Abstract
INDONESIA:
Transaksi bisnis adalah suatu kegiatan yang penuh menanggung risiko dan risiko yang sering terjadi adalah adanya wanprestasi dari partner bisnisnya. Sekalipun umumnya bisnis itu didasarkan pada hubungan simbiosis mutualisme atau kepercayaan di antara para pihak, namun hal tersebut tidak jarang timbul perselisihan antara pihak-pihak yang melakukan transaksi bisnis, dan perselisihan tersebut meningkat menjadi konflik atau sengketa. Semakin luas arena aktivitas perdagangan, frekuensi terjadinya sengketa semakin meningkat.
Penelitian ini membahas tentang pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam putusan No. 792/PDT.G/2009/PA. Jakarta Pusat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam putusan No. 792/PDT.G/2009/PA. Jakarta Pusat dan bagaimana tinjauan yuridis terhadap pertimbangan hukum penerimaan pengabulan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional tersebut.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal yang berpangku pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang memiliki kaitan erat dengan obyek penelitian, yang didapat melalui teknik dokumentasi dan dianalisis secara kualitatif sistematis serta disusun secara deskriptif analitis.
Hasil penelitian menegaskan bahwa majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat menerima permohonan pembatalan putusan Basyarnas dengan dasar hukum dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama Jo pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dijadikan dasar hukum, sama sekali tidak menyinggung persoalan kewenangan pembatalan putusan Basyarnas. Sementara SEMA No.8 Tahun 2008 yang juga dijadikan sandaran hukum, bertentangan dengan Pasal 59 ayat (3) UU No. 48 tahun 2009. Sementara dari sisi pengabulan permohonan pembatalan putusan Basyarnas, majelis hakim mengabulkan permohonan pembatalan putusan tersebut dengan alasan tipu muslihat yang tidak didukung dengan bukti putusan pengadilan, tanggal 10 Oktober 2008, sedangkan pertimbangan hukum pengabulannya karena majelis arbiter "Tidak Jujur” dalam mengambil keputusan arbitrase yang menurut majelis hakim patut dikategorikan sebagai perbuatan “Tipu Muslihat” dalam Pasal 70 huruf C Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Dengan demikian majelis hakim telah mengabaikan norma hukum Pasal 71 UU No. 30 Tahun 1999 yang mewajibkan alasan-alasan pembatalan tersebut didukung dengan bukti putusan pengadilan.
ENGLISH:
Business transaction is an activity which is full of risk. The risk that often occurs is the default of a business partner. Even though a business is generally based on symbiotic mutualism relationship or trust between the parties, disagreements do not rarely arise which is then worsen into conflicts or disputes. The wider the area where the trading activity takes place, the occurrence frequency of disputes risen.
This study discusses the legal considerations of the acceptance and granting of the National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation, verdict No. 792/PDT.G/2009/PA, Central Jakarta. Therefore, this study aims to determine: what are the legal considerations of the acceptance and granting of the National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation, verdict No. 792/PDT.G/2009/ PA, Central Jakarta, and how is the judicial review on the legal considerations of the acceptance and granting of the National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation.
The method of approach used in this study is the normative or doctrinal legal research using secondary data. It consists of primary, secondary and tertiary legal materials, which closely relate to the research object. It is obtained through technical documentation, analyzed in a qualitative systematic way, and processed using analytical descriptive method.
The results confirm that the panel of judges of Central Jakarta Religious Court accept the National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation petition with a legal basis, Article 49 Law No. 3 of 2006 about Religious Courts Law, Article 55 No. 21 of 2008 on Islamic Banking law that becomes the legal basis, do not mention about the issue of authority in National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation. On the other hand, SEMA No. 8 of 2008, which also becomes the legal basis, is contrary to Article 59 paragraph (3) of Law No. 48 of2009. Relates to the granting of National Sharia Arbitration Board’s decision cancellation, the panel of judges grant the petition using fraud unsupported by the court decision evidence as the reason, on October 10, 2008. Regarding the legal considerations, it is due to arbitral tribunal’s "dishonest" in taking arbitrage decision in which, according to the panel of judges, should be categorized as an act of "fraud" based on Article 70 letter C Law No. 30 of 1999. Thus, panel of judges have ignored the legal norm Article 71 law No. 30 of 1999 that require the reasons of cancellation to be supported by court decisions evidence
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Transaksi bisnis atau niaga adalah suatu kegiatan yang
penuh menanggung risiko dan risiko yang sering terjadi adalah adanya
wanprestasi dari partner bisnisnya. Sekalipun umumnya bisnis itu didasarkan
pada hubungan simbiosis mutualisme atau kepercayaan di antara para pihak, namun
hal tersebut tidak jarang timbul perselisihan antara pihak-pihak yang melakukan
transaksi bisnis, dan perselisihan tersebut meningkat menjadi konflik atau
sengketa. Semakin luas arena aktivitas perdagangan, frekuensi terjadinya
sengketa semakin meningkat, sehingga makin banyak pula sengketa yang
membutuhkan penyelesaian.1 Begitupun dalam bisnis perbankan, baik bank
konvensional maupun bank syariah, terutama dalam penyaluran dana, sering timbul
default atau kegagalan, baik disebabkan adanya ingkar janji (wanprestasi)
ataupun adanya perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak.2 Jadi secara umum
penyebab terjadinya sengketa adalah karena wanprestasi atau karena perbuatan
melawan hukum. Pada dasarnya terhadap suatu sengketa, peraturan
perundangundangan yang berlaku di Negara ini telah mengakomudir bentuk-bentuk
penyelesaiannya yang bisa dipilih oleh para pihak, yaitu dalam bentuk litigasi
(peradilan) dan non litigasi (diluar pengadilan).
Proses penyelesaian sengketa
1 Suyud Margono, Alternative Dispute Resolutions dan Arbitrase, Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 12 2 Dadan
Muttaqien dan Fakhruddin Cikman, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah,(
Yogyakarta: UII Pres, 2008), hal. 47 2 melalui pengadilan atau litigasi
menghasilkan keputusan yang bersifat menang atau kalah yang belum mampu
merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, penyelesaian
yang lambat, membutuhkan biaya yang mahal dan tidak responsive. Keterlambatan
penanganan sengketa bisnis dapat mengakibatkan perkembanngan dan pertumbuhan
bisnis yang sedang dibangun terhambat, tidak efisien, produktivitas menurun
sehingga mengakibatkan kerugian dipihak konsumen. Berangkat dari deskripsi
proses litigasi di atas, menginspirasi pihak-pihak untuk memilih penyelesaian
non litigasi yang lebih menguntungkan, memberikan rasa aman dan memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak, 3 yang dalam bahasa modern sekarang ini disebut
win-win solution yang merupakan tujuan esensial dari arbitrase, mediasi atau cara-cara
lain menyelesaikan sengeta diluar proses pengadilan (non litigasi). 4 Lembaga
tersebut dikenal dengan arbitrase sendiri dan alternatif penyelesaian sengketa.
Hal ini sejalan dengan Pasal 58 UU No. 48 Tahun 2009 yang berbunyi: 5 Upaya
penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 3 Gunawan Widjaya dan Ahmad
Yani, Hukum Arbitrase (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 1-2 4
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (
Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002), hal. ii 5 Undang-undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
157 3 Adapun yang dimaksud dengan alternatif penyelsaian sengketa dan ruang
lingkupnya dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat (1) yang berbunyi:6 Alternatif
penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli. Arbitrase sebagai salah satu medium penyelesaian sengketa non
litigasi yang didasarkan atas kesepakatan para pihak di kalangan pelaku bisnis
lazim dijadikan pilihan sebagai forum penyelesaian sengketa yang timbul.
Arbitrase merupakan bentuk lain dari ajudikasi, yaitu ajudikasi privat, karena
melibatkan litigasi sengketa pribadi yang membedakannya dengan litigasi melalui
pengadilan. Sifat pribadi dari arbitrase ini memberikan keuntungankeuntungan
melebihi ajudikasi melalui pengadilan negara. Arbitrase pada dasarnya
menghindari pengadilan. Dalam kaitan ini dibandingkan dengan ajudikasi publik,
abitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan otonomi, kerahasiaan kepada para
pihak yang bersengketa, hal ini tentunya menghantar arbitrase pada posisi yang
sangat cocok untuk dijadikan sebagai salah satu medium penyelesaian sengketa
disektor bisnis yang paling diminati oleh pelaku bisnis.
Penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase menghasilkan putusan
yang bersifal final and binding, yaitu merupakan putusan akhir dan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan mengikat para pihak, sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999. Dengan demikian, terhadap putusan
arbitrase tidak dapat diajukan upaya hukum 6 Ibid 4 banding, kasasi dan
peninjauan kembali. Hal ini merupakan salah satu kelebihan yang melekat pada
lembaga arbitrase disamping kelebihankelebihan yang telah disebutkan di atas.
Sudah merupakan rahasia umum bahwa secara faktual tidak semua putusan yang
dihasilkan melalui forum arbitrase dapat memuaskan semua pihak, terutama pihak
yang kalah, hal ini memungkinkan kepadanya untuk mengjukan pembatalan putusan
arbitrase ke pengadilan yang memiliki yurisdiksi terhadapnya, upaya pembatalan
putusan arbitrase secara hukum memiliki pijakan yang kuat sebagaiman diatur
dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999. Salah satu contoh pembatalan putusan badan
Arbitrase yang dikabulkan oleh pengadilan adalah Putusan Nomor:
792/Pdt.G/2009/PA.Jakarta Pusat yang telah menjatuhkan putusan atas perkara
pembatalan Putusan Badan Arbritrase Syariah Nasional( BASYARNAS ) Nomor
16/Tahun 2008/BASYARNAS/Ka.Jak, dengan Pemohon PT. Bank Syariah Mandiri melawan
Majelis Arbiter Basyarnas dan dan PT. Atriumasta Sakti. Mengingat pembatalan
putusan arbitrase hanya dapat dilakukan jika terdapat “hal-hal yang bersifat
luar biasa”,7 karena upaya hukum pembatalan putusan arbitrase bukan merupakan “
banding” biasa. Tanpa alas an-alasan yang spesifik, pada prinsipnya suatu
pembatalan putusan arbitrase 7 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis
(Yogyakarta: Citra Media, 2006), hal. 141 5 tidak mungkin dipenuhi.8 Hal ini
memiliki tujuan agar jangan sampai upaya pembatalan putusan arbitrase
senyata-nyata melenyapkan prinsip final and binding dari suatu putusan
arbitrase. Berangkat dari argumentasi di atas, tentunya sangat menarik untuk
dilakukan penelitian terhadap pertimbangan-pertimbangan hukum dalam mengabulkan
pembatalan tersebut dalam Putusan Nomor: 792/Pdt.G/2009/PA.Jakarta Pusat serta
menganalisinya. Hal inilah yang menghatarkan penulis untuk melakukan penelitian
dengan tema” TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 792/PDT.G/2009/PA.
JAKARTA PUSAT TENTANG PEMBATAN PUTUSAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi persoalan penelitian
ini nantinya adalah sebagai berikut:
1. Apa pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan pembatalan
putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam putusan No. 792/PDT.G/2009/PA.
Jakarta Pusat?
2. Bagaimana tinjuan yuridis terhadap pertimbangan hukum penerimaan
dan pengabulan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam
putusan No. 79
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara tuntas mengenai
halhal dibawah ini:
1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan pembatalan putusan
Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam putusan No. 792/PDT.G/2009/PA. Jakarta
Pusat.
2. Tinjuan yuridis terhadap pertimbangan hukum
penerimaan dan pengabulan pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional
dalam putusan No. 792/PDT.G/2009/PA. Jakarta Pusat. Dengan penelitian ini
nantinya diharapkan bermanfaat: secara teoritis untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kajian hukum penyelesaian sengketa ekonomi
syariah dan secara praktis, bagi para pelaku bisnis ekonomi syari`ah dan
masyarakat luas dalam memahami dan menjalankan kegiatan ekonomi syari`ah.
Demikian juga bagi lembaga peradilan agama dalam hal menerima, memeriksa dan
menyelesaikan perkara pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional. Dan
yang terpenting lagi bagi peneliti, dengan penelitian ini menjadi dasar
penelitian selanjutnya terutama dalam mengkaji terhadap Kesiapan PA dalam
menyelesaikan sengketa keperdataan khususnya bidang ekonomi syari`ah pasca
lahirnya UU No. 3 tahun 2006.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Tinjauan yuridis terhadap putusan no.792/PDT.G/2009/PA Jakarta Pusat tentang pembatalan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment