Abstract
INDONESIA:
Anak indigo adalah anak yang memiliki kemampuan mengirim atau menerima informasi tanpa menggunakan kelima panca indera/SensoryPerception (penglihatan, penciuman, peraba, perasa, pendengaran). Anak indigo mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan anak yang lain yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis baru dan luar biasa yang tidak dimiliki anak yang lain yaitu kemampuan indra ke-enam yang di miliki oleh anak indigo serta anak indigo menunjukan ketidakmampuan adaptasi dengan lingkungan hidupnya. Kebanyakan perilaku anak Indigo sulit untuk dipahami sehingga orang-orang yang berinteraksi dengan mereka (para orangtua, khususnya) mengubah perlakuan dan pengasuhan guna mencapai keseimbangan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran penyesuaian orangtua terhadap remaja indigo dan pola asuh yang diterapkannya.
Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna sejumlah masalah sosial atau kemanusiaan. Teknik pengambilan dalam metode kualitatif yaitu dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini yaitu dua orang tua yang memiliki anak indigo, khususnya adalah ibu dimana ibu merupakan sosok orang tua yang lebih dekat dan mengerti tentang bagimana kondisi anaknya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah penyesuaian diri orang tua terhadap anak indigo muncul dari anak, lingkungan dan diri sendiri. Koping yang dilakukan orang tua dalam menyelesaikan masalah diantaranya adalah direct coping, spiritual coping, self control. Proses penyesuaian yang dilakukan oleh orang tua melalui proses penolakan, motivasi dan usaha (koping). Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri orang tua muncul dari internal (anak dan diri orang tua sendiri) dan eksternal (lingkungan social dan lingkungan keluarga). Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak indigo diantaranya adalah penuh kasih sayang/welas asih, mendidik anak dalam keadaan tenang, mengambil hati anak dan membesarkan hati anak, berbicara secara positif, kemampuan mendengarkan anak, mendampingi anak, praktek langsung dan memberikan reward.
ENGLISH:
Indigo children are children who are believed to possess the ability to send or receive information without using the five senses of sight, smell, hearing, touch, or taste. They have more capabilities compared to other children who show a set of outstanding psychological attributes, that is the ability of the sixth senses as well as the inability of adaptation. Most Indigo children’s behavior are difficult to grasp that those who interact with them (parents, specifically) change the treatment and care to achieve a balance. The purpose of this research is to know the parents’ adjustment of parenting pattern to indigo children.
The method of this research is qualitative which explores and understands the meaning of individuals or groups problems through interview, observation and documentation. The subjects are two parents who have indigo children, especially the mother who mostly understands the condition of their children.
The results showed that the parents’ adaptability against the indigo children emerged from the indigo children, family and social environment. The copings are coping directly, spiritual coping, and self control. The process of parents’ adjustment are rejection, motivation and effort (coping). The factors includes internal (the indigo children and parents) and external ( social environment and family). The parenting of indigo children includes affection, ingratiating, tranquilly educating, positively speaking, ability of understanding, accompanying, directly practicing and giving reward.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Anak merupakan wujud dari keturunan yang
sangat diharapkan oleh orang tua dan sebagai penerus generasi bangsa dan agama.
Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir seperti anak normal pada umumnya.
Namun sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan keadaan yang berbeda
dengan anak-anak normal yang lain, misalnya memiliki anak yang keberkutuhan
khusus. Anak berkebutuhan khusus (Hadis, 2006: hal 4) secara umum dalam
masyarakat disebut dengan Anak laur biasa yaitu anak yang memiliki kemampuan
yang luar biasa. Selain itu anak luar biasa juga merupakan julukan atau sebutan
bagi mereka yang memiliki kekurangan atau berbagai kelainan dan penyimpangan
yang tidak di alami oleh anak normal yang lain. Dan kelainan itu bisa dilihat
dari segi fisik, psikis, soaial dan moral. Anak luar biasa disebut dengan anak
berkebutuhan khusus karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, anak
ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, dan berbagai
layanan yang lain yang bersifat khusus. Proses penerimaan orang tua yang
memiliki anak yang berkebutuhan khusus mengandung berbagai tahapan, antara lain
: shock, bargaining, depression, testing dan akhirnya pada tahap acceptance
(Rachmayanti, 2007: hal 8). Orangtua yang memiliki anak yang berkebutuhan
khusus pada akhirnya mengalami tahap penerimaan, walaupun pada akhirnya sempat
mengalami stress. Setelah melalui proses penerimaan, orangttua menjadi orang
yang tidak begitu merenspon negatif persepsi dari orang lain tentang anaknya
dan tetap merawat dan mendidik anaknya dengan baik. Penelitian Emilie Cappe
(2011: hal 1280) pada anak autis menunjukan bahwa strategi koping fokus emosi
yang dilakukan orang tua kurang efektif dalam mengatasi stress dalam menghadapi
pada anak autis, kebanyakan mengalami stress, hidupnya terasa terganggu,
memiliki perasaan bersalah yang tinggi dan hidupnya tidak sejahtera. Hal ini
dapat dikatakan bahwa tidak mudah bagi orang tua dalam menerima anaknya yang
berkebutuhan khusus. Anak dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus
(Zainal, 2004: hal 2) adalah anak yang mengalami keterbelakangan mental,
ketidakmampuan dalam belajar, atau gangguan atensi, gangguan emosional, dan
perilaku hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan
pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus,
misalnya indigo. Anak indigo memperlihatkan keadaan yang berbeda di bandingkan
dengan anak normal yang lain. Anak indigo (Weningsari, 2010: hal 2) dikatakan
indigo karena anak indigo adalah anak yang memiliki pengalaman ESP (Extra
Sensory Perception) atau kemampuan sixth sense yaitu kemampuan mengirim atau
menerima informasi tanpa menggunakan kelima panca indera/SensoryPerception
(penglihatan, penciuman, peraba, perasa, pendengaran), beberapa kemampuan ESP
yang dimiliki anak indigo adalah apparitional phenomena yaitu pengalaman
perseptual akan penampakan mahkluk yang sudah mati, precognition yaitu
pengetahuan akan kejadian dimasa depan, dan postcognition yaitu pengetahuan
akan kejadian dimasa lalu. Karakteristik anak dengan gejala Defisit perhatian
dan hyperactivity disorder (ADHD) dan ciri-ciri Indigo menunjukkan beberapa
kesamaan. Indigo menunjukan perhatian yang sedikit pada tugas-tugas yang
dikenakan oleh sumber eksternal, anak-anak (dan orang dewasa) yang indigo
seringkali sangat energik dan kreatif, mereka mudah bosan dan membutuhkan
banyak stimulasi mental dan fisik, aktivitas dan kemandirian (Carroll &
Tober, 1999, Chapman & Flynn, 2007, Masters, 2008). Dapat di simpulkan
bahwa anak indigo merupakan anak yang luar biasa yang memiliki kemampuan luar
biasa (Trotta, 2012: Hal 129). Indigo (Trotta, 2012: hal 127) secara singkat
dapat didefinisikan sebagai individu yang sangat kuat pemikirannya, cenderung
sangat intuitif, sensitif (dalam hal emosional dan fisik) dan sangat
independen. Indigo merupakan istilah bagi anak yang mempunyai kemampuan dan
ciri-ciri yang tidak biasa dibandingkan dengan anak-anak yang lain bahkan dari
anak yang lebih tua darinya. Indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti
berwarna nila. Mereka juga memiliki kepekaan indera keenam atau intuisi yang
sangat tajam. Kebanyakan dari anak indigo memiliki kelebihan dengan bakat yang
sangat luar biasa atau secara akademik mempunyai kepintaran di atas rata-rata
bila dibandingkan teman-temannya. Anak indigo juga mampu menunjukan empati yang
sangat dalam dan mudah merasa iba serta tampak bijaksana untuk anak seusianya.
Menurut para ahli, anak indigo adalah anak yang memiliki jiwa yang dewasa
meskipun raganya masih anak-anak. Istilah indigo pertama kali diungkap oleh
Nancy Ann Tappe, seorang cenayang pada sekitar tahun 1970- an. Nancy Ann
mengaku memiliki kemampuan untuk melihat aura seseorang. Anak yang memiliki
aura indigo (berwarna nila) mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh
anak-anak yang lain ( kompas. 09-04-13, 01:21 PM. Diakses pada tanggal 18
september 2013 pukul 22:25 di
http://forum.kompas.com/sekolah-pendidikan/252994-anak-indigo.html). Berbagai
penelitian di dunia menemukan bahwa jumlah anak yang memiliki cakra mata ketiga
atau yang biasa disebut dengan anak indigo dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Lebih dari 85% anak Indigo lahir tahun 1992 atau sesudahnya, 90%
lahir tahun 1994, dan 95% atau lebih lahir saat ini (beberapa orang mengatakan
99%) adalah anak-anak Indigo. Namun tidak ada data yang valid mengenai jumlah
anak indigo yang lahir di dunia ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat
akan adanya keberadaan anakanak indigo di dunia ini ( S. Pharaton, 2010: hal
4). Terdapat beberapa karakteristik anak indigo, yakni saat melakukan foto
aura, aura anak indigo tidak selalu menunjukkan warna nila. Secara fisik, anak
indigo mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang tidak berbeda dengan
anak-anak lain pada umumnya. Anak indigo merupakan anak yang rasional, anak
indigo seringkali mempertanyakan manfaat dan tujuan dari aturan dan perintah
yang diberikan oleh orang tua dan guru, karena itu anak indigo sering dianggap
sebagai anak yang bermasalah dan menentang sistem. Secara akademis, anak indigo
tidak memiliki masalah dalam memahami pelajaran di sekolah, namun seringkali
tidak menyukai sekolah karena aturan dan perintah-perintah yang diberikan oleh
guru mereka anggap tidak masuk akal. Anak indigo juga sering mempertanyakan
manfaat suatu ritual agama, namun anak indigo adalah anak yang spiritual, anak
indigo mampu melihat kebaikan dibalik setiap kejadian menyakitkan yang terjadi
serta sangat memaknai keberadaan Tuhan. Anak indigo adalah anak yang memiliki
pengalaman ESP (Extra Sensory Perception) atau kemampuan sixth sense, ketika
mereka berada di lingkungan yang baru, anak indigo akan terlebih dahulu
melakukan pengamatan, jika lingkungan tersebut dirasa baik, maka anak indigo
akan merasa cocok dan nyaman. Anak indigo seringkali mengungkapkan emosi secara
lahiriah ketika melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan pikiran mereka,
namun tidak jarang anak indigo menutup diri dan diam karena merasa lingkungan
tidak memahami mereka. Berbagai karakteristik yang dimiliki anak indigo
seringkali membuat anak indigo tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
(Weningsari, 2010: hal 2). Penelitian yang dilakukan Parathon (2010: hal 63)
menyebutkan bahwa pola komunikasi yang diterapkan antara anak indigo dengan
orang tua menggunakan pola komunikasi authoritarian (cenderung bersikap
bermusuhan). Pada pola komunikasi ini orang tua (ibu) merasa mempunyai wewenang
yang besar pada anak, seperti menghukum secara fisik, tidak memberikan
kebebasan berpendapat dan mengatur anak sesuai kehendak orang tua (ibu). Tetapi
ada saat-saat di mana seorang ibu penganut pola otoriter menerapkan pola
komunikasi permisive di saat ibu membebaskan anaknya dalam bersosialisasi. Dari
penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Weningsari dan Pharaton
terlihat bahwa keadaan anak indigo yang berbeda membuatnya sulitnya diterima
masyarakat. Masyarakat berpersepsi buruk tentang anak indigo, misalnya
mengatakan mereka anak yang aneh, gila, bodoh dan lain sebagainya.
Ketidaktahuan banyak orang akan gejala yang diderita oleh anak-anak indigo akan
menjadi penderitaan yang kompleks bagi anak-anak indigo, sehingga hal ini
membuat mereka merasa tertekan, dikucilkan dan disingkirkan di lingkungan
masyarakat maupun keluarga yang membuatnya mengalami kesulitan dalam
beradaptasi dengan orang-orang atau pun anakanak yang tidak sepemikiran dengan
mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Parathon (2010) dan Weningsari (2010)
menyebutkan bahwa kebanyakan perilaku anak Indigo sulit untuk dipahami,
sehingga orang-orang yang berinteraksi dengan mereka (para orangtua, khususnya)
mengubah perlakuan dan pengasuhan guna mencapai keseimbangan. Kebanyakan
masyarakat maupun orang tua kesulitan dalam memahami gejala yang diderita oleh
anak–anak indigo, kesulitan tersebut diakibatkan karena cara pandang masyarakat
maupun orang tua mengenai anak-anak indigo terpengaruh oleh persepsi-persepsi
sebelumnya yang menganggap buruk anak indigo, dan persepsi-persepsi tersebut
mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat maupun orangtua terhadap
anak indigo. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian kualitatif tentang penyesuaian orangtua terhadap remaja indigo dan
pola asuh yang diterapkannya. Penyesuaian diri menurut Schneiders (Agustiani,
2006: hal 147) merupakan proses yang mencakup proses mental dan tingkah laku
yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan,
konflik dan frustasi yang dialami dalam dirinya. Usaha tersebut dilakuan untuk
memperoleh keselarasan dan keharmonisan antar tuntutan dalam diri dengan apa
yang di harapkan oleh lingkungan. Penelitian Weningsari (2010) dan Parathon
(2010) menemukan bahwa bentuk penyesuaian diri orang tua terhadap anak indigo
sangat di butuhkan dalam mendukung proses perkembangan anak indigo melalui
bentuk pola asuh yang dibutuhkan oleh mereka. Penyesuain diri penting dilakukan
agar orang tua dapat menyesuikan dirinya dengan adanya anak indigo. Orangtua
dapat menyeimbangkan dirinya dan anak, melalui usaha yang dilakukan orangtua
untuk menemukan atau mengatasi masalah yang dihadapi dirinya dan anaknya. Untuk
itu, orangtua perlu menyesuaikan diri dengan anak indigo agar orangtua dapat
mereduksi atau menjauhi ketegangan atau kondisi-kondisi sulit yang dihadapi.
Selain itu, dengan penyesuaian diri orang tua akan dapat menganalisis masalah
yang terkait dengan anaknya sehingga orang tua akan lebih memahami dan mengerti
anaknya yang indigo. Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dipilih adalah
remaja indigo. Berdasarkan karakteristik perkembangan, remaja merupakan periode
perkembangan dimana terjadi kematangan mental, emisonal, sosial, fisik. Shaw
& costanzo (1985) mengatakan remaja merupakan masa dimana remaja sedang
mengalami perkembangan pesat alam aspek intelektual. Dan transformasi ini
memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam
masyarakat dewasa tapi juga menjadi karekteristik yang paling menonjol dari
semua periode (Ali, 2004: hal 9). Menurut Desmita (2009: hal 217) perubahan
yang terjadi pada remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orang
tua dan remaja. Relasi yang menonjol dalam hubungan mereka adalah perjuangan
untuk memperoleh otonomi baik fisik atau psikologis karena remaja lebih sering
menghabiskan waktu di luar dan di dunia luas sehingga mereka berhadapan dengan
bermacam-macam nilai dan ide – ide yang kemudian sering di pertentangkan pada
nilai yang berasal dari orang tua. Pola asuh orang tua (Mualifah, 2010: hal 43)
merupakan interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan
pengasuhan. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting
dalam pembentukan kepribadian adalah praktek pengasuhan orang tua kepada
anaknya. Dari uraian di atas terlihat bahwa orangtua sangat berperan dalam
proses pengasuhan anak-anak indigo. Adapun bentuk peran pola asuh orang tua
terhadap anak indigo bervariasi bergantung pada kebutuhan dan karakteristik
anak. Dalam penelitian ini peneliti hendak mengeksplorasi bagaimana proses
penyesuaian diri orang tua terhadap anak indigo sejak pertama kali mereka
mengetahui anaknya adalah indigo hingga anak mencapai usia remaja saat ini,
serta bagaimana pola asuh yang diterapkan pada remaja indigo. B. Fokus
penelitian Dalam penelitian ini fokus penelitian adalah meliputi, bagaimana
proses penyesuaian diri orang tua terhadap remaja indigo dan pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua tehadap remaja indigo. C. Rumusan masalah Bedasarkan
uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai
berikut : 1. Problem apa saja dalam penyesuaian diri orang tua pada remaja
indigo? 2. Bagaimana proses penyesuaian diri orang tua pada remaja indigo? 3.
Faktor apa yang mempengaruhi penyesuaian diri orang tua terhadap anak indigo?
4. Bagaimana pola asuh yang diterapkan pada remaja indigo? D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisa problem dalam penyesuaian diri orang tua pada remaja indigo. 2.
Menggambarkan proses penyesuaian diri orang tua pada remaja indigo. 3.
Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri orang tua terhadap
anak indigo. 4. Mengetahui bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
terhadap remaja indigo. E. Kegunaan Penelitian 1. Teoritis Bagi ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi berkaitan dengan penyesuaian diri orangtua yang mempunyai anak yang
indigo dan bagiamana pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap remaja
indigo. 2. Praktis Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada orang tua
bagaimana memperlakukan anak indogo. Penelitian ini di harapkan memberi
pengetahuan bagi orang tua bagaimana cara mengatasi berbagai masalah yang
muncul mengenai anaknya. Penelitian ini akan memberi kontribusi bagi orang tua
agar dapat menghindari stress yang di sebabkan munculnya masalah mengenai anak.
Selain itu, penelitian ini memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai anak
indigo, sehingga masyarakat mampu menerima anak indigo di tengah-tengah mereka.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment