Abstract
INDONESIA :
Daya ingat memiliki peran yang penting dalam proses pendidikan, sebab dari daya ingatlah prestasi siswa ditentukan. Daya ingat yang rendah akan mengganggu siswa dalam belajar, terutama pada mata pelajaran sejarah yang menuntut siswa untuk mengingat fakta-fakta historis juga dituntut untuk menumbuhkembangkan penghayatan akan perjuangan para pejuang dalam merebut kemerdekaan bangsa dari penjajah. Daya ingat sendiri bukanlah faktor tunggal, namun untuk memaksimalkan daya ingat ini penting dalam pelajaran sejarah, namun perhatian untuk meningkatkan kualitas daya ingat siswa relatif sedikit, padahal prinsip–prinsip mnemonik dapat juga digunakan untuk mengingat tanggal-tanggal beserta peristiwanya secara efektif.
Metode mnemonik sendiri memiliki beberapa bentuk teknik seperti teknik cerita, akronim, akrostik, visual imajery, loci, organisasi, kata kunci. Eksperimen ini menggunakan teknik kata kunci, organisasi dan kata kunci.
Model pendekatan penelitian ini adalah eksperimen dengan mengambil desain eksperimen sederhana (posttest control group design). Pada desain ini subjek dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing kelompok terdiri 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perbandingan hasil dari kedua kelompok tersebut menunjukkan efek perlakuan. Variabel bebas dari eksperimen ini adalah sistem mnemonik, sedangkan variabel terikatnya adalah daya ingat. Desain dari eksperimen ini menggunakan desain posttest only control group, dimana pengaruh perlakuan dilihat dari posttest.
Terdapat 16 aitem yang akan dijadikan soal posttest namun setelah dilakukan uji validitas, aitem yang valid berjumlah 12 aitem sedangkan aitem yang gugur berjumlah 4 soal. Nilai reliabilitas yang diperoleh adalah sebesar 0,733, hal ini menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas yang cukup. Mean dari kelompok eksperimen adalah 8,35 dengan standar deviasi 3,360, sedangkan mean dari kelompok kontrol adalah 7,80 dengan standar deviasi 2,984.
Alpha dari hasil uji t yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 0,480 artinya nilai rata-rata antara kelompok eksperimen dan kontrol tidak menunjukkan perbedaan. Hasil analisa dengan menggunakan uji t di atas menunjukkan bahwa hipotesis efektivitas metode mnemonik dalam meningkatkan daya ingat pada mata pelajaran sejarah di MTs Persiapan Negeri Kota Batu belum terbukti.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah
sepanjang sejarah manusia, melalui proses pendidikan pula menusia membangun kebudayaan
serta peradaban. Proses pendidikan dapat dilakukan dengan belajar di sekolah
formal yang terlembagakan meskipun sejatinya belajar dapat dilakukan di mana
saja. Baharuddin (2007) mengatakan bahwa pendidikan pada diri manusia sejatinya
mengacu pada pengembangan fitrah manusia, yang dengan pendidikan, harapannya
selain menjaga kesucian fitrah juga mengembangkan potensi manusia secara
keseluruhan. Optimalisasi peran pendidikan dalam meningkatkan SDM bangsa
Indonesia menurut Syah (2001) dapat dilakukan melalui peningkatan mutu
pendidikan dan terus menerus memperbaharuinya dengan berbagai penelitian yang
komperhensif, sehingga interaksi belajar dan mengajar dapat berjalan optimal.
Menurut Suryopratomo (2007) perkembangan sumber daya manusia Indonesia sejak
tahun 1975 memang menunjukkan peningkatan, namun perjalannya terhitung
lambatdibandingkan dengan negara lain. Peringkat negaranegara dalam HDO dari
tahun 1975-2005 lebih detail dapat dilihat dari tabel berikut ini Tabel 1.1
Peringkat Sumber Daya Manusia Negara 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Indonesia 71 83 85 93 91 85 107 Malaysia 50 61 58 61 54 50 63 Singapura 33 40
37 31 27 25 Thailand 52 65 66 69 61 63 77 Vietnam 82 94 90 81 105 India 80 94
96 104 104 102 128 China 60 78 81 89 84 76 82 Brasil 46 54 54 62 57 51 70 Total
Negara Pembangunan karakter bangsa ini dapat dilihat dengan mengoptimalkan
kualitas pendidikan pada mata pelajaran sejah, urgensi dari pelajaran sejarah
adalah bagaimana manusia mampu merefleksikan segala kejadian yang telah lampau untuk
kemudian diambil hikmah supaya tidak terulang kejadiannya untuk yang kedua
kalinya kalau itu buruk, dalam hadist dijelaskan bahwa seorang Muslim tidak
boleh masuk ke lobang yang sama untuk yang kedua kalinya. Al Qur’an sendiri
banyak menjelaskan tentang kaum-kaum terdahulu, bagaimana Allah menghancurkan
mereka karena kedurhakaandan kemaksiatan yang telah dilakukannya kepada seruan
Allah. Pelajaran sejarah memegang peranan yang sangat penting sebab pelajar
sejarah banyak mendidik murid untuk melihat sejumlah perilaku yang telah
dilakukan manusia baik kisah kepahlawanan seperti kepahlawanan Pangeran
Diponegoro maupun elegi seperti penghianatan Partai Komunis Indonesia yang
menikam bangsa Indonesia dengan Gerakan 30 Septembernya. Dira (2007) memandang
bahwa sejarah dalam tulisan atau dokumentasi ini menjadi sarana penting bagi
kita dalam mempelajari kemajuan dan kemunduran yang terkandung dalam berbagai
peristiwa di masa lalu. Dengan demikian, pelajaran dari peristiwa masa lalu
yang sudah menjadi anasir-anasir sejarah berguna dalam memaknai hidup yang
tengah berjalan demi kemajuan di masa depan. Sebelum kemapuan tulis menulis
menjadi standar indeks sumber daya manusia, transfer peristiwa bersejarah
dilakukan dengan cara oral, yaitu melalui cerita dari Bapak Ibu atau dari siapa
saja yang berusia lebih tua. Cara itu dinamakan sebagai mendongeng. Pola
seperti itu bagus untuk memperkuat karakter, namun asupan kognisinya kurang
sebab dilakuakan secara tidak sistematik dan lebih menekankan pada aspek
kualitatif dari pada kuantitatif seperti penggunaan waktu sering disebut dahulu
bukan merujuk kepada tanggal bulan dan tahun. Sistem pendidikan saat ini tidak
hanya menekankan pada aspek oral saja, sebab dalam dunia pendidikan, segalanya
harus dilakukan dengan lebih sistematis, terukur dan valid, sehingga
transfernya tidak saja melalui media oral, namun dengan tulisan. Fakta yang
terjadi adalah perjalanan sejarah telah menjadi pelajaran yang elit karena
tidak dipahami siswa sehingga keinginan yang harus diwujudkan dari pelajaran
sejarah dalam membentuk mental bangsa dengan melihat perjuangan para pendahulu
menjadi gagal terwariskan, sehingga mata pelajaran sejarah hanya sebatas
dongeng, akibatnya nilai siswa menjadi jelek. Kenyataan di atas menjadikan mata
pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran yang sebagai mata pelajaran yang
sering dikeluhkan. Kurang lebih ada dua hal yang membuat mata pelajaran sering
dikeluhkan oleh siswa yaitu pada pelajaran sejarah itu sendiri dan pada metode
pengajarannya. Dinamika perkembangan sejarah yang selalu baru menuntut guru
untuk bisa memberi jawaban atas dinamika sejarah itu sendiri, seperti
kontroversi kejadian TimorTimur yang sekarang menjadi Negara Republik Timor
Leste. Pada Aspek metode pengajarannya, Bireun (2002) masih memandang sebagai
sumber penyebab pelajaran sejarah menjadi objek keluhan siswa. Anhar Gonggong
menyebutkan selama ini terdapat penilaian, sejarah diajarkan dalam metodologi
pengajaran yang salah, seperti indoktrinasi dan banyak fakta sejarah tidak
disampaikan secara baik atau tidak diungkapkan dengan benar oleh para guru
(Bireun, 2002). Hal ini mengakibatkan pelajaran sejaran mendapat penerimaan
yang kurang disukai, hanya sebagai pelajaran pelengkap, bahkan yang lebih parah
lagi pelajaran sejarah diberikan secara tumpang tindih dan diulangulang. Metode
yang monoton itu terlihat pada penekanan pada hapalan. Hapalan yang ada pada
pelajaran sejarah tampak rumit, sebab selain perlu menghapalkan nama-nama
tokoh, tempat kejadian juga waktu kejadiannya, seperti pada perjanjian
Renville, tentu saja siswa harus faham dan hapal siapa yang menjadi delegasi
perundingan dari pihak Belanda dan Indonesia, poin-poin perjanjian, juga tempat
serta waktu berlangsungnya perjanjian Renville tersebut. Menurut Wingkel (1996)
pada saat mempelajari materi untuk pertama kali seseorang mengolah bahan
pelajaran (fase fiksasi), yang kemudian disimpan dalam ingatan (fase retensi)
akhirnya pengetahuan dan pemahaman yang telah diperoleh diproduksi kembali,
artinya proses transfer pengetahuan kepada anak didik merupakan investasi yang
sangat penting dalam pembentukan karekter bangsa, sebab informasi yang masuk ke
dalam kognisi anak didik selain disimpan dalam ingatan juga diproduksi kembali
dalam bentuk aksi yang lebih nyata. Baharuddin (2007) memandang pendidikan
–yang juga di dalamnya terdapat mata pelajaran sejarah- berperan sebagai
institusi sosial yang membentuk insan yang berbudaya dan melakukan proses
pembudayaan. Kenapa bangsa indonesia sulit untuk mengenal sejarahnya? Indikator
bahwa bangsa Indonesia tidak mengenal sejarahnya terlihat dari ketidakmampuan
untuk menghadirkan semangat para pendiri bangsa ini yang rela mengorbankan jiwa
dan raganya, bahkan anak-anak sekarang lebih tertarik untuk menikmati produk
luar ketimbang produk lokal. Sejatinya ada faktor lain yang cukup menyulitkan
bangsa indonesia untuk lebih mengenal sejarahnya, yaitu rendahnya kemampuan
literasi dalam beberapa mata pelajaran. Programme for Internasional Student
Assessment (PISA) meneliti kemampuan literasi anak didik Indonesia ternyata
Indonesia menempati urutan ke 39 dengan skor 371 untuk literasi membaca
Indonesia (2003). Buruknya kualitas pendidikan terutama pada mata pelajaran
sejarah terlihat jika kita merujuk dari sumber data Direktorat Tenaga
Kependidikan (2004) untuk pelajaran sejarah ternyata skor terendah yang bisa
diraih adalah 3 dan skor tertinggi adalah 36 dari 40 jumlah soal. Hal ini tentu
saja banyak variabel yang menentukan, seperti gizi yang menyokong perkembangan
kecerdasan seseorang, letak geografis yang memungkinkan kemudahan akses
sekolah, serta kualitas pengajar itu sendiri. Masalah yang lain juga disebabkan
karena strategi dan tujuan pengajaran pelajaran sejarah yang tidak jelas,
pelajaran sejarah sering disajikan hanya dalam rangkaian angka, tahun, pelaku,
tempat kejadian dan yang lain sebagainya secara kering, tidak mengherankan bila
pelajaran yang satu ini dianggap menjemukan (Widiastono, 2003). Peserta didik
pada mata pelajaran sejarah seharusnya dilatih bagaimana cara belajar yang baik
(learning skill), sebagaimana yang diungkapkan oleh Utomo (1994) bahwa peserta
didik harus dibekali pelajaran bagaimana cara belajar, termasuk seni melacak
informasi yang diperlukan, kemampuan berfikir, mengolah dan menghasilkan
informasi (thingking skill). Metode pengajaran yang menjemukan pada mata
pelajaran sejarah menjadikan siswa tidak memiliki intensitas perhatian yang
optimal. Perhatian merupakan pintu gerbang dalam belajar, oleh sebab itu segala
upaya untuk menarik perhatian siswa untuk belajar memiliki nilai yang sangat
penting, bahkan menurut Suryabrata (1987) perhatian dapat menjadi indikator
kesuksesan dalam sebuah aktivitas. Persoalan sebenarnya tidak sepenuhnya
menjadi tanggung jawab pendidik, namun problematika ekonomi, dekadensi
moralitas, keamanan, serta tingkat konflik rumah tangga yang tinggi turut
berkontribusi dalam melemahkan mutu pendidikan. Problematika ini menuntut
pendidik untuk lebih kreatif dalam mengatasi keterbatasan ini secara efisien
dan efektif, dan tentu saja tidak mereduksi makna esensi dari pendidikan itu
sendiri. Tanpa menafikan penyebab eksternal yang melatarbelakangi kualitas
nilai mata pelajaran sejarah, penyebab inti dari itu semua adalah kesulitan
siswa untuk menghapalkan sederet peristiwa dan fakta yang harus dihapal, hal
inilah yang membuat siswa menjadi sulit untuk mendapatkan nilai yang optimal.
Kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam menghadapi mata pelajaran
sejarah perlu disadari sejak awal, sebab mata pelajaran selama ini dipelajari
dengan menelusuri kronologis kejadian sehingga tidak melibatkan afeksi siswa.
Dalam Forum Lawatan Sejarah Nasional IV di Pangkal Pinang Provinsi Bangka
Belitung, 15 Agustus 2006, metode pengajaran yang kaku ini sempat mencuat ke
permukaan. Perubahan metode pembelajaran dianggap penting agar pelajaran
sejarah tidak lagi membosankan, dalam forum tersebut menurut Dira (2007)
dibahas bahwa perlu melibatkan dua hal dalam pembelajaran sejarah, yaitu
ingatan historis dan ingatan emosional. Upaya untuk menghubungkan dua hal
tersebut dilakukan dengan cara melibatkan media sastra yang bersejarah seperti
karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan Romo Mangunwijaya, melihat film
dokumenter, mengunjungi situs-situs bersejarah. Meski demikian sejarah juga
mempelajari kronologis waktu dan kejadian, dengan demikian, hapalan sebagai
ingatan historis masih tetap dipertahankan. Upaya untuk menyelesaikan problem
hapalan menurut Buzan (2002) adalah menggunakan metode mnemonik. Metode
mnemonik adalah cara menghapal dengan menggunakan dua prinsip utama, yaitu
imajinasi dan asosiasi. Imajinasi berarti dalam proses pengajaran perlu
dieksplorasi daya imajinatifnya supaya mampu menghayati betul pelajaran sejarah
bahkan fakta yang perlu diingat, begitu juga dengan asosiasi yang menghubungkan
fakta yang hendak diingat dengan fakta yang sudah dia kenal sebelumnya. Hal ini
kemudian diperkuat oleh Higbee (2003) yang menyatakan bahwa kemampuan untuk
mengingat sesungguhnya tergantung pada metode yang digunakan, serta bagaimana
latihan yang dilakukan dengan metode mengingat itu, metode ini secara tidak
langsung merujuk kepada mnemonik. Metode mnemonik memiliki teknik yang
bervariasi untuk menyelesaikan problem ingatan seperti untuk mengingat
barang-barang yang banyak bisa digunakan teknik pancang, untuk menghapal pidato
bisa dibantu dengan teknik loci. Metode ini telah dirasakan manfaatnya dalam
rangka mengoptimalkan daya ingat, seperti yang dilakukan oleh para orator
Yunani untuk menghapalkan teks orasinya dengan cara menggunakan teknik loci.
Meski demikian ada beberapa pihak yang tidak senang dengan metode ini, sebab
metode ini lebih terlihat sebagai bentuk rekayasa saja. Patut diakui bahwa
mnemonik bukan obat yang bisa mengatasi segala penyakit, metode ini memiliki
beberapa keterbatasan. Mnemonik sulit untuk diterapkan pada bentuk dan konsep
yang abstrak (Higbee, 2003) oleh sebab itu jalan keluarnya adalah mengganti
bentuk yang abstrak itu ke dalam bentuk yang lebih konkrit. Metode ini cukup
mudah untuk diaplikasikan, bahkan karena metodenya yang menantang akan membuat
anak tertarik untuk belajar dan metode mnemonic yang mengikuti cara otak
bekerja memungkinkan akan mampu maksimal hasil yang akan dicapai siswa pada
mata pelajaran sejarah. Metode mnemonic tentu saja bukan metode yang berdiri
sendiri tanpa diperkuat oleh metode yang lain, sebab metode ini merupakan
metode untuk menguatkan ingatan historisnya saja, namun untuk menciptakan
ingatan emosional dalam pelajaran sejarah tentu saja perlu berbagai media
seperti sastra, film dokumenter atau pun studi tour. Eksperimen ini diujicobakan
kepada siswa SMP kelas VIII, pengambilan siswa kelas VIII ini berdasarkan
pertimbangan bahwa anak pada usia ini menurut Piaget (Syah, 2001) telah
memasuki tahap perkembangan kognitif formal operasional. Pada tahap formal
operasional seorang anak mampu melakukan hipotesa dan mampu berfikir kongkrit.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat daya ingat kelompok perlakuan
(eksperimen) pada mata pelajaran sejarah setelah perlakuan? 2. Bagaimana
tingkat daya ingat kelompok kontrol pada mata pelajaran sejarah setelah
perlakuan? 3. Bagaimana efektivitas metode mnemonik dalam meningkatkan daya
ingat siswa pada mata pelajaran sejarah?
C. Tujuan Penelitian Sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat
daya ingat siswa kelompok perlakuan pada mata pelajaran sejarah yang diujikan
setelah perlakuan. 2. Mengetahui tingkat daya ingat siswa kelompok kontrol pada
mata pelajaran sejarah yang diujikan setelah perlakuan. 3. Mengetahui
efektivitas metode mnemonik dalam meningkatkan kemampuan mengingat siswa pada
mata pelajaran sejarah.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Efektifitas metode mnemonik dalam meningkatkan daya ingat siswa pada mata pelajaran sejarah di MTS Persiapan Negeri Kota Batu." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment