Abstract
INDONESIA:
Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yaitu berada pada masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Dalam masa peralihan tersebut remaja dihadapkan pada berbagai perubahan baik perubahan fisik, kognitif dan psikososial. Masa remaja berada pada masa krisis yang kompleks, sehingga remaja diharapkan mampu menyelesaikan tugas perkembangannya baik secara pribadi maupun sosial dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Remaja dengan pengalaman dan kesulitannya bila tidak dihadapi dengan pengelolaan terhadap diri sendiri dan mendapat bimbingan yang baik akan terkendala dalam mencapai kemandirian sebagai salah satu tugas perkembangan pada masa remaja. Pencapaian kemandirian dapat mendasari seseorang dalam menentukan sikap, mengambil keputusan, serta menentukan prinsip dalam menjalani hidup.
Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat regulasi diri peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang (2) untuk mengetahui tingkat kemandirian remaja peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang (3) untuk mengetahui hubungan antara regulasi diri dengan kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. Variabel bebas (x) regulasi diri dan variabel terikat (y) kemandirian remaja. Subjek penelitian berjumlah 25 % dari populasi yakni berjumlah 150 peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang yang dipilih menggunakan teknik cluster random sampling. Peneliti menggunakan metode kuisioner dalam pengumpulan data. Analisa keseluruhan komputasi data dilakukan dengan bantuan fasilitas komputer program SPSS 16.0 for windows.
Hasil menunjukkan bahwa: (1) Tingkat regulasi diri peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 84,7 % (2) Tingkat kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 98,7 % (3) Terdapat hubungan yang positif antara regulasi diri dengan kemandirian remaja dengan angka koefisien korelasi rxy sebesar 0.536 dengan taraf signifikansi (P) 0.000 (≤ 0.05).
ENGLISH:
The adolescence time is an individual development segment which is highly important namely in transition time from childhood to adult time. In the transitional time the Adolescents are faced to the several of physical, cognitive and psychosocial changes. The adolescence is in critical time which is complex, so that the Adolescents are expected to be able to carry out their developmental tasks both privately and also socially by their advantages and disadvantages. The Adolescents with their experiences and their difficulties if they are not faced by self management and having good guidance they will be restricted in finding their independency out as one of developmental tasks of adolescence time. The independence achievement can base someone in determining attitudes, decision making, and also to determine the principals in their life.
The objectives of the research are 1) to see the regulation level of the learning participants of grade XII of Public Vocational High School 1 Malang (2) to see the independence level of learning participant adolescents of Grade XII of Public Vocational High School 1 Malang (3) to see the relationship between the self regulation and adolescents’ independence of the learning participant adolescents of Grade XII of Public Vocational High School 1 Malang.
The method used in the research is correlation quantitative research. The independent variable (x) of self regulation and dependent variable (y) of the adolescents’ independence. The subjects of the research numbered as 25% of population namely as many as 150 learning participants of Grade XII of Public Vocational High School 1 Malang which are chosen using cluster random sampling technique. The researcher used the questioner method in data gathering. The entirely analysis of data computation was held aided by computer facilities of SPSS 16.0 for windows Program.
The research outcomes shows that : (1) The Self Regulation Level of the Learning Participants of Grade XII of Public Vocational High School 1 of Malang is in high category with percentage 84,7 % (2) The adolescents’ independence level for the learning participants of Grade XII of Public Vocational High School 1 Malang is in the high category with percentage 98,7 % (3) There is a positive relationship between the self regulation to the adolescents’ independence with correlation coefficient by significant correlation rxy amounted 0.536 with significant phase (P) 0.000 (≤ 0.05).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak seorang manusia dilahirkan, mulailah
suatu masa perjuangan untuk mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi
pada setiap masa perkembangannya. Periodesasi perkembangan menurut Havighurst,
dimulai dari masa bayi dan kanak – kanak, masa sekolah atau pertengahan kanak -
kanak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan dan masa tua. Masa
remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yaitu berada
pada masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Dalam masa peralihan tersebut
remaja dihadapkan pada berbagai perubahan baik perubahan fisik, kognitif dan
psikososial. Hal ini menyebabkan remaja berada pada masa krisis yang kompleks,
sehingga remaja diharapkan mampu menyelesaikan tugas perkembangannya baik
secara pribadi maupun sosial dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Selama
masa remaja tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan jika tidak direspon
secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan psikologis remaja di masa mendatang. Kondisi tersebut terjadi
karena menjadi mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa
remaja. 1 Menurut Hurlock, pencapaian kemandirian sebagai salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja sangat penting karena keberhasilan melakukan 1
Ryza Afianti,dkk.Hubungan antara Self Regulated Learning (SRL) dengan
Kemandirian Pada Siswa Program Akselerasi SMA Negeri 1 Purworejo.(Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro, 2009).hal.4 2 tugas perkembangan akan
menimbulkan kebahagiaan dan keberhasilan pelaksanaan tugas perkembangan lainnya
kelak, sedangkan kegagalan menimbulkan ketidakbahagiaan dan kesulitan dalam
pelaksanaan tugas perkembangan selanjutnya.2 Remaja dengan pengalaman dan
kesulitannya bila tidak dihadapi dengan pengelolaan terhadap diri sendiri dan
mendapat bimbingan yang baik akan terkendala dalam mencapai kemandirian.
Pencapaian kemandirian dapat mendasari seseorang dalam menentukan sikap,
mengambil keputusan, serta menentukan prinsip dalam menjalani hidup. Kemandirian
merupakan suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan, serta melakukan sesuatu
sendiri atau tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian sendiri menurut
Havighurst memiliki empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk
berpikir dan menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial (kemauan untuk
membina relasi secara aktif), aspek emosi (kemauan untuk mengelola emosinya
sendiri), aspek ekonomi (kemauan untuk mengatur ekonomi sendiri).3 Berdasarkan
tugas-tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh Havighurst, tugas
perkembangan yang berkaitan dengan kemandirian adalah mencapai hubungan baru
yang lebih matang dengan teman sebaya, mengharapkan dan mencapai perilaku
sosial yang bertanggungjawab, mencapai kemandirian 2 Hurlock,E.B. Perkembangan
Anak, jilid 1. Alih bahasa: Tjandrasa,M.M., zarkasih, M. (Jakarta: Erlangga,
2000), hal. 40 3 . Tim Pustaka Familia. Membuat Prioritas, Melatih Anak
Mandiri. (Yogyakarta:Kanisius,2006). hal.32 3 emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya, serta memperoleh perangkat nilai yang sistematis.4 Perkembangan
kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada
gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang
memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku,
serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orangtua dan
aktivitas individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur,
mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak
menggantungkan diri pada orang lain.5 Analisis Steinberg menyatakan jika
remaja, terutama remaja awal, mampu memutuskan simpul-simpul ikatan infantil
maka ia akan melakukan separasi, yakni pemisahan diri dari keluarga.
Keberhasilan dalam melakukan separasi inilah yang merupakan dasar bagi
pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat independence. Dengan
kata lain kemandirian yang pertama muncul pada diri individu adalah kemandirian
yang bersifat independence, yakni lepasnya ikatan – ikatan infantile individu
sehingga ia dapat menentukan sesuatu tanpa harus selalu ada dukungan emosional
dari orang tua. Oleh karena itu pada masa remaja ada suatu pergerakan
kemandirian yang dinamis dari ketidakmandirian individu pada masa kanak – kanak
menuju kemandirian yang lebih bersifat autonomy pada masa dewasa.6 4
Hurlock,E.B. Psikologi Perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti., Soedjarwo., Sijabat, R.M. (Jakarta:
Erlangga, 1997), hal. 10 5 Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
(Bandung: Rosdakarya,2010),hal.184
6Http//file.upi.edu.Direktori.FIPJUR._Psikologi_Pend_Dan_Bimbingan197102191998021-
Nandang_Budimanperkembangan_Kemandirian.pdf. hal. 5 4 Kemandirian emosional
berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian
behavioral dan nilai. Sembari individu mengembangkan secara lebih matang
kemandirian emosionalnya, secara perlahan ia mengembangkan kemandirian
behavioralnya. Perkembangan kemandirian emosional dan behavioral tersebut
menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian nilai. Oleh karena itu, pada diri
individu kemandirian nilai berkembang lebih akhir disbanding kemandirian
emosional dan behavioral.7 Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat
dilihat dari situasi kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kehidupan peserta didik. pengaruh kompleksitas
kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat
membutuhksn perhatian dunia pendidikan, seperti perkelahian antar pelajar,
penyalahgunaan obat dan alkohol, perilaku agresif, dan berbagai perilaku
menyimpang yang sudah mengarahkan pada tindak kriminal. Dalam konteks proses
belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam
belajar, yang dapat menimbulkan gangguan mental setelah memasuki pendidikan
lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik (seperti tidak betah belajar lama
atau belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran
soal – soal ujian).8 Sunaryo Kartadinata menyebutkan beberapa gejala yang
berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapaat perhatian
dunia pendidikan yaitu: ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan
karena 7 Ibid, 8 Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung : Rosdakarya,2010).
hal. 189 5 niat sendiri yang ikhlas, sikap tidak peduli terhadap lingkungan
hidup, dan sikap hidup konformistik dengan mengorbankan prinsip. 9 Perkembangan
kemandirian dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Steinberg, perkembangan
kemandirian dipengaruhi oleh faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen
meliputi keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, dan masyarakat. Faktor
endogen meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis di
antaranya adalah kondisi fisik seperti sehat dan tidak sehat atau sempurna dan
tidak sempurna, sedangkan faktor psikologis meliputi bakat, minat, motivasi,
dan kognisi.10 Menurut teori Piaget, remaja termotivasi untuk memahami dunianya
karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif
mengontruksikan dunia kognitifnya sendiri: dengan demikian informasi-informasi
dari lingkungan tidak hanya sekadar dituangkan ke dalam pikiran mereka. Agar
dunia itu dapat dipahami, remaja mengoganisasikan pengalaman-pengalamannya,
memisahkan gagasan-gagasan penting dari gagasan-gagasan yang kurang penting,
dan menggabungkan gagasan-gagasan itu satu sama lain. mereka juga
mengadaptasikan pemikiran mereka yang melibatkan gagasan-gagasan baru karena
informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman mereka.11 Pemikiran masa
remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational
thought). Pada tahap ini remaja sudah mampu berpikir secara sistematik untuk
memecahkan masalah, mampu memikirkan semua 9 Ibid, 10 Steiberg, L. Adolecence.
(New York : McGraw Hill Companies, Inc, 2002). hal.271 11 John W. Santrock.
Remaja. Jilid 1.Alih bahasa: Benedictine Widyasinta. (Jakarta: Erlangga, 2007).
hal. 123 6 kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.
Kemampuan mengaplikasikan pemikiran formal operasional tidak hanya berkaitan
dengan pengalaman belajar khusus, melainkan juga dengan muatan tingkah laku,
simbolik, sematik, dan figural. Muatan tingkah laku mencakup tingkah laku
nonverbal (seperti: sikap, motivasi, atau intensitas; muatan simbolik meliputi
simbol tertulis; muatan sematik meliputi ide-ide dan pengertian; dan muatan
figural meliputi representasi visual dari objek-objek konkrit.12 Hal ini
sebagai bekal remaja untuk mendapatkan pengalaman yang lebih luas guna mempersiapkan
karir masa depan tanpa mengesampingkan tugas-tugas perkembangannya, sehingga
keduanya dapat berjalan beriringan. Remaja memerlukan tujuan dan perencanaan
yang baik dalam menentukan setiap langkah yang akan dilalui untuk mencapai
kedua hal tersebut secara optimal. Perencanaan yang kurang tepat dan kurangnya
fokus dalam pencapaian tujuan adalah faktor kemampuan pribadi remaja yang dapat
mempengaruhi keberhasilan. Disisi lain, selain faktor pribadi, lingkungan
sekitar, dan kepribadian individu, diperlukan kemampuan regulasi diri.
Berkaitan dengan itu, Schunk & Zimmerman mendefinisikan regulasi diri
sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktifasi pemikiran, perilaku dan
perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Regulasi diri digambarkan sebagai siklus, karena feedback dari tingkah laku
sebelumnya digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini.
Penyesuaian seperti itu diperlukan karena faktor - faktor personal, tingkah 12
Desmita. Psikologi Perkembangan. (Bandung: Rosdakarya. 2009). hal. 195-197 7
laku, dan lingkungan yang secara konstan berubah selama proses belajar dan
berperilaku.13 Bandura juga menyatakan bahwa regulasi diri - kemampuan
mengontrol perilaku sendiri adalah salah satu dari sekian penggerak utama
kepribadian manusia. Bandura menawarkan tiga tahap yang trjjadi dalam proses
regulasi diri, yakni perilaku pengamatan diri, penilaian diri, dan respon
diri.14 Perkembangan kemampuan regulasi diri mempengaruhi interaksi remaja
dengan lingkungan. Lingkungan interaksi yang dimaksud termasuk lingkungan
rumah, sekolah, dan kelompok kerja. Ketiganya diperlukan peserta didik untuk
memberikan pengetahuan tentang regulasi diri dan penerapannya terhadap
tugastugas akademik dalam rangka persiapan karir. Proses regulasi diri peserta
didik dapat dilihat pada bagaimana peserta didik mempersiapkan diri untuk
belajar, tetap terlibat dalam tugas-tugas, dan pendekatan yang mereka pakai
dalam pemecahan masalah yang mereka hadapi. Menurut Santrock, siswa yang
mempunyai self-regulated learning (SRL) menunjukkan karakteristik sebagai
berikut, mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan pengetahuan dan
meningkatkan motivasi, menyadari hal – hal yang mempengaruhi kondisi emosional
dan mempunyai strategi untuk mengatur emosi agar tidak mengganggu kegiatan
belajar, memantau kemajuan yang mendekati target belajar secara periodik,
memeriksa strategi belajar yang
13(http://raisingchildren.net.au/articles/selfregulation.html/context/734, (10
April 2013) 14 C. George Boeree. Personality Theories; Melacak Kepribadian Anda
Bersama Psikolog Dunia. (Jogjakarta: Prismasophie,2009),hal.244 8 didasarkan
pada kemajuan yang dicapai, mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul, dan
membuat adaptasi yang diperlukan.15 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Anita, dkk tentang” Hubungan antara regulasi diri dalam belajar
dengan perilaku mencari bantuan akademik dalam pelajaran matematika pada siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Semarang”, membuktikan bahwa regulasi diri
dalam belajar dapat berpengaruh pada tingginya perilaku mencari bantuan
akademik dalam pelajaran matematika pada siswa SMA di Kota Semarang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Ryza Afianti, dkk tentang “Hubungan antara
self-regulated learning (SRL) dengan kemandirian pada siswa program akselerasi
SMA Negeri 1 Purworejo” menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara self-regulated learning (SRL) dengan kemandirian pada siswa program
akselerasi SMA Negeri 1 Purworejo. Setiap peserta didik memiliki cara yang
bervariasi dalam mencapai tujuannya. Pada kenyataannya peserta didik tidak
hanya dilibatkan dengan aktifitas belajar di kelas, dengan adanya organisasi
ekstrakurikuler dan program unggulan sekolah peserta didik akan menghadapi tantangan
yang lebih kompleks, sehingga menjadikan kesempatan untuk mengembangkan
kepribadian guna menunjang pencapaian kemandirian. Sehingga peserta didik harus
mampu mempertimbangkan sesuatu yang lebih penting untuk didahulukan. 15 Ryza
Afianti, dkk. “Hubungan antara self-regulated learning (SRL) dengan kemandirian
pada siswa program akselerasi SMA Negeri 1 Purworejo”.(Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro),hal.7 9 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang menengah dengan keunggulan berbagai macam
program keahlian dengan harapan lulusan SMK memiliki kemampuan unggulan dalam
bidangnya sehingga mampu terjun pada persaingan global dengan disertai memiliki
pribadi yang mandiri. Berkaitan dengan pentingnya kemandirian bagi remaja,
khususnya peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang kemandirian pada peserta didik terutama peserta didik Sekolah
Menengah Kejuruan. SMKN 1 Malang merupakan sekolah kejuruan negeri yang
terletak di jalan Sonokembang Janti Malang, memberikan kesempatan bagi peserta
didiknya untuk mengembangkan bakat dan minat dengan mengikuti program
ekstrakurikuler dan program khusus jurusan. Sekolah memberikan pembekalan
ketrampilan guna menyiapkan lulusan yang mampu menyesuaikan dengan tuntutan
kerja dan dunia industri, serta mampu berwirausaha. Ditinjau melalui sistem
pendidikan SMKN 1 Malang dan kegiatan ekstrakurikuler, peserta didik dapat
berinteraksi secara akrab dan berproses dengan lingkungannya. Program magang
yang dilaksanakan saat peserta didik duduk di bangku kelas XI memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menyiapkan diri sejak awal sebelum terjun
pada dunia kerja secara mandiri. Keterlibatan peserta didik dalam mengembangkan
potensi diri, menyampaikan gagasan baru, memecahkan masalah yang dihadapi
kelompok, dan pembelajaran 10 untuk saling menghargai, maka penelitian ini
menggunakan sampel peserta didik SMKN 1 Malang. Berdasarkan uraian identifikasi
masalah diatas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis tentang
“ Hubungan antara Regulasi Diri dengan Kemandirian Remaja Pada Peserta Didik
Kelas XII di SMKN 1 Malang”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa masalah dalam penelitian ini yang
dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat regulasi diri peserta didik
kelas XII di SMKN 1 Malang? 2. Bagaimana tingkat kemandirian remaja peserta
didik kelas XII di SMKN 1 Malang? 3. Apakah ada hubungan antara regulasi diri
dengan kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang? C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan penelitian yang hendak
dicapai. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat regulasi diri
peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang. 2. Mengetahui tingkat kemandirian
remaja peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang. 3. Mengetahui hubungan antara
regulasi diri dengan kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1
Malang. 11 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat, baik secara
teoritis maupun secara praktis: a. Secara Teoritis Penelitian ini adalah
diharapkan dapat memberikan kontribusi wawasan dan pengetahuan psikologi,
khususnya dalam kajian psikologi perkembangan serta memperkaya penelitian yang
telah ada. Hal ini dilakukan dengan cara memberi tambahan data empiris yang
telah teruji secara ilmiah mengenai hubungan antara regulasi diri dengan
kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang. Sehingga
nantinya dapat dikembangkan secara luas dalam menghadapi fenomena permasalahan
yang semakin kompleks. b. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini ingin
mengungkapkan tentang korelasi antara regulasi diri dengan kemandirian remaja.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata pada
dunia pendidikan. Khususnya dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
regulasi diri dan kemandirian peserta didik. Bagi lembaga pendidikan dapat
memberikan informasi tentang permasalahan kemampuan regulasi diri dan
kemandirian peserta didik sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di SMKN 1 Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara regulasi diri dengan kemandirian remaja pada peserta didik kelas XII di SMKN 1 Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment