Abstract
INDONESIA:
Perlunya perlindungan hukum bagi nasabah pengguna dana talangan haji dalam Undang-Undang Perbankan maupun Undang-Undang Perbankan Syari’ah didasari oleh fakta cepatnya peningkatan dalam penggunaan jasa perbankan, kurangnya tingkat pengetahuan, keterampilan dan kepercayaan diri dari resiko produk perbankan. Perlindungan hukum bagi nasabah pengguna dana talangan haji menjadi penting dalam rangka meningkatkan kepercayaan nasabah dan menjaga stabilitas pada umumnya.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1) Bagaimana model perjanjian antara nasabah pengguna dana talangan haji dengan pihak BTN syari’ah cabang malang. 2) Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 21 Tahun 2008 kepada nasabah pengguna dana talangan haji di BTN Syari’ah cabang Malang.
Berangkat dari judul yang ada dan permasalahan yang diangkat oleh peneliti maka jenis penelitian ini adalah empiris, menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model perjanjian dalam transaksi talangan haji terhadap bank kepada nasabah adalah model perjanjian standar dengan menggunakan akad Qardh, BTN Syari’ah mengcover pembiayaan ini dengan asuransi jiwa sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap nasabahnya, Bentuk perlindungan hukum lain yang diberikan kepada nasabah pengguna dana talangan haji adalah dengan diberikannya hak preferen. Hak preferen ini diatur dalam UU No.10 Tahun 1998 pasal 29 ayat (4).
ENGLISH:
The need of legal protection for customer of hajj funding in banking law and Islamic banking law based on fact that shows the increase of the banking services that used by customer, law of knowledge level, skill and confident from risk of banking product. The legal protection for customer of hajj funding is important to increase the customer believing and keep the stabilities generally.
The problem of this research are; 1) how is model of contract between the customer of hajj funding and BTN Sharia Malang. 2) How is the law protection that given by UU No. 10/ ’98 and UU No. 21/’08 to the customer of hajj funding in BTN Sharia of Malang.
Based on the title and problems of research, the research type is field research (empirical) and used the qualitative approach. The qualitative appoarch is used to examine the natural object condition.
The results of this research shows that the model of contract in hajj funding transaction between the bank and the customer is standart contract model that use the “Qardh” contract. The bank protected this funding with the soul insurance as the law protection for customer the other type of law protection that given to customer of hajj funding is preferen rights. The preferen rights is regulated in UU No. 10/ 98 section 29, 4th clause.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Salah satu kegiatan penting yang senantiasa dilakukan dalam
dunia bisnis (usaha) adalah membuat beraneka ragam perjanjian (kontrak). Untuk
itulah, di dalam menjalankan bisnis betapa pentingnya kontrak yang harus dibuat
sebelum bisnis itu sendiri berjalan dikemudian hari.1 Eksistensi perjanjian
atau kontrak bernilai urgen bagi kehidupan manusia karena dapat memfasilitasi
pemenuhan kebutuhan hidup dan kepentingan manusia yang tidak mampu dipenuhi
sendiri tanpa bantuan orang lain. Aturan main dalam pemenuhan kebutuhan dengan
melibatkan orang lain haruslah jelas dan dewasa ini perlu dituangkan dalam
suatu kontrak yang dapat melindungi kepentingan masing-masing pihak. Sehingga
dapatlah dipahami apabila kontrak dikatakan sebagai sarana sosial dalam 1
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Cet II; Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2003), 27. 2 peradaban manusia untuk mendukung kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial.2 Hal itu sesuai dengan pendapat Apeldoorn yang
menyatakan bahwa perjanjian adalah salah satu faktor yang membantu pembentukan
hukum.3 Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian atau persetujuan diartikan sebagai
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perjanjian yang
terdapat dalam ketentuan pasal 1313 KUH Perdata tidak lengkap, dan terlalu
luas. Hal itu disebabkan karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja.5 Padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat
timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban
masingmasing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai
sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri
satu sama lain. Adanya asas kebebasan berkontrak yang memperbolehkan kedua
pihak bebas menentukan apa yang boleh dan tidak boleh di dalam menentukan isi
perjanjian asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Artinya
kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah pembatasan
terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan
berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundangundangan maupun
putusan pengadilan. 2 Alamsyah, Klausula Eksemsi Dalam Kontrak Baku Syariah,
hal 1 3 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum:Suatu Pengantar, (Yogyakarta
Liberty, 2003), 7. 4 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Cet.
VII; Jakarta, Sinar Grafika, 2007), 328. 5 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka
Hukum Bisnis, (Cet. II; Bandung, PT Alumni, 2005), 18. 3 Menurut Sutan Remy
Sjahdeini, sekalipun asas kebebasan berkontrak yang diakui oleh KUHPerdata pada
hakikatnya banyak dibatasi oleh KUHPerdata itu sendiri, tetapi daya kerjanya
masih sangat longgar sehingga menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan
ketidakadilan bila para pihak yang membuat perjanjian tidak sama kuat
kedudukannya atau tidak mempunyai barganing position yang sama.6 sistem modern
pada dewasa ini, kebebasan berkontrak tidak hanya dibatasi oleh larangan-larangan
yang diciptakan peraturan perundang-undangan (statutory prohibition), tetapi juga
oleh extra legal standart.
Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang
berbunyi : “Suatu sebab adalah terlarang bila bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum”. Mengenai hal itu Abdul Kadir
Muhammad menyatakan: “Dalam ketentuan dan syarat tersebut tercermin asas
kebebasan berkontrak untuk menentukan seberapa jauh pihak-pihak dapat
mengadakan perjanjian, hubungan apa yang terjadi antara mereka dan berapa jauh
hubungan mereka itu”.8 Dengan demikian, Segala perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya atau lebih
dikenal dengan asas pacta sunt servanda.
Melihat kian luas dan
beragamnya pola bisnis berbasis perekonomian syariah, maka aspek perlindungan
hukum dan penerapan asas perjanjian dalam akad atau kontrak di Lembaga Keuangan
Syari’ah khususnya Baitul Maal Wat 6 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak
dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di
Indonesia, (Cet. I; Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2009), 55. 7 Extra legal
standart merupakan standar yang berkaitan dengan agama, moral, dan keadilan.
Lihat dalam Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Cet.
II; Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004),
125. 8 Abdul kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), 125. 4
Tanwil (BMT) menjadi penting diupayakan implementasinya. Dalam penerapan pola
hubungan akad inilah sudah seharusnya tidak terdapat penyimpanganpenyimpangan
dari kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak karena masing-masing
menyadari akan pertanggungjawaban dari akad tersebut. Tetapi dalam koridor
masyarakat yang kurang sadar hukum, tidak dapat dihindari munculnya perilaku
saling mengeksploitasi satu sama lain. Sehingga kuantitas dan kompleksitas
perkara terutama perkara-perkara bisnis akan sangat tinggi dan beragam. Secara
definitif Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah yaitu, baitul
maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non-profit, seperti, zakat, infaq, dan shadaqah. Sedangkan
baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana komersial.
Usaha-usaha tersebut tidak bisa dipisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari’ah. sehingga,
keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.9 Lahirnya keuangan lembaga syari’ah (LKS) yang secara tegas menolak
terhadap pelanggaran riba (bunga). Sebagian Ulama’ menganggap riba sebagai satu
unsur buruk yang merusak masyarakat secara ekonomi, sosial maupun moral. Sepeti
yang termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Dengan kata lain, salah satu
filosofi dasar ajaran Islam dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, yaitu larangan 9
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilust
untuk berbuat curang dan dzalim. Semua transaksi yang dilakukan
oleh seorang muslim haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an taraddin
minkum), dan tidak boleh ada pihak yang mendhalimi atau didhalimi. Prinsip
dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi dan bisnis.
BMT sebagai salah satu lembaga keuangan syari’ah non bank yang mempunyai peran
penting dalam meningkatkan produktifitas masyarakat dengan menawarkan berbagai
macam produk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil baik secara mudharabah maupun
musyarakah kepada masyarakat. Namun dalam penelitian ini, peniliti hanya
memfokuskan pada pembiayaan mudharabah sebagai bentuk perjanjian kerjasama
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) UGT Sidogiri Kec Klampis Bangkalan dengan
Nasabahnya. Dalam konsep muamalah, perjanjian atau akad mudharabah (profit and
loss sharing) merupakan alat untuk mencegah timbulnya riba. Tetapi, secara
teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelelola.10 Berbicara tentang kerjasama ini tentunya dilakukan antara
seorang pemilik modal (investor/ shahibul maal) dengan pelaku usaha yang
terlebih dahulu didasari oleh unsur kepercayaan yang kuat. Adapun keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak. Umumnya model perjanjian pembiayaan yang dipakai oleh pihak Baitul
Maal Wa Tanwil (BMT) dewasa ini adalah perjanjian standar atau perjanjian baku
yang klausul-klausulnya telah disusun sebelumnya. Artinya, perjanjian di dalam
transaksi bisnis yang
terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang di antara para pihak,
tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara di pihak yang satu telah menyiapkan
syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan
kemudian disodorkan kepada pihak lainya untuk disetujui dengan hampir tidak
memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainya untuk melakukan negosiasi
syarat-syarat yang disodorkan. Kontrak-kontrak standart yang disodorkan oleh
pihak kreditur (BMT) atas dasar “take it or leave it”. Sehingga tiada
kesempatan bagi pihak debitur untuk menentukan syarat-syaratnya.11 Dengan
demikian nasabah sebagai calon debitur hanya mempunyai pilihan untuk menerima
seluruh isi perjanjian atau tidak bersedia menerima klausul-klausul itu baik
sebagian atau seluruhnya. Hukum menurut filosofinya diciptakan untuk manusia dan
titik orientasi hukum adalah bertugas untuk melayani manusia. Sebab itulah,
hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.
Penerbitan standar kontrak sebenarnya merupakan upaya pelayanan praktis, cepat,
efisien dan efektif dan berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dalam hubungan
ini, pihak BMT sebagai lembaga keuangan syari’ah non bank yang menyediakan
pembiayaan mudharabah berusaha dengan asas kebebasan berkontrak itu telah
menawarkan bentuk atau model kontrak standar untuk diterima oleh nasabah atau
masyarakat. Kendati demikian, pada kenyataannya nasabah atau masyarakat tidak
bisa berbuat lain kecuali menerima model kontrak standar tersebut, karena
memang 11 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Cet. I; Bandung:
Tim Alumni, 1992), 180.
pada dasarnya nasabah atau masyarakat tidak memiliki pengetahuan
ilmu hukum selain masalah-masalah kepraktisan di atas, sebagaimana asas
kebebasan berkontrak dalam penerbitan standar kontrak. Dengan cara ini
sebenarnya telah terjadi pelanggaran terhadap asas kesepakatan karena standar
kontrak dibuat sepihak, dan pihak lainnya hanya tinggal menandatangani tanpa
harus membaca, mempelajari atau merubah isi kontrak tersebut apabila ada
bagian-bagian dalam isi kontrak standar tersebut yang belum disepakati.
Penyalahgunaan keadaan ini, atas ketidaktahuan atau ketidakmengertian nasabah
atau masyarakat terhadap pengetahuan ilmu hukum serta memanfaatkan
masalah-masalah kepraktisan sebagai alasan untuk menerbitkan kontrak standar. Berdasarkan
beberapa pemaparan di atas itulah untuk lebih mengetahui secara nyata dan lebih
mendalam mengingat begitu pentingnya penerapan asas kebebasan berkontak dalam
pelaksanaan perjanjian dengan objek pembiayaan mudharabah, maka peneliti
mengadakan penelitian dengan judul: “Penerapan Asas-asas Kebebasan Berkontrak
dalam Perjanjian Pembiayaan Mudharabah di Baitul Mal Wat Tamwil )BMT( Usaha
Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis Bangkalan”. 8 B. Rumusan
Masalah Dari uraian di atas, penerapan asas kebebasan berkontrak dalam
prakteknya tidak lagi tampil dalam bentuknya yang utuh. Hal itu dilakukan
karena upaya pelayanan praktis, cepat, efisien dan efekti. Disamping itu, tidak
dipungkiri masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui mengenai seluk-beluk
perjanjian sehingga ketidaktahun atau ketidakmengertian mereka kontrak sudah
disiapkan dengan bentuk baku. Oleh karena itu, guna mempermudah dalam peparan
data dan analisisnya maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Bagaimana pandangan pihak Baitul mal wat tamwil (BMT) Unit
Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis Bangkalan dan nasabahnya
tentang asas kebebasan berkontrak dalam melakukan perjanjian pembiayaan
mudharabah?
2. Bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak dalam malakukan
perjanjian pembiayaan mudharabah di BMT UGT Sidogiri Kecamatan Klampis
Bangkalan?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pandangan pihak BMT UGT Sidogiri Kecamatan
Klampis Bangkalan dan nasabahnya tentang asas kebebasan berkontrak dalam
melakukan perjanjian pembiayaan mudharabah.
2. Untuk mengetahui
penerapan asas kebebasan berkontrak dalam melakukan perjanjian pembiayaan
mudharabah di BMT UGT Sidogiri Kecamatan Klampis Bangkalan
. D. Manfaat Penulisan Manfaat penelitian dalam penelitian ini
dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1) Manfaat Teoritis a.
Penelitian ini diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan atau
memperluas khazanah pengetahuan penulis maupun pembaca terkait dengan penerapan
asas kebebasan berkontrak dalam melakukan perjanjian pembiayaan mudharabah. b.
Dapat digunakan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis di
masa yang akan datang.
2)
Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru
bagi Praktisi maupun Masyarakat pada umumnya tentang pentingnya Asas Kebebasan
Berkontrak dalam setiap melakukan Perjanjian, khususnya dalam melakukan
pembiayaan di BMT. b. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan dalam
institusi atau lembaga yang bersangkutan dan lembaga keuangan syari'ah lainnya
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Perlindungan hukum bagi nasabah pengguna dana talangan haji di BTN Syari’ah Cabang Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment