Abstract
INDONESIA:
Salah satu penyebab timbulnya masalah yang ada di sekolah ya itu siswa. Munculnya perilaku siswa yang berbeda-beda (positif/negatif) tersebut berawal dari konsep diri yang dimilikinya. Konsep diri merupakan cara pandang serta penila ian secara menyeluruh tentang dirinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu orang tua, khususnya pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing orang tua. Oleh karena itu, sangat diperlukan wawasan yang luas baik dalam hal pengetahuan, sikap, keterampilan serta kepribadian yang matang. Menurut wawancara yang telah dilakukan dilapangan menyatakan bahwa siswa yang memiliki perilaku negatif awalnya bermula dari kurang maksimalnya ajaran-ajaran yang diberikan oleh orang tuanya yang memiliki pendidikan SMP seperti kurang adanya control terhadap siswa baik dari segi perilaku ataupun akademik serta kurang adanya motivasi-motivasi yang diberikan untuk menjadikan pr ibadi yang baik dalam segala hal. Dari adanya fenomena tersebut peneliti melakukan penelitian dengan rumusan masalahnya adalah 1) bagaimana konsep diri s iswa yang orang tuanya berpendidikan SMA? 2) bagaimana konsep diri siswa yang orang tuanya berpendidikan SMP? Dan yang ke 3) apakah ada perbedaan konsep diri pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA dengan orang tuanya yang berpendidikan SMP?
Pada penelitian ini, tujuannya adalah 1) mengetahui konsep diri siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA. 2) mengetahui konsep diri siswa yang orang tuanya berpendidikan SMP. Dan yang ke 3) membuktikan perbedaan konsep diri pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA dengan orang tuanya yang berpendidikan SMP.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan var iabel yang digunakan terdiri dari duaya itu 1) Variabel bebasnya adalah pendidikan orang tua SMA dan pendidikan orang tua SMP. 2) Variabel terikatnya yaitu konsep diri siswa SMK Trisakti Tulangan. Subjek pene litian berjumlah 82 responden yang terbagi keda lam dua kelompok masing-masing untuk siswa yang orang tua berpendidikan SMA sebanyak 41 siswa dan siswa yang orang tuanya berpendidikan SMP sebanyak 41 siswa, yang dipilih dengan menggunakan sampel kuota dan purposive sampel. Dengan pengumpulan data menggunakan ska la konsep diri dan dokumentasi. Menggunakan validitas 0,3 dan reliabilitas .870. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa varian t-test dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 dari windows.
Hasil pene litian yang dilakukan, diketahui bahwa (1) konsep diri pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA sebanyak 41 siswa (100%) yang memiliki konsep diri positif dan 0 siswa (0%) yang memiliki konsep diri negatif. (2) konsep diri pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMP sebanyak 9 siswa (22%) yang memiliki konsep diri positif dan 32 siswa (78%) yang memiliki konsep diri negatif. (3) Terdapat perbedaan konsep diri yang signifikan pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA daripada orang tuanya yang berpendidikan SMP yang berarti hipotesa dari penelitian ini diterima.
ENGLISH:
One of the causes of problems that exist in school is student. The emergence of student behavior that is different (pos itive/negative), began from the ir own self-concept. Self-concept is a way of looking as well as through assesment of each individual. One of the factor that inf luence self-concept, namely the parent. Particularly the education owned by each parent.parent are beginning educators for the ir children. Therefore, deep ins igh is much needed both in term of knowledge , attitudes, skills , and mature personality. According to the interview expla ined that student who have negative behavior began less of maximum teaching given by the parent whose parent are junior high school educated, like lack of control to their children both in term of behavior or academic and a lso lack of mativations given to be good person in every side of life. Grounded of the phenomenon above, the researcher made the abbreviation of the problem w ith three questions, they are: (1) how is the self-concept of student whose parent are senior high school educated?, (2) how is the self- concept of student whose parent are junior high school educated?, and (3) is there difference in the level of self-concept between senior high school and junior high school educated parent of the students?.
The purpose of this paper are: (1) knowing the self-concept of student whose parent are senior high school educated, (2) knowing the self-concept of student whose parent are junior high school educated, and (3) prove the difference in the leve l of self-concept between senior high school and junior high school educated parent of the students.
This research using quantitative method, and the variable used is : 1) senior high school educated parent and junior high school educated parent. 2) Bound var iable is self concept of SMK Trisakti Tulangan student. The subject of this study amounted to 82 respondents, which is devided into two groups each for students w ith senior high school educated parent as much 41 students and students with junior high school educated parent as much 41 students. Which se lected by us ing quota and purpos ive sampling. With collection data using a scale of self concept and documentation. With Validity 0,3 and reliability .870. Analys is of the data in this study us ing analys is of variance technique t-Test by using SPSS
16.0 from windows.
16.0 from windows.
The result of the research conducted, (1) student’s self concept whose parent are senior high school educated who have positive self consept as much 41 students (100%), and 0 student ( 0%) for negative self concept. (2) self concept of student whose parent are junior high school educated who have positive self concept as much 9 students (22%), and who have negative self concept as much 32 students (78%). (3) there are signif icant differe nces in self concept in student between whose parent are senior high school educated and junior high school educated. The student whose parent are senior high school educated is higher in self-concept than junior high school educated parent.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada era global yang terus berkembang menuntut
manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu
dengan yang lain. Dengan adanya suatu problematika yang kompleks membuat kita
untuk dapat mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak
tuntutantuntutan yang seharusnya diiringi dengan adanya suatu perubahan juga
yang dialami oleh setiap manusia, baik perubahan dalam cara berpikir ataupun
dalam bertindak. Manusia merupakan makhluk unik, dimana pada masing-masing
individu memiliki kemampuan serta kapasitas yang berbeda-beda. Tentunya
perbedaan yang terjadi tersebut disebabkan oleh adanya suatu
pengalamanpengalaman atau suatu proses pembelajaran yang tidak sama. Kualitas kemampuan
yang berbeda-beda yang dimilikinyalah yang mendasari mereka dalam melakukan
sesuatu. Untuk memperoleh kualitas kemampuan yang layak, manusia dihadapkan
dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal atau pendidikan non formal yang
mana pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk mengadakan suatu perubahan mutu
sehingga lulusan yang telah dihasilkan akan mampu menghadapi persaingan didunia
luar. Pendidikan formal dapat 2 kita capai atau lalui dengan menikmati adanya
suatu fasilitas-fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah demi menjamin
mutu bangsa yaitu dengan didirikannya lembaga pendidikan sekolah-sekolah,
sedangkan pendidikan informal dapat kita dapat baik dalam lingkungan keluarga
ataupun masyarakat seperti ajaran tentang attitude atau sikap kita dalam
bertingkah laku yang diberikan orang tua kepada kita. Pendidikan merupakan
suatu hal yang sangat menentukan hari depan seseorang (Zakiah Daradjat, 1996:
64). Dalam hal ini, yang dimaksud pendidikan tersebut yakni sesuatu yang
diterima oleh si anak dikeluarga, sekolah ataupun masyarakat. Dari itulah
seorang anak akan memperlihatkan kualitas kepribadiannya seperti perilakunya
bisa menjadi nakal, keras kepala, emosinya tidak terkontrol atau sebaliknya.
Melihat pentingnya dampak pendidikan tersebut, orang tua memiliki tugas yang
tidaklah mudah karena tentunya setiap orang tua menginginkan anaknya mampu
berkembang serta menjadi orang yang baik dalam segala hal. Akan tetapi,
tampaknya hal tersebut tidak berasal dari orang tua semata tetapi peranan anak
juga sangat berpengaruh. Tidak sedikit dari mereka yang merasa bahwa dirinya
tidak mendapat pendidikan yang sesuai dengan yang diinginkan dalam keluarga
sehingga muncullah rasa tidak disayangi serta dipeerhatikan oleh orang tuanya.
Perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan itulah yang banyak mempengaruhi
kelakuan, perasaan mereka. Pendidikan dalam keluarga bisa dikatakan merupakan
suatu pendidikan yang secara tidak langsung / tidak disengaja yang ditujukan
oleh 3 orang tua kepada seorang anak. Hal tersebut dapat terlihat dari suasana
serta keadaan didalam rumah, hubungan kehangatan yang terjalin antar keduanya
serta sikap yang orang tua munculkan. Semua pengalaman-pengalaman yang
dialaminya baik itu menyenangkan atau merupakan pengalaman yang pahit, semuanya
akan menjadikan pondasi kepribadian pada seseorang yang berbeda-beda
(kebiasaan-kebiasaan, sikap dan pandangan hidup) yang terbentuk dari berbagai
pengalaman-pengalaman tersebut (Zakiah Daradjat, 1996: 64). Seorang anak akan
lebih cepat untuk melakukan suatu hal yang dilihat karena adanya dorongan untuk
meniru daripada melakukan sesuatu lewat suatu perintah yang disampaikan. Selain
itu, tidak kalah pentingnya peran dari pendidikan formal seorang anak karena
hal itu juga dibutuhkan bagi perkembangan selanjutnya. Jika kita melihat sudut
pandang dari pendidikan formal dinegara kita, maka sekolah merupakan lingkungan
kedua tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya(Zakiah Daradjat,
1996: 71). Sekolah bukan hanya bertugas untuk memberikan wawasan yang tidak
hanya berbentuk ilmu pengetahuan saja melainkan harus mampu mendidik dan
membina kepribadian si anak. Untuk membangkitkan para siswa untuk mampu
bersaing serta mendapatkan hasil prestasi yang baik tidaklah mudah.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya bukan hanya berasal dari lingkungan saja
tetapi juga berasal dari dalam individu itu sendiri yang sering kita sebut
sebagai faktor internal. Seseorang yang ingin memunculkan suatu aksi sangat
dibutuhkan 4 bagi mereka untuk mampu membangkitkan motivasi untuk melawan suatu
perubahan. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan
cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang
lain selalu meremehkan kemampuan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita
akan cenderung tidak menyenangi diri kita. Adanya penilaian yang ada didalam
diri individu itu sendiri membuat mereka kurang dapat menggunakan kapasitas
intelektualnya secara maksimal, sehingga tuntutan dan harapan yang dimiliki
oleh siswa tersebut akan mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri. Calhoun
dan Acocella menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran mental seseorang yang
meliputi pengetahuan, pengharapan dan penilaian terhadap diri sendiri.
Seseorang yang mampu menerima dan dapat memahami sejumlah fakta yang ada pada
dirinya, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif, begitu juga
sebaliknya. Konsep diri yang diimiliki oleh masing-masing individu dapat
dikatakan berbeda. Hal ini dikuatkan dari adanya pendapat yang dikemukakan oleh
Rogers yang menyatakan bahwa konsep diri merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Konsep diri mampu dibentuk dan berkembang melalui proses belajar
yaitu dari pengalaman-pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain
termasuk peran penting orang tua. 5 Dalam pembentukan konsep diri sangat
dipengaruhi oleh keluarga khususnya peran aktif dari orang tua, dimana orang
tua merupakan awal pendidikan yang diterima oleh seorang anak. Anak mampu
menerima serta berpendapat tentang apa yang sebaiknya dilakukan atau yang tidak
pantas dilakukan merupakan ajaran yang diberikan oleh orang tua. Orang tua juga
memiliki tugas untuk mampu mengantarkan anak menuju kedewasaannya baik
kedewasaan dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Tentunya dalam hal
ini, pendidikan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan konsep diri pada
seorang anak. Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal individu. Faktor eksternal yang terdekat dan memiliki peranan penting
yaitu keluarga khusunya orang tua. Dalam keluarga seharusnya memiliki peranan
sebagai pendidik, sehingga ia perlu dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan (Depdikbud, 1989: 740). Jika kita berbicara tentang pengetahuan serta
keterampilan maka tidak lain kita berbicara pendidikan yang dimiliki oleh orang
tua. Dengan pendidikan kita diharapkan akan lebih menjalani kehidupan secara
fungsional dan optimal. Latar belakang pendidikan orangtua mempunyai pengaruh
yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak khususnya dalam hal
pembentukan konsep diri pada siswa. Orangtua yang mempunyai latar belakang
pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap
perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orangtua yang berpendidikan tinggi
tersebut umumnya dapat menumbuhkan motivasi-motivasi yang dibutuhkan oleh
seorang anak serta mengajarkan dan memperlihatkan 6 perilaku positif yang
sedikit banyak akan ditiru oleh anak-anaknya. Selain itu, tingkat kepercayaan
diri dilingkungan masyarakatpun memiliki nilai yang cukup penting untuk mampu
meningkatkan harga diri dari seorang anak dan ia akan lebih menghargai
kedudukan dari orang tua tersebut. Selain dukungan dalam hal pendidikan, tak
lupa juga dukungan moral yang memiliki nilai penting dimasyarakat seperti sopan
santun kepadaorang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain juga
sangat diperlukan. Tingkah laku yang baik seorang anak tidak hanya dapat
diperoleh dari ajaran-ajaran materi yang ada disekolah yang diberikan orang tua
tetapi kebiasaan-kebiasaan yang mampu dilihat sehingga anak akan lebih mudah
untuk menjadikan sikap dan perilaku tersebut menjadi ptokan serta kebiasaan
dalam hidupnya juga. Banyak penelitian yang menggunakan variabel orang tua
dalam pembentukan konsep diri. Seperti yang telah dilakukan oleh N. Sianturi,
Marliana (Universitas Diponegoro, 2010) dengan menggunakan Penelitian
Kualitatif Fenomenologis di Kota Semarang yang berjudul “Konsep Diri Remaja
Yang Pernah Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)” dengan hasil
penelitian bahwa konsep diri remaja yang pernah mengalami KDRT memiliki
kecenderungan berkembang ke arah negatif. Sedangkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Lestari Sukmarini dengan studi pada salah satu SMA Negeri
diDepok pada tahun 2009 dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan
Pembentukan Konsep Diri: Harga Diri Remaja” yang mememukan hasil bahwa Setiap
jenis pola asuh orang tua memberi pengaruh yang berbeda terhadap konsep diri:
harga diri remaja. 7 Hal tersebut didukung oleh pendapat Burns yang menyatakan
bahwa tiga faktor diantara banyak faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah
umpan balik dari lingkungan, identifikasi peran jenis yang sesuai dengan
stereotif masyarakat, dan pola asuh dan pola komunikasi dengan orang tua.
Dimana orang tua ikut andil baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam
pembentukan konsep diri remaja. Namun pada kenyataannya dalam proses pendidikan
keluarga banyak permasalahan yang menyebabkan tidak semua remaja mampu memenuhi
kondisi yang diharapkan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian yang
diberikan remaja kepada orang tuanya serta muncul perasaan acuh tak acuh
terhadap pendapat orang tua yang dipandangnya memiliki pendidikan dibawah
mereka . Fenomena yang sering kali muncul adanya minimnya konsep diri yang
dimiliki oleh remaja baik yang berasal dari keluarga berpendidikan atau yang
memiliki latar belakang pendidikan orang tua yang rendah. Setelah adanya suatu
observasi awal yang telah dilakukan oleh peneliti menyimpulkan bahwa mayoritas
siswa dengan konsep diri rendah sebagai berikut: 1. Memiliki gambaran yang
tidak pasti terhadap dirinya. 2. Sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah
terpengaruh oleh bujukan dari luar. 3. Mengalami kecemasan yang tinggi. 8 4.
Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mencela atau meremehkan apapun dan
siapapun. 5. Peka terhadap kritik. memiliki sifat mudah marah, hal ini berarti
dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat
mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagai hal yang salah.
Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung
menghindari dialog yang terbuka. 6. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang
lain. 7. Bersikap psimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam
keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan
menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Adanya
sikap pasif terhadap prestasi sekolah. Salah satu indikator yang menyebabkan
hasil belajar siswa kurang maksimal adalah rendahnya konsep diri yang telah
dipengaruhi dari berbagai faktor yang salah satunya merupakan bagian dari
manifestasi pendidikan yang dimiliki oleh orang tua baik dalam hal pola asuh,
tingkat perhatian, proses modeling dan lain-lain. Peneliti melakukan penelitian
di SMK Trisakti Tulangan karena didasarkan pada fenomena-fenomena yang muncul
yang sering kali menjadikan masalah dalam proses belajar mengajar di sekolah
terseb ut. Kenyataan yang muncul bukan hanya dari faktor ekonomi saja, faktor
yang muncul dari orang tua juga cenderung kurang memberikan perhatian serta 9
pengajaran-pengajaran moral yang akan berdampak pada pembentukan konsep diri
siswa. Masalah yang muncul disekolah tersebut, terbukti dari siswa yang kurang
memperlihatkan prestasi akademik yang baik, memiliki motivasi yang kurang dalam
pendidikan, kurang disiplin dari segi waktu, membolos ketika hari efektif
sekolah dan masih banyak yang lainnya (Wawancara dengan pihak BK SMK Trisakti
Tulangan). Dari adanya suatu permasalahan yang demikian membuat peneliti
tertarik dengan adanya pembentukan konsep diri yang didapatkan dari adanya
pandangan siswa terhadap pendidikan orang tua yang sedikit banyak akan
mempengaruhi tingkah laku orang tua kepada anak. Berbalikan dengan adanya
alasan tersebut, tidak dapat dipungkiri juga ketika kita melihat bukti adanya
konsep diri positif yang dimiliki oleh siswa dari keluarga yang kurang
beruntung khusunya dari segi pendidikan orang tua yang pas-pasan, jika dilihat
dari segi prestasi yang diraih ia bahkan mampu mendapatkan hasil yang
memuaskan. Pihak sekolah telah memiliki rekapan atau catatan bagi
pelanggaranpelanggaran yang telah dilakukan oleh siswa. Ketika peneliti mencoba
untuk menggali lebih lanjut sebab akibat dari adanya perilaku tersebut ternyata
didapatkan data bahwa sebagian besar dari mereka yang melakukan
perilakuperilaku negatif berasal dari orang tua yang kurang memiliki kontrol
atau perhatian kepada anak-anaknya. Dan ketika peneliti mencoba mengetahui data
lebih lanjut dari adanya rekapitulasi riwayat siswa disimpulkan bahwa dari
mereka yang memiliki perilaku-perilaku negative adalah mereka yang 10 mayoritas
memiliki orang tua berpendidikan SMP. Beberapa contoh permasalahan siswa yang
ada disana: “ 1) MH dari kelas XII Tp6 memiliki cacatan bahwa ia sering
terlambat masuk sekolah, sering membolos ketika hari efektif, merusak fasilitas
sekolah, membuat gaduh suasana kelas, dll. MH anak dari bapak SN dan ibu HT
yang memiliki pendidikan SMP. 2) SA dari kelas XII Tp1 memiliki catatan bahwa
ia sering terpengaruh teman untuk membolos sekolah, penampilannya acakacakan,
malu dan minder untuk bersaing dengan siswa dari sekolah lain, suka berkelahi.
SA anak dari bapak MR dan ibu ST yang memiliki pendidikan SMP juga. Sedangkan
jika dibandingkan dengan MK dari kelas XII TL ia cenderung memiliki banyak
prestasi, memiliki motivasi tinggi dalam belajar, aktif didalam kelas, dll. MK
anak dari bapak SH dan ibu NY yang memiliki pendidikan SMA”(Data Rekapitulasi
Sekolah). Paparan diatas ditemukan bahwa adanya bukti bahwa mayoritas siswa
yang berasal dari keluarga yang kurang khusunya dalam hal pendidikan memiliki
konsep diri negatif jika dilihat dari segi bukti prestasi belajarnya serta
perilakunya. Berdasakan permasalahan yang ada diatas peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang “Perbedaan Konsep Diri Pada Siswa Yang Orang
Tuanya Berpendidikan SMA Dengan Orang Tuanya Yang Berpendidikan SMP di SMK
Trisakti Tulangan”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep diri siswa yang
orang tuanya memiliki pendidikan SMA? 2. Bagaimana konsep diri siswa yang orang
tuanya memiliki pendidikan SMP? 11 3. Apakah ada perbedaan antara konsep diri
siswa dengan orang tuanya yang memiliki pendidikan SMA dan pendidikan SMP? C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui konsep diri siswa yang orang tuanya
memiliki pendidikan SMA. 2. Untuk mengetahui konsep diri siswa yang orang
tuanya memiliki pendidikan SMP. 3. Untuk membuktikan perbedaan antara konsep
diri siswa dengan orang tua yang memiliki pendidikan SMA dan pendidikan SMP. D.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis,
menambah khasanah keilmuan khususnya dalam bidang psikologi yang nantinya dapat
dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Secara praktis,
diharapkan dapat mengetahui dan menjadi masukan tentang hal-hal yang dapat
mempengaruhi konsep diri siswa sehingga dapat dijadikan sebagai pacuan siswa
untuk mampu lebih mengoptimalkan kemampuannya. 3. Secara akademis, penelitian
ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian mengenai konsep diri bagi
siswa SMK (remaja).
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Perbedaan konsep diri pada siswa yang orang tuanya berpendidikan SMA dengan orang tuanya yang berpendidikan SMP di SMK Tri Sakti JL. Raya Kepadangan No.187 Tulangan, Sidoarjo" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment