Abstract
INDONESIA:
Mudharabah dalam ekonomi Syariah dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian terhadap realitas ekonomi saat ini di Indonesia, dapat saja dibenarkan, tetapi secara akademis harus diletakkan pada persoalan yang sebenarnya. Oleh karena itu, ia adalah pemahaman terhadap syariah yang mempunyai formulasi pemahaman terhadap fiqh ala Indonesia yang telah mengalami berbagai penyesuaian, bukan kebenaran yang tunggal atau alternatif satu-satunya.
Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aplikasi akad mudharabah dan penentuan nisbah bagi hasil pada deposito plus Bank Muamalat Cabang Malang ditinjau dari Hukum Islam.
Penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif empiris. Data dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik triangulasi digunakan untuk memverifikasi data. Kemudian, data dianalisis dengan mengedit, mengklasifikasikan, memverifikasi, menganalisa dan menyimpulkan langkah-langkah.
Hasil adalah aplikasi akad Mudharabah Muthlaqah pada Deposito Plus adalah sesuai syariah dengan tidak mengurangi rukun dan syaratnya walaupun dalam pelaksanaan Deposito Plus tersebut menggunakan tiga akad yaitu akad Mudharabah Muthlaqah untuk Deposito, akad Kafalah bil Ujrah untuk pembukaan SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri) dana akad hawalah untuk pembayaran ke dealer. Formula atau metode penentuan dan penetapan nisbah bagi hasil Deposito Plus Bank Muamalat Indonesia cabang Malang yang digunakan adalah penentuan dengan cara karakteristik Nisbah Hutang terhadap Modal Bersih dan penetapan dengan cara histori tiga bulan sebelumnya sebagai patokan. Kaitannya dengan hukum Islam adalah sesuai selanjutnya kaitannya dengan metode penentuan nisbah bagi hasil oleh Wahbah Zuhaili adalah sesuai.
ENGLISH:
In Islamic Finance, Mudharabah with various modifications and adjustments to the current economic realities in Indonesia may be justified but academically it should be implemented on the real issue. Thus, it is the understanding of shariawith understanding formulations of fiqh in Indonesia whichhas experienced various adjustments, not a single truth or the only alternative.
The focus of this study is to investigate the application ofmudharabah contract and profit sharing ratio determination on the Deposit Plus in Bank Muamalat of Malang Branch based on Islamic law.
This research uses anempirical qualitative approach. The data are collected through interview and documentation. Triangulation technique is used to verify the data. Then, the data are analyzed through editing, classifying, verifying, analyzing and concluding the steps.
The result shows that the application of Mudharabah Muthlaqah contracton Deposit Plus is a sharia-compliant, without reduce any principle and condition despite the implementation of Deposit Plus which only uses three contracts. Those areMudharabah Muthlaqah contract for deposit, Kafalah bil Ujrah contract for the Domestic Letter of Credit Undocumented (SKBDN), and hawalah contract fundfor the dealer’s payment. There are two employed formula or method of the profit sharing ratiodetermination and establishmenton Deposit Plus in Bank Muamalat of Malang Branch.Those are the determination usingNet Debt to Equity Ratio characteristic and determination by three months earlier history as a benchmark. The relation to Islamic law as associated with the method of the profit sharing ratio determinationby Wahbah Zuhaili is appropriate.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai manusia, kita adalah umat muslim yang
tidak mungkin hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Termasuk dalam
kebutuhan ekonomi, terkadang ada orang yang mempunyai dana akan tetapi belum
bisa memanfaatkannya dengan maksimal, sedangkan sebaliknya ada orang yang
mempunyai kemampuan bekerja akan tetapi belum mempunyai dana. Sehingga
kehadiran perbankan memang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai perantara
penghimpunan dan penyaluran dana. Sistem ekonomi Islam yang dulu pernah berjaya
15 abad yang lalu, kini kembali mengemuka dan mendapat perhatian, terutama
dalam beberapa dekade terakhir ini. Seluruh kegiatan ekonomi dalam Islam,
beranjak dari Tuhan, diproses sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan ditujukan
untuk mendapatkan ridlo dari- 2 Nya.
Dengan bahasa lain, dalam sistem
ekonomi Islam manusia dituntut untuk mencerminkan dirinya sebagai khalifah fil
ardh atau wakil Tuhan di muka bumi (anthropocentrism Islami). Untuk itu,
manusia oleh Allah telah diberi petunjuk dan kebebasan untuk melaksanakan
tugasnya. Tetapi yang harus diketahui, pada waktunya nanti yaitu di Hari Akhir,
manusia akan dimintai pertanggungjawabannya atas segala perbuatan yang
dilakukannya termasuk yang berhubungan dengan perilaku ekonominya.1 Ekonomi
syariah mempunyai 3 (tiga) karakteristik. Pertama, inspirasi dan petunjuk
pelaksanaan ekonomi syariah bersumber dari Al Quran dan Sunnah Nabi saw. Oleh
karena itu, tidak boleh ada satu aktivitas perekonomian, baik dalam bentuk
produksi, distribusi, maupun konsumsi yang bertentangan dengan norma-norma
dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Demikian juga halnya dengan
berbagai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan, semuanya harus selaras dan
sejalan dengan kedua sumber hukum tertinggi dalam ajaran Islam. Kedua,
perspektif dan pandangan-pandangan ekonomi syariah mempertimbangkan peradaban
Islam sebagai sumber.
Hal ini berarti kondisi terjadi di
masa kejayaan peradaban Islam mempengaruhi terhadap pembentukan perspektif dan
pandangan ekonomi syariah, untuk kemudian dikomparasikan dengan sistem
konvensional yang ada, yang selanjutnya diterapkan pada kondisi saat ini.
Ketiga, ekonomi syariah bertujuan untuk menemukan dan menghidupkan 1Anwar
Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas), 2010,
h.340. 3 kembali nilai-nilai, prioritas, dan etika ekonomi komunitas warga
masyarakat Islam pada periode awal perkembangan Islam.2 Prinsip ekonomi Islam
telah memasuki perekonomian negara Indonesia, terbukti dengan adanya
perkembangan kwantitas perbankan syariah yang selalu bertambah untuk beberapa
tahun ini di Indonesia. Sebagai umat muslim tentunya kita harus bisa
menghindari bunga (riba), sehingga walau sudah tersedia bank syariah, akan
tetapi kita harus tetap berijtihad agar bisa memberikan kontribusi untuk
perkembangan perbankan syariah yang jelas bebas riba.
“Hai orang-orang beriman, janganlah
kamu memakan riba berlipat ganda, dan takutlah kepada Allah agar kamu beruntung
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Salah satu produk perbankan syariah yang berbasis tabungan adalah deposito
yaitu termasuk tabungan berjangka 1,3,6, dan 12 bulan. Dimana deposito
menggunakan akad mudharabah. Mudharabah menurut mayoritas ulama fikih, seperti
yang dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili, adalah kontrak kerjasama antara dua
pihak, yang satu memiliki dan menyerahkan modal, sementara yang lain 2
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 90. 3
QS. Al Imran (3): 130. 4 QS. Ar-Ruum (30): 39.
mengelolanya (untuk perniagaan), dengan
ketentuan laba dibagi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Hanya laba yang
dibagi diantara kedua pihak, sementara kerugian hanya ditanggung oleh pemilik
modal. Mudharabah dalam penjelasan ini, hanya bagi hasil tidak bagi rugi. Pihak
ketiga, dalam hal yang tidak termasuk pemilik modal, apalagi pekerja, ia tidak
berhak ikut terlibat dalam penentuan syarat-syarat, apalagi pembagian hasil.5 “Dari
Shalih bin Shuhaib dari ayahnya (Shuhaib) ra. Bahwasanya Rasulullah saw.
Bersabda: Tiga hal di dalamnya terdapat keberkahan, jual beli secara tangguh,
muqaradhah (Mudharabah), mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.”6 Mudharabah dalam ekonomi Syariah dengan berbagai
modifikasi dan penyesuaian terhadap realitas ekonomi saat ini di Indonesia,
dapat saja dibenarkan, tetapi secara akademis harus diletakkan pada persoalan
yang sebenarnya. Oleh karena itu, ia adalah pemahaman terhadap syariah yang mempunyai
formulasi pemahaman terhadap fiqh ala Indonesia yang telah mengalami berbagai
penyesuaian, bukan kebenaran yang tunggal atau alternatif satu-satunya. Sebagai
pemahaman, ia bisa benar dan bisa salah, dan sebagai strategi atau praktek
ekonomi, ia bisa mendatangkan keuntungan dan bisa juga sebaliknya. Hal ini
berarti harus dilakukan pengujian-pengujian secara terbuka dan terus menerus,
tidak bersembunyi di balik ‘kebenaran islami’ untuk 5Ali, Hukum , h. 104. 6HR.
Ibn Majah: 2280. 5 dipaksakan kepada semua orang. Karena walau bagaimanapun, ia
adalah fiqih atau pemahaman yang harus juga membuka diri pada
pemahaman-pemahaman lain dan pada pengujian-pengujian empirik-materiil.
Sebagai sebuah proses pencarian
terhadap konsep pembiayaan, mudharabah patut diapresiasi, setidaknya karena ia
mengaitkan sektor meneter dengan sektor ekonomi riil, sehingga bisa menekan
sedemikian rupa penggelembungan moneter yang berakibat pada inflasi. Akan
tetapi, juga harus disadari bahwa ia adalah fikih, pemahaman terhadap syariah, bahkan
penyesuaian dengan realitas ‘perekonomian dan perbankan’ kontemporer yang
kapitalis. Dalam fikih sebagai wilayah pemahaman dan akademis, bisa saja
mudharabah berubah menjadi sesuatu yang diharamkan ketika ia pada tataran
empirik-riil tetap melingkarkan kekayaan pada orang-orang tertentu saja dan
jelas diharamkan oleh Al-Quran, sehingga daya tawar masyarakat luas menjadi
sangat lemah. Pengharaman bisa didasarkan pada pendapat Imam Thawus (w. 106H/
724M), hasan Al-Basri (w.110H/ 728M) dan Ibn Hazm (w.450H), yang mengharamkan
mudharabah (muzara’ah dan mukhabarah) pada tanah pertanian. Tanah merupakan
alat produksi yang cukup vital pada masyarakat agraris, sehingga tidak
diperkenankan perolehan nilai tambah kecuali melalui pengolahan langsung, bukan
dengan jalan diutangkan, disewakan atau dibagihasilkan. Uang juga menjadi hal
yang sama, karena ia adalah alat produksi yang utama pada masyarakat bisnis dan
industrialis. Ditambah argumentasi bahwa dalam Islam, 6 yang perolehan nilai
tambah hanya bisa dilakukan melalui kerja, seperti yang dinyatakan Al Quran.7
Berbicara tentang mudharabah, tentunya berfikir tentang pembagian hasil dan
juga pula nisbah (besaran bagian). Hukum Islam begitu luas, sehingga saya
sebagai seorang akademisi mengambil beberapa teori yang dijabarkan oleh ulama
fiqh kontemporer (Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili) tentang formula yang secara
syara’ boleh digunakan untuk menentukan dan menetapkan hasil investasi termasuk
mudharabah, dimana deposito plus menggunakan akad mudharabah sebagai produk Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang saya tinjau dengan teori tersebut. Alasan
pengambilan deposito plus sebagai objek penelitian, karena deposito tersebut
merupakan produk yang baru di keluarkan oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada
tahun 2012 lalu. Selain dari pada itu, BMI adalah Bank Islam tertua di
Indonesia. Sehingga saya tertarik untuk meneliti di BMI cabang Malang yang
lokasinya tidak jauh dari tempat saya menimba ilmu di
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Penelitian yang sudah peneliti lakukan di BMI adalah
bagaimana aplikasi akad mudharabah dalam deposito plus yang memberikan nisbah
bagi hasil berupa sebuah mobil pada awal akad. Menurut saya ini adalah sebuah
hal baru dalam akad mudharabah sehingga perlu diteliti apakah itu semua sesuai
syariah atau belum. Selain itu saya fokuskan pada formula penentuan dan
penetapan nisbah bagi hasilnya, kemudian saya tinjau dengan hukum Islam teori
ulama fiqh 7Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008) 105-106. 7 kontemporer Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Sehingga penelitian
ini saya beri judul “Penentuan Nisbah Bagi Hasil pada Akad Mudharabah Deposito
Plus di Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang Perspektif Teori Nisbah Wahbah
Zuhaili”.
B.
Batasan
Masalah
Pada penelitian ini, penulis
memfokuskan meneliti dan membahas tentang bagaimana formula penentuan dan
penetapan nisbah bagi hasil pada akad mudharabah deposito plus di Bank Muamalat
Indonesia cabang Malang perspektif teori nisbah ulama fiqih kontemporer Prof.
Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Selanjutnya bagaimana aplikasi akad mudharabah pada
deposito plus di Bank Muamalat Indonesia cabang Malang
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana formula penentuan dan
penetapan nisbah bagi hasil pada akad mudharabah deposito plus di Bank Muamalat
Indonesia (BMI) cabang Malang perspektif teori nisbah Wahbah Zuhaili ?
2. Bagaimana aplikasi akad
mudharabah pada deposito plus di Bank Muamalat Indonesia cabang Malang
perspektif Hukum Islam ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji dan menganalisis formula
penentuan dan penetapan nisbah bagi hasil pada akad mudharabah deposito plus di
Bank Muamalat Indonesia cabang Malang perspektif teori nisbah Wahbah Zuhaili.
2. Mendiskripsikan aplikasi akad
mudharabah pada deposito plus di Bank Muamalat Indonesia cabang Malang
perspektif Hukum Islam
. E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian memberikan
kontribusi pengetahuan dalam pengembangan teori Hukum Bisnis Syariah khususnya
dalam formula penentuan dan penetapan nisbah bagi hasil pada akad Mudharabah
deposito plus di Bank Muamalat Indonesia. Secara praktis, hasil penelitian
memberikan kegunaan dan manfaat untuk masyarakat luas agar tidak menutup mata
dalam memilih bank yang telah menerapkan prinsip syariah. ri.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Penentuan nisbah bagi hasil pada akad mudharabah deposito plus di Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang perspektif teori nisbah Wahbah Zuhaili." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment