Abstract
INGGRIS:
Learning is one of human activities that is important, because through learning, human being is able to know everything. But, in reality, human being sometimes finds some difficulties in his learning activity. This learning difficulty is also able to happen to everybody to everybody, such as students of MAN 1
Malang.
Malang.
All of students of MAN 1 Malang are possible to face learning difficulties on any lesson, such as English Language (39,51%), Arabic Language (30.39%), Mathematic (19,08%), and other lesson (10,48%). This learning difficulties are caused by many things. Some of them are they cannot manage the time, between playing and studying. The learning facilities that are not appropriate for them, there are some students that want to join in some school programs but they do not have appropriate skill, they do not like to some lessons, and the condition of the body that does not support. This learning difficult behavior can cause certain effects such as report mark decreasing and they cannot continue to the next class.
This learning difficulties become one of triggers continuing the makes students stress. To face this problems, students are hoped to be able to control one of factors that they have that is emotion. Daniel Goleman states that this emotion control is named by emotional intelligence. This emotional intelligence can be used for choosing one of states coping strategy. Based on those explanation, the researcher likes to conduct the research about the relationship between emotional intelligence and stress coping strategy toward students of MAN 1 Malang.
This research is correlative quantitative research that used 111 students of MAN 1 Malang as the sample of the research by using stratified proportional random sampling method. The research instruments are questionnaire and interview. Questionnaire is used to measure emotional intelligence, problem focused coping strategy, and emotional focused coping strategy. The data analysis form used product moment with SPSS for windows 14.0 helping.
From the result of the research, there are positive relationship between emotional intelligence and stress coping strategy that show with correlation co-efficient mark (Rxy) about 0,344. There are three kinds of relationship between emotional intelligence and stress coping strategy, such as high emotional intelligence disposed to have relationship between high emotional focused coping strategy, while emotional intelligence seems to have relationship between medium problem focused coping strategy and low emotional intelligence seems to have relationship with low emotional focused coping strategy.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kehidupan manusia saat ini sangatlah
kompleks, berbeda dengan kehidupan manusia pada zaman purba atau pada 70 tahun
yang lalu. Banyak perubahan yang telah terjadi dan dapat dilihat dari semakin
majunya peradaban manusia, yang salah satunya dapat ditandai dengan semakin
banyaknya masalah yang dihadapi oleh manusia yang dengan mudah dapat
menimbulkan stres. Dalam mempertahankan kehidupan di tengah perubahan yang
terjadi, belajar memainkan peranan penting dalam mempertahankan kehidupan
sekelompok umat manusia ditengah persaingan yang sangat ketat antar kelompok
yang berbeda-beda. Karena itulah, proses belajar yang baik pada tiap-tiap
kelompok selalu diharapkan mampu memberi hasil yang baik pula. Dalam perspektif
keagamaan pun, belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar
memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka.
Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:1 4 ; M≈y_u‘yŠ
zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ% © !$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ% © !$# ª !$#
Æìsùötƒ … “… niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada
orang-orang yang beriman dan berilmu.”2 1 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,
(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 62 2 Departemen Agama,
Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung, J-Art, 2004), hal. 544 Chaplin dalam
Dictionary of Psychology membatasi pengertian belajar dengan dua macam rumusan.
Rumusan pertama berbunyi “belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman”. Dan rumusan kedua
adalah “belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya
latihan khusus”. 3 Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh Chaplin
tersebut, proses belajar dapat dilakukan di mana saja, salah satunya di
lingkungan pendidikan yang melibatkan siswa sebagai obyek utama dan lingkungan
sekitar, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, sebagai faktor
pendukung. Di dalam dunia pendidikan, belajar sebagai kegiatan yang memiliki
proses merupakan sesuatu hal yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraannya. Karena itu, kegiatan pembelajaran dalam dunia pendidikan
haruslah memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk berkembangnya
potensi siswa agar menjadi manusia, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4 Dengan tujuan yang jelas
inilah, pendidikan diharapkan dapat memberikan informasi sebanyakbanyaknya
dengan berbagai program yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga informasi
yang diberikan dapat bermanfaat bagi perkembangan para siswa. 3 Ibid, hal. 65 4
M. Djumransyah, Filsafat Pendidikan, (Malang, Bayumedia, 2006), hal. 116 Tujuan
pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai fundamental, seperti nilainilai
sosial, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama, dapat dicapai dengan baik
apabila siswa sebagai obyek utama pendidikan mampu menunjukkan kinerja akademik
(academic performance) yang baik dan memuaskan. Kinerja akademik yang memuaskan
ini dapat ditunjukkan oleh siswa ketika mampu memberikan hasil yang memuaskan
dalam setiap evaluasi pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah. Karena
menurut Ralph Tayler, evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan telah
tercapai.5 Namun, berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa setiap siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar.
Beberapa faktor tersebut dapat menjadi faktor-faktor penghambat tercapainya
kinerja akademik yang sesuai dengan harapan. Perbedaan pada berbagai faktor
tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar yang secara umum dapat
terjadi pada setiap siswa yang ditandai dengan menurunnya hasil belajar secara
akademik. Karena kesulitan belajar ini, siswa tidak mampu untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki sehingga siswa mengalami hambatan-hambatan dalam mencapai
keberhasilannya. Muhibbin Syah menjelaskan bahwa fenomena kesulitan belajar
pada siswa biasanya nampak jelas dari menurunnya kinerja atau prestasi
belajarnya. Kesulitan belajar ini dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti 5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta, Bumi Aksara, 2003), hal. 3 kesukaan berteriak-teriak di
dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kelas, dan sering
minggat dari sekolah.6 Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas,
Mulyono menyebutkan faktor lain yang dapat menimbulkan kesulitan belajar pada
siswa seperti strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar
yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat.7 Berdasarkan berbagai faktor yang ada
tersebut, dapat diketahui pula bahwa kesulitan belajar tidak hanya timbul
karena faktor yang ada dalam diri siswa tetapi juga timbul karena faktor luar
yaitu lingkungan. Salah satu lembaga pendidikan yang dimungkinkan semua siswa
memiliki masalah kesulitan belajar adalah MAN Malang I, yang berada di Jalan
Baiduri Bulan 40 Tlogomas Malang. Sekolah yang menerapkan program penggabungan
materi umum dan agama dalam kegiatan belajarnya, dimungkinkan memiliki siswa
yang mengalami masalah kesulitan belajar baik pada mata pelajaran umum atau
agama. Kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I terjadi ketika siswa belajar
mata pelajaran bahasa Inggris dengan jumlah prosentase siswa yang mengalami
kesulitan belajar sebanyak 39,51%, mata pelajaran bahasa Arab dengan jumlah
prosentase sebanyak 30,93%, dan mata pelajaran matematika dengan jumlah
prosentase sebanyak 19,08%, dan mata pelajaran lain sebanyak 10,48%. Kesulitan
dalam belajar tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
ketidakmampuan membagi waktu belajar dan bermain, fasilitas belajar di 6
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung,
Rosdakarya, 2006), hal. 173 7 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak
Berkesulitan Belajar, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2003), hal 13 rumah yang tidak
menunjang kegiatan belajar siswa, adanya keinginan siswa untuk masuk di kelas
penjurusan tetapi tidak sesuai dengan kemampuan, siswa tidak menyukai pelajaran
tertentu dan kondisi kesehatan yang tidak mendukung. Kesulitan dalam belajar
yang dimungkinkan dapat dialami oleh semua siswa MAN Malang I dapat menimbulkan
stres jika tidak mampu mengatasinya. Stres ini terlihat atau muncul ketika
siswa mendapatkan tugas dari guru mata pelajaran, ketika siswa akan menghadapi
ujian dan ketika siswa menghadapi ujian. Jika siswa tidak mampu menghadapi
stres karena kesulitan dalam belajar akan timbul beberapa akibat pada hasil
kinerja akademik siswa seperti nilai-nilai siswa pada pelajaran tertentu menjadi
menurun, hasil rapor siswa menurun bahkan dapat membuat siswa tidak naik
kelas.8 Situasi kesulitan belajar yang menjadi stressor pada semua siswa MAN
Malang I dapat membuat para siswa sebagai subjek yang rawan terhadap munculnya
stres. Untuk mengatasi stres yang ada, siswa membutuhkan pengendalian terhadap
salah satu faktor internal yang dapat menyebabkan timbulnya kesulitan belajar
yaitu emosi. Pengendalian emosi tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosional.
Daniel Goleman mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan seperti
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa.9 8 Wawancara dengan Dra. Rida Ruhamawati, Konselor MAN
Malang I, pada tanggal 24 April 2008 9 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional,
Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1996),
hal. 45 Jeanne Anne mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi mampu mengasimilasikan tingkat stres yang tinggi dan mampu
berada di sekitar orang-orang pencemas tanpa menyerap dan meneruskan kecemasan
tersebut. Selain itu, orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi mempunyai kualitas belas kasih, mendahulukan kepentingan orang lain,
disiplin diri, optimisme, fleksibilitas dan kemampuan memecahkan berbagai
masalah dan menangani stres.10 Dengan melihat pernyataan dari Daniel Goleman dan
Jeanne Anne tersebut, kecerdasan emosional diharapkan dapat membantu siswa
untuk mengatasi stres (coping stres) yang disebabkan oleh kesulitan belajar di
mana dapat terjadi pada semua siswa MAN Malang I. Kemampuan siswa dalam
mengatasi stressor tersebut berhubungan dengan kemampuan coping pada diri siswa
guna mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada. Coping stres menurut
Witen dan Lloys merupakan upaya-upaya untuk mengatasi, mengurangi, dan
mentoleransi ancaman yang beban perasaan yang tercipta karena stres.11
Kemampuan coping pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada beberapa
faktor seperti kondisi individu, kepribadian, sosialkognitif, hubungan dengan
lingkungan sosial dan strategi coping yang dipilih.12 Dalam pemilihan strategi
coping, berbeda-beda untuk tiap-tiap individu tergantung bagaimana permasalahan
yang dihadapi dan bagaimana situasi yang mempengaruhi stressor tersebut. Dengan
dibantu oleh faktor kecerdasan emosi, siswa dapat memilih strategi-strategi
coping stres yang sesuai dalam menghadapi 10 Jeanne Anne Craig, Bukan Seberapa
Cerdas Diri Anda tetapi Bagaimana Anda Cerdas, hal. 25 11 Syamsu Yusuf, Mental
Hygiene, Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama,
(Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal. 115 12 Bart Smet, Psikologi
Kesehatan, (Jakarta, Grasindo, 1994), hal. 131 kesulitan belajar. Strategi
coping stres yang dapat dipilih ada dua, antara lain strategi problem focused
coping dan strategi emotional focused coping. Strategi problem focused coping
digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stres dengan cara
mempelajari cara-cara atau ketrampilanketrampilan yang baru. Individu akan
cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin dapat merubah situasi
yang mendatangkan stres. Metode ini lebih sering digunakan oleh orang dewasa.
Sedangkan strategi emosional focused coping digunakan untuk mengatur respon
emosional terhadap stres. Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti
penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan,
melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang
penuh dengan stres, maka individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.13
Dari uraian di atas menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Strategi Coping Stres
dalam Mengalami Kesulitan Belajar pada Siswa MAN Malang I”. B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional siswa MAN Malang I ? 2. Bagaimana
tingkat strategi coping stres siswa MAN Malang I? 3. Apakah ada hubungan antara
kecerdasan emosional dengan strategi coping stres pada siswa MAN Malang I? 13
Ibid, hal. 143-145 C. TUJUAN PENELITIAN Terdapat beberapa tujuan dalam
penelitian ini, antara lain : 1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional
siswa MAN Malang I 2. Untuk mengetahui tingkat strategi coping stres siswa MAN
Malang I 3. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara kecerdasan
emosional dengan strategi coping stres pada siswa MAN Malang I D. MANFAAT
PENELITIAN 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi penelitianpenelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kecerdasan
emosional dan strategi coping stres pada siswa. Selain itu, diharapkan dapat
digunakan sebagai tambahan wawasan kajian ilmu pengetahuan, terutama dalam
bidang psikologi. 2. Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
intervensi bagi siswa ketika mengalami kesulitan dalam belajar dan dapat
dijadikan pedoman bagi guru Bimbingan dan Konseling ketika menghadapi siswa
yang mengalami stres yang disebabkan oleh kesulitan belajar. Dengan intervensi
tersebut, diharapkan siswa mampu menangani masalah kesulitan belajar dengan
memperhatikan faktor kecerdasan emosional dan memilih strategi coping stres
yang sesuai, baik ketika menyelesaikan masalahnya sendiri atau dengan bantuan
guru Bimbingan dan Konseling.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara kecerdasan emosional dengan strategi coping stres dalam mengalami kesulitan belajar pada siswa MAN Malang I." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment