Abstrak
INDONESIA:
Karakteristik kepribadian individu sangat berpengaruh terhadap timbulnya stres. Stres dapat menghambat konsentrasi kerja individu. Locus of control merupakan bagian dari kepribadian yang dapat mempengaruhi munculnya stres kerja pada karyawan Locus of control mengacu pada derajat kendali yang diamati terhadap situasi tertentu yang diberikan. Beberapa individu mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan kerja sekitar melalui apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Bagaimana mereka memperoleh atau menetapkannya karena mereka mempunyai locus of control terhadap lingkungan kerja sekitarnya.
Penelitian ini dilakukan di CV. Duta Malang, dengan tujuan (1) untuk mengetahui tingkat locus of control yang ada di CV. Duta Malang, (2) untuk mengetahui tingkat Stres kerja di CV.Duta Malang,(3) Untuk membuktikan seberapa besar hubungan antara locus of control dengan stres kerja di CV. Duta Malang.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek penelitian ini berjumlah 50 responden yang dipilih dengan dengan menggunakan metode Cluster Random Sampling. Dalam pengumpulan data, menggunakan metode angket berupa skala psikologi. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi dengan menggunakan bantuan sotfwere SPSS 16,0 for windows.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa (1) tingkat locus of control mayoritas berada pada kategori rendah dengan prosentasi 44%, (2)sedangkan tingkat stres kerja di CV. Duta Malang mayoritas berada pada kategori rendah dengan prosentase 36%. (3) adanya hubungan positif yang signifikan antara locus of control dengan stres kerja di CV. Duta Malang sebesar 0,653 dengan p=0,000 dan dinyatakan hipotesis diterima.
INGGRIS:
karakteristik kepribadian individu sangat mempengaruhi stres. Stres dapat menghambat konsentrasi kerja individu. Locus of control merupakan bagian dari kepribadian yang dapat mempengaruhi tampilan stres kerja pada lokus karyawan kontrol mengacu pada tingkat kontrol diamati dalam situasi tertentu. Beberapa individu memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan sekitar melalui apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Bagaimana mereka memperoleh atau mengatur mereka karena mereka memiliki locus of control pada lingkungan sekitarnya.
Penelitian ini dilakukan di CV. Duta Malang, dengan tujuan (1) untuk menentukan tingkat locus of control pada CV. Duta Malang, (2) untuk menentukan tingkat stres kerja di Cv.Duta Malang, (3) Dalam rangka untuk membuktikan berapa banyak hubungan antara locus of control dengan stres kerja di CV. Duta Malang.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah 50 responden yang dipilih menggunakan metode cluster random sampling. Dalam pengumpulan data, dengan menggunakan metode kuesioner dalam bentuk skala psikologis.
Hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa (1) tingkat locus of control, mayoritas berada dalam kategori rendah dengan persentase 44%, (2) sementara tingkat stres kerja di CV. Mayoritas Duta Malang berada dalam kategori rendah dengan persentase 36%. (3) adanya hubungan positif yang signifikan antara locus of control dengan stres kerja di CV. Duta Malang dari 0,653 dengan p = 0,000 dan hipotesis menyatakan diterima.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Organisasi adalah satu sistem, yang terdiri
dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang
dengan sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Organisasi yang berhasil yaitu
organisasi yang secara efektif dan efisien dapat mengkombinasikan sumber
dayanya guna menerapkan strategi-strateginya. Pusat bagi setiap strategi
penggunaan sumber daya adalah pegawai-pegawai organisasi. Seberapa baik sebuah
organisasi memperoleh atau memelihara dan mempertahankan sumber daya manusianya
merupakan determinan utama keberhasilan suatu organisasi. Siapa pun yang
mengelola organisasi, akan mengelola berbagai tipe sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi tersebut. Stres pada pekerja merupakan salah satu isu
pengelolaan sumber daya manusia yang makin serius diperhatikan oleh organisasi.
Sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan atau organisasi dalam
mengelola, mengatur, memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara
produktif untuk tercapainya tujuan. Sumber daya manusia merupakan salah satu
faktor produksi yang potensial, secara nyata. Faktor produksi manusia bukan
hanya bekerja secara fisik saja akan tetapi juga bekerja secara fikir.
Optimalisasi sumber daya manusia menjadi titik sentral perhatian organisasi
dalam meningkatkan kinerja pegawai. Salah satu indikator yang sering digunakan
2 untuk mengetahui tinggi atau rendahnya kepedulian pegawai terhadap pekerjaan
adalah kepuasan kerja yang dimiliki oleh pegawai. Manusia akan cenderung
mengalami “stres“ apabila manusia tersebut kurang mampu mengadaptasikan keinginan–keinginan
dengan kenyataan– kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di luar maupun di
dalam dirinya (Anoraga, 2005:107). Stres merupakan suatu keadaan subyektif,
dimana masing–masing orang mengalami stres dengan derajat yang berbeda–beda
(Winardi, 1994:194). Lingkungan seperti organisasi tempat bekerja juga dapat
mengakibatkan stres pada individu. Masalah stres yang berkaitan erat dengan
masalah pekerjaan, seringkali dirasakan saat individu merasa tidak mampu
menangani beban pekerjaannya (Girdano, dalam Prameswari, 2005). Sebagai hasil
atau akibat lain dari proses bekerja, tenaga kerja dapat mengalami stres, yang
dapat berkembang menjadikan tenaga kerja tersebut sakit, baik secara fisik
maupun mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Selye, dalam
A.S. Munandar, 2001:374 ). Sebagian besar masyarakat menganggap stres merupakan
suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah pada timbulnya penyakit
fisik maupun mental, atau mengarah pada perilaku yang tidak wajar. Meskipun
begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa stres dalam jumlah yang tepat, dibutuhkan
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam bekerja (Selye, dalam A.S.
Munandar, 2001:374). 3 Stres adalah hasil dari tidak atau kurang adanya
kecocokan antara individu dan lingkungannya, yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara
efektif (Fincham & Rhodes, dalam A.S. Munandar, 2001:374). Menurut Hans
Selye (dalam Winardi, 1994:201), stres dinyatakan sebagai keadaan adanya ketegangan,
atau tekanan dan merupakan sebuah reaksi normal yang timbul karena interaksi
antara individu dan lingkungannya. Secara sederhana “stres“ sebenarnya
merupakan suatu bentuk tanggapan individu, baik secara fisik maupun mental,
terhadap suatu perubahan lingkungan yang dirasakan mengganggu (Anoraga,
2005:108). Menurut Vokić dan Bogdanić (dalam Andraeni, 2005) stres secara umum,
dan stres kerja secara khusus, merupakan fakta dari kehidupan seharihari
masyarakat modern saat ini yang terus meningkat. Topik ini masih popular
walaupun telah menarik perhatian para akademis dan praktisi lebih dari setengah
abad yang lalu. Manusia akan cenderung mengalami “stres“ apabila manusia
tersebut kurang mampu mengadaptasikan keinginan–keinginan dengan kenyataan–
kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di luar maupun di dalam dirinya
(Anoraga, 2005:107). Stres merupakan suatu keadaan subyektif, dimana
masing–masing orang mengalami stres dengan derajat yang berbeda–beda (Winardi,
1994:194). 4 Lingkungan seperti organisasi tempat bekerja juga dapat
mengakibatkan stres pada individu. Masalah stres yang berkaitan erat dengan
masalah pekerjaan, seringkali dirasakan saat individu merasa tidak mampu
menangani beban pekerjaannya (Girdano, dalam Prameswari, 2005). Sebagai hasil
atau akibat lain dari proses bekerja, tenaga kerja dapat mengalami stres, yang
dapat berkembang menjadikan tenaga kerja tersebut sakit, baik secara fisik
maupun mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Selye, dalam
A.S. Munandar, 2001:374 ). Sebagian besar masyarakat menganggap stres merupakan
suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah pada timbulnya penyakit
fisik maupun mental, atau mengarah pada perilaku yang tidak wajar. Meskipun
begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa stres dalam jumlah yang tepat, dibutuhkan
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam bekerja (Selye, dalam A.S.
Munandar, 2001:374) Stres adalah hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan
antara individu dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk
menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif (Fincham &
Rhodes, dalam A.S. Munandar, 2001:374). Menurut Hans Selye (dalam Winardi,
1994:201), stres dinyatakan sebagai keadaan adanya ketegangan, atau tekanan dan
merupakan sebuah reaksi normal yang timbul karena interaksi antara individu dan
lingkungannya. Secara sederhana “stres“ sebenarnya merupakan suatu bentuk
tanggapan individu, baik secara fisik maupun mental, 5 terhadap suatu perubahan
lingkungan yang dirasakan mengganggu (Anoraga, 2005:108). Para peneliti
National Institute for Occupational Safety and Health; Palmer, Cooper, &
Thomas, 2004 melakukan penelitian mengenai stres kerja, diketahui dampak yang
timbul dari stres bisa sangat besar, baik bagi individu maupun bagi organisasi
itu sendiri. Dampak bagi individu pada tahap ringan, stres kerja menyebabkan
sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, sakit
perut, merokok dan meningkatnya konsumsi alkohol. Stres yang terus terjadi
berpotensi menyebabkan insomnia, penyakit jantung koroner, kecemasan, depresi,
burnout, fatique, ketidakstabilan emosi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
gangguan makan bahkan bunuh diri. Dampak bagi organisasi, stres dapat
menyebabkan menurunnya produktivitas, meningkatnya jumlah eror atau kesalahan
kerja, kurangnya kreativitas, buruknya pengambilan keputusan, ketidakpuasan
kerja, ketidakloyalan karyawan, peningkatan izin pulang karena sakit,
ketidaksiapan, permintaan pensiun lebih awal, absen, kecelakaan kerja, pencurian,
organizational breakdown, atau bahkan sabotase (Teasdale dalam Andraeni, 2005).
Biaya yang dikeluarkan dari stres juga sangat besar, secara finansial di
Indonesia belum diperhitungkan. Health and Safety Executive Inggris (2001)
menyebutkan bahwa pada tahun 1995/1996 biaya yang ditimbulkan akibat stres
diperkirakan berada pada kisaran $370 juta bagi perusahaan dan $3.75 milyar
bagi masyarakat secara keseluruhan setiap tahun (Palmer, Cooper, & 6
Thomas, 2004 dalam Andraeni, 2005). International Labor Organization (ILO)
memperkirakan bahwa stres kerja menghabiskan biaya bisnis sebesar lebih dari
200 milyar dolar per tahun (Greenberg, 2002). Biaya-biaya ini termasuk gaji
yang tetap dibayarkan saat karyawan sakit, biaya rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakit, serta biaya-biaya yang berhubungan dengan penurunan produktivitas.
Tidak heran bahwa saat ini, organisasi secara cerdas mulai memperhatikan stres
yang dialami pekerja secara serius untuk memelihara kesejahteraan pekerjanya.
Dari wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada direktur CV. Duta,
bahwasanya telah terjadi penurunan produktifitas kerja yang dilakukan karyawan
disana. Pekerja sering tidak berkonsentrasi didalam melakukan suatu pekerjaan
dan human error masih juga sering terjadi. Dan dari informasi tersebut,
peneliti juga telah melakukan proses wawancara terhadap karyawan CV. Duta yang
menghasilkan sebuah kesimpulan bahwasanya karyawan merasa tertekan dengan tugas
dan kewajiban yang di embannya ketika bekerja karena tekanan-tekanan yang ada pada
pekerjaan tersebut. Hasil observasi dan wawancara karyawan CV. Duta Malang pada
tahun 2011 sebanyak 20 karyawan mengalami turnover. Lebih banyak alasan
karyawan melakukan turnover karena banyaknya beban kerja yang diterima
karyawan, banyak permintaan kerja sampai menambah jam lembur membuat karyawan
merasa lelah secara fisik. Banyaknya karyawan yang merokok saat bekerja yang
seharusnya dihindari karena merupakan hal yang beresiko tinggi saat berhadapan
dengan alat-alat berat, juga salah satu tanda gejala perilaku 7 karyawan
mengalami stres kerja. Perilaku merokok saat bekerja membuat salah satu
karyawan mengalami kecelakaan kerja seperti jatuh, tangan melepuh terkena air
cuka, alasan tersebut ditambah dengan adanya masalah keluarga yang membuat dia
tidak bisa konsentrasi saat bekerja. Perusahaan juga mengeluarkan biaya yang
cukup besar sekitar lebih dari 300juta per tahun untuk biaya-biaya gaji yang
tetap dibayarkan saat karyawan sakit, biaya operasi serta rawat inap dan rawat
jalan di rumah sakit saat karyawan mengalami kecelakaan kerja (Trilia, 2012).
Semakin bertambahnya tuntutan dalam pekerjaan maka semakin besar kemungkinan
seseorang mengalami stres kerja. Setiap jenis pekerjaan tidak terlepas dari
tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar yang dapat menimbulkan stres
bagi para pekerjanya. Tiap pekerja memiliki resiko yang berbeda, dan
menimbulkan stres yang berbeda-beda pula. Ada beberapa alasan mengapa
permasalahan tentang stres yang berhubungan dengan organisasi perlu diangkat ke
permukaan saat ini, diantaranya sebagai berikut: (1)Masalah stres adalah
masalah yang akhir-akhir ini sering dibicarakan dan posisinya sangat penting
dalam kaitannya dengan produktifitas kerja karyawan; (2)Selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar organisasi, stres kerja juga banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari dalam organisasi; (3)Pemahaman akan sumber-sumber stres
disertai dengan pemahaman cara-cara mengatasinya sangat penting bagi karyawan
dan bagi siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi
yang sehat dan efektif; (4)Banyak diantara kita yang hampir pasti merupakan 8
bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai
bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang sangat rendah;
(5)Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini, manusia semakin
sibuk. Di satu pihak peralatan kerja sudah lebih modern dan efisien dan di lain
pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan
ini tentunya akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dari sebelumnya
(Andraeni, 2005). Seorang karyawan jika dihadapkan pada situasi yang berpotensi
menimbulkan stres, seperti beban kerja berlebih, deadline dan teman kerja yang
tidak menyenangkan, reaksi stres akan terjadi. Semua stresor akan berpengaruh
atau tidak pada diri seorang karyawan adalah sangat tergantung pada faktor
internal, yaitu sejauhmana individu memandang sebuah situasi sebagai stressor.
Faktor-faktor yang berasal dari diri individu berfungsi sebagai faktor pengubah
antara rangsang dari lingkungan eksternal yang merupakan pembangkit stres
potensial bagi dirinya. Faktor pengubah inilah yang menentukan bagaimana
karyawan bereaksi terhadap pembangkit stres kerja potensial. Schaufelli dan
Buunk (dalam Fatayati, 2006) menyebutkan sebagian besar karakteristik
kepribadian juga berhubungan dengan burnout dan stres kerja yaitu: locus of
control, kepribadian tipe A, rendahnya kontrol diri, kepribadian neurotis,
kecemasan dan rendahnya konsep diri. Locus of control merupakan salah satu
karakteristik kepribadian yang berpengaruh terhadap stres kerja. Konsep locus
of control didasarkan pada teori belajar sosial, 9 dimana individu belajar dari
lingkungan melalui pembuatan model dan pengalaman masa lampau (Munandar, 2006).
Locus of control mengacu pada derajat kendali terhadap situasi tertentu yang
diamati. Orang yang berorientasi locus of control internal percaya bahwa
keputusan dan tindakan pribadi yang mempengaruhi hasil dari usaha seseorang.
Orang yang memiliki locus of control eksternal percaya bahwa hasil tersebut
lebih ditentukan oleh keputusan dan keyakinan dari orang lain atau ditentukan
oleh nasib dan kekuatan di luar dirinya. Orang yang berorientasi pada locus of
control internal mengalami ancaman stres lebih sedikit dari pada orang yang
berorientasi eksternal. Reaksi terhadap pembangkit stres berbeda antara yang
berorientasi internal dengan yang eksternal. Orang yang memiliki locus of
control internal ada kecenderungan untuk mencari informasi dan memecahkan
masalah, sedangkan orang yang memiliki locus of control eksternal lebih
bereaksi dengan ketidakberdayaan (Munandar, 2006). Berdasarkan uraian dan kasus
yang telah dipaparkan di atas, mengingat sangat pentingnya tugas dan fungsi
seorang karyawan untuk perusahaan maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
produktifitas kerja karyawan. Sehingga peneliti melakukan penelitian tentang
hubungan locus of control dengan stres kerja karyawan CV. Duta Malang. 10 B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat locus of control karyawan CV. Duta
Malang? 2. Bagaimana tingkat stres kerja karyawan CV. Duta Malang? 3. Bagaimana
hubungan antara locus of control dengan stres kerja karyawan CV. Duta Malang?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk: 1. Untuk mendeskripsikan locus of control karyawan CV. Duta
Malang. 2. Untuk mendeskripsikan stres kerja karyawan CV. Duta Malang. 3. Untuk
mendeskripsikan hubungan antara locus of control dengan stres kerja karyawan
CV. Duta Malang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat: 1. Manfaat Teoritis Sebagai perkembangan ilmu pengetahuan
di bidang psikologi Industri, dan Organisasi khususnya pengembangan teori
mengenai stres kerja dalam bidang konstruksi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini
dapat memberi manfaat bagi pihak yang terkait, dalam hal ini: 11 1) Karyawan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada karyawan mengenai stres
kerja dan dapat mencegah serta mengurangi terjadinya stres kerja dari dalam
diri karyawan. 2) CV. Duta Malang Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber referensi dalam mengidentifikasi stres yang dihadapi karyawan agar
nantinya dapat diambil tindakan pencegahan, sehingga dapat mengurangi dan
menekan salah satu penyebab timbulnya stres kerja agar dapat meningkatkan
kualitas kerja karyawan dan perusahaan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara locus of control dengan stres kerja karyawan di CV. Duta Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment