Abstract
INDONESIA:
Status pengalihan kepemilikan hak cipta dengan cara wakaf yang tidak disebutkan secara jelas oleh Undang-Undang Hak Cipta , menjadikan suatu hal problematika tersendiri, karena status peralihan kepemilikan menjadi hal penting untuk menentukan hak atas kepemilikan suatu benda (objek) dan untuk menghindari atau mengantisipasi persengketaan di dalam penentuan kepemilikan suatu benda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pengalihan kepemilikan hak cipta dalam Undang-Undang Wakaf. Dan Untuk mengetahui status benda atau objek wakaf yang berupa hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 wakaf menurut Analisa Fiqih.
2004 wakaf menurut Analisa Fiqih.
Pembahasan ini merupakan penelitian normative dan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer, data skunder dan data tersier. Proses mendapatkan data dengan cara dokumentatif yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diambil dari sumber secara langsung berbicara tentang permasalahan yang diteliti,dan kemudian data tersebut di edit, di klasifikasi kemudian dilakukan pengecekan keabsahan data.
Dalam penelitian ini diperoleh dua kesimpulan, pertama pengalihan objek wakaf hak cipta, tidak hanya dinyatakan melalui lisan atau hanya dengan isyarat perbuatan saja yang telah terjadi pada masa sebelumnya. Wakaf hak cipta pada saat ini dilakukan dengan penggabungan antara lisan dan tulisan sehingga mempunyai kekuatan hukum dan bukti. Hal tersebut dilakukan agar jika terjadi permaalahan dapat dengan mudah diselesaikan. Kedua, hak cipta secara hokum dapat dialihkan karena “sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan”. Hal ini yang menjadi jembatan hokum bahwa secara kewenangan hak cipta yang pada dasarnya merupakan kekuasaan absolute pengadilan umum, berpindah menjadi wewenang dalam Pengadilan Agama jika terjadi sengketa.
ENGLISH:
The status of copyright ownership transfer by waqf which is not clearly written in Copyright Law is a problematic matter. It is due to the status of the ownership transition which becomes a significant issue to determine the rights to the ownership of an object, and to avoid or anticipate the disputes in determining the ownership of certain object.
This research aims to know the status of the copyright ownership transfer based on waqf law. Besides, it aims to know the object of waqf status which is denoted as copyrights as written in the waqf law No. 41 of 2004 according to fiqh analysis.
This is a normative research employing qualitative approach using primary, secondary, and tertiary data. The data collection is done through documentation by collecting the primary data from direct source. The problems are investigated, then the data is edited, and classified. Furthermore, the data authentication is examined.
This research obtains two conclusions. The first shows that the transfer of the object of waqf copyrights is not only declared orally or through action as happens in the previous case but it is also orally declared and specifically written to prove the authenticity and show the power of law. It is expected that problems can be easily solved when they occur during the application. Second, copyright can be judicially transferred because of "other causes agreed by the legislation". It becomes a bridge for the law which confirms that copyright, in terms of authority, becomes the Religion Court authority when a dispute occurs after previously it belongs to Public Court absolute authority.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Wakaf yang kita jumpai pada umumnya lebih banyak bersifat konsumtif
dan lebih terfokus untuk kepentingan pembangunan atau keperluan sarana dan
prasarana ibadah seperti masjid, musholla, madrasah, yayasan yatim piatu dan
lain-lain.Hal-hal tersebut dikarenakan pada masa lalu masyarakat hanya mengenal
benda atau objek wakaf berupa benda tetap (tidak bergerak) seperti tanah dan
bangunan.1 Seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang mana
di dalamnya selain mengatur objek wakaf yang tidak bergerak juga mengatur dan
mengembangkan tentang benda atau objek wakaf yang berupa benda bergerak seperti
uang, saham atau surat-surat berharga, maka perubahan 1Perkembangan Pengelolaan
Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Dan
Penyelenggaraan Haji, 2003) h. 13 paradigma masyarakat sedikit mengalami perubahan
tentang objek benda yang boleh di wakafkan. Secara rinci dijelaskan bahwa
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memperkuat posisi wakaf: pertama, dinaikkan
posisinya dari Peraturan Pemerintah dan Insruksi Presiden menjadi
Undang-Undang.
Kedua, cakupan objek wakaf yang pada awlnya terbatas pada tanah dan
benda diperluas hingga mencakup benda-benda yang tidak berwujud seperti Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI).Ketiga, dalam rangka menggunakan sarana wakaf
sebagai media untuk menciptakan kesejahteraan umum serta pemerintah dapat
memperluas aparat penegakan hukum wakaf, termasuk Pembentukan Badan Wakaf
Indonesia.2 Menurut Hazmah salah satu anggota Badan Peradilan Agama, Subtansi
pada poin inti Undang-Undang Wakaf ini cukup signifikan dalam dunia perwakafan,
karena wakaf seperti uang, saham dan surat berharga lainnya merupakan stimulus
riil dalam pembangunan ekonomi. Aset kemanfaatan dzat atau benda wakaf bergerak
menjadi esensi dari jenis benda wakaf ini diharapkan bisa menggerakkan seluruh
potensi wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas. Perubahan sosial pada
lembaga perwakafan dapat dilihat bahwa sekarang perwakafan harus memiliki peran
sosial yang lebih baik, dan memiliki implikasi positif.Dengan adanya lembaga
perwakafan dapat menjamin status 2 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 13 hukum waqif maupun status kepemilikan
mauquf „alaih dalam kegiatan perwakafan tersebut.Dengan begitu adanya lembaga
perwakafan sangat membantu kegiatan perwakafan dari segi ketertiban dari segi
prosedural, teknik dan administratif di bidang penyelenggaraan perwakafan, dan
menjamin maksimalisasi perolehan manfaat secara optimal dengan tetap
memperhatikan azas dan hukum syariat Islam. Dengan demikian dapat dikatakan,
bahwa sesungguhnya lembaga perawakafan saat itu telah memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan umat Islam untuk (dapat) mewakafkan
sebagian benda harta kekayaan miliknya untuk memajukan kesejahteraan umum, yang
kesemuanya dimaksudkan untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi kekuatan
ekonomi umat Islam dalam rangka untuk memajukan kesejahteraan umum, di samping
dalam rangka menyediakan berbagai sarana ibadah keagamaan dan sosial
Kelahiran Undang-undang No.
41 Tahun 2004, merupakan fiqih Indonesia sebagai hasil ijtihad para ulama
Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan dan setting sosial pada saat ini. Tetapi
ijtihad ulama-ulama Indonesia ini tidak bisa membatalkan ijtihad ualam-ulama
fiqih terdahulu. Hal ini sesuai dengan kaidah kuliyyah : 3 Rachmadi Usman, Hukum
Perwakafan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 127-131. “Ijtihad
tidak bisa di batalkan oleh ijtihadlainnya” 4 Ijtihad fuqaha terdahulu terhadap
objek wakaf bertujuan untuk kemaslahatan umat sesuai dengan kebutuhan sosial
pada saat itu.Begitu pula ijtihad ulama-ulama Indonesia terhadap pengembangan
objek wakaf adalah demi kemaslahatan umat manusia yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan setting sosial pada saat ini.Sebab pada dasarnya hukum adalah
artikulasi dari pemikiran dan kegiatan manusia pada zamannya.Sementara dinamika
kehidupan manusia senantiasa berubah. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004
menjadi salah satu dari reformasi hukum Perwakafan menjelaskan Dalam pasal 16
Ayat (1) Sampai (3) menyebutkan bahwa objek wakaf (benda wakaf ) terdiri dari
benda tidak bergerak dan benda bergerak. Yang mana dalam isi pasal tersebut
mencantumkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai salah satu objek wakaf yang
bergerak.5 Hal yang tersebu di atas, sesungguhnya searah dengan hukum kebendaan
yang mana menyebutkan bahwa hukum kebendaan di wilayah manapun di Dunia,
khususnya di Indonesia mengklasifikasikan bahwa benda yang dapat di miliki oleh
seseorangtidak hanya sebatas benda materiil saja, akan 4Komunitas Kajian Ilmiah
Lirboyo 2005, Formulasi Nalar Fiqh tela‟ah kaidah fiqh Konseptual, (Surabaya:
khalista, 2006), h. 5 5 Farid wadjdy & Mursyid, Wakaf & Kesejahteraan
Umat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 56 tetapi dalam hukum kebendaan
benda yang immateriil juga masuk di dalamnya artinya benda tersebut dapat
dimiliki oleh seseorang.6 Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 dijelaskan
bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari benda tidak berwujud
(immateriil) dan merupakan benda bergerakselain uang yang bisa menjadi objek
harta yang dapat diwakafkan, karena Peraturan Perundang-undangan menyebutkan
hal itu termasuk dalam benda yang dapat di wakafkan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Hak Kekayaan Intelektual
dianggap sebagai benda yang dapat dimiliki karena pada dasarnya Pengertian
benda secara yuridis ialah secara segala sesuatu yang menjadi objek hak.
Sedangkan yang menjadi objek hak itu tidak hanya benda berwujud tetapi juga
benda tidak berwujud. Dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2002 yang menjelaskan
bahwa hak cipta dapat beralih dan di alihkan, baik seluruhnya maupun sebagian
karena: 1. Pewarisan 2. Hibah 3. Wasiat 4. Perjanjian tertulis 5. Sebab-sebab
lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan.8 6 Kartini Muljadi & Gunawan
widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 8
7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 21 ayat (2) 8Undang-Undang No 19
Tahun 2002, pasal 3 ayat (2) Seperti yang tertera dalam Undang-undang hak cipta
tersebut, bahwa pengalihanpenguasaan hak cipta dengan cara wakaf tidak
tercantumkan secara tekstualdikarenakan wakaf adalah satu produk pemberian yang
hanya terdapat dalam ajaranIslam saja berbeda dengan pewarisan, hibah dan
wasiat yang secara tekstual dijelaskan pada pasal di atas. Status pengalihan
kepemilikan hak cipta dengan cara wakaf yang tidak disebutkan secara jelas oleh
Undang Undang Hak Cipta tersebut, menjadikan hal tersebut sebagai problematika
tersendiri, karena status peralihan kepemilikan menjadi hal penting untuk
menentukan hak atas kepemilikan suatu benda (objek) dan untuk menghindari atau
mengantisipasi persengketaan di dalam penentuan kepemilikan suatu benda.
Selanjutnya, Menurut Djubaedah salah satu anggota Komisi Hukum Majelis Ulama
Indonesia mengatakan bahwa, UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf tidak mewajibkan
membawa sengketa Ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah. Akan tetapi bila
di bawa ke Peradilan Umum, apakah peradilan umum akan memahami wakaf yang
diatur dalam konsepsi hukum Islam. Sengketa dalam masalah Mu’amalah yang diatur
oleh syariat Islam merupakan wilayah kewenangan Peradilan Agama, sementara
sengketa wakaf sekarang bisa terjadi misalnya ketika terjadi kesalahan dalam
pencatatan atau pengelolaan dana wakaf. Dalam hal ini bisa terjadi pelanggaran
perdata maupun pidana. 9 Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk
membuat penelitian dengan judul ”StatusWakaf Hak Cipta Dan Pengalihan Wakaf Hak
Cipta (AnalisaFiqih Terhadap Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004”)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap status pengalihan
kepemilikan Hak Cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ?
2. Bagaimanakah Analisa
Fiqih terhadap status wakaf Hak Cipta dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkanlatar belakang
dan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui status
pengalihan kepemilikan (pemindah tangan)terhadap objek wakaf yang berupa hak
cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
2. Untuk mengetahui status
benda atau objek wakaf yang berupa hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis a. Penelitian
ini di harapkan menambah, memperdalam dan memperluas khaanah ilmu pengetahuan
kepustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang umumnya serta
Fakultas Syariah dan Jurusan Hukum Bisnis Syari’ah khususnya. b. Diharapkan
dapat menjadi rujukan bagi penelitinya
2.
Praktis a. Bagi penulis dengan melakukan penelitian ini untuk meraih gelar
Sarjana Hukum Islam b. Bagi lembaga akademik, hasil penelitian ini diharap
dapat dijadikan suatu ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan bagi para
mahasiswa dan para dosen Fakultas Syari’ah arah yang lebih baik.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" :Status hukum wakaf dan pengalihan wakaf hak
cipta: Analisa fiqih terhadap Undang-Undang nomor 41 tahun 2004" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment