Abstract
INDONESIA:
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu proses pengobatan pada penderita gangguan perilaku komunikasi sehingga penderita gangguan perilaku komunikasi mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar tidak mengalami gangguan psikososial serta mampu meningkatkan hidup optimal. Cerebral palsy merupakan brain injury yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu penyakit neuromuskuler yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan dalam menggunakan simbol-simbol verbal atau nonverbal dari konsep atau pengertian yang digunakan oleh lingkungannya.
Saat ini terapi wicara menjadi sebuah pilihan untuk menstimulasi perkembangan berbahasa pada anak cerebral palsy dan bisa dikatakan aktivitas wicara mempunyai andil dalam kesuksesan ini, kontribusinya sangat bernilai dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, dalam meluapkan perasaan, fikiran serta ide-idenya. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas terapi wicara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yang memiliki gangguan cerebral palsy. Maka, berpijak pada orientasi tersebut maka tujuan dari terapi wicara ini untuk mengetahui efektivitas terapi wicara pada anak yang memiliki gangguan cerebral palsy dalam meningkatkan kemampuan berbahasanya, terutama produksi bahasa dengan cara bagaimana anak dapat mengeluarkan ide yang ada dalam bentuk kata-kata, serta perluasan penguasaan berbahasa.
Peneltian ini menggunakan metode eksperimen kasus tunggal (single case experimental design) dengan desain A-B-A dimana fase A fase pengukuran dan B fase perlakuan. Subyek penelitian adalah anak yang memilki gangguan cerebral palsy dengan kemampuan verbal. Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) jln. Tumenggung Soeryo 39 Malang. Tekhnik pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi, pengukuran kemampuan berbahasa dan kuisioner. Analisis data menggunakan analisis grafik yang menyajikan hasil deskriptif.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa keempat subyek penelitian mengalami perkembangan setelah diberi terapi wicara. Subyek yang semula kurang ekspresif, kurang bisa mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain, kurang bisa mengenal nama-nama benda disekitarnya setelah diberi terapi wicara mengalami peningkatan, subyek lebih ekspersif, merespon ucapan orang lain, perbendaharaan kata lebih banyak, dapat mengenal nama-nama benda yang ada disekitarnya. Hai ini membuktikan bahwa terapi wicara efektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak yang memlki gangguan cerebral palsy.
ENGLISH:
Speech therapy is the therapy process for the people suffering behavior communication disorder so they can interact with the environment properly, they do not have psycho-social disorder and can increase optimal life. Cerebral palsy is the brain injury. It is the condition that affects motoric system control due to the lesion inside the brain or neuromuscular disease due to growth disorder or partial brain damage connecting to motoric function control. Language ability is the ability to use verbal symbols or non-verbal symbols from the concept or definition used by the environment.
Nowadays, speech therapy is the choice to stimulate language development of the children suffering cerebral palsy and speech activity contributes in this success, its contribution is so precious in terms of communicating with their environment, expressing their feeling, thoughts, and ideas. Therefore, the researcher intends to research the effectiveness of speech therapy to improve language ability of the children suffering cerebral palsy. So, based on the orientation, the purpose of this research is to know the effectiveness of speech therapy for the children suffering cerebral palsy to improve their language ability, especially the language production that concerns how they can express their ideas orally and understand language.
This research uses the single case experimental design by design A-B-A where phase A is measurement phase and phase B is treatment phase. The subject of this research is the children suffering cerebral palsy in verbal ability. This research is conducted in Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) strait Tumenggung Soeryo 39 Malang. The data collection technique is done by observation, language ability measurement and questioner. The data analysis uses graphic analysis providing descriptive result.
According to the research, the conclusion is that the language ability of four research subjects have improved after they are given speech therapy. After they are given speech therapy, they who firstly express few feeling, repeat few words spoken by people, acknowledge names of things around them can finally show improvement. They are more expressive, they can respond people’s words, have more vocabularies, can know names of things around them. It proves that speech therapy is effective in improving language ability of children suffering cerebral palsy.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan
berikan untuk orangtua. Memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani
merupakan dambaan setiap keluarga dan orang tua. Selama dalam kandungan,
orangtua terutama ibu selalu menjaga kondisi fisik dan psikisnya agar bayi yang
dikandungnya lahir dengan normal dan sehat. Tetapi kenyataan yang dialami belum
tentu sama dengan harapan tersebut. Tuhan bisa berkehendak lain, anak yang
dititipkan tidak sesuai dengan harapan orangtua. Anak yang dilahirkan ternyata
mengalami penyakit tertentu atau gangguan perkembangan yang membutuhkan
perawatan maupun pendidikan khusus. Sangatlah wajar jika orangtua sempat kaget,
sedih dan kecewa bahkan menolak kehadiran anak ketika mengetahui bahwa sang
buah hati mengalami cerebral palsy. Akan tetapi, sebaiknya orangtua tidak
terlalu larut dalam kesedihan. Karena bagaimanapun juga anak yang mengalami
cerebral palsy juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian seperti anak-anak
normal lainnya. Anak yang mengalami cerebral palsy akan memiliki ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap lingkungannya terutama orangtua dan keluarga yang lainnya,
karena anak yang mengalami cerebral palsy akan mengalami keterlambatan dalam
semua area perkembangan. Namun, bukan berarti mereka tidak memilik harapan sama
sekali untuk sembuh. 2 Cerebral palsy(CP) merupakan terminologi yang digunakan
untuk mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama
kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya.
Istilah cerebral ditunjukkan pada kedua belahan otak, atau hemisphere, dan
palsy mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada
otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan dan postur secara dekat. Suharso (2006:4) Gejala cerebral
palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan cerebral palsy dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal
motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan
dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol
gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Gejala dapat berbeda pada
setiap penderita dan dapat berubah pada setiap penderita. Sebagian penderita
cerebral palsy sering juga menderita penyakit lain, termasuk kejang atau
gangguan mental. Penderita cerebral palsy derajat berat akan mengakibatkan
tidak dapat berjalan dan membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka
panjang. Sedangkan cerebral palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung
dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. cerebral palsy bukan
penyakit menular atau bersifat herediter. hingga saat ini, cerebral palsy tidak
dapat dipulihkan, walau penelitian ilmah berlanjut untuk 3 menemukan terapi
yang lebih baik dan metode pencegahannya. Suharso(2006:4- 5). Secara umum,
cerebral palsy menyebabkan gerakan refleks berlebihan, kekakuan pada tungkai
dan tubuh, postur tubuh yang abnormal, gerakan tak terkendali, goyang ketika
berjalan atau beberapa kombinasinya. Pengaruh cerebral palsy terhadap kemampuan
fungsional sangat bervariasi. Orang dengan cerebral palsy sering memiliki
gangguan lain berkaitan dengan kelainan perkembangan otak seperti cacat
intelektual, masalah penglihatan dan pendengaran atau kejang.
www.detikhealth.com Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit
ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya
insidensi cerebral palsy di Eropa Gilroy (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran
hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2 - 1,5 per 1000 kelahiran hidup.
diperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan
cerebral palsy, 50% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang
dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan
yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25%
mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus menunjukkan IQ di
bawah 70, 35% disertai kejang, sedangkan 0% menunjukkan adanya gangguan bicara.
Laki-laki lebih banyak daripada wanita (1,4:1,0). Insiden relatif cerebral
palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut:
spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik I0%. Adnyana(1995:37-38).
4 Cerebral palsy merupakan penyebab kecatatan tersering pada anak. Didapatkan
adanya kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini
disebabkan kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat
peningkatan bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan
komplikasi yang bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2- 5/1000 bayi lahir
hidup. Pada usia 12 bulan prevalensi diperkirakan 5,2 per 1000 kelahiran hidup
tetapi pada usia 7 tahun insidensinya sekitar 2 per 1000 kelahiran hidup. Ini
menunjukkan bahwa anak yang menunjukkan gejala kelainan motorik tidak
berkembang menjadi CP di masa depannya.www.dokteranakku R. Suhasim dan Titi
Sularyo melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat,
dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. Cerebral palsy merupakan jenis cacat
pada anak yang terbanyak dijumpai. Winthrop Phelps menekankan pentingnya
multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy salah satunya adalah
fisioterapi. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat (wordpress, 2008). Spastik diplegi adalah salah satu tipe cerebral
palsy, dimana seluruh tubuh nampak spastik tapi kedua tungkai lebih sering
terkena daripada extremitas atas. Di Indonesia, angka kejadian cerebral palsy
belum dapat dikaji secara pasti. Namun dilaporkan beberapa Instansi Kesehatan
di Indonesia sudah bisa mendata di antaranya, YPAC cabang Surakarta jumlah anak
dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313 anak, tahun 2002
berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004 berjumlah 239
anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan
desember 5 adalah berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan
desember yaitu berjumlah 198 anak. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP
Sanglah Denpasar mendapatkan bahwa 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti
adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5%
berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup
bulan. Soetjiningsih (1995:223) Seorang ibu tidak hanya melihat kesehatan anak
secara fisik saja, namun harus memperhatikan seberapa besar kemajuan dan
perkembangan motorik (gerak) fisik dan kemampuan bahasa yang terjadi pada anak,
dan jika melihat adanya keterlambatan perkembangan pada anak, maka segeralah
berkonsultasi dengan dokter anak. Sangat penting bagi orangtua untuk
mendapatkan pengetahuan tentang anak cerebral palsy, sehingga pada akhirnya
orangtua dapat mengetahui bagaimana harus memberikan perilaku serta perlakuan
yang khusus dan baik kepada anak yang penyandang cerebral palsy. Jika orangtua
mengambil kebijakan menyekolahkan anak pada sebuah yayasan atau sekolah khusus
anak berkebutuhan khusus, maka peran terapis beserta seluruh komponen yayasan
atau sekolah khusus sangat dibutuhkan untuk memberikan pelatihan dan pendidikan
untuk membantu dalam mengembangkan kemampuan dengan ketrampilan yang dimiliki.
Program-program serta metodemetode yang disusun sebagai rancangan dalam
mensukseskan pelatihan, pendidikan serta perawatan untuk memberikan terapi
kepada anak penyandang 6 cerebral palsy khususnya. Agar mereka mampu
mengaktifkan dirinya, mampu mandiri, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
serta mampu memainkan peran dalam kehidupannya. Sebagaimana yang telah
diuraikan diatas, bahwa hambatan yang dialami anak dengan gangguan cerebral
palsy selain terdapat pada motoriknya juga pada perkembangan bahasanya. Sesuai
fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam
pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul.
Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan
orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan
bahasa seseorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa
arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat
sederhana dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang
kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial. Sunarto(2008:136-137) Gangguan bahasa
dinamakan afasia. Afasia merupakan salah satu jenis kelainan bahasa akibat
adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa dikorteks serebri. Adanya lesi dipusat
bahasa korteks serebri, menyebabkan penderita mengalami kesulitan atau
kehilangan kemampuan simbolisasi secara pasif (decoding) atau secara aktif
(encoding). Setyono (2000:50) Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola
yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang
terjadi. Kaidah, aturan 7 dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata
bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dan
baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah
suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
dan dipakai oleh masyarakat sebagai alat komunikasi, kerja sama dan
identifikasi diri.www.organisasi.org Hemisfer kiri merupakan pusat kemampuan
berbahasa pada 94% orang dewasa kanan dan lebih dari 75% pada orang dewasa
kidal. Pengkhususan hemisfer untuk fungsi bahasa sudah dimulai sejak didalam
kandungan tetapi berfungsi secara sempurna setelah beberapa tahun kemudian.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kerusakan otak uniteral
sebelum maupun sesudah lahir, diperkirakan fungsi berbahasa dapat diprogram
oleh hemisfer lainnya, walaupun kelainan yang khusus masih dapat diketemukan
dengan tes yang teliti. Kelenturan perkembangan otak seperti ini menyebabkan
macam perkembangan bahasa pada anak susah ditentukan. Soetjiningsih (1995:238)
Bahasa adalah alat komunikasi yang utama bagi manusia, dengan bahasa manusia
dapat berhubungan satu dengan yang lainnya, dan dengan bahasa pula seseorang
dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendaknya kepada orang lain.
Somantri (2007:130) Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh
perkembangan anak. Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan
atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif,
sensori motor dan 8 psikologis, emosi, dan lingkungan disekitar anak. Seorang
anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Mereka harus
mendengar pembicaraan yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari maupun
pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan dirinya,
membagi pengalamannya dengan orang lain dan mengemukakan keinginannya.
Soetjiningsih (1995:237) Setiap manusia memiliki potensi untuk berbahasa,
potensi tersebut akan berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses
yang berlangsung sejalan dengan kesiapan dan kematangan motoriknya. Pada anak
tuna daksa jenis polio, perkembangan bahasa/bicaranya tidak begitu berbeda
dengan anak normal, lain halnya dengan anak cerebral palsy, hasil beberapa
penelitian menunjukkan bahwa gangguan bahasa dapat ditemui pada hampir setiap
anak cerebral palsy. Menurut soeharso, dari 100 anak yang mempunyai cacat
cerebral palsy, umumnya sebanyak 50 anak menderita gangguan bicara. Somantri
(2007:130) Dari observasi awal serta wawancara dengan terapis ditempat
penelitian diperoleh data yang menunjukkan bahwa ada 17 anak yang mengalami
gangguan cerebral palsy. Dimana setiap anak yang mengalami gangguan cerebral
palsy hampir keseluruhan mengalami gangguan dalam berbahasa dan bicara. Dari
setiap anak yang mengalami gangguan cerebral palsy memiliki jenis yang berbeda,
setiap anak memiliki sesi yang berbeda dalam menjalani terapi wicara. Menurut
salah satu terapis, anak dapat terlihat perkembangan yang signifikan setelah 9
menjalani terapi kurang lebih satu tahun dengan melalui tahap yang
berkelanjutan serta dari dukungan orangtua dan keinginan anak. Terjadinya
kelainan bahasa pada anak cerebral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
koordinasi motorik organ bicaranya akibat kerusakan atau kelainan sistem
neuromotor. Gangguan bahasa pada anak cerebral palsy biasanya berupa kesulitan
artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi. Adanya gangguan bahasa pada anak
cerebral palsy mengakibatkan mereka mengalami problem psikologis yang
disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran, keinginan, atau kehendaknya.
Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama
terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya. Somantri
(2007:131) Di tempat penelitian ini (YPAC) Malang menggunakan terapi wicara
sebagai bentuk pengobatan gangguan bahasa dan bicara. Menurut tokoh Sardjono
dalam bukunya menyatakan bahwa dengan terapi wicara, anak yang mengalami
cerebral palsy secara bertahap akan mampu mengembangkan kemampuan komunikasi
verbal. Hal itu akan meminimalisir kekurangan yang ada pada anak dengan
gangguan cerebral palsy. Karena bahasa merupakan salah satu cara yang baik
untuk mengekspresikan diri, pikiran, ide-ide. Sebuah ide yang cemerlang tidak
akan ada artinya jika orang yang memilikinya tidak mampu mengekspresikan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam pelaksanaan terapi ini juga
disesuaikan dengan kondisi anaknya tersebut yaitu “one on one” satu terapis
satu anak jika kondisi anak mengalami 10 gangguan cerebral palsy berat. Melalui
bimbingan rutin metode terapi yang benar dan dengan kesabaran yang ada pada
diri orang tua, keluarga, serta para terapis, diharapkan akan tercapai hasil
yang optimal untuk meningkatkan kemampuan anak, sehingga anak dapat
mengekspresikan diri, pikiran dan ide-ide mereka. Sejauh ini sudah banyak
penelitian yang telah dilakukan tentang cerebral palsy dan tentang terapi
wicara, seperti dalam penelitian Noviani Partamawati yang meneliti tentang
Penerapan Metode Glenn Doman Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Yang
Memiliki Gangguan Cerebral Palsy, Elita Mardiani yang meneliti tentang
Faktor-Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy (Studi
Kasus Di YPAC Semarang), dan Eka Handayani yang meneliti tentang Kendala Terapi
Wicara Terhadap Kemampuan Bahasa Dan Bicara Pada Anak Retardasi Mental Di Pusat
Terapi Terpadu A Plus Malang. Berdasarkan uraian diatas serta dengan
memperhatikan betapa pentingnya terapi wicara pada anak cerebral palsy sebagai
perbaikan dalam berkomunikasi, sehingga anak lebih terampil dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya secara baik, hal ini akan menunjang kemampuan anak dalam
berbahasa. karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam tentang
efektivitas terapi wicara dengan tema “Efektivitas Terapi Wicara Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak yang Memiliki Gangguan Cerebral
Palsy”. B. Rumusan Masalah Bagaimana efektivitas terapi wicara untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yang memiliki gangguan cerebral
palsy. 11 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas terapi wicara untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yang memiliki gangguan cerebral
palsy. D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang klinis khususnya dan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan dalam keilmuan psikologi pada umumnya. b. Secara
Praktis Bagi orang tua dan terapis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan perkembangan wicara
pada putraputri yang memiliki gangguan cerebral palsy khususnya. Dan bagi
terapis agar lebih meningkatkan kualitas dalam meningkatkan kemampuan anak
cerebral palsy khususnya dalam meningkatkan komunikasi. Bagi peneliti
selanjutnya Semoga dapat bermanfaat khususnya untuk mahasiswa psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang dalam memahami dan mengkaji masalah ini lebih luas
dengan menambah atau mengembangkan permasalahan yang belum terungkap.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Efektivitas terapi wicara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak dengan gangguan cerebral palsy di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment