Abstract
INDONESIA:
Pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standart perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti. Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang tua mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan pengasuhan kepada anaknya, tergantung status sosial, budaya tempat tinggal, serta latar belakang pekerjaan orang tua. Dan pasti ada kekurangan dan kelebihan dalam setiap pola asuh. Usia perkawinan juga berpengaruh terhadap pola asuh anak. Dalam masa ini orangtua dengan usia yang masih muda tentu secara pendidikan dan pengetahuannya masih rendah tentang mengasuh anak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor yang melatar belakangi keluarga melakukan perkawinan usia muda dan model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mengkaji latar belakang keluarga sehingga mereka melakukan perkawinan di usia muda dan mengetahui bagaimana pola asuhnya terhadap anak dengan usia yang masih muda pada keluarga di Desa Bermi Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bermi Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian berjumlah tiga orang. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang keluarga melakukan perkawinan di usia muda ialah karena faktor desakan orangtua, faktor ekonomi dan kepercayaan masyarakat/lingkungan setempat. Sedangkan pola asuh yang diterapkan keluarga ini ialah pola asuh otoriter dan demokratis.
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Bermi Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo tentang latar belakang keluarga melakukan perkawinan usia muda ialah pertama, factor orang tua, factor ekonomi, dan factor kepercayaan masyarakat atau lingkungan setempat. Kedua, model pola asuh keluarga yang menikah di usia muda ialah pola asuh otoriter karena cara mengasuhnya yakni dengan cara kekerasan dan hukuman baik verbal maupun non verbal (pukulan,
hukuman).
hukuman).
ENGLISH:
Parenting is the way that people use the old tried various strategies to encourage children to achieve the desired goal. Goals include knowledge, moral values and standards of behavior that must be owned by the child when she grew up. In the daily life of every parent has a different way in providing care to their children, depending on social status, cultural quarters, as well as the background of the parents work. And certainly there are advantages and disadvantages in every parenting. Marriage age also affects the child's upbringing. During this time parents with young age would be still lower education and knowledge about parenting.
Formulation of the problem in this study is family background factors mating young age and model of parenting parents make child marriage. The goal is to determine and assess family background so they do marriage at a young age and know how to foster patterns of children with a young age in the family in the village Bermi Krucil Probolinggo district.
The research was conducted in the Village District Bermi Krucil Probolinggo using a qualitative approach. The research subjects are three people. Data collection by interview, observation and documentation. Results of this study showed that family background to marriage at a young age is because of parental pressure, economic factors and public trust / local environment. While parenting is applied to this family is the authoritarian parenting and democratic.
Results of research conducted in the village Bermi Krucil Probolinggo District of family background did early marriage was the first, factor elderly, economic factors, and environmental factors or local public confidence. Secondly, models of family upbringing that get married young is authoritarian parenting because of the way he feeds the violence and punishment by both verbal and non- verbal (punches, punishment).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus
dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya.
Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka
dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan
mengajarinya akhlak yang baik. Oleh karena itu orang tualah yang memegang
faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh dengan jiwa Islami sebagaimana
sabda Rasulullah: Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan
diatas fitrahnya maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan seorang Yahudi,
Nasrani, atau Majusi”. (Hadis riwayat Bukhari) Dari hadits ini dapat dipahami,
begitu pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak dimasa yang
akan datang. Dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 16: Îû ÷rr& ÏNºuq»yJ¡¡9$# Îû ÷rr& >ot÷|¹ Îû ` ä3tFsù 5 Ayöyz ô`ÏiB 7 p¬ 6ym tA$s)÷WÏB à 7s? aÎ) !$pk ¨ XÎ) ¢ Óo_ ç 6»t ÇÊÏÈ × Î7yz ì #ÏÜs9 © !$# ¨ aÎ) 4 ª !$# $pkÍ5 ÏNù't ÇÚöF{$#
Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam 2 bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.1 (QS. Luqman: 16) Pendidikan yang utama
dan pertama bagi anak yaitu berada di rumah bersama orang tua. Dengan indikator
bahwa orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap
perkembangan anak-anaknya, orang tua merupakan orang yang pertama berinteraksi
dengan anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, lingkungan
keluarga merupakan lingkungan terdekat yang sangat berpengaruh terhadap
kepribadian anak, serta waktu yang dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan
di rumah bersama orang tua. Dengan demikian pemberian asah, asih dan asuh
kepada anak menjadi tanggung jawab utama bagi orang tua. Sepanjang sejarah
tidak ada orang tua yang secara sengaja dan sadar memberikan pendidikan dan
bimbingan kepada anaknya supaya anaknya tersebut mengalami kegagalan dalam
hidupnya. Bahkan pada prinsipnya orang tua bercitacita dan berusaha agar
anaknya selalu sukses dalam kehidupannya kelak, namun demikian tidak jarang
orang tua (mungkin karena tingkat pendidikan atau kurangnya kesadaran penuh
dalam mendidik) mengalami kegagalan dalam rangka pembentukan kepribadian anak.
Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Orang tua menginginkan
anaknya memiliki banyak teman, berprestasi disekolah, menjadi orang yang
bertanggung jawab, jujur, menyenangkan, baik hati, dan berfikir positif
mengenai diri sendiri. Dengan kata lain orangtua ingin anaknya bahagia.2
1Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an dan Terjemah, (Depok: PT. Penerbit dan
Distributor, 2008), hal 412 2 Azerrad, Membangun Masa Depan Anak (Bandung:
Penerbit Nusamedia, 2005) hal 11 3 Peranan orang tua sangat besar artinya bagi
keadaan psikologis anakanaknya. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi
tumbuh perkembangan anak sejak lahir hingga dengan dewasa maka pola asuh anak
yang baik perlu disebar luaskan pada setiap keluarga. Masih banyak orang tua
yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh
anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental anaknya
sendiri. Pekerjaan mulia sebagai orang tua dalam mengasuh anaknya tidaklah
mudah, karena tidak sedikit pola asuh yang diterapkan dalam sebuah keluarga
berdampak negative pada perkembangan anaknya. Tingkat pendidikan orang tua juga
berpengaruh terhadap pola asuh pada anaknya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap
orang tua mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan pengasuhan kepada
anaknya, tergantung status sosial, budaya tempat tinggal, serta latar belakang
pekerjaan orang tua. Dan pasti ada kekurangan dan kelebihan dalam setiap pola
asuh. Markum menggolongkan pola asuh orang tua terhadap anak menjadi tiga:
Pertama pola asuh otoriter yaitu orang tua sangat menanamkan disiplin dan
menuntut prestasi yang tinggi pada anaknya. Tidak memberikan kesempatan pada
anaknya untuk berpendapat, sekaligus menomorduakan kebutuhannya. Kedua pola
asuh permissive yaitu orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang.
Namun kendali orang tua dan tuntutan prestasi rendah. Anak dibiarkan berbuat
sesukanya tanpa ada tanggung jawab dan beban. Ketiga pola asuh demokratis yaitu
orang tua menuntut prestasi tinggi, tapi dibarengi sikap demokratis dan kasih 4
sayang tinggi pula. Pola asuh ini kuat dalam control dan pengawasan, tetapi
tetap memberi tempat untuk anak berpendapat.3 Usia perkawinan juga berpengaruh
terhadap cara orang tua mengasuh anak. Hal ini dikarenakan belum matangnya
mental, fisik atau psikologis dari orang tua tersebut. Dengan melihat orang tua
yang melakukan perkawinan usia muda barang tentu para orang tua tersebut tidak
bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang yang tinggi. Masa dimana seharusnya
orang tua tersebut bisa menikmati masa remaja dan masa pendidikan di bangku sekolah
terpaksa harus mengurus kehidupan keluarganya sendiri di usia yang sangat muda.
Dimana diketahui diantara ciri-ciri remaja yakni emosi yang belum bisa
dikontrol tidak menutup kemungkinan jika sudah memilki seorang anak emosi itu
diluapkan kepada anak-anaknya. Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang
tidak baik bagi anak-anak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok yaitu: Anak-anak yang dilahirkan oleh
ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka
kecerdasan anak-anak tersebut karena ibu belum memberi stimulasi mental pada
anak-anak mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai
kesiapan untuk menjadi ibu. 3 Markum, M.E, Buku Ajar Kesehatan Anak Jilid
1(Jakarta: FKUI, 1999) hal 85 5 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu
akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Meskipun
batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun
74, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya
masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur. Padahal
perkawinan yang sukses pasti membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik
maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah
tangga. Di Desa Bermi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, contohnya.
Didalam surat nikah tercantum tanggal lahir subyek yang bukan tanggal lahir
sebenarnya. Tanggal lahir dibuat berbeda dengan tanggla lahir asli karena demi
mendapatkan surat nikah. Karena surat nikah hanya diberikan kepada orang yang
menikah di usia menurut Undangundang yakni usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16
tahun untuk perempuan. Dalam wawancara dengan Kasi Pemerintahan, Bapak Poniman:
“Sewaktu mendaftar ke kantor Desa, warga ini mengaku sudah berumur 20 tahun
keatas, pihak kantor Desa tidak semena2 memberikan ijin maka dari itu pihak
sini meminta bukti-bukti misalnya dengan meminta ijazah. Tetapi mereka mengaku
tidak memiliki ijazah dan seringkali mengatakan ijazahnya hilang, jadi pihak
kantor Desa tidak dapat berbuat apa-apa atas desakan warga yang ingin
melangsungkan pernikahan ini, dengan terpaksa melayani warga tersebut”.4
Penyebab terjadinya perkawinan di usia muda di Desa ini dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, diantaranya yaitu keadaan ekonomi keluarga, akan tetapi
4 Poniman, wawancara ( 23 Juni 2012) 6 faktor paling menonjol ialah desakan
dari orang tua dengan alasan dikhawatirkan anak menjadi perawan tua.
Berdasarkan hasil observasi awal penelitian, diketahui bahwasanya orang tua
yang melakukan perkawinan usia muda di Desa Bermi, Kecamatan Krucil Kabupaten
Probolinggo cenderung otoriter terhadap anaknya. Dalam pola asuh otoriter,
aturan ditegakkan secara kaku. Bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan
pedoman yang berlaku, pasti ada hukuman dari orang tuanya, namun bila anak
berperilaku sesuai aturan, hanya sedikit atau bahkan tidak ada pujian. Pola
asuh ini terlihat pada orang tua yang jika anak melakukan kesalahan atau tidak
menuruti yang diperintah orang tuanya, orang tua tidak segan-segan memarahi,
memaki, mencubit, bahkan memukul anak. ada banyak larangan-larangan yang
diberlakukan orang tua yang tidak masuk akal, seperti anak tidak boleh main
diluar rumah. Pola asuh ini membuat anak sulit menyesuaikan diri. Ketakutan
anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur. Perlu sedikit
dijelaskan pula di Desa Bermi ini, bahwa pola asuh pada orang tua yang menikah
di usia dewasa atau usia yang sudah matang terlihat jika anak melakukan kesalahan
atau tidak menuruti perintah orang tuanya, orang tua hanya sebatas menasehati
dan memarahi tetapi tidak sampai memaki, mencubit bahkan memukul anak.
Kedewasaan ibu khususnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena
ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun
tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Ibu usia remaja sebenarnya
belum siap untuk menjadi ibu dalam arti 7 keterampilan mengasuh anaknya. Ibu
muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya.
Beranjak dari hal tersebut peneliti mengambil judul “Model Pola Asuh Orang yang
Melakukan Perkawinan Usia Muda Terhadap Anak dalam Keluarga” yang mengambil
contoh di Desa Bermi, Kecamatan Krucil, kabupaten Probolinggo, dengan alasan
perkawinan pada usia muda yang sangat menarik untuk dikaji karena pada usia
muda masih banyak hal yang belum tentu mereka pahami mengenai pola kehidupan
berumah tangga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Masyarakat disana banyak yang melakukan perkawinan di usia muda. Dengan usia
pernikahan yang sangat muda tersebut peneliti ingin menggali lebih dalam pola
asuh yang diterapkan para orang tua yang melakukan perkawinan tersebut. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
menentukan tiga rumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor apa yang melatar
belakangi pasangan/keluarga menikah di usia muda di Desa Bermi? 2. Bagaimanakah
model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda. 8 C. Tujuan
Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan mengkaji faktor yang melatar
belakangi pasangan/keluarga menikah di usia muda di Desa Bermi 2. Mengetahui
model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda D. Manfaat
Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara
Teoritis : Manfaat yang ingin dicapai secara teoritis adalah memberikan
gambaran atau bahkan sebuah teori baru mengenai latar belakang keluarga
melakukan perkawinan di usia muda dan model pola asuh orang tua pada anak yang
melakukan perkawinan diusia muda. Jadi, hasil dari penelitian ini nantinya
diharapkan dapat digunakan sebagai peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti
tentang hal serupa. 2. Secara Praktis : Secara praktis manfaat dari penelitian
ini adalah diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga atau orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda dalam mengasuh anak-anaknya. E. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi mis-understanding dalam memahami hasil dari penulisan ini,
maka peneliti perlu menjelaskan batasan pembahasannya. 9 Penulisan skripsi ini
sesungguhnya akan mengungkap tentang factor yang melatar belakangi keluarga
melakukan perkawinan usia muda dan model pola asuh orang tua yang melakukan
perkawinan usia muda pada anaknya. Sehingga pada entri poinnya dari penulisan
ini adalah mengungkap bagaimana model pola asuh dari orang tua pada
anak-anaknya, yang menikah di usia muda dalam kehidupan sehari-hari. F.
Penelitian Terdahulu Novi Puspita Anggraini, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Perkembangan Emosi Anak Pra Sekolah di TK Surya Buana Merjosari
Malang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola asuh otoriter orang tua
berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak usia pra sekolah di TK Surya Buana
Merjosari Malang, pola asuh permisif orang tua tidak berpengaruh terhadap
perkembangan emosi anak usia prasekolah di TK Surya Buana Merjosari Malang,
pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak usia
prasekolah di TK Surya Buana Merjosari Malang. Maka pola asuh (otoriter,
permisif dan demokratis) orang tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi
(positif, lemah dan negatif) anak usia prasekolah di TK Surya Buana Merjosari
Malang. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan didapatkan orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda dalam mengasuh anaknya sehari-hari adalah pola
asuh otoriter, jika anak melakukan kesalahan atau tidak menuruti perintah orang
tuanya anak akan dimarahi, dipukul bahkan dicaci. Hal yang melatar belakangi
pola asuh tersebut ialah ideologi yang berkembang dalam 10 diri orang tua.
Orang tua menganggap jika anak melakukan kesalahan maka anak harus dihukum
karena jika tidak, anak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Perbedaan penelitian
terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian terdahulu meneliti tentang
pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi anak pra sekolah
dengan hasil pola asuh (otoriter, permisif dan demokratis) orang tua
berpengaruh terhadap perkembangan emosi (positif, lemah dan negatif) anak usia
prasekolah. Sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang model pola asuh
orang tua yang melakukan perkawinan usia muda dengan hasil orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda pola asuh yang diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari adalah pola asuh otoriter. Jika anak melakukan kesalahan orang tua
tidak segansegan memarahi, memukul bahkan memaki anaknya. Persamaan dari
penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu samasama meneliti tentang pola
asuh orang tua dalam mendidik anak.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda terhadap anak dalam keluarga di desa Bermi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment