Abstract
INDONESIA:
Pada saat sekarang ini banyak sekali jenis usaha yang dijalankan oleh umat manusia secara mudah, cepat, dan memberikan keuntungan berlipat ganda. Ada berbagai produk bisnis di era globalisasi ini dan akhir-akhir ini sering terdengar kata waralaba/franchising. Transaksi bisnis ini kini mulai marak karena selain biaya murah dan bahan sudah disediakan. Definisi waralaba adalah sebagai garansi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan mengizinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu dalam bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor. Pada saat ini juga terjadi kegairahan pada konsep bisnis yang berbasis syariah, sedangkan bisnis waralaba saat ini masih banyak menggunakan konsep umum. Akad syariah ini mempunyai potensi besar terhadap perkembangan ekonomi untuk saat ini walaupun sudah lama diterapkan oleh umat Islam di dunia.
Dari uraian di atas maka penulis mengkaji mengenai beberapa masalah yang akan dijadikan pokok pembahasan dari penelitian ini. Pertama, Bagaimana waralaba menurut fatwa DSN-MUI? Kedua, Bagaimana waralaba menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007? dan ketiga adalah bagaimana perbandingan antara Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 dan fatwa DSN- MUI?
Penelitian ini menggunakan paradigma ilmiah yang bersumber dari perundang–undangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian statute approach. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan teknik dokumentasi yang kemudian data tersebut diedit, diperiksa, dan disusun secara cermat serta diatur sedemikian rupa yang kemudian di analisis dengan deskriptif kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: Bisnis waralaba boleh dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, Bisnis waralaba mempunyai hukum sebagai dasar menjalankan bisnis tersebut dan hukum pada bisnis waralaba adalah Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba, bisnis waralaba dengan akad Syirkah dan akad Ijarah mempunyai beberapa persamaan. Beberapa persamaan adalah sebagai berikut. kebebasan berkontrak bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba dan adapun perbedaannya adalah pada dasar hukum bisnis waralaba.
ENGLISH:
Nowadays there are numerous businesses run in easy, fast, and multiple benefit oriented way. The globalization era provides many business products and recently the term franchise becomes more common. This business transaction rapidly increases due to its low cost and provided materials. The definition of franchise is a contractual warranty by one person (the franchisor) which permit another party (the franchisee) to use franchisor’s brand in a certain period. The passion of sharia-based business also grows, even though many franchise businesses still employ conventional concept. Even though has been applied by moslem for a long time, Sharia akad (agreement) still has great potential for the economical development.
From the explanation, the researcher examines some issues which become main discussion of the research. First, how is franchise business according to the fatwa of DSN-MUI? Second, how is franchise business according to Government Regulation No. 42 Year 2007? Third, how is the comparison between Government Regulation No. 42 Year 2007 and fatwa of DSN-MUI?
The research employs scientific paradigm derived from regulation using qualitative and statute approach. The research uses primary and secondary data collected by documentation. The data result then undergoes the process of editing, checking, and compiling and arranging before analyzed using descriptive qualitative analysis.
The result concludes that franchise business is allowed and it has no conflict with Islamic law. Government Regulation No. 42 Year 2007 on franchise serves as legal basis for running franchise business. Franchise business using syirkah and ijarah akad have a common feature that is a contractual freedom for both franchisor and franchisee. On the other hand, these two akads have different legal basis for franchise business.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Prinsip fundamental mencari
rezeki dalam agama Islam adalah halal menjalankan jual – beli dan haram
melakukan riba. Nabi Muhammad mulai menapaki hidupnya sejak beliau dengan
berdagang dan menyebarkan Islam didorong dengan etos dagang yang kuat. Ini
merupakan usaha atau kerja yang sesuai dalam ayat Al Quran sebagai berikut:
Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung (QS. Al-Jumu’ah 62) 2 Pada saat sekarang ini banyak sekali jenis
usaha yang dijalankan oleh umat manusia secara mudah, cepat, dan memberikan
keuntungan berlipat ganda. Ada berbagai produk bisnis di era globalisasi ini
dan salah satu jenisnya adalah waralaba/franchising.
Transaksi bisnis ini kini mulai marak karena selain biaya murah dan
bahan sudah disediakan. Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah “waralaba” yang
diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen
(LPPM). Waralaba berasal dari kata “wara” (lebih atau istimewa) dan “laba”
(untung) sehingga waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih atau
istimewa. 1 Definisi waralaba dalam Peraturan Pemerintah RI No.16 Tahun 1997
tanggal 18 Juni 1997, pengertian waralaba (franchising) adalah suatu bentuk
kerjasama dimana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima
waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek
dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya,
terwaralaba membayar suatu jumlah yang seperti franchise fee dan royalty
fee/royalti atau yang lainnya. 2 Pengembangan modal bisnis dengan model
waralaba belakangan ini memang marak di Indonesia. Sebenarnya, waralaba
bukanlah hal baru di Indonesia mengingat nama-nama yang dikembangkan dengan
waralaba, seperti KFC, Pizza Hut, atau merek lokal seperti Es Teler 77, sudah
lama berdiri di Indonesia. Namun, sampai akhir dekade 1990-an, waralaba asing
memang sangat mendominasi bahkan bisa dikatakan hanya ada satu-dua waralaba lokal
seperti Es Teler 77 dan California Fried Chicken yang mampu eksis. Penelitian
menunjukkan 1Adrian Sutedi, Hukum waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), 7
2Pietra Sarosa , Mewaralabakan Usaha Anda, (Jakarta : Elex Media Komputindo,
2004), 2 3 bahwa sistem waralaba mampu bertahan bahkan dapat berkembang dengan
baik. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ditingkat lapangan, ekonomi
Indonesia lebih bergairah daripada yang digambarkan orang selama ini. 3
Kegairahan sistem waralaba menjadi indikator sebuah ketertarikan bagi pengusaha
yang ingin membuka usaha yang menjanjikan untuk dijadikan lahan investasi.
Ketertarikan itu muncul karena bisnis waralaba tidak dimulai dari nol, akan
tetapi bisa dimulai dari skor 60. Rasionalisasinya karena pihak terwaralaba
tidak perlu mencari ide terlebih dahulu. Mereka tidak perlu merintis dari awal
dan selanjutnya bergabung di tengah jalan. Menurut Ketua Asosiasi Waralaba
Indonesia Anang Sukandar di Jakarta, di tahun 2012 usaha waralaba di Indonesia
memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Sekitar 65% pembeli lisensi
waralaba berhasil mengembangkan usahanya dan tidak sekedar balik modal.4
Sejarah waralaba diperkenalkan pada tahun 1850 oleh Isacc Singer. Isacc adalah
pembuat mesin jahit. Isacc mendistribusikan mesin jahit ini dengan format
waralaba. Walaupun usaha tersebut gagal, namun Isacc adalah orang pertama yang
memperkenalkan format bisnis waralaba di Amerika Serikat.
Sedangkan waralaba pada masa
keberlangsungan Nabi Muhammad SAW tidak ada akad waralaba/franchise, maka
ijtihad sebagai sumber hukum Islam memberi peluang berkembangnya pemikiran umat
Islam dalam menghadapi segala persoalan di era globalisasi contohnya seperti
bisnis waralaba. Bisnis yang berkembang zaman sekarang tetapi pada zaman dahulu
belum ada ketentuan hukum – hukum bisnis tersebut. Saat ini sudah banyak model
bisnis yang ada di dunia saat ini, khususnya waralaba. Pemerintah Indonesia
merespon kegiatan bisnis ini dengan mengatur undang undang tentang 3Darmawan
Budi Suseno, Waralaba Bisnis Minim Resiko Maksim di Laba, (Yogjakarta : Pilar
Media, 2005), 2 4www.franchise-id.com Di akses pada tanggal 12-12-12, pada jam
16:59 5Wikipedia.org/wiki/waralaba, Di akses pada tanggal 02-11-12, 4 bisnis
waralaba sebagai sarana mendukung bisnis waralaba tanpa ada monopoli para
pengusaha dunia, seperti lahirnya Peraturan Pemerintah RI No 16 Tahun 1997
tentang Waralaba dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
PP Nomor 42 Tahun 2007 ini dilandasi upaya pemerintah untuk meningkatkan
pembinaan usaha waralaba di seluruh Indonesia sehingga perlu mendorong
pengusaha nasional, terutama pengusaha kecil, menengah untuk tumbuh sebagai
franchisor nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan
luar negeri, khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. Ada
beberapa bentuk perbedaan peraturan hukum yang disebutkan dalam undang – undang
di Indonesia dan Fatwa DSN MUI dalam mengatur praktik dalam bisnis waralaba.
Undang – undang di Indonesia hanya mengatur bisnis waralaba saja yang terdapat
pada KUHPer dan KUHD dan beberapa Peraturan Pemerintah, khususnya pada
Peraturan Pemerintah RI No 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, sedangkan Fatwa DSN MUI
mengatur praktik dalam berbisnis yang sudah disyariatkan. Dalam peraturan
perundang – undangan di Indonesia yang mengatur dalam berbisnis bagi
masyarakatnya yang ada pada KUHPer dan KUHD hanya peraturan umum tidak ada
peraturan yang mengatur halal – haram dalam berbisnis. Fatwa DSN MUI lahir
karena desakan masyarakat Indonesia yang membutuhkan peraturan yang Islami dan
karena di dunia saat ini sedang berkembang beberapa jenis bisnis yang
berprinsip hukum Islam.
Dalam fiqh muamalah terdapat akad – akad yang mengatur semua
tentang berbisnis. Terdapat kesamaan konsep antara bisnis waralaba dan akad
dalam fiqh muamalah khususnya pada akad Syirkah dan Ijarah. Syirkah merupakan
akad antara dua orang atau lebih dalam menjalankan suatu usaha atau berbisnis
dan adapun Ijarah merupakan suatu akad penjualan 5 manfaat, yaitu pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Adapun praktek Syirkah tercantum dalam sebuah Hadits sebagai berikut: ع ر ض ي للا عن ه ق ا ل : قا ل ر سوللا صل ر ي رة ى ه ن ا ى ب ي
ه و سل ىَ:َا ن ا عال م )ق ا ل للا ت للا عل ل ث خ ث ي ن ما لم ر ي الث ح د ه ما
صا حب ه ، ف ن ا ما ) ر واه ا ب و دا و د و إ ص ح حه ذا خا ن خ ر ج ت م ن ب ين ه حا
م( ال
6 Artinya : Dari Abu Hurairah
Bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT. Berfirman, “Aku adalah yang
ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati temannya. Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah
seorang mengkhianatinya.( HR. Abu Daud dan di shohihkan oleh al Hakim )” Akad
ijarah yang merupakan salah satu fatwa DSN MUI juga dapat sebagai tinjauan
dalam berbisnis dengan sistem waralaba yang sedang populer dan dilakukan oleh
banyak pebisnis. Hadits yang dapat menerangkan tentang akad Ijarah adalah
sebagai berikut :
Artinya :“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil
pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”al-Asqalani Ibnu
Hajar, Bulugh Al-Maram, (Semarang: Karya Thoha Putra, 2007.), 187 7FATWA DEWAN
SYARI’AH NASIONAL NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ijarah Fatwa DSN MUI membuat
peraturan – peraturan akad dalam berbisnis juga mengambil apa – apa yang sudah
diterangkan dalam kitab – kitab ulama di dunia.
Landasannya adalah AL Quran dan Hadits dalam fiqh muamalah. Dalam
penulisan ini, penulis merasa perlu untuk membahas mengenai waralaba
dikarenakan terdapat perbedaan hukum yang terjadi terhadap bisnis waralaba yang
sedang berkembang ini dan kemudian bisnis waralaba akan ditinjau dari beberapa
sudut, yaitu sudut pandang hukum positif yaitu tinjauan pada undang undang
hukum perdata (KUHPer), Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 dan Peraturan
Pemerintah No. 42 Tahun 2007. Peninjauan selanjutnya adalah fatwa DSN MUI dalam
pembuatan skripsi ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari uraian latar belakang
di atas, maka dapat diangkat beberapa masalah untuk dijadikan pokok pembahasan
dari penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana waralaba
menurut fatwa DSN-MUI ?
2. Bagaimana waralaba menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2007 ?
3. Bagaimana perbandingan
antara Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 dan fatwa DSNMUI terhadap bisnis
waralaba?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dari beberapa uraian rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui waralaba menurut fatwa DSN-MUI
2. Mengetahui waralaba menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2007.
3. Mengetahui persamaan dan
perbedaan antara Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 dan fatwa DSN-MUI
tentang bisnis waralaba.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian mengenai tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap
bisnis waralaba ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
pihak-pihak yang ingin memperkaya wawasan keilmuan mengenai waralaba yang pada
saat ini salah satu wadah pengembangan ekonomi yang diterapkan oleh Pemerintah.
2. Manfaat Praktis Secara praktisnya, hasil penelitian ini
diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengaturan bisnis waralaba bagi yang
membaca penelitian ini. Selain itu penelitian ini dapat memberikan kesadaran
hukum bagi semua pelaku bisnis waralaba dan memulai bisnis waralaba yang baik,
benar, dan secara Islami.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian Jenis
penelitian ini yaitu penelitian normatif. Penelitian ini merupakan penelitian
inventarisasi hukum positif. Pada inventarisasi hukum, yakni Fatwa DSN Syariah
dan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 ini adalah mengumpulkan hukum – hukum
tertulis. Cara mengumpulkan hukum – hukum tertulis yang dilakukan oleh peneliti
adalah 8 dengan usaha koleksi publikasi – publikasi, reprint – reprint dan
dokumen – dokumen yang mengandung bahan – bahan hukum. Klarifikasi yang
sistematis harus segera dikerjakan, yakni telah terkumpulnya inventarisasi
hukum yang akan dibahas oleh penulis.8 Hukum Islam pun demikian caranya dengan
inventarisasi Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007. Kemudian penelitian
normatif mengkaji sistematika peraturan perundang - undangan, dan meneliti
perbandingan antara Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2007 dan Fatwa DSN - MUI.
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian yang akan
penulis gunakan adalah pendekatan undang – undang (statute approach) dimana
pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang – undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang di tangani,9 yaitu bisnis
waralaba yang akan ditinjau dengan fatwa DSN – MUI dan Peraturan Pemerintah
No.42 Tahun 2007. Hasil dari telaah tersebut merupakan argumentasi untuk
memecahkan isu yang penulis hadapi. 3. Bahan Hukum Bahan hukum yang akan
penulis pakai terdapat 3 bagian, bagian itu adalah Primer, Sekunder, Tersier.
Data Primer yang akan penulis gunakan adalah fatwa DSN-MUI dan Peraturan
Pemerintah No. 42 Tahun 2007. bahan hukum sekunder yang akan penulis pakai
merupakan bahan yang keadaannya siap terbuat (ready made) seperti buku – buku
yang membahas tentang bidang ilmu yang akan penulis teliti seperti buku – buku
tentang hukum dan dokumen – dokumen yang mengandung bahan hukum yang penulis
teliti. Bahan hukum yang penulis pakai yang ketiga adalah bahan hukum tersier.
Bahan hukum tersier pada 8Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta
: PT Raja Grafindo Utama, 2013), 85 9Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, 93
9 dasarnya mencakup bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang
hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya adalah abstrak perundang –
undangan, bibliografi hukum, derektori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks
majalah hukum, dan kamus hukum.. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Pengolahan
bahan hukum yang akan penulis proses dalam bahan hukum yang sudah didapat oleh
penulis ini dilakukan beberapa tahap, yaitu pemeriksaan data mulai memeriksa
hukum tentang Waralaba baik hukum positif dan hukum Islam. Selanjutnya dalam
pengolahan bahan hukum adalah penandaan data. Penandaan data ini adalah
menandakan bahan – bahan hukum terkait bisnis waralaba, salah satunya adalah
menandakan Kitab ketiga dalam KUHPer, menandakan akad yang terkait dengan
bisnis waralaba yaitu akad Syirkah dan akad Ijarah. Berbisnis di dalam hukum
Islam terdapat dalam fiqh muamalah pada akad Syirkah dan akad Ijarah. Pada
pengolahan yang terakhir adalah penyusunan atau sistematisasi data, yaitu
Menyusun setiap bahan hukum yang telah diperiksa, ditanda untuk diurutkan
sesuai penjelasan tema yaitu tinjauan fatwa DSN MUI dan hukum positif terhadap
bisnis waralaba.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang akan digunakan untuk
melakukan penelitian ini adalah dokumentasi. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya – karya monumental dari seseorang.11 Sedangkan dalam 10Nomensen sinamo,
Metode Penelirian Hukum,(Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2009), 95
11Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif dan R&D, (Bandung :
Alfabeta, 2008), 240 10 penelitian yang penulis lakukan adalah dokumentasi yang
berbentuk tulisan, yaitu mengumpulkan bahan penulisan melalui bacaan peraturan
perundang-undangan pada Kitab undang – undang hukum perdata, buku-buku atau
kitab - kitab seperti buku hukum kontrak, buku fiqh muamalah, atau kitab
seperti kitab Hadits yaitu bulughul maram. Majalah-majalah bisnis khususnya
bisnis waralaba, hasil seminar, surat kabar dan lain-lain sebagai bahan bacaan
yang relevan dengan penulisan yang berguna sebagai dasar pengembangan uraian
teoritis dalam penulisan skripsi yang berjudul Tinjauan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Hukum Positif Terhadap Bisnis Waralaba.
F. PENELITIAN TERDAHULU Pada
penelitian terdahulu terdapat beberapa penelitian yang penulis temukan dengan
beberapa tema yang tidak jauh berbeda mengenai waralaba/franchise. Adapun tema
yang penulis angkat sekarang tidak terdapat penelitian yang sama dengan penulis
angkat untuk diteliti. Penelitian terdahulu yang penulis temukan adalah sebagai
berikut :
1. Skripsi yang berjudul PENGUATAN KELUARGA SAKINAH PADA FRANCHISOR
DAN FRANCHISEE LITTLE CAMEL, PRINTINGKU DAN 11 KOETOEKOE MELALUI BISNIS
FRANCHISE, disusun oleh Afifaturohmah. Skripsi ini meneliti dan menjelaskan
bagaimana keluarga sakinah dapat ditumbuhkan dengan kuat. Banyak keluarga yang
bercerai dengan alasan ekonomi yang kurang dari keluarga yang menempuh jalan
hidup bersama. Penulis dari skripsi ini memberikan penjelasan jika keluarga
sakinah bisa diperkuat dengan cara berbisnis franchise. Penulis dari skripsi
ini juga menjelaskan bagaimana cara memulai dan menjelaskan sistem bisnis
franchise yang akan dijalankan oleh sebuah keluarga agar keluarga tersebut
meminimalisir perceraian dan menguatkan keluarga yang menjalankan franchise
menjadi keluarga yang sakinah.
2. Tesis yang berjudul
PELAKSANAAN PERJANJIAN BISNIS WARALABA SERTA PERLINDUNGAN HUKUMNYA BAGI PARA
PIHAK (Studi kasus Apotek K-24), disusun oleh NURIN DEWI ARIFIAH. Tesis ini
menjelaskan bisnis waralaba dan menjelaskan pengaturan atau hukum waralaba di
Indonesia. Selanjutnya adalah menerangkan perlindungan jika terjadi suatu
sengketa antara konsumen dan produsen. Tesis ini menjelaskan bagaimana
perlindungan hukum bagi para pihak yang mengikat perjanjian atau berkontrak.
Kasus yang diambil dalam tesis ini adalah franchisee dan franchisor pada bisnis
toko obat yang bermerek Apotek K-24. Adapun skripsi yang penulis susun adalah
Tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Hukum Positif Terhadap Bisnis
Waralaba.
3. Skripsi yang berjudul
APLIKASI KIAT SUKSES SISTEM WARALABA BAKSO CAK MAN KOTA MALANG (Tinjauan
Sebagai Pewaralaba), disusun oleh YANUAR RISDIANTO. Skripsi ini menjelaskan
tentang bisnis bakso di kota Malang yang bersistem waralaba. Disebutkan bahwa
ada beberapa kiat sukses dalam berbisnis 12 dengan sistem waraba yang
dijalankan Bakso Cak Man Kota Malang. Salah satu kiat sukses menjalankan usaha
yang bersistem waralaba adalah 1) Ulet, 2) Mempunyai rasa ingin tahu yang
tinggi, 3) Harus berani bermimpi, 4) Menganggap pekerjaan sebagai sebuah
hiburan, 5) Mengenal senang bukan mengenal lelah, 6) Rajin menabung, 7) Punya
feeling bisnis yang tinggi, 8) Harus berinovasi, dan 9) Punya keberanian untuk
melangkah. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah berbeda. Skripsi
yang dibuat oleh Yanuar adalah tinjauan sebagai pewaralaba sedangkan penelitian
yang akan penulis teliti adalah meninjauan fatwa Dewan Syariah Nasional dan
hukum positif terhadap bisnis waralaba yang kemudian menjelaskan perbandingan
kesamaan dan perbedaan dalam fatwa DSN dan hukum positif.
4. Penelitian terdahulu yang
selanjutnya adalah IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO. 16 TAHUN 1997 TENTANG
WARALABA TERHADAP PROSEDUR PEMBERIAN HAK USAHA WARALABA STUDI KASUS DI PAPARON
PIZZA MALANG, disusun oleh TRIMIKO PUTRA. Skripsi ini menjelaskan tentang
sebagian umum tentang waralaba, menjelaskan bisnis dan sistem waralaba yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah, bagaimana implementasi PP No.16 Tahun 1997
prosedur pemberian hak usaha pada paparon pizza di kota Malang. Implementasi di
sini menjelaskan bagaimana perjanjian dan pemberian hak usaha antara antara PT.
Setia mandiri Mitratama Tbk.dengan PT. Vege Galang Makmur
. G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis,
maka penulis perlu menyusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat
menunjukkan hasil penelitian yang baik dan mudah dipahami. Adapun sistematika
penulisan adalah sebagai berikut : Pada BAB I Laporan Penelitian ini akan
dijelaskan mengenai Pendahuluan. Dalam pendahuluan ini akan berisi beberapa sub
Bab, antara lain Latar Belakang tentang bisnis waralaba. Selanjutnya adalah
rumusan Masalah bisnis waralaba yang ditinjau dari fatwa Dewan Syariah Nasional
dan hukum positif dan menjelaskan perbedaan – persamaan antara kedua hukum
tersebut, yaitu hukum Islam yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional dan
hukum positif. Selanjutnya dalam bab satu adalah tujuan Penelitian. Tujuan
penelitian ini menjelaskan hukum Islam yang difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional terhadap bisnis waralaba dan hukum positif terhadap bisnis waralaba,
baik persamaan dan perbedaan dari kedua hukum tersebut. Manfaat penelitian ini
ditujukan untuk mendapatkan manfaat dari tinjauan difatwakannya oleh Dewan
Syariah Nasional dan hukum positif terhadap bisnis waralaba. Penelitian
Terdahulu yaitu karya ilmiah yang telah dahulu diteliti sebelumnya. Penelitian
terdahulu tersebut bertema sama tetapi terdapat perbedaan yang kemudian
dijelaskan dalam penelitian terdahulu. Sistematika Pembahasan yaitu urutan dari
17 beberapa bab dalam skripsi yang berjudul tinjauan hukum Islam dan hukum
positif terhadap bisnis waralaba. Pada BAB II berisikan Tinjauan Pustaka yang
dasarnya mencakup teori dan konsep mengenai pengertian waralaba secara umum,
dasar hukum positif, hukum Islam dan tentang komparasi hukum positif dan hukum
Islam difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional tentang waralaba. BAB III akan
disajikan hasil penelitian yang menjelaskan bisnis waralaba dari hukum positif
dan hukum Islam terhadap bisnis waralaba. Pembahasan yaitu membahas semua
tentang bisnis waralaba dan akan ditinjau dari segi hukum Islam difatwakan oleh
Dewan Syariah Nasional dan hukum positif, setelah itu akan di bahas
pengkomparasian dari bisnis waralaba. Isi dari pengkomparasian tersebut adalah
persamaan dan perbedaan dari hukum Islam difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional
dan hukum positif terhadap bisnis waralaba. BAB IV akan disajikan tentang
kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang disajikan dari Tinjauan Hukum Positif dan
Hukum Islam difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Terhadap Bisnis Waralaba.
Kesimpulannya adalah mengetahui hukum Islam dan hukum positif akan bisnis
waralaba, pengaturan terhadap bisnis waralaba dan perbandingan hukum Islam yang
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional dan hukum positif terhadap bisnis
waralaba. Bagian selanjutnya dalam BAB IV adalah saran. Saran ini ditulis untuk
memberi saran terhadap pelaku bisnis waralaba yang masih belum paham akan hukum
dari bisnis tersebut.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Tinjauan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan peraturan pemerintah no. 42 tahun 2007." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment