Abstract
INDONESIA:
Dalam kehidupan ini kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin tinggi oleh karena itu dibutuhkan usaha untuk menunjang penghasilan utamanya, salah satunya adalah kerja sama budidaya jangkrik. Dalam kerja sama ini permasalahannya adalah dalam pelaksanaan kerja sama ini terjadi ketimpangan, yakni bembagian hasil yang dilakukan oleh tengkulak dengan petani jangkrik tidak seimbang karena bisa saja keuntungan diperoleh ketika petani rugi dan juga sebaliknya ketika tengkulak rugi, sehingga terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan akad syirkah. Padahal pemerintah sudah menerbitkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) untuk dijadikan pedoman untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Dalam penelitian ini, dapat diambil dua rumusan masalah yaitu Bagaimana praktek kerja sama dalam usaha budidaya jangkrik antara tengkulak dengan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri? dan Bagaimana pandangan KHES terhadap usaha budidaya jangkrik antara tengkulak dengan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri?.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris atau penelitian lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif yakni mencari data yang sebenar-benarnya dari lapangan kemudian dibandingkan dengan teori yang ada. Sedangkan bahan hukum yang digunakan untuk membandingkan praktek yang terjadi adalah KHES.
Hasil penelitian ini, bahwa pelaksanaan kerja sama yang terjadi di lapangan yang dilakukan oleh tengkulak dengan petani jangkrik, yakni kerja sama modal dengan keterampilan. Pembagian keuntungan dan kerugian dibagi secara seimbang, meskipun ada indikasi bahwa pembagian keuntungan yang dilakukan sedikit menyimpang dari syarat sah syirkah, yakni sistem pembagian yang dilakukan tengkulak langsung dibayarkan setelah panen kepada petani tanpa menunggu hasilnya laku di pasaran. Sistem tersebut lebih mengarah kepada Ijârah yang di dalamnya terdapat ujrah (upah). Adapun penentuan harga perkilogram jangkrik tersebut dipercayakan sepenuhnya kepada tengkulak. Sedangkan tinjauan KHES menyebutkan bahwa kerja sama ini sah menurut Hukum Islam, dikarenakan praktik yang terjadi sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum di dalam KHES. Oleh karenanya praktik akad syirkah yang berkembang di Desa Sumberejo tergolong/dikategorikan sebagai syirkah ‘inan.
ENGLISH:
In life, people’s needs are higher, therefore it needs effort to support the main income, such as cooperation in grasshopper cultivation. In this cooperation, the problem is unbalance cooperation that is the sharing income done by broker and grasshopper farmer. It happens because the profit might be earned when the broker is loss and vice versa, with the result of unbalance alliance agreement. Actually, the government has released the Sharia Economics Business Compilation (KHES) to be a guidance in doing economic activities.
There are two research problems in this research that is how the cooperation practice in grasshopper cultivation between broker and grasshopper farmer Sumberejo, Ngasem Subdistrict, Kediri Regency? The second problem is how KHES point of view sees grasshopper cultivation between broker and grasshopper farmer in Sumberejo, Ngasem Subdistrict, Kediri Regency.
This is an empirical research or field research. The approach used is a qualitative descriptive approach which searches for the original data from field then compare it with the theory, meanwhile the law material which is used to compare the existence practice is KHES.
The result of this research shows that the cooperation practice done in field by broker and grasshopper farmer is capital with skill cooperation. The sharing of loss and profit is done equally, even though there is an indication that profit sharing is diverged from alliance qualification that is a sharing system done by the broker is directly paid after harvest to the farmer without knowing the sales profit. This system is more like Ijârah which consists of ujrah (commission). The determination of price per kilogram of grasshopper is entrusted on the broker, while the KHES observation states that this cooperation is legal based on the Islamic Law because the practice happens according to articles in KHES. Therefore, the practice of alliance agreement developed in Sumberejo can be categorized as syirkah ‘inan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan ini kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan
sandang, pangan dan papan dalam kehidupan selalu bertambah dari waktu kewaktu.
Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan primer dan juga kebutuhan sekunder,
manusia juga dihadapkan dengan kebutuhan tambahan yakni kebutuhan tersier,
sehingga mendorong manusia untuk melakukan kegiatan produktif sehingga dapat
menunjang ekonomi mereka.1 Untuk mendapatkan rezeki karunia Allah SWT, banyak
cara yang dilakukan oleh orang-orang. Sebab selagi masih hidup banyak tuntunan
yang harus dipenuhi. Ada orang yang berusaha secara individu dan ada pula yang
berusaha bersama-sama. Diantaranya usaha yang berkembang di Indonesia adalah
koperasi, bagi hasil dan kerja sama dalam bidang pertanian. al-Baqarah ayat 198
: ï Artinya : “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.”3 Salah satu bentuk kerja sama
antara pemilik modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa
tolong menolong.
Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai
keahlian dalam menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal
dan keahlian, tetapi tidak mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang mempunyai
keahlian dan waktu, tetapi tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada
kerja sama dalam menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belah pihak akan
mendapatkan keuntungan modal dan skill (keterampilan) dipadukan menjadi satu.4
Salah satu kerja sama yang dikembangkan di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem,
Kabupaten Kediri adalah kerja sama usaha budidaya jangkrik. Usaha ini ada sejak
tahun 2009 dan masih berjalan hingga sekarang. Usaha ini dirintis karena
sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup 3 Q.S. al-Baqarah(2) : 198,
al-Qur’an dan terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia 4 Chairuman
Pasaribu dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,( Jakarta :
Sinar Grafika, 2004), h. 161. 3 masyarakat yang cenderung menengah kebawah.
Namun dalam prakteknya kerja sama ini dibuat semata-mata hanya secara lisan
saja tanpa menggunakan pedoman apapun untuk menjadi sumber hukum yang sah agar
tidak melenceng dari syariat islam. Kita tahu bahwa setelah di terbitkannya Perma
No. 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), telah
dijelaskan mengenai akadakad kerja sama yang sesuai dengan syariat Islam yang
dapat dipakai oleh para pelaku kerja sama, dalam hal ini tengkulak dengan
petani jangkrik agar supaya dalam melaksanakakn kerja sama jelas akadnya dan
apabila terjadi sengketa pembagian untung ruginya tidak memberatkan salah satu
pihak. Ketentuan-ketentuan mengenai syirkah sudah diatur dalam pasal-pasal yang
ada di KHES. Di dalam KHES sendiri dapat digunakan sebagai pedoman bertransaksi
dan berakad yang sesuai dengan syariat, syarat-syarat untuk sahnya berakad
syirkah sudah dicantumkan di dalam pasal-pasal dalam KHES terutama pada pasal
134-145 yang menjelaskan tentang ketentuan umum mengenai akad syirkah yang mana
pada pasal itu dapat dipahami oleh masyarakat agar orangorang yang melakukan
suatu akad tidak melanggar syariat yang telah ditentukan oleh islam atau
terjerumus kedalam sistem ekonomi konvensional. Usaha budidaya jangkrik ini
dilakukan dengan cara mengambil telur jangkrik dari seorang tengkulak untuk
ditetaskan dan dirawat dalam tahap pembesaran sampai siap panen.
Sedangkan dalam biaya
operasionalnya para petani jangkrik dibebani oleh tenaga merawat jangkrik,
biaya pakan dan tempat 4 tinggal jangkrik selama tahapan pembesaran, sedangkan
pada saat mengambil telur petani tidak dikenai biaya sama sekali (dipinjami
telur). Ketika jangkrik sudah besar dan siap untuk dipanen, tengkulak jangkrik
yang dahulu meminjamkan telurnya kepada petani jangkrik, mengambil hasil panen
tersebut untuk dijual kepada tengkulak yang lebih besar dan kemudian baru
dijual kepada pengecer di pasar. Adapun keuntungan yang diperoleh para petani
jangkrik dihitung dari hasil panen yang diperoleh dari telur yang dirawat
selama tahap pembesaran berdasarkan berat perkilogram. Perhitungan pembagian
hasil antara tengkulak dengan petani jangkrik yaitu jika petani jangkrik
sebelumnya dipinjami 3 ons telur jangkrik maka yang menjadi keuntungan penuh
tengkulak jangkrik pada saat panen adalah 3 kg jangkrik, rata-rata jangkrik
yang dihasilkan dari 3 ons telur lebih kurang 30-40 kg jangkrik, sehingga jika
hasil panen mencapai 35 kg jangkrik maka hasil itu dikurangi sejumlah telur
yang di pinjamkan kepada petani apabila petani mendapat telur dari tengkulak
sebesar 3 ons maka sisa dari panen jangkrik sejumlah 32 kg menjadi keuntungan
petani jangkrik. Akan tetapi, jika hasil panen gagal karena berbagai sebab,
seperti cuaca, keracunan pakan dan stres sehingga menghasilkan jangkrik kurang
dari jumlah telur yang dipinjamkan kepada petani, misalkan 3 ons telur jangkrik
karena gagal panen menghasilkan 2 kg jangkrik saja, maka keuntungan hasil panen
2 kg tersebut diberikan kepada petani jangkrik sebagai pengganti biaya pakan
jangkrik dan tanggung jawab tengkulak kepada petani untuk menjaga kepercayaan
petani agar tidak pindah ketengkulak 5 lain, sehingga tengkulak jangkrik berani
mengambil resiko kerugian telur. Sedangkan keuntungan yang didapatkan oleh
petani jangkrik sendiri didapat ketika harga dari hasil panen jangkrik bisa
melebihi dari harga pakan itu sendiri. Pakan jangkrik berupa sayur mayur dan
pur (sentrat), sehingga apabila ketika panen jangkrik mendapat banyak dan juga
tidak terjadi kegagalan namun ketika harga perkilonya murah sehingga hasilnya
tidak melebihi harga dari pakan maka meskipun panennya sukses petani jangkrik
tidak mendapat keuntungan. Namun meskipun petani merugi pemotongan jangkrik
dari telur yang dipinjam tetap terjadi karena sudah menjadi hak keuntungan dari
tengkulak.
Dari penjelasan di atas, terjadi suatu kerja sama yang dilakukan
oleh petani dengan tengkulak jangkrik, yang mana antara keduanya menyertakan
modal dalam melakukan kerja sama tersebut, yakni petani jangkrik menyertakan
modal berupa tenaga, pakan dan tempat pembesaran jangkrik sedangkan tengkulak
hanya menyertakan modal berupa telur jangkrik. Usaha kerjasama tersebut dalam
istilah fikih muamalah disebut dengan syirkah, yang mana mempunyai definisi
kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama.5 Dari penjelasan latar belakang diatas, diketahui bahwa
pembagian hasil yang dilakukan oleh tengkulak dengan petani jangkrik tidak
seimbang karena bisa saja keuntungan diperoleh ketika petani rugi dan juga
sebaliknya ketika tengkulak rugi, sehingga terjadi ketimpangan dalam
pelaksanaan akad syirkah. 5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta : Rajawali
Pers, 2010),h. 127 6 Dan dalam pembayaran ketika terjadi kegagalan panen
tengkulak berani merugi karena ada suatu alasan agar tidak ditinggalkan oleh
petaninya sehingga menimbulkan ada unsur keterpaksaan di dalam pembagian
hasilnya. Sedangkan, dalam penentuan harga jangkrik tengkulak tidak menjelaskan
secara terperinci mengenai jumlah harga perkilo jangkrik yang sudah dipanen.
Para petani hanya menerima begitu saja uang hasil dari panen
jagkrik tersebut. Ketertutupan yang dilakukan oleh tengkulak mengandung unsur
monopoli harga yang dilakukan oleh para tengkulak jangkrik karena antara petani
jangkrik yang satu dengan yang lain harga perkilo setiap panennya berbeda-beda.
Dari paparan diataslah penulis ingin mengambil judul : “Kerja sama antara
tengkulak dan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten
Kediri ditinjau dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktek kerja
sama dalam usaha budidaya jangkrik antara tengkulak dengan petani jangkrik di
Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri?
2. Bagaimana pandangan KHES terhadap usaha budidaya jangkrik antara
tengkulak dengan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten
Kediri?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui praktek
kerja sama dalam usaha budidaya jangkrik antara tengkulak dengan petani
jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri.
2. Untuk mengetahui pandangan KHES terhadap usaha budidaya jangkrik
antara tengkulak dengan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem,
Kabupaten Kediri.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaatmanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
terhadap perkembangan khazanah keilmuan hukum Islam, khususnya dalam bidang
fiqh muamalah dalam hal pelaksanaan akad syirkah terhadap usaha pemeliharaan
hewan jangkrik yang dilakukan oleh tengkulak jangkrik dengan petani jangkrik
bila di tinjau dari KHES. Selain itu, dari hasil penelitian ini juga dapat
dikembangkan sebagai acuan penelitian selanjutnya yang terkait dengan tema ini.
2.
Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari hasil penelitian ini, yaitu sebagai
jalan untuk menyelesaikan Strata 1 (S1) Hukum Islam dan sebagai panduan dan 8
acuan para praktisi tangkulak jangkrik maupun petani jangkrik lainnya dalam
menerapkan usaha pemeliharan hewan jangkrik yang sesuai dengan syari’ah dan
terhindar dari praktik usaha konvensional sehingga tercipta kegiatan usaha yang
berprinsip dan sesuai dengan syariah.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" : Kerja sama antara tengkulak dan petani jangkrik di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri ditinjau dari kompilasi hukum ekonomi Syariah." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment