Abstract
INDONESIA:
Empati sangat berperan dalam kehidupan.Banyak manfaat yang didapat jika memiliki empati yang tinggi, seperti hubungan sosial yang baik, lebih ramah, dan lebih popular.Sedangkan pembiasaannya harus dimulai sejak dini agar mudah dalam menanamkannya pada anak-anak. Khususya anak prasekolah karena anak usia prasekolah dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Anak belum memahami tata krama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal lain yang terkait dengan kehidupan dunia. Sehingga tepat sekali jika empati mulai ditumbuhkan pada usia ini. Selain orang tua, pihak sekolah sangat berperan dalam meningkatkan empati pada anak. Oleh karena itu penelitian ini akan menjabarkan fenomena EMPATI ANAK PRASEKOLAH, dan pembiasaan- pembiasaan yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan empati anak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi empati pada anak
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif, dimana peneliti merupakan instrument kunci dalam penelitian. Metode pengambilan data pada penelitian ini yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
Teknik pengambilan subjek yaitu dengan melakukan tes ekspresi emosi.Subjek penelitian ini berjumlah 2 siswi dan 1 siswa kelompok B TK Islam Permata Iman 3 Sukun Malang, serta informan yang berjumlah 2 yakni guru pendamping kelas.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan empati pada ketiga subjek jika dilihat dari masing-masing aspek empati.Subjek perempuan lebih memiliki empati yang tinggi dibandingkan dengan subjek laki-laki. Sedangkan faktor yang mempengaruhi empati pada anak antara lain faktor keluarga, pendidikan agama, lingkungan sekolah dan faktor kognitif.
Pembiasaan yang dilakukan guru untuk meningkatkan empati pada anak diantaranya mengisi kotak amal setiap hari Jum’at, membiasakan mengucapkan tiga Magic Word, dan melakukan penggalangan dana untuk para korban bencana alam, serta mengunjungi panti asuhan dalam rangka ikut merasakan keadaan anak-anak yang kurang beruntung daripada mereka.
ENGLISH:
Empathy plays significant role in almost of human life aspect. With the high of empathy, numerous benefits are obtained, including good social relationship, more popular and more friendly. Empathy should be cultivated from young children since they do not acquire a sense of right and wrong, social norms, moral values and ethics perfectly. Further, young children, especially preschoolers are viewed as individuals who start getting to know the world. Hence, the preschooler age is the most appropriate time in cultivating empathy. Besides parents, school is the most essential resources for early empathy growth. Based on aforementioned background, this study will analyze the empathy of preschool students’ phenomena, empathy conditioning provided by teachers and factors affecting empathy in children.
The research approach used in this study is descriptive qualitative, in which researchers as the instrumental key. The methods used in collecting the data are interviews, observation and documentation. Emotion-pictured tests are conducted by researcher in gaining the data source and subject. The subject of this research are 2 girls and 1 boy of B group students in Islamic kindergarten of Permata Iman 3, Sukun-Malang, and 2 teachers as informants.
The results shows that the sense of empathy differs among subjects. Girls tend to have higher empathy than boy. While the factors affecting empathy in young childrenare family, religious education, school environment and cognitive factor.
Conditioning performed by teachers to improve empathy in children, such as giving to charity at Fridays, gettingaccustomed to the three Magic Word, fundraising for the victims of natural disasters, and visiting orphanages in order to train the ability to share someone else’s feelings or experiences.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bullying yang terjadi di sekolah dan
melibatkan para siswa biasanya berupa bullying verbal yakni dengan mengejek
korban. Namun, selain verbal, kini bullying bisa dilakukan siswa dalam bentuk
kekerasan fisik. Seperti yang terjadi pada siswa kelas 5 SD bernama Renggo
Kadafi. Ia meninggal dunia pada Sabtu, 03 Mei 2014 lalu setelah demam tinggi
dan mengalami lebam pada tubuh serta bibirnya yang berdarah setelah dipukuli
kakak kelasnya yang berinisial S karena Renggo menyenggol minuman kakak
kelasnya tersebut (detiknews.com. diaksestanggal 28 Juni 2014). Kasus bullying
anak yang terjadi di Jakarta Timur tersebut hanya sebagian dari bullying yang
terjadi diantara anak-anak di sekolah. Sebagaimana observasi peneliti di sebuah
sekolah TK di Malang, terlihat ada beberapa tindak bullying baik verbal maupun
non verbal. Misalnya, memanggil teman dengan sebutan “gendut”, “jelek”,
“keriting” dan lain sebagainya. Bahkan ada yang bertengkar dan saling memukul
wajah temannya. Tindakan bullying yang dilakukan oleh anak, sebagaimana kasus
di atas menggambarkan bahwa empati belum berkembang pada diri mereka, karena
anak yang mempunyai kemampuan empati kuat cenderung tidak 2 begitu agresif dan
rela terlibat dalam perbuatan yang lebih prososial, misalnya menolong orang
lain dan kemauan untuk saling berbagi (Shapiro, 2001: 50). Akar dari moralitas
adalah empati (Hoffman dalam Goleman, 1999:147). Hal ini berarti sikap empati
akan terus menerus terlibat dalam perbincangan terkait dengan moral. Merasakan
empati berarti beraksi terhadap perasaan orang lain dengan respons emosional
yang mirip dengan perasaan orang lain (Damon, 1988 dalam Santrock, 2007:129).
Untuk memperbaiki moral bangsa ini,terutama moral anak-anak di sekolah,bisa
dilakukan dengan menumbuhkan sikap empati pada anak sedini mungkin, karena
empati sangat berkontribusi terhadap perkembangan moral anak (Santrock,
2007:129).Ketika sikap ini dialami secara kuat akan mempengaruhi anak untuk
berbuat sesuai dengan standar benar-salah. Sehingga tindakan agresif, seperti
bullying anak di sekolah bisa untuk diminimalisir. Setiap manusia dilahirkan
bersikap empatik (Segal, 2001:142). Bahkan para pakar psikologi perkembangan
menganggap ketidakmampuan mengalami perasaan orang lain dalam beberapa tahun
pertama sebagai alasan pasti yang dicemaskan. Sikap empati ini telah Nampak
pada awal perkembangan dan mengalami berbagai perubahan selama masa kanakkanak
dan sesudahnya (Damon, 1988 dalam Santrok, 2001:130). Sebuah penelitian
terdahulu mengatakan bahwa tingginya kepekaan empati akan berpengaruh pada
kecakapan sosial anak. Dimana semakin 3 tinggi kecakapan sosialnya, maka anak
akan lebih mampu membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang,
membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang lain
merasa nyaman (NanikIis, 2012). Seorang anak yang diasuh dengan perlakuan
empati lebih besar kemungkinannya akan memperlakukan orang lain dengan empati
pula. Seperti yang dikatakan Jeanne Segal dalam bukunya Kepekaan Emosional
bahwa dibesarkan dalam keluarga yang empatik itu ibarat ayam di lumbung padi,
artinya suatu keuntungan yang tidak ternilai dalam hidup (Segal, 2001:146).
Keuntungan lain yang dapat dirasakan jika memiliki empati antaralain, empati
membuat seseorang lebih tegas dan sadar diri karena empati memberi informasi
yang kaya tentang orang lain dan hubungan dengan mereka. Mengetahui perasaan
orang lain akan membantu menghargai individualitasnya. Empati juga memotivasi
dan mengilhami tindakan, menjadikannya sumber daya yang memberdayakan bagi
kehidupan pribadi dan sosial (Segal, 2001:151). Selain itu, empati juga
memungkinkan seseorang berbeda pandangan tanpa menimbulkan pertentangan.
Kesadaran tentang pentingnya perasaan orang lain dan perasaan sendiri
memudahkan seseorang untuk menghargai pendapat dan nilai-nilai orang lain yang
berbeda, tanpa merasa terancam oleh perbedaan tersebut (Segal, 2001:155). 4
Oleh karena itu, untuk mencapai insan yang empatik, perlu adanya pembiasaan
sejak dini. Penumbuhan dan pembiasaan empati ini sangat tepat dilakukan saat
anak dalam usia prasekolah, karena anak usia prasekolah dipandang sebagai
individu yang baru mulai mengenal dunia. Anak belum memahami tatakrama, sopan
santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal lain yang terkait dengan
kehidupan dunia (Latifah, 2010). Usia prasekolah merupakan masa bagi seorang
anak untuk belajar berkomunikasi dengan orang lain serta memahaminya. Oleh
karena itu seorang anak perlu dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu
memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia dan segalaisinya (Latifah, 2010).
Selain itu, usia prasekolah atau tergolong pada masa perkembangan kanak-kanak
awal, mereka telah menyadari bahwa perspektif setiap orang bersifat unik dan
orang yang berbeda dapat memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi
tertentu. Kesadaran ini akan memungkinkan anak untuk merespons dengan lebih
sesuai terhadap kesulitan orang lain (Santrock, 2007:130). Masa-masa prasekolah
inilah yang tepat untuk memulai menumbuhkan dan mengembangkan empati yang akan
sangat bermanfaat di masa yang akan datang. Selain orang tua, sekolah sangat
berperan penting dalam memulai mengajarkan empati yang tergolong kecerdasan
moral ini untuk anak.Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui
sejauhmana empati pada anak prasekolah khususnya di Taman Kanak-Kanak Islam
Permata Iman 3 Sukun Malang. 5 Alasan penelitian ini dilakukan di sekolah tersebut
karena ada beberapa pertimbangan, diantaranya adalah sekolah tersebut merupakan
sekolah yang berbasis agama, sehingga pendidikan akhlak dikedepankan.Selain itu
TK Permata Iman adalah sekolah yang termasuk kedalam sekolah imbas, sehingga
administrasi dan fasilitas sudah sangat memadai. Tidak hanya itu, tenaga
pendidiknya pun 90% sudah kompeten di bidangnya, yaitu sudah menempuh Sarjana,
baik sarjana PAUD maupun yang lainnya. B. Fokus Penelitian Fokus pada
penelitian ini yaitu mengungkapkan fenomena empati pada anak presekolah. Selain
itu penelitian ini nantinya akan memaparkan segala bentuk pembiasaan yang
dilakukan oleh guru untuk mengembangkan empati anak, serta menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi empati pada anak prasekolah. C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pertanyaan dalam
penelitian ini adalah: 1. Bagaimana empati pada anak prasekolah di TK Islam
Permata Iman 3 Sukun Malang? 2. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi empati
pada anak prasekolah di TK Islam Permata Iman 3 Sukun Malang? 6 3. Bagaimana
pembiasaan empati pada anak prasekolah di TK Islam Permata Iman 3 Sukun Malang?
D. Tujuan Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin di
capai dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui empati pada anak prasekolah di
TK Islam Permata Iman 3 Sukun Malang 2. Menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi empati pada anak prasekolah di TK Islam PermataIman 3 Sukun Malang
3. Mengetahui proses pembiasaan empati pada anak prasekolah di TK Islam Permata
Iman 3 Sukun Malang E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis maupun aplikatif bagi pengembangan keilmuan,
diantaranya: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah
khazanah keilmuan psikologi, khususnya psikologi pendidikan.Terutama tentang
empati pada anak prasekolah khususnya di Taman Kanak-Kanak. 7 2. Manfaat
praktis Hasil penelitian dapat dijadikan bahan rujukan oleh para pendidik anak
prasekolah untuk meningkatkan empati peserta didiknya.Serta orang tua yang
menginginkan menumbuhkan empati anak sejak dini.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Empati anak prasekolah: Studi deskriptif di TK Permata Iman 3 Sukun Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment