Abstract
INDONESIA:
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Setiap orang tua menghrapkan anaknya kelak menjadi “seorang”. Banyak sifat pendukung kemajuan harus dibina sejak dini. Salah satu di antaranya adalah rasa percaya diri (self confidence). Orang tua bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak guna mengembangkan keseluruhan eksistensi anak, kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan biologis maupun kebutuan psikologis seperti rasa aman, dikasihi, dimengerti sebagai anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang ke arah harmonis. Tapi banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, sehingga anak merasa kurang percaya diri. Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja, komunikasi disini harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak saling mendengarkan pandangan satu sama lain. Dengan melakukan komunikasi, orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berfikir anaknya, dan sebaliknya anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari tingkat komunikasi orang tua dan rasa percaya diri siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui hubungan komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di SMK PGRI 1 Ngawi, dengan jumlah populasi 75 siswa, data pendukung dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan angket. Skala yang digunakan ada 2 yaitu skala komunikasi orang tua 40 aitem dan rasa percaya diri 32 aitem. Metode analisis data dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment Karl Pearson dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows.
Dari hasil analisis diketahui bahwa dari 75 siswa, 13 siswa memiliki tingkat komunikasi yang tinggi dengan prosentase 17%,51 tingkat sedang dengan prosentase 68% dan 11 tingkat rendah dengan prosentase 15%. Untuk tingkat rasa percaya diri 17 siswa tingkat tinggi dengan prosentase 23%, 45 siswa tingkat sedang dengan prosentase
60% dan 13 siswa rendah dengan prosentase 17%. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment didapatkan hasil r hitung 0,637 dan r tabel 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan.
60% dan 13 siswa rendah dengan prosentase 17%. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment didapatkan hasil r hitung 0,637 dan r tabel 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan.
ENGLISH:
In everyday life we realize it or not the communication is part of human life. in families, Communication of parents and children is very important for the development of the child's personality. Every parent hope they son would become "a people". Many supporters of the nature of progress must be nurtured from an early age. One of them is the confidence (self confidence). Parents are responsible to meet the needs of children in order to develop the whole existence of the child, these needs include the needs of biological and the need of psychological such as security, loved, understood as a child, so children can grow and develop in the direction of harmony. But many found in everyday life the lack of communication between parents and children, so children feel less confident. Communicating with children is one of the most effective way to avoid things that are not desirable. Of course, here the communication must be bi-directional, meaning that both sides are listening to the views of each other. With communication, parents can find out the views and frame his thinking, and vice versa child can also find out what is desired by the parents.
The purpose of this research is to find the level of parent communication and self-confidence of students in class XI SMK PGRI 1 Ngawi. In addition, this study also examined the association of parents of communication confidence XI grade students at SMK PGRI 1 Ngawi.
This type of research uses a quantitative approach. The experiment was conducted at SMK PGRI 1 Ngawi, with a population of 75 students, supporting data in this study were obtained through observation, interviews, documentation and questionnaires. There are two scales used, namely the scale of 40 aitem parent communication and self-confidence 32 aitem. Methods of data analysis was done by using Pearson Product Moment correlation using SPSS 16.0 for windows.
From the analysis note that from 75 students, 13 students have a high level of communication with the percentage of 17%, with a 51 percent rate was 68% and 11 lower rate with the percentage of 15%. For the confidence level of 17 percent of students with high levels of 23%, 45 students were level with the percentage of 60% and 13 students with a low percentage of 17%. Based on the results of data analysis using the product moment correlation r calculated results obtained 0.637 and 0.000 r table. This suggests that there is a significant positive relationship.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau
tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga
komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi perkembangan kepribadian
anak. Setiap orang tua menghrapkan anaknya kelak menjadi “seorang”. Sekarang ini
di dalam masyarakat yang penuh persaingan, sukses tidak dapat diarahkan begitu
saja. Banyak sifat pendukung kemajuan harus dibina sejak dini. Salah satu di
antaranya adalah rasa percaya diri (self confidence). Orang tua bertanggung
jawab memenuhi kebutuhan anak guna mengembangkan keseluruhan eksistensi anak,
kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan biologis maupun kebutuan psikologis
seperti rasa aman, dikasihi, dimengerti sebagai anak, sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang ke arah harmonis. Tapi banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, sehingga anak
merasa kurang percaya diri. Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang
paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja,
komunikasi disini harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak saling
mendengarkan pandangan satu sama lain. Dengan melakukan komunikasi, orang tua
dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berfikir anaknya, dan
sebaliknya 2 anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya
(Fatimah, 2006: 147). Menurut Indiyati (2007) rasa percaya diri merupakan hal
yang penting bagi perkembangan dan pertumbuhan individu. Percaya diri merupakan
keyakinan seseorang untuk menanggapi suatu dengan baik sesuai kemampuan yang
dimilikinya. Percaya diri juga merupakan keyakinan dalam diri yang berupa
perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga kemungkinan
individu tampil dan berperilaku penuh keyakinan. Rasa percaya diri merupakan suatu
keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan
berbuat sesuatu. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati dan kepuasan
atas apa yang telah dicapainya, tetapi akan sulit dirasakan apabila individu
memiliki kepercayaan diri yang rendah. Ciri-ciri individu yang mempunyai rasa
percaya diri adalah mempunyai sikap dan rasa yakin atas kemampuan dirinya
sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap
tindakan, dapat bebas melakukan hal yang disukai, maupun berinteraksi dengan
orang lain, mampu mempunyai dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan
dan kekurangan diri sendiri. Lawan dari percaya diri adalah rendah diri. Orang
yang kurang percaya diri akan merasa kecil hati, tidak berharga, dan tidak
berdaya menghadapi orang lain. Orang seperti ini biasanya takut melakukan
kesalahan dan juga takut ditertawakan orang lain. Individu merasa percaya diri
dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa nyaman
dengan beberapa orang dan merasa tidak nyaman 3 dengan yang lainnya. Rasa
percaya diri juga menurun secara alamiah pada tahap tertentu dari perkembangan
anak yang normal (Hartley, 2005: ). Indriyati (2007) pada fenomena yang terjadi
masa remaja atau pada masa usia sekolah menengah sebagai individu yang banyak
mengalami masalah, kemampuan berfikir mereka banyak dipengaruhi oleh emosional,
sehingga kurang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain. Remaja yang
mempunyai rasa percaya diri kurang akan menimbulkan keinginan untuk menutup
diri, selain dari konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya percaya diri
kepada kemampuan mereka sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya sendiri
merasa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya
diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Mereka
cenderung takut orang lain mengejeknya atau menyalahkannya. Hal ini timbul
karena kurangnya bantuan dari orang tua atau orang dewasa dalam menyelesaikan
masalahnya. Pembentukan rasa percaya diri pada remaja tidak terlepas dari peran
orang tua. Keluarga merupakan lingkungan awal dari pemberian rasa aman,
sehingga akan berdampak positif dalam perkembangan jiwa pada remaja. Keluarga
merupakan lingkungan yang dekat dengan remaja sehingga remaja mampu berupaya
untuk terbuka dalam memecahkan masalahnya. Dengan adanya komunikasi orang tua
dan anak akan membantu dalam menghadapi masalah. Permasalahan remaja bisa
muncul karena kurangnya komunikasi dengan orang tua. Hal ini bisa terjadi
karena kurangnya keterbukaan orang tua dengan anak, dan kurang pengetahuan yang
dimiliki orang tua atau terhambat dengan sopan santun dan rasa malu. Untuk
menghindari hal tersebut maka seharusnya perlu adanya 4 komunikasi orang tua
kepada anaknya. Dengan adanya komunikaasi akan muncul suatu keterbukaan dan
rasa percaya dalam menghadapi suatu masalah. Kepercayaan pada diri sendiri
mempengaruhi sikap hati-hati, ketaktergantungan, ketidak serakahan, toleransi
dan cita-cita. Seseorang yang percaya pada dirinya sendiri tidaklah hati-hati
secara berlebihan, dia yakin akan ketergantungan dirinya karena percaya pada
diri sendiri tidak menjadi terlalu egois, lebih toleran, karena tidak langsung
melihat dirinya seadang dipersoalkan, dan cita-citanya normal karena tidak ada
perlunya bagi dia untuk menutupi kekurangpercayaan pada diri sendiri dengan
cita-cita yang berlebihan (exaggerated ambition) (Lautser, 2006: 4). Ahli ilmu
jiwa yang terkenal Alfred Adler (dalam Lautser) mencurahkan hidupnya pada
penyelidikan rasa rendah diri. Dia mengatakan bahwa kebutuhan manusia yang
paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan diri. Dalam hubungan dengan
orang lain rasa rendah diri terlihat sebagai cara rasa malu, kebingungan,
rendah hati yang berlebihan, kemasyhuran yang besar, kebutuhan yang berlebihan
untuk pamer dan keinginan yang berlebih-lebihan untuk dipuji. Kepercayaan pada
diri sendiri yang sangat berlebihan tidak selalu bersifat positif. Ini pada
umumnya menjurus pada usaha tak kenal lelah. Orang yang terlalu percaya diri
sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan
konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan diri
yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan
dari pada teman. Menurut pendapat para ahli jiwa ada 5 dua cara manusia beraksi
untuk menutupi rasa rendah diri, yaitu menyerah dan kompensasi. Menyerah
berarti bahwa rasa rendah diri dianggap sebagai perbaikan terhadap kepercayaan
diri yang dapat dicapai (Lautser, 2006:13-14). Sumber penting dukungan sosial
yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja adalah hubungan dengan orang
tua. Orang tua menjadi sebab dari tingginya rasa percaya diri pada remaja.
Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya, maka komunikasi yang
berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi itu ada
sejumlah norma yang ingin diwariskan oleh oarng tua kepada anaknya dengan
pengandalan pendidikan. Norma-norma itu misalnya, norma agama, norma sosial,
norma etika, norma estetika, dan norma moral. Komunikasi dalam keluarga jika
dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada
umumnya. Paling tidak ada dua fungsi komunikasi dalam keluarga, yaitu fungsi
komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi
setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep
diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan,
untuk menghindari diri dari tekanan dan ketegangan. Melalui komunikasi
seseorang dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat terlebih dalam keluarga
untuk mencapai tujuan bersama (Bahri, 2004; 37). Menurut Rahmat (2007),
komunikasi orang tua dengan anak dikatakan efektif bila kedua belah pihak
saling dekat, saling menyukai dan komunikasi diantara keduanya merupakan hal
yang menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Komunikasi yang efektif dilandasi adanya 6 keterbukaan dan dukungan yang
positif pada anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh
orang tua. Menurut (Fuad, 2005: 133-1151) komunikasi ada sebelas kiat
berkomunikasi efektif dengan anak, yaitu: 1). Berusaha menyadari bahwa
komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran dan perasaan lewat bahasa
yang melibatkan aktivitas mendengar, berbicara, gerak tubuh, dan ungkapan
emosi, 2). Berusaha agar komunikasi yang dilakukan orang tua dan anak muncul
dari hati, yang kemungkinan besar dapat diterima dengan senang hati pula oleh
anak, 3). Berusaha belajar dan mau mengubah cara berbicara dan mendengar di
depan anak untuk merebut hatinya. Untuk itu, orang tua harus mengenal dirinya
sendiri saat terjadi komunikasi dengan anak, 4). Berusaha menemukan cara unik
yang memang cocok dengan diri sebagai orang tua dan tidak membandingkan diri
sendiri dengan orang lain. Ini karena setiap orang mempunyai gaya uniknya dalam
menjalani kehidupannya, 5). Berusaha mengendalikan perasaan ketika orang tua
sedang berkomunikasi dengan anak dan orang tua menemukan suatu sikap,
perkataan, atau perbuatan anak yang membuat orang tua tidak suka atau
tersinggung, 6). Berusaha memahami seperti apa perasaan, emosi, dan cara anak
dalam mengungkapkan masalah-masalahnya, agar orang tua tidak salah menyikapi
sisi-sisi negative dari masalah-masalah tersebut serta cara-cara pengungkapannya,
7). Berusaha menunjukkan keterbukaan, terus menerus, sampai anak mengetahui
benar bahwa orang tua benar-benar mau terbuka terhadap dirinya dan segala apa
yang ada dan terjadi pada dirinya, 8). Disamping bahasa verbal, orang tua juga
harus berusaha mengrti bagaimana bahasa tubuh anak pada 7 saat berkomunikasi
dengan orang tua, 9). Berusaha memahami apa kekurangan anak terutama pada saat
anak baru saja melakukan kesalahan atau kekurangan dan kemudian membedakan
antara pelaku dan perbuatan buruknya, 10). Bila apa yang ingin disampaikan
sebagai orang tua harus berusaha sungguh-sungguh untuk membuat supaya anak mau
mendengarkan secara aktif dan menghargai orang tua saat berbicara. Karena itu,
orang tua harus mengenali betul apa yang biasanya menjadi penyebab utama tidak
lancarnya komunikasi orang tua dengan anak, 11). Berusaha memperbaiki
komunikasi efektif dengan baik, terus-menerus, dengan senantiasa mencari dan
menguasai kiat-kiat praktis berkomunikasi secara efektif setiap hari. Diantara
masalah yang penting yang dihadapi orang tua dengan anakanaknya adalah sulitnya
berkomunikasi. Kadang-kadang anak tidak mau menceritakan masalah dirinya kepada
orang tuanya, bahkan kadang-kadang kesulitan yang mereka hadapi ditutup-tutupi
terhadap orang tua. Namun demikian, masih banyak orang tua yang berhasil untuk
berhubungan baik dengan anaknya yang sudah remaja, bahkan kadang-kadang sampai
pada hubungan persahabatan dalam arti anaknya dihargai, didengar dan
diperhatikan keluhan-keluhannya. Semua itu kembali kepada pola hubungan antara
anak dengan orang tua yang terdapat dalam keluarga. Juga tidak jarang terjadi
perbedaan antara ibu dan bapak dalam menghadapi anaknya, misalnya ada bapak
yang terlalu memberi kebebasan dan keleluasan kepada anaknya dan juga ada yang
sebaliknya, terlalu keras dan mengekang si anak (Darajat, 1994: 12). 8
Perbedaan tingkat komunikasi orang tua yang dimiliki anaknya tentu juga akan
mempengaruhi rasa percaya diri dan juga kehidupannya sehari-harinya.
Berdasarkan data awal yang diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan
salah satu guru bahwasannya siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi memiliki
kecenderungan untuk menutup diri dengan enggan untuk mengungkapkan perasaan
terutama dalam berkomunikasi kepada orang lain. Dengan adanya sikap kurang
percaya diri siswa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan aspirasinya kepada
orang lain, sehingga akan sulit untuk berkomunikasi kepada orang lain khususnya
pada orang tua mereka. Hal ini menyebabkan tujuan yang ingin dicapainya akan
sulit terwujud, karena siswa kurang memliki rasa percaya diri sehingga sulit
untuk berkomnikasi dengan orang lain dan tidak akan optimal. Dengan keadaan
seperti ini remaja akan sulit untuk mengungkapkan suatu pendapat yang telah
mereka pikirkan, karena ia selalu dibayangi perasaan yang tidak mampu. Dari
fenomena di atas maka peneliti memilih judul “ HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA
TERHADAP RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS XI DI SMK PGRI 1 NGAWI ”. B. Rumusan
Masalah 1. Bagaimana tingkat komunikasi orang tua pada siswa kelas XI di SMK
PGRI 1 Ngawi? 2. Bagaimana tingkat percaya diri pada siswa kelas XI di SMK PGRI
1 Ngawi? 9 3. Adakah hubungan komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri
siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui
tingkat komunikasi orang tua pada siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi. 2. Untuk
mengetahui tingkat percaya diri siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi. 3. Untuk
mengetahui hubungan komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri siswa kelas
XI di SMK PGRI Ngawi. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan
bias bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti dan khalayak
intelektual pada umumnya, disamping itu peneliti juga bermaksud untuk: 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diaharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
atau rujukan bagi peneliti yang memusatkan perhatian tentang pengaruh
komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri remaja, dan sebagai bahan
masukan kepada dunia ilmu pengetahuan khususnya psikologi perkembangan. 2.
Manfaat Praktis Memberikan masukan kepada orang tua siswa, guru dan sekolah
akan pentingnya komunikasi orang tua dan anak yang merupakan faktor penting
terbentuknya rasa percaya diri pada remaja.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan komunikasi orang tua terhadap rasa percaya diri siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Ngawi" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment