Abstract
INDONESIA:
Kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh faktor kontrol diri dan religiusitas.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) hubungan antara religiusitas dengan kenakalan remaja, 2) hubungan kontrol diri dengan kenakalan remaja, 3) hubungan antara religiusitas dengan kontrol diri pada siswa MA Darul Karomah Singosari Malang, 4)hubungan antara religiusitas dan kontrol diri dengan kenakalan remaja, 5)apakah kontrol diri menjadi mediator yang efektif pada hubungan antara religiusitas dan kenakalan remaja.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Subjek penelitian ini adalah siswa MA Darul Karomah Singosari Malang sebanyak 90 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1) religiusitas dengan kenakalan remaja secara parsial memiliki r= -0,339 (p< 0,05), (2)kontrol diri dengan kenakalan remaja didapatkan r= -0,477(p< 0,05),(3) Hasil pengujian hubungan antara religiusitas dengan kontrol diri didapatkanr = 0,619 (p<0,05), (4) Hubungan antara religiusitas dan kontrol diri dengan kenakalan remaja pada siswa MA Darul Karomah Singosari Malang didapatkanr=0,000 dan x ≤ alpha 0,050 menunjukkan adanya pengaruh signifikan, artinya perubahan pada religiusitas dan kontrol diri akan secara signifikan berdampak terhadap kenakalan remaja. (5) Kontrol diri menjadi mediator yang efektifpada hubungan antara religiusitas dan kenakalan remaja didapatkan r= -0,366Nilai signifikansi 0,000 dan x ≤ alpha 0,050 menunjukkan adanya pengaruh signifikan.
ENGLISH:
Juvenile deliquency’s background is come from self control and religiousity. Purpose ofthis research is to understand: 1) correlation between religiousity with juvenile deliquency, 2) correlation between self control with juvenile deliquency,3) correlation between religiousity and self control in MA Darul Karomah Singosari Malang’s student, 4) correlation between religiousity and self control with juvenile deliquency,5) did self-control can be effective mediator in the correlation between religiousity and juvenile deliquency.
This research is using correlational quantitative approach. Subject of this research is MA Darul Karomah Singosari Malang’s studentwith the number of 90 persons.Results showed that :(1) religiousity and juvenile deliquency partially has r=-0,339 (p<0,05), (2) self-control and juvenile deliquency has r—0,477 (p<0,05),(3) result show that correlation between religousity and self control has r=0,619 (p<0,05), (4) correaltion between religiousity and slef control with juvenile deliquency in MA Darul Karomah Singosari Malang’s students has r=0,000 and x≤alpha 0,050 shows that there is signifance influence, means change in religiousity and self control will give a significant impact to juvenile deliquency, (5) self control being an effective mediator in correlation between religiousity and juvenile deliquency has r=-0,366 with significant value 0,000 and x ≤ alpha 0,050 shows that there is a significant influence.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Penelitian ini bermula dari pengalaman
peneliti yang melakukan praktik kerja lapangan (PKL) di MA Darul Karomah
Singosari Malang yang melihat banyakkenakalan-kenakalan atau pelanggaran yang
sering dilakukan oleh siswa-siswa. Semua siswa yang bersekolah di MA Darul
Karomah Singosari Malang diwajibkan melakukan sebuah kebiasaan atau dapat
disebut sebagai salah satu wujud peraturan yang ditetapkan sebagai kebijakan
sekolah. Contoh peraturan yang harus ditaati ialahpukul 06.30 siswa sudah harus
masuk kelas, mengikuti doa bersama (membaca Al-Quran dan Asmaul Husna) sebelum
memulai pelajaran, sholat dhuha berjama’ah, sholat dhuhur berjama’ah dan
memakai atribut seragam sekolah. Ketika berada di MADarul Karomah Singosari
Malang peneliti mengamati perilaku siswa-siswi sekolah tersebut. Terdapat
beberapa perilaku yang ditemui seperti ada yang mengikuti aturan sekolah dengan
baik dan ada pula yang sikapnya masih labil, yaitumemiliki sikap
berubah-ubahseperti halnya hari pertama salah satu siswa rajin beribadah sholat
dhuha namun hari selanjutnya siswa tersebut tidak sholat dhuhakarena mengikuti
ajakan teman untuk membolos pada waktu sholat dhuha. 2 Perubahan perilaku yang
terjadi pada siswa tersebut dalam ilmu psikologi yang dinamakan tahap
perkembangan periode transisi. Sebagai contoh hari ini membolos sekolah,
kemudian besok tidak membolos. Transisi pada masa remaja merupakan masa
peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa
yang amat penting dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam pembentukan
kepribadian seseorang. Pada masa transisi inilah yang menjadikan emosi remaja
kurang stabil. Hall menyebut masa ini sebagai masa topan badai (“Strum and
Drang)” yaitu sebagai periode yang berada dalam dua situasi: antara
kegoncangan, penderitaan, asmara dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa
(Yusuf, 2009: 185). Berdasarkan pengamatan di lapangan peneliti menemukan bahwa
jenisjenis pelanggaran yangdilakukan oleh beberapa siswa di Madrasah Aliyah
Darul Karomah Singosaridiantaranya terlambat masuk sekolah, bolossekolah,
merokok di lingkungan sekolah, memakai seragam tidak lengkap atau tidak sesuai,
tidak mengerjakan tugas, tidak mengikuti sholat dhuha dan sholat dhuhur
berjama’ah, serta keluar kelas saat jam pelajaran. Sedangkan menurut hasil
pemaparan Waka Kesiswaan salah satu kenakalan yang dilakukan oleh siswa MA
Darul Karomah yaitumengkonsumsi obat-obat terlarang, terlibat pergaulan dengan
anak punk, juga mengkonsumsi miras dan rokok, bahkan ada yang menjadi bandar
(pengedar) narkoba (Wawancara, 25 Juli 2016). Menurut Hartinah bentuk perilaku
menyimpang atau kenakalan remaja antara lain membolos sekolah dan
bergelandangan sepanjang jalan atau 3 bersembunyi, main kebut-kebutan di jalan,
perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan dan perilaku-perilaku yang mengacaukan
lingkungan sekitar, berpestapora sambil mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan
seks bebas, kecanduan dan ketagihan obat terlarang, perkelahihan individu
(2008:155). Menurut pemaparan guru pengajar di MA Darul Karomah tersebut,
kenakalan yang dilakukan juga disebabkan karena lemahnya tingkat pemahaman
agama dalam diri siswa. Sehingga dalam berperilaku siswa kerap kali tidak dapat
mengendalikan emosinya. Hal ini disebabkan karena siswa tinggal di lingkungan
masyarakat yang mayoritas memiliki tingkat pemahaman agama yang rendah
(Wawancara, 26 Juli 2016). Di sisi lain MA Darul Karomah Singosari adalah
sekolah bebrbasis Agama Islam yang memiliki kadar pendidikan agama lebih tinggi
dibandingkan dengan sekolah menengah umum lainnya. Hal ini dibuktikan dengan
adanya pelajaran aqidah akhlak, fiqih, Quran hadist, sejarah kebudayaan islam,
dan bahasa arab. Menurut Syamsu Yusuf salah satu faktor yang dapat menyebabkan
kenakalan remaja adalah kurangnya nilai-nilai pendidikan agama (2012:212). Hal
ini bertolak belakang dengan sebagian siswa Madrasah Aliyah Darul Karomah,
mereka sering mendapatkan pelajaran Agama Islam ternyata disisi lain mereka
melakukan merokok atau kabur pada saat jam pelajaran. Padahal di Madrasah ini
sudah diberlakukan tata tertib dan juga poin pelanggaran jika melanggar
peraturan yang diharapkan dapat menekan angka kenakalan pada siswa-siswinya.
Namun tetap tidak mampu sebagai alat 4 pengontrol kenakalan pada siswa di MA
Daromah. Peneliti kemudian mengamati tentang penyebab dari kenakalan pada siswa
didapati bahwa penyebabnya adalah dari pengaruh lingkungan atau faktor
eksternal siswa Fakta lapangan yang menunjukkan bahwa kenakalan remaja di
pengaruhi dari lingkungan yaitu data yang diperoleh oleh peneliti melalui
wawancara dengan salah satu siswa kelas X MA Darul Karomah Singosari, pada
tanggal 6 Agustus 2016. Informasi yang didapat bahwasanya menurut siswa kelas X
ini yang bernama Amri Adam menyatakan bahwa awal dari individu tersebut
mengalami kenakalan remaja seperti suka membolos dan merokok yaitu sejak SMP
dan hal itu berawal dari ajakan teman. Indidvidu dipaksa untuk merokok, selain
itu individu tidak bisa mengontrol dirinya untuk tidak mengikuti ajakan
temannya tersebut. Selain itu Gary T. Banetdari hasil penelitiannya
menunjukkanbahwa pengendalian diri secara siginifikasi berkorelasi dengan
kenakalan remaja (2002: 6).Hal ini diperkuat dengan pendapat Hartinah yang
mengatakan bahwa perilaku menyimpang pada remaja pada umumnya merupakan
“kegagalan sistem kontrol diri” (2008:151). Siswa di MA Darul Karomah Singosari
Malang sebagian besar tergolong dalam masa perkembangan remaja akhir yaitu
sekitar umur 19- 22 tahun. Syamsu Yusuf membagi masa remaja ini ke dalam tiga
tahap; meliputi remaja awal : 12-15 tahun, remaja madya: 15-18 tahun, dan
remaja akhir : 19– 22 tahun (2012: 184). Papalia menjelaskan bahwa remaja
memiliki emosi yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga banyak remaja yang
melakukan 5 perbuatan yang menyimpang dikarenakan remaja hanya mengikuti emosi
dan perasaannya. Hal tersebut memungkinkan remaja melakukan perbuatan sesuai
dengan keinginannya, seperti penyalahgunaan narkoba. Selain itu terdapat masa
krisis pada remaja, biasanya ditandai dengan munculnya perilauperilaku
menyimpang. Perilaku menyimpang ini bisa menyimpang dari norma hukum, norma
agama dan norma yang dianut oleh masyarakat atau dalam istilah psikologi
disebut dengan istilah kenakalan remaja atau juvenile delinquency (2009:17).
juvenile delinquency sebagai suatu perlakuan jahat (dursila), atau
kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satubentuk pengabaian
sosial, sehingga dapat mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang
(Kartono, 2011: 6). Dengan arti lain bahwaperilaku kenakalan remaja yaitu
perilaku menyimpang yang dilakukan remaja yang bertentangan dengan hukum,
agama, norma-norma masyarakat sehingga dapat merugikan orang lain dan diri
sendiri. Perilaku menyimpang tersebut berupa pelanggaran terhadap peraturanyang
tidak dapat diterima secara sosial (misalnya bersikap berlebihan saat di
sekolah) sampai pelanggaran status (seperti melarikan diri) hingga tindak
kriminal misalnya pencurian. Selain itu Jensen (dalam Sarwono) membagi
kenakalan remaja menjadi empat bentuk antara lain yaitu kenakalan yang
menimbulkan cedera fisik pada orang lain seperti perkelahian dan perampokkan,
kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan,pencurian, dan
pemerasan, 6 kenakalan yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain
seperti penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas, serta kenakalan yang melawan
status seperti membolos sekolah (Sarwono, 2012:256). Berdasarkan data yang
diungkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus penyalahgunaan narkoba
terus meningkat di kalangan remaja. Dari 2,21% (4 juta orang) pada tahun 2010
menjadi 2,8% (sekitar 5 juta orang) pada tahun 2011. Yang berikutnya adalah
seks bebas. Contoh kenakalan remaja dalam pergaulan seks bebas akan
bersangkutan dengan HIV/AIDS. Selain itu tawuran antar pelajar yang belakangan
ini marak terjadi di lingkungan pelajar. Hal tersebut menentukan bahwa perilaku
kenakalan yang dilakukan oleh pelajar mengalami peningkatandari tahun ke tahun.
(www.Republika.co.id diunduh pada 10 September 2016). Bentuk lain dari
kenakalan yang dilakukan remaja yaitu banyaknya remaja yang kerap menyimpan
gambar atau video porno di telepon seluler mereka. Seperti yang terjadi di
Surabaya, lembaga hotline pendidikan berbasis di Jatim mengungkapkan bahwa 90%
pelajar menyimpan film atau gambar porno di telepon seluler yang dimilikinya.
Fakta ini terungkap dalam survei menunjukkan bahwa 92% pelajarputri pemah
melihat gambar dan menonton film pomo di telepon seluler milik merekasedangkan
untuk pelajar putra mencapai 97%. (m.merdeka.com diunduh 11 September 2016).
Kenakalan remaja menurut Santrock di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan
dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh orang tua, 7 pengaruh
teman sebaya, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal (2012: 435-458).
Banyak faktor yang menyebabkan kenakalan pada remaja. Menurut Santrock salah
satu penyebab kenakalan pada remaja yaitu kegagalan remaja untuk mengembangkan
kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Menurutya beberapa anak gagal
mengembangkan kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama
proses pertumbuhan.Kebanyakan mereka telah mempelajari perbedaan antara tingkah
laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima. Namun
remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal
membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau
mungkin sebenarnya mereka sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun
gagal mengembangkan kemampuan kontrol diri yang memadai(2003: 524). Menurut
Baumeister (2012) self-control merupakan kemampuan untukmenahan keinginan dan
dorongan dalam diri sendiri. Tangney dan rekan (2004) menjelaskan bahwa
komponen utama dari self-control adalah suatu kemampuan untuk mengesampingkan
atau mengubah respon di dalam diri seseorang, serta menghilangkan kecenderungan
perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri dari suatu tindakan yang
dilakukan. Dengan demikian pengendalian diri secara garis besar melibatkan
suatu kemampuan untuk berubah dan beradaptasiyang baik antara diri sendiri dan
orang lain (Tangney et al., 2004). Pernyataan tersebut senada dengan skripsinya
pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Univeristas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 8 Muhammad Islam Sulaiman, dengan sampel 60 santri dengan
hasil kontrol diri dan kenakalan remaja santri memiliki korelasi negatif
(Muhammad Islam Sulaiman, 2014). Kenakalan remaja selain dipengaruhi
faktor-faktor di atas, juga bisa dipengaruhi oleh religiusitas remaja.
MenurutGlock & Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2001), religiusitas adalah
sikap keagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama kedalam diri seseorang.
Religiusitas merupakan komitmen religius individu yang dapat dilihat melalui
aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan terhadap agama atau
kepercayaan yang dianutnya. Berdasarkan fenomena beberapa siswa tampak kurang
dalam tingkat religiusitasnya. Sebagai contoh masih ada siswa tidak percaya
adanya takdir Allah, banyak siswa yang tidak melakukan sholat shalat lima waktu
dalam sehari, banyak siswa yang tidak ikut sholat dhuha dan dhuhur berjama’ah,
ketika berdzikir setelah sholat, siswa sering tidak khusuk dan ramai sendiri,
banyak siswa yang tidak bisa mengaji. Diasumsikan jika remaja memiliki
religiusitas rendah maka tingkat kenakalannya tinggi dan sebaliknya semakin
tinggi religiusitas maka akan semakin rendah tingkat kenakalan remaja. Hal tersebut
dapat dipahami karena menurut Jalaludin agama sangat mendorong pemeluknya untuk
berperilaku baik dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Selain itu
agama juga mendorong pemeluknya untuk selalu berlomba-lomba dalam kebajikan
(2000: 212). 9 Remaja yang kadar keimanannya masih labil, akan mudah terjangkit
konflik batin dalam berhadapan dengan kondisi lingkungan yang menyajikan
berbagai hal yang menarik hati/keinginannya, tetapi kondisi ini bertentangan
dengan norma agama. Agama adalah unsur terpenting dalam diri seseorang. Apabila
keyakinan beragama telah menjadi bagian integral dalam kepribadian seseorang,
maka keyakinanya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan
perasaannya(Yusuf, 2009: 144). Pendapat ini diperkuat oleh Seifert dan Hoffnung
(dalam Desmita) menurutnya meskipun pada awal masa kanak-kanak ia telah
diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja
merekamengalami kemajuan dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin
mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri (2008: 208).
Sama halnya dengan penelitian oleh Ali (2013) yang menentukan bahwa diperoleh
nilai r = 0,984 dengan koefisien determinasi sebesar 96 atau 96 %,dalam arti
ini terdapat hubungan antara pola religiusitas dengan kenakalan remaja pada
siswa SMA Negeri I Tibawa Kabupaten Gorontalo Seperti yang diungkapkan oleh
Djamaluddin (2004: 75) bahwa tingkat religiusitas pada remaja akan berpengaruh
terhadap perilakunya. Apabila remaja memiliki tingkat religiusitas yang tinggi,
maka remaja akan menunjukkan perilaku ke arah hidup yang religius pula,
sebaliknya remaja yang memiliki tingkat religiusitas rendah, mereka akan
menunjukkan perilaku ke arah hidup yang jauh dari religius pula. Hal ini
berarti remaja memiliki 10 potensi untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan
atau kenakalankenakalan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Asumsi ini
didukung oleh penelitian terdahulu yang berjudul “Hubungan antara Religiusitas
dengan Kecenderungan Perilaku Masturbasi pada Remaja di Yogyakarta” Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif
antara religiusitas dengan perilaku masturbasi dimana religiusitas memberikan
sumbangan efektif sebesar 11,1% terhadap perilaku masturbasi (Rafellino 2007:
19). Penelitian lain yang dilakukan oleh Lisa Hutchinson (2005: 1) berjudul “
Religion as insulator of delinquency in schools” yang menunjukkan bahwa agama
sebagai penyekat kenakalan di sekolah dan kontrol sosial sebagai mediator agama
dengan kenakalan. Penelitian tersebut memberikan landasan bagi peneliti bahwa
religiusitas memiliki peranan penting dalam perilaku seseorang, sehingga
peneliti berasumsi bahwa seseorang yang kurang membekali dirinya dengan arahan
dan bimbingan keagamaan dalam kehidupannya, maka kondisi seperti ini akan
menjadi salah satu pemicu berkembangnya perilaku menyimpang seseorang yang
semakin meningkat dan akan berdampak pada setiap perbuatannya, serta lebih
memudahkan seseorang untuk melakukan perbuatan yang dilarang agama.
Religiusitas dan kontrol diri menjadi faktor penting agar siswa tidak melakukan
perilaku menyimpang atau terjadinya kenakalan remaja. Religiusitas berisi
seperangkat aturan agama yang harus dijalankan oleh seseorang, seperti
larangan-larangan untuk menyakiti orang lain, berbuat 11 kejahatan, dan
mengkonsumsi barang-barang haram. Religiustas mengajarkan seseorang untuk
menjadi lebih baik, sehingga dengan religiusitas, maka seseorang akan terhindar
dari perilaku menyimpamg. Begitu pula dengan kontrol diri. Seseorang yang
memiliki kontrol diri baik, akan lebih mudah menentukan perilaku mana yang
harus mereka jalankan, mereka mampu untuk menentukan perilaku yang baik dan
buruk, sehingga dengan kontrol diri, sesorang mampu membentengi dirinya dari
hal-hal negative, dan akan cenderung untuk menghindari hal tersebut, jadi
perilaku kenakalanpun akan terhindar dari diri mereka. Berdasarkanuraian latar
belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mencari tahu apakah terdapat
hubungan antara religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku kenakalan remaja
di MA Darul Karomah Singosari. 12 B. Rumusan Masalah 1. Adakah hubungan antara
religiusitas dengan kenakalan remaja pada siswa MA Darul Karomah Singosari
Malang? 2. Adakah hubungan kontrol diri dengan kenakalan remaja pada siswa MA
Darul Karomah Singosari Malang? 3. Adakah hubungan antara religiusitas dengan
kontrol diri pada siswa MA Darul Karomah Singosari Malang? 4. Adakah hubungan
antara religiusitas dan kontrol diri dengan kenakalan remaja pada siswa MA
Darul Karomah Singosari Malang? 5. Apakah kontrol diri menjadi mediator yang
efektif pada hubungan antara religiusitas dan kenakalan remaja? C. Tujuan
Penelitian 1. Untukmengetahuihubungan antara religiusitas dengan kenakalan
remaja pada siswa MA Darul Karomah Singosari Malang. 2. Untuk mengetahui
hubungan kontrol diri dengan kenakalan remaja pada siswa MA Darul Karomah
Singosari Malang. 3. Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan
kontrol diri pada siswa MA Darul Karomah Singosari Malang. 4. Untuk mengetahui
hubungan antara religiusitas dan kontrol diri dengan kenakalan remaja pada
siswa MA Darul Karomah Singosari. 13 5. Untuk mengetahui apakah kontrol diri
menjadi mediator yang efektif pada hubungan antara religiusitas dan kenakalan
remaja. D. Manfaat Penelitian Penelitian tentang hubungan antara religiusitas
dan kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalanremaja di MA Darul
Karomah diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara
teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dibidang ilmu psikologi
khusunya psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, dan psikologi sosial. 2.
Secara praktis a. Bagi guru pembimbing Informasi tentang hubungan antara
religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku kenakalan remaja dapat menjadi
dasar dan bahan pertimbangan dalam mengurangi atau memperbaiki karena sudah
terjadi kenakalan disana, dengan meningkatkan religiusitas yang ada dalam
dirisiswa sehingga mereka mampu mengarahkan dan membentuk jiwa keberagamaan
yang mantap dan dinamis serta dapat mencegah terjadinya perilaku kenakalan
remaja
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara religiusitas dan kontrol diri dengan perilaku kenakalan remaja di MA Darul Karomah Singosari Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment