konsep pembagian
harta waris. Akan tetapi memiliki perbedaan dalam tradisi atau budaya yang
mempengaruhinya. 3. Asma Junaidah, “ Pembagian Harta Peninggalan dalam
Masyarakat Dayak Muslim (Studi Kasus di Desa Loksado, Kecamatan Loksado,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan”.10 9Martadinata, “ Pemahaman
Masyarakat Desa Bunut Wetan kecamatan Pakis Kabupaten Malang tentang Hukum
Waris Islam dan Kecenderungan Penggunaannya”, Skripsi S1: UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang: 2005. Masyarakat Desa Loksado memahami hukum waris Islam tidak
secara langsung mengikuti teks Al-Quran, akan tetapi memakai hukum Adat yang
telah menjadi tradisi mereka. Dengan tanpa memandang status laki-laki atau
perempuan. Mereka berpendapat yang membedakan lebih banyak atau lebih sedikitnya
bagian ahli waris adalah pengabdian ahli waris kepada pewaris semasa hidupnya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris yang berfokus pada keadaan
masyarakat Dayak Desa Loksado khususnya masyarakat yang beragama Islam.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu kurangnya pemahaman masyarakat
Dayak tersebut tentang hukum waris Islam. Dalam pembagian harta peninggalan
mereka memakai sistem hibah dengan alasan pertama, agar ahli waris dapat
menikmati harta warisan dalam kehidupannya sehari-hari. Kedua, menghindari
adanya penguasaan harta oleh salah satu ahli waris di kedepannya nanti. Ketiga,
untuk menghindari adanya sengketa. Pembagian harta warisan di sana sama rata dengan
alasan perempuan juga ikut bekerja mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Penelitian ini memiliki kesamaan dalam aspek pembagian warisan yang tidak
berdasar pada al-Qur’an maupun hukum Perdata, akan tetapi menggunakan dasar
hukum adat. Perbedaannya adalah dalam pembahasan yang dilakukan oleh saudari
Asma Junaidah ini lebih fokus 10Asma Junaidah, “ Pembagian Harta Peninggalan
dalam Masyarakat Dayak Muslim (Studi Kasus di Desa Loksado, Kecamatan Loksado,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan”, Skripsi S1: UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang: 2010. pada pemahaman masyarakat tentang hukum waris Islam
dan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan penelitian
pada skripsi yang dilakukan oleh peneliti lebih fokus pada keterkaitan antara
living law terhadap tradisi pembagian waris yang dilakukan oleh suatu komunitas
masyarakat. 4. Ika Islamiatiningsih “Pembagian harta peninggalan dengan
Pertimbangan kemampuan ekonomi Ahli waris di desa langkap Kec. Bangsalsari kab.
Jember.”11 Pada skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian case study
(studi kasus) menjelaskan bahwa pembagian waris di sana berdasar pada
pertimbangan kemampuan ekonomi yang berdasar pada status pekerjaan, sehingga
fenomena model pembagian harta peninggalan yang terjadi di desa Langkap
menganut salah satu sistem keturunan yang ada di Indonesia yaitu sistem
bilateral. sistem bilateral ini menarik garis Dalam hukum Adat pembagian harta
peninggalan yang diberikan kepada ahli waris bukan bagian-bagian yang
ditentukan oleh angka, melainkan berdasarkan unit per unit (satuan benda). Hal
ini dimaksudkan agar supaya ahli waris (anak-anak) mengetahui dengan pasti
bagian yang menjadi haknya. Masyarakat Langkap memang berpegang teguh pada
agama Islam, mereka mengerti ketentuan pembagian harta peninggalan (waris,
hibah dan wasiat) yang ada dalam hukum Islam. Namun dalam setiap keluarga
mempunyai keinginan dan keyakinan masing-masing 11Ika Islamiatiningsih,
Pembagian harta peninggalan dengan pertimbangan kemampuan ekonomi Ahli waris di
Desa Langkap Kec. Bangsalsari Kab. Jember, Skripsi S1, Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang 2010. dalam pembagiannya, sehingga sangat beragam, ada
keluarga yang menganut pembagian waris dua banding satu (2:1) ada pula yang
membaginya sama rata (1:1) dan ada pula yang membagi hartanya yang disesuaikan
dengan kondisi ekonomi ahli waris. Pembagian harta peninggalan tersebut telah
dilakukan melalui wasiat dan hibah ketika pewaris masih hidup, dan dilakukan
dengan musyawarah keluarga (bersama ahli waris). Dalam pembagiannya pun
disaksikan langsung oleh para ahli waris, sehingga tahu bagian masing-masing
yang mereka peroleh. Meski demikian pewaris tetap memanggil sekretaris atau
carik desa sebagai saksi adanya pelaksanaan pembagian waris dalam keluarga tersebut,
sehingga apabila terjadi sengketa antar ahli waris kita dapat memanggilnya
kembali sebagai saksi dari pihak luar keluarga. Adapun cara pembagian waris
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi ekonomi ahli waris. Bagi
mereka yang memiliki pekerjaan tetap (PNS), akan mendapatkan sedikit dari harta
warisan, begitupun sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
akan mendapat bagian waris lebih banyak. Yang melatarbelakangi adanya pembagian
ini, karena pewaris berasumsi bahwa seorang pegawai akan memperoleh pendapatan
yang pasti dalam setiap bulannya. Lain hal nya dengan ahli waris yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap, tentunya tidak mempunyai penghasilan yang tetap
juga. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti, di mana perbedaannya pada objek penelitian, di mana mereka
menggunakan sistem hibah dan wasiat. G. Sistematika Pembahasan Agar penyusunan
skripsi ini terarah, sistematis dan saling berhubungan satu bab dengan bab yang
lain serta agar dapat ditelusuri oleh pembaca dengan mudah, maka peneliti
secara umum dapat menggambarkan susunannya sebagai berikut: Pada Bab I
merupakan kerangka dasar penulisan yang terlebih dahulu diawali dengan sebuah
pendahuluan. Adapun sistematika pembahasannya berisi: latar belakang masalah
yang menjelaskan paparan dasar dan gambaran umum pengambilan judul penelitian
tentang waris, kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah yang berisi apa saja
pokok masalah yang akan dibahas, dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat
penelitian ini berisi tentang manfaat yang akan diperoleh setelah penelitian
ini, juga terdapat penelitian terdahulu yang mempunyai kesamaan topik dengan
penelitian ini dan yang terakhir adalah sistematika pembahasan. Penulisan bab
satu ini penting untuk didahulukan, karena sebagai guide (petunjuk) pada
bab-bab berikutnya. Sehingga tulisan ini terangkai dengan tajam dan sistematis.
Bab selanjutnya adalah Bab II yang berisi tentang kajian umum tentang waris
yang di dalamnya menjelaskan the living law secara umum, kewarisan adat, dan
kewarisan hukum Islam sebagai pedoman untuk mengkaji lebih dalam teori yang
akan dipakai dalam penelitian ini. Sedangkan pada Bab III membahas metode
penelitian yang akan mengulas metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini. Metode tersebut meliputi pendekatan dan jenis penelitian,, lokasi
penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan dan
analisis data. Sehingga dengan pembahasan tersebut dapat mengungkap sejumlah
cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional dan terarah tentang
bagaimana pekerjaan sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan data sehingga
diharapkan mampu menjawab secara ilmiah perumusan masalah yang telah
ditetapkan. Bab IV merupakan pemaparan hasil penelitian yang meliputi:
deskripsi lokasi penelitian (kondisi geografis, penduduk, sosial keagamaan, dan
pendidikan), paparan data subyek penelitian (keterangan informan dari Desa
Sukosari mengenai praktik pembagian waris yang dilakukan di desa tersebut).
Serta di dalam bab ini di bahas juga mengenai analisis terhadap hasil
penelitian di atas yaitu “Praktik Pembagian Harta Waris di Desa Sukosari
Kabupaten Jember (Kajian Living Law)”. Sebagai penutupan adalah Bab V, skripsi
ini ditutup dengan kesimpulan dan saran. Kesimpulan sebagai konklusi
penelitian, hal ini penting sebagai penegasan kembali hasil penelitian yang ada
pada bab empat. Pada kesimpulan ini dapat diketahui konsep pembagian waris yang
ada di desa Sukosari serta mengetahui pengaruh living law terhadap praktik
pembagian waris yang dilakukan oleh masyrarakat. Sedangkan saran merupakan
harapan-harapan dan anjuran-anjuran peneliti pada pihak-pihak yang berkompeten
dalam masalah ini agar penelitian ini sebagai legitimasi pengembangan pemikiran
yang menuju maslahah
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :Faktor penyebab tingginya cerai gugat berdasarkan usia perkawinan di Pengadilan Agama Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment