Abstract
INDONESIA:
Kecemasan berbicara di depan umum berdasarkan beberapa penelitian banyak dialami oleh mahasiswa, terbukti dengan banyaknya mahasiswa yang datang ke sub unit layanan bimbingan konseling dengan keluhan kecemasan berbicara di depan umum (Salim. 2004). Tidak hanya terjadi di Indonesia, amerika bahkan menggolongkan kecemasan berbicara didepan umum sebagai kecemasan terbesar. Kecemasan ini menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek akademis. Penanganan kecemasan antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuannya yang disebut self efficacy (Safarino). Self efficacy akan mempengaruhi cara individu yang bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997). Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat self efficacy, kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa PAI dan adakah hubungan self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa PAI. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat self efficacy, kecemasan berbicara di depan umum dan ada tidaknya hubungan antara self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa PAI.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan self efficacy sebagai variable bebasa dan kecemasan berbicara sebagai variable terikat. Teknik korelasi Product Moment digunakan untuk menguji hubungan negatif anatar tingkat self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum. Kemudian mengkategorisasikan tingkat self efficacy dan kecemasan berbicara di depan umum dengan menentukan mean dan standart deviasi telebih dahulu, kemudian dilakukan analisis prosentase. Subyek penelitian adalah mahasiswa PAI angkatan 2008-2010 UIN MMI Malang yang berjumlah 804, dan diambil sampel sebesar 10% yaitu 80 mahasiswa dengan menggunakan tekknik sampel bertujuan penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu skala self efficacy dan skala kecemasan berbicara di depan umum yang disusun sendiri oleh peneliti dalam bentuk skala likert yang berjumlah 30 aitem berdasarkan aspek-aspek self efficacy bandura dan komponen kecemasan berbicara di depan umum yang berjumlah 30 aitem pula didasarkan pada teori Atkinson dkk.
Hasil penelitian menunujukkan sejumlah 55% atau 44 mahasiswa memiliki self efficacy pada kategori tinggi, 45% atau 36 sedang dan 0% rendah. Kemudian terdapat 55% atau 44 mahasiswa memiliki kecemasan berbicara kategori sedang, 36, 25% atau 29 tinggi dan 8, 75% atau 7 kategori rendah. Berdasarkan hasil analisa Product Moment ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara self efficacy dengan kecemasan berbicara di depan umum dengan r = -.610 p=.000, artinya semakin tinggi tingkat self efficacy mahasiswa maka akan semakin rendah tingkat kecemasan berbicara di depan umum, dan sebaliknya semakin rendah self efficacy mahasiswa maka makin tinggi tingkat kecemasan berbicara di depan umum.
ENGLISH:
Anxiety of public speaking based on several researched mostly experienced by students, proven by many students come to counseling service sub unit with complaint of anxiety in public speaking (Salim.2004). Not only in Indonesia, in America even categorizes public speaking as the biggest anxiety. This anxiety produces a negative impact on various aspect of life, even in academic. Anxiety treatment among one individual with the others could be different, depending on the individual personal assessment to their ability which is called as self efficacy (Safarino). Self-efficacy will influence the way individuals react to stressful situations (Bandura, 1997). The problem of this study is the level of self efficacy level, anxiety of Islamic Education student’s public speaking and is there a relationship between self efficacies with anxiety of Islamic Education student’s public speaking. So the purpose of this research is to know self efficacy level, anxiety of Islamic Education student’s public speaking and relationship between self efficacies with anxiety of Islamic Education student’s public speaking.
This research is a quantitative correlation with self-efficacy as an independent variable and anxiety to speak as a dependent variable. Product- Moment Correlation Techniques is used to test-negative relationship between self- efficacy levels and anxiety of public speaking. Then categorizes level of self- efficacy and anxiety of public speaking by determining the mean and standard deviation is notified first, than do the analysis of the percentage. The study subjects were students of PAI generation of 2008-2010 MMI UIN Malang, amounting to 804, and samples were taken 10% which are 80 students by using purposive sampling technique. This research is using two scales as a measurement tool, namely self-efficacy scale and the anxiety of public speaking scale arranged by the researchers in the form of Likert scale, amounting to 30 item based on the aspects of self-efficacy and the anxiety of public speaking components, amounting to 30 item are based on the theory of Atkinson et al.
The results shows amount 55% or 44 students have self-efficacy in high category, 45% or 36 averages and 0% low. Then there is 55% or 44 students have anxiety speaking in average category, 36.25% or 29 high and 8.75% or 7 low category, based on the Product Moment analysis found that there is a negative relationship between self-efficacy with the anxiety of public speaking with r = - .610 p = .000, meaning that the higher levels of student self efficacy the lower level of anxiety in public speaking, and in contrary the lower the self efficacy students the higher level of anxiety in public speaking.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kampus
UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus berbasis Islam menerapkan
beberapa kebijakan yang ditujukan untuk mencetak lulusan yang tidak saja
mumpuni dalam sendi keilmuan, namun juga mempunyai kedalaman spiritual dan
keluhuran akhlak. Sebagaimana visi UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang untuk
menjadi Universitas Islam terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan,
pengajaran, dan penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat
(uin-malang.co.id). Berdasarkan hal tersebut di atas menuntut fungsi perguruan
tinggi untuk mencetak sumber daya manusia yang mampu tampil di tengah-tengah
masyarakat. Mencetak sarjana yang mempunyai kapasitas kepemimpinan dan mediasi yang
bagus. Terlebih bagi mahasiswa calon tenaga pendidik yang harus menyesuaikan
diri dengan tuntutan dunia pendidikan yang semakin maju, dari sisi keilmuan
maupun metodologi pengajaran. Oleh karena itu penting bagi UIN untuk segera
mencetak lulusan-lulusan yang profesional dalam bidang pendidikan. Kualitas
tenaga pendidik harus sejak dini dibentuk dalam bangku perkuliahan. Dari
berbagai pemahaman teoritik yang komprehensif tentang apa itu tenaga pendidik,
hingga program-program aplikatif proses pengajaran harus diberikan kepada
mahasiswa jurusan ilmu keguruan dan pendidikan. Disinilah mahasiswa memerlukan
suatu metode pendidikan yang berkualitas di perguruan tinggi, karena ia yang
akan terjun di masyarakat dan khususnya untuk mengajar di sekolah secara profesional.
Namun dalam mencetak tenaga pendidik yang kompeten untuk menciptakan dunia
pendidikan yang berkualitas tidaklah mudah. Banyak aspek yang menjadi kendala
bagi mahasiswa calon pendidik untuk menjadi profesional. Saepudin (2001:1)
dalam penelitiannya menemukan lima kategori permasalahan menonjol yang sering
dihadapi mahasiswa, dan salah satunya aspek rendah diri atau kurang percaya
diri dan aspek kecerobohan atau kekuranghati-hatian. Dan salah satu aspek
kurang percaya diri bisa muncul dalam bentuk kecemasan berbicara di depan umum.
Berbicara di depan umum tidak bisa berjalan dengan baik bila dalam diri seorang
individu ada rasa cemas untuk tampil di depan umum. Di Indonesia kecemasan
berbicara di depan umum telah banyak diteliti. Deltari Novitasari (2007) telah
meneliti kecemasan berbicara pada 99 mahasiswa dakwah Universitas Islam Negeri
Jakarta, dan diperoleh data mereka mengalami kecemasan berbicara di depan umum
dalam tahap sedang. Kenyataan memang menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang
kurang memiliki kemampuan untuk berbicara di depan umum. Terbukti, banyak
mahasiswa yang datang ke sub unit Layanan Bimbingan Konseling dengan keluhan
takut berbicara di depan umum (Nursalim dkk, 2004: 2). Kenyataan ini diperkuat
oleh hasil penelitian Laksmiwati tahun 2000 yang menemukan bahwa salah satu
jenis kecemasan yang banyak diderita oleh mahasiswa FIP Unesa adalah kecemasan
berbicara di muka umum (Nursalim dkk, 2004: 2). Elliot dkk (Anwar, 2009:1)
menyatakan bahwa mahasiswa sering mengalami kecemasan saat akan menghadapi
ujian ataupun pada saat harus berbicara di depan orang banyak, dan kecemasan
tersebut akan mempengaruhi performansinya. Kecemasan berbicara di depan umum
tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga menjadi
salah satu ketakutan terbesar yag dialami oleh warga negara maju Amerika.
Motley (Anwar, 2009: 3) juga menyatakan sekitar 85% dari kita mengalami
kecemasan yang tidak menyenangkan berkenaan dengan berbicara di depan umum
tersebut. Pada 15% sampai 20% mahasiswa Amerika, ketakutan ini melemahkan dan
sangat mengganggu pekerjaan individu. Flax (Anwar, 2009: 4) pun menyatakan
sebuah hasil penelitian bahwa, masyarakat Amerika menggolongkan berbicara di
depan umum sebagai ketakutan terbesar mereka. Tilton (Anwar, 2009: 4), menyatakan
pula bahwa dalam kenyataan yang ada, banyak individu yang menyatakan lebih
takut untuk berbicara di depan umum dibanding ketakutan lainnya seperti
kesulitan ekonomi, menderita suatu penyakit bahkan ketakutan terhadap kematian.
Kecemasan berbicara di depan umum adalah keadaan takut atau cemas pada saat
membayangkan atau situasi nyata berbicara di depan umum. Individu yang
mengalami kecemasan akan merasakan adanya perubahan psikis dan psikologis.
Nevid dkk (Dewi & Andrianto, 2007: 19) menyatakan kecemasan biasanya
ditandai dengan gejala fisik dan gejala psikologis. Termasuk dalam gejala fisik
yaitu : tangan berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran.
Dewi & Andrianto (2007: 22) menambahkan yang termasuk gejala psikologis adalah
takut akan melakukan kesalahan, tingkah laku yang tidak tenang dan tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik. Ketika merasa cemas ataupun ketika dihadapkan
dengan situasisituasi yang menekan, individu akan mengalami gejala-gejala fisik
maupun psikologis. Nevid dkk (2002: 19) menyatakan bahwa kecemasan berbicara di
depan umum biasanya ditandai dengan gejala fisik seperti tangan berkeringat,
jantung berdetak lebih cepat dan kaki gemetaran. Disamping itu, kecemasan
berbicara di depan umum juga ditandai dengan adanya gejala-gejala psikologis,
seperti takut akan melakukan kesalahan, tingkah laku yang tidak tenang dan
tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas, 2003: tanpa hal). Individu
yang merasa cemas baik psikis maupun biologis, dalam dirinya akan terjadi gangguan
antisipasi atau harapan pada masa yang akan datang. Keadaan ini ditandai dengan
adanya rasa khawatir, gelisah dan perasaan akan terjadi sesuatu hal yang tidak
menyenangkan dan individu menjadi tidak mampu menemukan penyelesaian terhadap
masalahnya (Hurlock, 1997. 112) Kecemasan berbicara di depan umum yang terjadi
pada individu disebabkan oleh banyak hal. Menurut Geist (Anwar, 2009: 5)
kecemasan tersebut dapat bersumber dari berbagai hal seperti tuntutan sosial
yang berlebihan dan tidak mau atau tidak mampu dipenuhi oleh individu yang
bersangkutan, standart prestasi individu yang terlalu tinggi dengan kemampuan
yang dimilikinya sebagai kekurangsiapan untuk menghadapi situasi yang ada, pola
berpikir dan persepsi negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Roger (2001)
menyatakan bahwa pola pikir yang keliru adalah penyebab terjadinya kecemasan
berbicara di depan umum, Rahayu dkk (2004) menambahkan bahwa kecemasan tersebut
bukanlah disebabkan oleh ketidakmampuan individu, tetapi adanya pikiran-pikiran
negatif dan tidak rasional. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Opt dan Loffredo (2000: 13) kecemasan berbicara di depan umum pertama
disebabkan oleh karakter individu, individu yang introvert tidak banyak
melakukan komunikasi sehingga kemungkinan kecemasan berbicara di depan umum
lebih tinggi daripada yang ekstrovert, kedua adalah cara pandang individu,
individu yang melihat sesuatu dengan sensors akan menghasilkan kecemasan ketika
berbicara di depan umum dan faktor ketiga adalah pola pikir, pola pikir yang
negatif akan lebih mudah menimbulkan stres dan mengekspresikan kecemasan.
Mahasiswa dan mahasiswi dengan latar belakang gender yang berbeda tentu sangat
berpengaruh terhadap kemampuan mereka mengelola kadar emosional dalam
berinteraksi. Berdasarkan penelitian James dan Cattel (Anwar. 2009: 7)
menunjukkan bahwa secara umum wanita lebih tinggi tingkat kecemasannya
dibandingkan pria. Penanganan kecemasan antara satu individu dengan individu
lainnya dapat berbeda tergantung penilaian pribadi individu terhadap kemampuan
yang dimilikinya yang disebut dengan self efficacy (Safarino, 1994). Bandura
(1997:7) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan individu bahwa ia dapat
menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif. Penilaian seseorang
terhadap self efficacy memainkan peranan besar dalam hal bagaimana seseorang
melakukan pendekatan terhadap berbagai sasaran, tugas dan tantangan Ketika
menghadapi tugas yang menekan, dalam hal ini berbicara di depan umum, keyakinan
individu terhadap kemampuan mereka (self efficacy) akan mempengaruhi cara
individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997: 79).
Menurut Prakosa (Anwar, 2009: 6) keyakinan ini akan mengarahkan kepada
pemilihan tindakan, pengerahan usaha serta keuletan individu. Keyakinan yang
disadari oleh batas-batas kemampuan yang dirasakan akan menuntut kita
berperilaku secara mantap dan efektif Lebih lanjut, Bandura (1997: 72)
menyatakan bahwa self efficacy berguna untuk melatih kontrol terhadap stressor,
yang berperan penting dalam keterbangkitan kecemasan. Individu yang percaya
bahwa mereka mampu melakukan kontrol terhadap acaman tidak mampu mengalami
keterbangkitan kecemasan yang tinggi. Sebaliknya mereka yang percaya bahwa
mereka tidak mengatur ancaman mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Feist dan Feist (Anwar, 2009: 7), bahwa
ketika seseorang mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau
tingkat stres yang tinggi, maka biasanya mereka mempunyai self efficacy yang
rendah. Sementara mereka yang mempunyai self efficacy yang tinggi merasa mampu
dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggap ancaman
sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari. Feist dan Feist dalam
(Anwar, 2009: 7) mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami ketakutan yang
tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stres yang tinggi, maka biasanya
mereka mempunyai self efficacy yang rendah. Sementara mereka yang memiliki self
efficacy yang tinggi merasa mampu dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi
rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak perlu
dihindari. Dengan kata lain, semakin tinggi self efficacy seseorang, maka
tingkat kecemasan ketika berbicara di depan umum semakin rendah, begitu pula
sebaliknya Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya self efficacy.
Greenberg dan Baron (Maryati, 2008: 51) menyatakan faktor pengalaman langsung
dan pengalaman tidak langsung. begitupun Bandura (1997: 79) menyatakan hal yang
yang sama, self efficacy dipengaruhi oleh adanya penguasaan pengalaman atau
pencapaian prestasi, seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu
maka dapat meningkatkan self efficacynya. Selain itu bagaimana ia belajar dari
pengalaman orang lain, bujukan lisan, baik dilakukan secara saran, nasehat atau
bimbingan, dan kondisi emosional karena dapat berdampak pada bagaimana
seseorang merasa tentang kemampuan pribadi mereka dalam situasi tertentu. Dari
hasil wawancara yang peneliti lakukan pada mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI), didapatkan data bahwa mahasiwa kesehariannya dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran di kelas yang menuntut berbicara di depan banyak orang,
seperti mengemukakan pendapat di depan kelas atau melakukan presentasi masih
sering mengalami kecemasan, yang dirasakan para mahasiswa ketika melakukan
presentasi adalah perasaan grogi, jantung berdetak kencang, muncul keringat
dingin di tangan, kaki bergetar terutama jika presentasi dengan berdiri,
kata-kata yang telah disusun rapi untuk diutarakan banyak lupa untuk
disampaikan, bingung dengan apa yang akan diucapkan sehingga sering mengulang
kalimat. Menurut mahasiswa presentasi merupakan salah satu pekerjaan yang
membuat cemas, jika diminta untuk memilih antara mengerjakan soal dalam jumlah
besar, maka hal tersebut akan menjadi pilihan dibandingkan dengan melakukan
presentasi. Sedangkan dalam wawancara subyek penelitian menunjukkan self
efficacy yang bagus, hal ini ditunjukkan dengan keyakinan diri subyek bisa
melakukan presentasi dengan baik, bahkan optimis mampu menyelesaikan tugas
sesuai dengan targetnya, dan yakin bisa menemukan solusi dalam setiap masalah
yang muncul, seperti pertanyaan-pertanyaan mahasiswa yang kadang hanya untuk
mengetes kemampuannya, selain itu subyek juga yakin mampu mengontrol emosi
ketika sedang berbicara di depan umum dan memiliki kreatifitas melakukan
penyesuaian diri (improvisasi) terhadap situasi yang terjadi di luar perkiraan
dan perhitungan subyek. Namun, dari hasil wawancara peneliti menunjukkan hasil
yang berbeda, bahwa tingkat self efficacy tinggi subyek penelitian tidak selalu
berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan ketika subyek berbicara di depan
umum. Subyek penelitian menyatakan ketidakpuasan terhadap performa diri sendiri
ketika berbicara di hadapan orang banyak. Salah satunya adalah subyek
penelitian merasa kesulitan mengeksplorasikan ide, gagasan, ataupun bahan untuk
disampaikan, padahal sebelumnya subyek penelitian merasa telah menguasai
materi. Selanjutnya yang juga mengemuka dalam hasil wawancara adalah subyek
penelitian tidak sepenuhnya mampu melakukan analisa terhadap audiens atau
komunikan yang mempunyai karakter beragam. Kondisi ini menjadi hambatan
tersendiri bagi subyek untuk mengendalikan proses presentasi meskipun
sebelumnya subyek mempunyai keyakinan tinggi mampu melaksanakan tugas dan peran
berbicara di depan umum. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa mahasiswa
dengan self efficacy tinggi masih memiliki kecemasan berbicara di depan umum
yang tinggi pula. Pengalaman dan penguasaan materi tidak secara otomatis
menundukkan kecemasannya untuk berbicara di depan umum. Menurut ketiga penulis
dalam bukunya, Alexander Sriwijono, Becky Tumewu, dan Erwin Parengkuan
menekankan terhadap 3 poin yang penting dan harus ada ketika seseorang ingin sukses
bicara di depan umum. Sebanyak tiga poin yang disampaikan adalah; Kekuatan
Mental, Ketepatan Kata, dan Totalitas Bahasa Tubuh. Ketika sudah merasa takut
untuk bicara di depan umum, ketiga pilar tersebut pasti jadi hancur. Ketika
seseorang bisa mengalahkan rasa takut, keadaan akan lebih lancar. Diperlukan
ketiganya untuk bisa menyelaraskan dan menyeimbangkan suasana. Berdasarkan
latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul: “Hubungan Self Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum, Studi
Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN MMI Malang”. B. Rumusan
Masalah Bertolak dari latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian 1. Bagaimana tingkat self efficacy mahasiswa PAI UIN
MMI Malang? 2. Bagaimana tingkat kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa
PAI UIN MMI Malang? 3. Apakah ada hubungan self efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum mahasiswa PAI UIN MMI Malang? C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui tingkat self efficacy mahasiswa PAI UIN MMI Malang 2. Untuk
mengetahui tingkat kecemasan berbicara di depan umum mahasiswa PAI UIN MMI
Malang 3. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan self efficacy dengan kecemasan
berbicara di depan umum mahasiswa PAI UIN MMI Malang D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk kepentingan teoritis dan
praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan,
khususnya dalam bidang psikologi pendidikan mengenai hubungan self efficacy dengan
kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa semester enam jurusan PAI UIN
MMI Malang. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
dijadikan: 1. Informasi bagi pihak fakultas UIN MMI terutama jurusan PAI dalam
upaya meningkatkan, mengembangkan kualitas mahasiswanya. 2. Hasil penelitian
ini dapat menjadi referensi atau rujukan untuk meningkatkan keberanian
berbicara di depan umum, terutama bagi mahasiswa jurusan PAI. 3. Hasil
penelitian ini dapat digunakan bahan evaluasi semua pihak, terutama bagi pihak
fakultas dan para dosen dalam peranannya yang sangat menentukan keberhasilan
mahasiswa menjadi pendidik yang berkualitas.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment