Abstrak
INDONESIA:
Setiap individu memiliki masalah untuk mencapai kesuksesan, demikian juga mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang memiliki hambatan dalam menyelesaikan studi mereka. Adversity quotient merupakan daya juang seseorang dalam menghadapi masalah. Salah satu faktor yang mempengaruhi AQ adalah karakter yang merupakan bagian dari kepribadian. Tipe kepribadian Carl Gustaf Jung adalah suatu kumpulan dimensi primer dari kepribadian yang diklasifikasi menurut sifat-sifat yang dapat diselidiki dan diuji kebenarannya mengenai perilaku unik individu, dan terdiri dari beberapa tipe dikotomis yaitu introversion-extroversion (I-E), sensing-intuiting (S-N), thinking-feeling (T-F), dan judging-perceiving (J-P).
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan tujuan: (1) untuk mengetahui tipe kepribadian mahasiswa Fakultas Psikologi berdasarkan tipe kepribadian C.G. Jung (2) untuk mengetahui tingkat AQ mahasiswa Fakultas Psikologi (3) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tipe kepribadian C.G. Jung dengan AQ mahasiswa Fakultas Psikologi.
Rancangan penelitian ini adalah korelasional kuantitatif. Variabel bebas pada penelitian ini adalah tipe kepribadian C.G. Jung (X) dan variabel terikatnya adalah AQ (Y). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Psikologi yang aktif pada tahun ajaran 2011-2012 (770 mahasiswa) dan diambil 10% dari populasi sebagai sampel (80 mahasiswa). Sampel diambil menggunakan teknik pusposive sampling. Untuk mengukur tipe kepribadian C.G. Jung digunakan alat tes MBTI (Myers-Briggs Type Indicators) dan ARP (Adversity Response Profile) untuk mengukur AQ. Reliabilitas dan validitas kedua alat ukur tersebut telah teruji sehingga peneliti tidak melakukan uji reliabilitas dan validitas. Sedangkan metode analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan SPSS 16.0 for windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kepribadian yang dominan pada mahasiswa Psikologi: tipe dikotomi I-E dominan pada tipe extroversion yang terdiri dari 46 mahasiswa (57,5%), tipe dikotomi S-N, diketahui 53 mahasiswa (66,25%) dominan pada tipe sensing, tipe dikotomi T-F, mayoritas dominan pada tipe feeling yang terdiri dari 50 mahasiswa (62,5%), dan tipe dikotomi J-P terlihat 67,5% atau 54 mahasiswa lebih dominan pada tipe perceiving. Hasil analisis penelitian AQ, diketahui bahwa mayoritas mahasiswa ada pada kategori camper yaitu 52 mahasiswa (65%). Hubungan antara tipe kepribadian I-E, S-N, T-F, J-P dengan AQ secara bersama-sama menunjukkan nilai F sebesar sebesar 1,657 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,169. Karena nilai probabilitas 0,169 (p>0,05) dengan sampel sebanyak 80 mahasiswa maka model regresi tidak dapat dipakai untuk memprediksi AQ. Maka hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak atau tidak terdapat hubungan antara tipe kepribadian C.G.Jung dengan AQ.
INGGRIS:
Setiap individu memiliki masalah yang berbeda untuk mahasiswa psikologi kesuksesan dan juga dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang yang memiliki kendala dalam menyelesaikan studi mereka. Adversity quotient adalah perebutan kekuasaan dalam menghadapi masalah seseorang. Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang AQ adalah karakter yang merupakan bagian dari kepribadian. Carl Gustaf Jung tipe kepribadian adalah seperangkat dimensi utama kepribadian yang diklasifikasikan menurut sifat dapat diselidiki dan diuji kebenaran tentang perilaku unik individu, dan terdiri dari beberapa jenis, yaitu dikotomis introversi-ekstroversi, penginderaan-intuisi, berpikir-perasaan, dan memahami judging-.
Penelitian dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk: (1) untuk mengetahui tipe kepribadian mahasiswa Fakultas Psikologi berdasarkan tipe kepribadian CG Jung. (2) untuk mengetahui tingkat adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi (3) untuk mengetahui hubungan antara CG Jung tipe kepribadian dengan adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi.
Desain penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah CG Jung tipe kepribadian (X) dan variabel terikat adalah AQ (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa psikologi yang aktif pada tahun akademik 2011-2012 (770) dan 10% dari populasi diambil sebagai sampel (80 siswa). Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Digunakan untuk mengukur tipe CG Jung kepribadian test kit MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) dan ARP (Adversity Response Profile) untuk mengukur AQ. Reliabilitas dan validitas alat ukur telah diuji sehingga ada pencari tidak menguji reliabilitas dan validitas. Sedangkan metode analisis data menggunakan analisis regresi berganda dengan SPSS16.0for jendela.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kepribadian dominan dalam mahasiswa psikologi: mayoritas yang dominan dalam jenis ekstroversi yang terdiri dari 46 siswa (57,5%), pada jenis SN dikotomi, diketahui bahwa 53 siswa (66,25%) yang dominan dalam jenis penginderaan , Berdasarkan dikotomi TF, mayoritas yang dominan dalam jenis perasaan yang terdiri dari 50 siswa (62,5%), dan jenis JP menunjukkan bahwa 67,5% atau 54 siswa lebih dominan pada jenis mempersepsi. Hasil quotient analisis studi kesulitan, diketahui bahwa mayoritas siswa ada dalam kategori kemping adalah 52 siswa (65%). Hubungan antara tipe kepribadian IE, SN, TF, JP AQ bersama-sama menunjukkan nilai F dari 1, 657 dengan tingkat signifikansi 0,169. Karena probabilitas 0,169 (p> 0,05) dengan ukuran sampel 80 siswa maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi AQ. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak atau tidak ada hubungan antara tipe kepribadian CG Jung dan AQ.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Krisis moral yang saat ini dialami bangsa
Indonesi menjadi isu yang tengah hangat diperbincangkan. KPK dalam laporan
tahunan tahun 2010 mencatat adanya 6.265 laporan pengaduan masyarakat tentang
kasus korupsi di Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain
menyebutkan jika dirata-ratakan, setiap dua hari ada satu orang di Jakarta yang
melakukan tindakan bunuh diri. Tingginya angka bunuh diri di Jakarta antara
lain disebabkan minimnya perhatian berbagai pihak terhadap pentingnya kesehatan
jiwa. Kondisi ini terjadi pula di berbagai daerah lainnya di Indonesia
(Saputro, 2011). Maraknya korupsi, mafia kasus, pelanggaran-pelanggaran saat
ujian nasional, tingginya angka bunuh diri, serta masalah-masalah lain yang
terjadi dewasa ini tampaknya menjadi perhatian yang serius oleh berbagai pihak.
Kebanyakan pelaku kasus tersebut memilih jalan pintas untuk menyelesaikan
masalah mereka tanpa berpikir lebih jauh tentang norma hukum maupun agama yang
berlaku dalam lingkungan mereka. Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari
masalah, ujian, dan cobaan. Semua hal tersebut merupakan sunnatullah,
sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah: 155. 2 3 ÏNºtyJ¨ W9$#ur ħ à ÿRF{$#ur ÉAºuqøBF{$# z`ÏiB < Èø)tRur Æíq à fø9$#ur Å$öqsø:$# z`ÏiB &äóÓy´Î/ N ä3¯ Ruq è =ö7oYs9ur ÇÊÎÎÈ úïÎÉ9» ¢ Á9$# ÌÏe±o0ur Artinya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Baqarah:155) Sebagaimana yang
diungkapkan oleh beberapa mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
mereka mengaku memiliki masalah terutama yang berkaitan dengan studi mereka
saat ini. Beberapa mahasiswa angkatan 2008 mengaku memiliki masalah berkaitan
dengan kurangnya motivasi sehingga merasa malas saat mengerjakan tugas kuliah
maupun tugas akhir. Masalah lain yang dikemukakan oleh mahasiswa angkatan 2009
dan 2010 adalah kurangnya kemampuan untuk mengatur waktu, kurangnya rasa
percaya diri, dosen yang kurang sesuai, masalah ekonomi keluarga, kurang
konsentrasi saat kuliah, dan sebagainya. Fakta-fakta tersebut memperkuat
argumentasi bahwa hidup tidak mudah, dalam mencapai sebuah kesuksesan
dibutuhkan usaha dan daya tahan untuk menghadapi masalah dan resiko atas usaha
tersebut. Beragam masalah dihadapi setiap orang dengan cara yang berbeda, dan
hasilnya pun ada yang gagal dan ada pula yang berhasil. Salah satu aspek yang
diduga menjadi faktor penyebab kesuksesan dan kegagalannya adalah kemampuan
seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidupnya yang dalam
psikologi dikenal dengan istilah adversity quotient. 3 Menurut Paul G. Stoltz,
Ph.D (Stoltz, 2000), suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh
adversity quotient (AQ). Adversity quotient merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan
kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan.
Dikatakan juga bahwa AQ berakar pada bagaimana kita merasakan dan menghubungkan
dengan tantangan-tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak
menyalahkan pihak lain atas kemunduran yang terjadi dan mereka bertanggungjawab
untuk menyelesaikan masalah. Ia juga mengemukakan konsep adversity quotient,
merupakan faktor yang paling penting dalam meraih kesuksesan. Seseorang dengan
adversity quotient tinggi ini adalah individu yang merasa berdaya, optimis,
tabah, teguh dan memiliki kemampuan bertahan terhadap kesulitan. Dalam
Al-Qur‟an, telah dijelaskan bahwa dalam setiap kesulitan terdapat kesempatan
untuk menemukan jalan keluar. Seseorang tidak akan diberi kesulitan di luar
kemampuannya, manusia hanya diperintahkan untuk berusaha serta tidak berputus
asa atas rahmat Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Yusuf: 87. w ¼ç m ¯ RÎ) ( «!$# Çy÷r § `ÏB (#q Ý¡t«÷($s? wur ÏmÅzr&ur y# ßq ã `ÏB (#q Ý¡¡¡ystFsù (#q ç 7ydø$# ¢ ÓÍ_t7»t ÇÑÐÈ tar ã Ïÿ»s3ø9$# ã Pöqs)ø9$# wÎ) «!$# Çy÷r § `ÏB ß §t«÷($t
Artinya: “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS Yusuf: 87)
4 Stoltz menyatakan bahwa untuk memecahkan suatu masalah, sebaiknya terlebih
dulu memahami kedudukan masalah itu sendiri. Stoltz mengembangkan tingkatan
kesulitan dengan model piramida yang dapat dilihat pada gambar 1.1. Tingkatan
kesulitan ini dimulai dari tangga pertama (paling atas) berupa masalah di
masyarakat, pada tangga kedua masalah di tempat kerja, dan pada tangga ketiga
(paling bawah) masalah pada diri individu. Selanjutnya kemampuan menghadapi
tantangan dalam hidup ini merupakan suatu kemampuan yang bisa dipelajari dan
dikembangkan melalui pelatihan atau pendidikan (Stoltz, 2000). Kemampuan ini
ada pada setiap orang termasuk pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, yang kemudian akan dikaji pada
penelitian ini. Gambar 1.1 Tiga Tingkatan Kesulitan (Stoltz, 2000) Adversity
quotient sangat penting bagi kehidupan, diantaranya berperan dalam mempengaruhi
daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, pengambilan resiko,
perbaikan, ketekunan, belajar serta cara merangkul perubahan (Stoltz, 2000).
Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memiliki adversity quotient yang tinggi
sehingga mampu menghadapi daya saing yang Masyarakat Tempat Kerja Individu 5
dimulai sejak mereka masih belajar di perguruan tinggi hingga nanti mereka
kembali ke masyarakat. Adversity quotient juga turut mempengaruhi produktivitas,
serta cara-cara menyesuaikan diri dengan perubahan sehingga kesuksesan akan
diraih sekalipun masalah-masalah datang menjadi penghalang. Selama masih di
perguruan tinggi, adversity ini akan jelas berpengaruh terhadap motivasi,
ketekunan, dan belajar mahasiswa. Hal-hal di atas menjadi alasan mengapa
mahasiswa diharapkan memiliki adversity quotient tinggi, selain itu juga
nantinya mahasiswa diharapkan menjadi anggota masyarakat yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan,
serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan
(PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi). Demikian
juga pada mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, yang diharapkan
dapat memiliki kematangan profesional saat terjun di masyarakat nanti sesuai
dengan visi dan misi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (Penyusun, 2008).
Adversity quotient tidak bisa muncul dengan sendirinya, terdapat beberapa hal
yang ikut mempengaruhi tingkat adversity yang dimiliki seseorang, diantaranya
berasal dari faktor internal dan eksternal (Stoltz, 2000). Faktor internal yang
mempengaruhi adversity quotient antara lain genetika, keyakinan, bakat, hasrat
atau kemauan, karakter, kinerja, kecerdasan, dan kesehatan. Warisan genetis
tidak akan menentukan nasib seseorang tetapi pasti ada pengaruh dari faktor
ini, seperti yang didapatkan dari riset anak kembar 6 identik yang terpisah
sejak lahir tetapi memiliki kemiripan perilaku saat mereka dewasa. Keyakinan
mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu masalah serta membantu seseorang
dalam mencapai tujuan hidup. Kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu
kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh
bakat yang merupakan gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan
keterampilan. Hasrat dan kemauan menjadi tenaga pendorong untuk mencapai
kesuksesan dalam hidup. Faktor lain yang berpengaruh adalah karakter, seseorang
yang berkarakter baik, semangat, tangguh, dan cerdas akan memiliki kemampuan
untuk mencapai sukses. Faktor kinerja, kecerdasan dan kesehatan sangat
mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan masalah. Faktor eksternal yang
mempengaruhi adversity quotient adalah pendidikan dan lingkungan. Pendidikan
berpengaruh karena turut mengembangkan pengetahuan dan kecerdasan yang dimiliki
seseorang, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak dan
keterampilan, hasrat dan kinerja yang dihasilkan. Lingkungan tempat individu
tinggal dapat mempengaruhi bagaimana individu beradaptasi dan memberikan respon
kesulitan yang dihadapinya. Penelitian tentang adversity quotient telah banyak
dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di luar negeri salah
satunya dilakukan oleh Lea Daradal Canivel dalam tesisnya meneliti bahwa hubungan
antara adversity quotient dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah di Filipina
dan menunjukkan korelasi negatif (Daradal, 2010). Sedangkan penelitian yang 7
dilakukan di dalam negeri dilakukan oleh Lutviandi yang meneliti mengenai
pengaruh adversity quotient terhadap kecemasan menghadapi UAN dan ditemukan
bahwa keduanya saling berhubungan (Lutviandi, 2009). Suheil dalam skripsinya
menyatakan bahwa adversity quotient mempengaruhi motivasi berprestasi siswa
dengan membandingkan antara siswa program akselerasi dan regular (Suheil,
2008). Penelitian terdahulu tentang adversity quotient pernah dilakukan oleh
Rahmat Aziz dengan subjek penelitian mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, yang hasilnya menyatakan tingkat kemampuan menghadapi
tantangan dari 121 orang ada sebanyak 50 orang (41,30%) berada pada ketegori
sedang. Dan hasil penelitian ini menunjukkan kepribadian ulul albab berpengaruh
terhadap adversity quotient mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang akan tetapi korelasi ini cenderung tidak terlalu tinggi, hal ini
berarti juga bahwa masih ada sesuatu yang harus diperbaiki dari program
pendidikan yang dilaksanakan (Aziz, 2008). Penelitian lain mengenai adversity
quotient pernah dilakukkan oleh Aarifatunnisaa tentang hubungan adversity
quotient dengan kebermaknaan hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tingkat adversity quotient mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang rata-rata berada pada kategori sedang dengan
prosentase 71,11% atau 32 mahasiswa („Aarifatunnisaa‟, 2010). 8 Berbeda dengan
penelitian-penelitian di atas, pada penelitian ini adversity quotient dikaji
sebagai variabel terikat yang diduga dipengaruhi oleh faktor yang lain. Hal ini
didasari anggapan bahwa adversity quotient adalah suatu kemampuan yang bisa
dipengaruhi oleh karakter yang merupakan bagian dari kepribadian seseorang
(Stoltz, 2000). Kepribadian (personality) berasal bahasa latin persona yaitu
topeng yang digunakan oleh para aktor Romawi kuno dalam pertunjukan drama
Yunani sehingga mereka dapat memainkan peran atau penampilan palsu. Kepribadian
adalah pola sifat dan karakteristik tertentu yang relatif permanen dan
memberikan konsistensi maupun individualitas pada perilaku seseorang (Feist
& Feist, 2010). Beragam teori kepribadian muncul sejak lahirnya ilmu
Psikologi pada akhir abad 18. Para ahli psikologi kepribadian melakukan riset
yang cermat untuk menguji konsep-konsep serta memakai kaidah ilmiah untuk
menegakkan teori yang handal. (Alwisol, 2009). Salah satu teori kepribadian
yang saat ini digunakan adalah psikologi analitikal yang dibangun oleh Carl
Gustaf Jung. Jung memiliki beberapa pandangan penting yang membuatnya berbeda
dengan pendahulunya, Sigmund Freud, yaitu: menolak pandangan mengenai
pentingnya seksualitas, menentang pandangan mekanistik terhadap dunia (perilaku
tidak hanya dipengaruhi masa lalu tetapi juga masa depan, tujuan, dan
aspirasinya), serta teori kepribadian yang bersifat racial atau phylogenic
(evolusi genetika yang berkaitan dengan sekelompok makhluk hidup, 9 kepribadian
berasal dari keturunan, melalui jejak ingatan dan pengalaman masa lalu ras
manusia) (Alwisol, 2009). Jung dalam teorinya menyebutkan adanya tiga struktur
kepribadian, yaitu ego sadar, ketidaksadaran kolektif, dan ketidaksadaran
personal. Terdapat teori lain dari Jung tentang fungsi dan sikap jiwa. Fungsi
jiwa terdiri dari empat hal, yaitu thinking, feeling, sensing, dan intuiting
sedangkan sikap jiwa tediri dari introvert dan extrovert. Fungsi dan sikap ini
ada pada setiap diri individu, akan tetapi antara satu dengan yang lain
memiliki dominasi yang berbeda sehingga akan muncul tipe kepribadian yang
berbeda. (Feist & Feist, 2010) Berdasarkan pemikiran C.G Jung (1921-1971)
mengenai perceiving, judging dan sikap yang digunakan oleh setiap tipe yang
berbeda dari individu muncullah Tes MBTI (Myers-Briggs Type Indicator).
Perceiving adalah kemampuan psikologis individu untuk sadar pada hal-hal,
orang-orang dan ideide. Judging melibatkan berbagai cara untuk menyimpulkan apa
yang telah dipersepsikan individu tersebut. Jika setiap individu berbeda satu
sama lain ketika mempersepsikan sesuatu juga ketika melakukan judging, maka
perbedaan ini juga mempengaruhi minat, ketrampilan, nilai-nilai serta reaksi mereka.
MBTI dibuat untuk mempelajari tipe kepribadian berdasarkan teori Jung. Tipe
kepribadian yang nantinya membedakan satu individu dengan individu yang lain
berdasarkan sikap jiwa (introvert-extrovert), fungsi jiwa (sensing-intuiting,
thinking-feeling), judging-perceiving. Masing-masing 10 penyusun tipe
kepribadian ini saling berpasangan dan merupakan dua kutub yang tidak dapat
terpisahkan. Sebagai contoh, seseorang dengan tipe dominan extrovert lebih suka
bergaul, memiliki perilaku aktif, suka mengambil resiko, kurang
bertanggungjawab namun memiliki sosialisasi yang tinggi, sementara tipe dominan
introvert kurang suka bergaul, perilaku pasif, bersikap hati-hati, kontrol
untuk menahan diri dan bertanggungjawab. Masing-masing dari sikap jiwa tersebut
juga dipengaruhi oleh fungsi jiwa serta judging-perceiving. Terkait dengan
adversity quotient (AQ) yang terdiri dari beberapa aspek (CO2RE), tipe
kepribadian yang muncul akan menentukan tinggi rendahnya tingkatan AQ
seseorang. Sebagai contoh, tipe kepribadian introvert-extrovert jika ditinjau
dari ciri-ciri yang ditunjukkan masing-masing tipe maka diasumsikan bahwa
semakin tinggi ekstraversi yang ada dalam diri individu maka semakin tinggi
pula AQ-nya. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang merupakan
salah satu dari 112 PTN yang ada di Indonesia. Sebagai sebuah perguruan tinggi
Islam yang mengembangkan konsep ulul albab dan diharapkan mahasiswa mempunyai
empat pilar kekuatan dalam menjalani kehidupanya. Penelitian tentang sosok
tersebut telah dilakukan Rahmat Aziz menemukan bahwa tingkat kepribadian ulul
albab yang ditandai dengan empat kekuatan tersebut diatas pada mahasiswa UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang berada pada kategori tinggi (Aziz, Pengembangan
Kepribadian Ulul Albab Pada Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2007). 11 Berdasarkan penelitian terdahulu, kami tertarik
untuk meneliti bagaimana hubungan antara tipe kepribadian Carl Gustaf Jung
terhadap adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah tipe
kepribadian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
berdasarkan tipe kepribadian Carl Gustaf Jung? 2. Bagaimanakah tingkat
adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang? 3. Apakah ada hubungan antara tipe kepribadian Carl Gustaf Jung dengan
adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui tipe kepribadian mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berdasarkan tipe
kepribadian Carl Gustaf Jung. 2. Untuk mengetahui tingkat adversity quotient
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 12 3. Untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara tipe kepribadian Carl Gustaf Jung
dengan adversity quotient mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Melengkapi teori yang
sudah ada dan memperkuat penelitian sebelumnya tentang hubungan antara tipe
kepribadian Carl Gustaf Jung dengan adversity quotient mahasiswa. Selanjutnya
penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan teori penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis: Secara praktis penelitian ini ingin mengungkapkan tentang
tipe kepribadian Carl Gustaf Jung dengan adversity quotient mahasiswa Fakultas
Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sehingga siapapun yang
berkepentingan dapat mengambil manfaatnya dengan mengacu pada hasil penelitian
ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang nyata pada dunia
Psikologi sebagai masukan dalam memahami kepribadian dalam kaitannya daya tahan
mahasiswa dalam menghadapi masalah (adversity). 3. Untuk UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang, khususnya Fakultas Psikologi: Sebagai bahan kajian untuk
melengkapi perpustakaan dan bahan dokumentasi.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara tipe kepribadian Carl Gustaf Jung dengan adversity quotien (AQ) mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment