Abstract
INDONESIA:
Prestasi belajar saat ini masih dinilai penting dalam ranah pendidikan. Dibutuhkan faktor pendukung untuk terbentuknya prestasi belajar yang tinggi. Akan banyak muncul kesulitan atau kegagalan – kegagalan yang dilewati dalam meraih prestasi belajar. Tidak semua siswa mampu melewati kesulitan dan tantangan dalam proses belajar, tentu saja hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar yang dicapainya. Adversity quotient serta dukungan sosial dari lingkungan sekitar dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dalam dalam meraih prestasi belajar (Stolzt:2000). Penelitian ini dilakukan di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Jombang. Dengan tujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient dan dukungan sosial pada siswa dan mengetahui seberapa besar pengaruh adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada siswa SMA Darul Ulum 1.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif korelasional, yaitu menjelaskan peristiwa berdasarkan data, sedangkan korelasional untuk menemukan ada tidaknya dua fenomena atau lebih. Dengan jumlah populasi sebesar 281 siswa, dengan pengambilan sampel 30% yaitu 82 siswa. Menggunakan teknik incidental sampling yaitu pemberian skala kepada subjek yang berada di unit analisisnya tanpa terlebih dahulu mengetahui secara pasti kondisi subjek tersebut. dengan pengukuran instrument menggunakan skala likert. Sedangkan untuk analisis data penelitian menggunakan regresi berganda karena peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan variabel terikat, bila dua atau lebih variable bebas sebagai faktor predikator yang dimanipulasi .
Hasil penelitian adversity quotient menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar. Angka 0,209 pada Standardized Coefficient menunjukkan tingkat korelasi antara Adversity quotient dengan prestasi belajar, sedangkan angka 0,482 Standardized Coefficient menunjukkan tingkat korelasi antara dukungan sosial dengan prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat korelasi dukungan sosial lebih tinggi dari pada tingkat korelasi adversity quotient terhadap prestasi belajar siswa SMA Darul Ulum 1. Sumbangan efektif adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar sebesar 35,2% sedangkan sisanya 64,8% dipengaruhi oleh faktor lain.
ENGLISH:
Learning achievement is still considered important in the realm of education. It takes a contributing factor to the formation of high academic achievement. Will appear much difficulty or failures that passed in learning achievement. Not all students were able to pass through difficulties and challenges in the process of learning, of course, this will affect the achievement of learning achievement. Adversity quotient and social support of the environment needed to achieve success in learning achievement (Stolzt: 2000) This research is applied in Excellent Senior High School of Darul Ulum 1. The purpose of the research is to know the correlate of adversity quotient and social support to students and to know how much influence the adversity quotient and social support on students learning achievement of Excellent Senior High School of Darul Ulum 1 Jombang.
This research uses quantitative descriptive correlational study, which describes the events based on the data, while the correlation to discover whether there are two or more phenomena. With a population of 281 students, with 30% sampling is 82 students. Using incidental sampling technique that is giving scale to the subject that is in the unit of analysis without first knowing the exact condition of the subject. The measurement instrument using a Likert scale. Multiple regression analysis used in this study because the researchers intend to predict how the state the dependent variable, if two or more independent variables as factors predikator manipulated.
The result is Adversity quotient showed a correlation coefficient there is a significant positive correlation between adversity quotient and social support with academic achievement. 0.209 on Standardized Coefficient indicates the degree of correlation between Adversity Quotient with student achievement, while the 0,482 numbers Standardized Coefficient shows the correlation between the level of social support with academic achievement, it can be concluded that the level of correlation of social support is higher than the level of correlation adversity quotient on student achievement of Excelent senior high school Darul Ulum 1. Adversity quotient and effective contribution to the achievement of social support by 35.2% while the remaining 64.8% is influenced by other factors
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Permasalahan Pendidikan saat ini sangatlah
penting untuk menghadapi tantangan globalisasi yang semakin maju. Dengan
pendidikan yang memadai kita dapat memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk
menghadapi era tersebut. Semakin banyak mendapatkan ilmu pengetahuan maka
seseorang tersebut akan lebih mampu untuk menghadapi tantangan–tantangan yang
akan dihadapinya nanti. Pendidikan itu sendiri adalah suatu hak yang harus
dimiliki setiap orang, Baik pendidikan formal maupun non formal. Agar
kedepannya manusia dapat memiliki intelektual yang tinggi. Sekolah merupakan
lingkungan pendidikan formal, karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan
terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar
mengajar di dalam kelas. Namun, saat ini terlihat suatu kecenderungan di dalam
masyarakat yang menganggap bahwa fungsi pendidikan seolah hanya merupakan suatu
tempat untuk mempersiapkan para siswa dalam menghadapi berbagai tes dan
penilaian, bukan sebagai tempat untuk belajar (Hawadi, 2001:43). Menuntut ilmu
merupakan kegiatan yang paling pokok di dalam proses pendidikan khususnya di
sekolah, peran dari orang tua murid dan guru menjadi salah satu faktor yang
pokok dalam mempengaruhi motivasi dan prestasi siswa di sekolah (Gunarsa,
1995:114). Sedangkan pendidikan informal adalah proses belajar yang relatif
kurang disadari dalam kehidupan. Salah satu pendidikan informal adalah
pendidikan dalam keluarga. Hasil dari proses belajar tersebut kemudian akan
dievaluasi dan juga akan diperoleh prestasi seseorang. Pendidikan merupakan
proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendidik manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam proses
pengajaran tersebut telah dirancang untuk memberikan pengetahuan dan
mengembangkan ketrampilan. Sedangkan di dalam suatu pendidikan itu sendiri
dibutuhkan ketekunan dan kesungguhan yang besar agar dapat meraih sebuah
kesuksesan. Belajar menuntut ilmu merupakan kegiatan yang paling pokok di dalam
proses pendidikan khususnya disekolah, peran dari orangtua murid dan guru
menjadi salah satu faktor yang pokok dalam mempengaruhi motivasi dan prestasi
siswa di sekolah (Gunarsa, 1995:114) Telah diketahui bahwa sesungguhnya siswa
sebagai seorang manusia pembelajar dan penerus generasi bangsa yang harus
memiliki kualitas dan dalam meningkatkan kualitas diri siswa harus
mengaktualisasikan seluruh kemampuan fisik, mental, emosi serta spiritualnya.
Dalam sebuah lembaga pendidikan salah satu indikator lembaga pendidikan yang
berkualitas adalah kualitas dalam prestasi belajar siswanya. Selama ini
prestasi belajar disekolah dapat terlihat dari hasil yang dicapai seorang siswa
dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapornya. Melalui
prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai
dalam belajar. Banyak sekali faktor yang menunjang peserta didik untuk meraih
prestasi dengan baik. Prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor. Secara umum
Slameto menyebutkan, ada dua faktor yang mempengaruhi pertama faktor yang
berada dalam diri siswa (faktor individu) dan kedua faktor yang terdapat dari
luar diri siswa (faktor situasi). Faktor individu meliputi kecerdasan intelegensi,
sikap, motivasi, kesiapan, kematangan dan faktor situasi yang berasal dari
lingkungan. (Maricha,2006; 30). Selama ini prestasi merupakan hal yang sangat
penting saat ini, bahkan masih dianggap sebagai satu–satunya ukuran berhasil
atau tidaknya seseorang dalam menjalani tugas–tugasnya. (Gustian, 2002:29).
Bagi para remaja prestasi bukan suatu hal yang tidak penting melainkan para
remaja menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan
yang sebenarnya. (Santrock, 2003:473). Bahkan tidak sedikit para guru dan
orangtua juga berpendapat bahwa nilai rapor yang baik menandakan siswa mereka
memiliki tingkat kecerdasan yang baik. Kecerdasan inteligensi selama ini masih
menjadi faktor utama dalam meraih keberhasilan dalam berprestasi. Semakin banyak
orangtua yang beranggapan bahwa ketika anak mengalami kegagalan dalam
berprestasi maka akan dianggap bodoh dan tidak mampu untuk meraih prestasi yang
baik. Namun jika hal ini terjadi, maka anak semakin sulit untuk menemukan jati
diri mereka kelak. Bukan hanya kecerdasan inteligensi saja yang dibutuhkan para
peserta didik dalam meraih prestasi belajar. Namun juga ada faktor lain yang
harus diperhatikan diluar kecerdasan inteligensi. Daniel Goleman berpendapat
bahwa kecerdasan intelektual bukanlah semata-mata faktor yang berperan dalam
kehidupan seseorang. Banyak orang yang IQ-nya tinggi mengalami kegagalan,
sementara banyak yang lainnya dengan IQ rata-rata saja dapat memiliki prestasi
yang tinggi. Kecerdasan tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik belum
cukup untuk menghasilkan kesuksesan hidup seseorang. (Maricha,2006; 30).
Berbeda dengan IQ, Adversity quotient yang diperkenalkan oleh Dr. Paul Stolzt,
Ph.D pada tahun 1997 membuat terobosan baru. Menurutnya, Adversity Quotient
dapat membantu seseorang memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi
tantangan hidup sehari-hari, dengan tetap berpegang terhadap impian-impian
tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Stolzt menyebutkan Adversity quotient
sebagai penentu kesuksesan seseorang. Adversity quotient merupakan kerangka
kerja konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan,
merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan,
dan serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon
terhadap kesulitan yang dapat memperbaiki efektivitas diri dan profesional.
(Stoltz, 2000;9) Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang juga berperan dalam
pencapaian prestasi siswa. Relasi dengan individu lain di luar keluarga mulai
dialami oleh siswa dalam ligkungan ini. Berdasarkan pada hasil wawancara dengan
guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April 2013, mengatakan bahwa, di dalam
proses belajar mengajar di sekolah sering kali ditemukan bahwasannya siswa yang
tidak dapat meraih prestasi belajar yang kurang maksimal dikarenakan memiliki
kesulitan dalam melakukan pemahaman belajar. Tuntutan penguasaan materi yang
berlebih dan penyampaian materi yang kurang jelas juga dapat mempengaruhi hasil
prestasi belajar siswa. Tuntutan eksternal berasal dari tugas yang diberikan
serta beban pelajaran dari sekolah, tuntutan orang tua dan guru untuk berhasil
di sekolah dan penyesuaian sosial yang tidak realistis dengan menginginkan
mereka unggul dalam segala bidang, serta perhatian yang berlebih terhadap
kesalahan atau kegagalan yang dilakukan. Pada SMA Darul Ulum 1 ini persaingan
dalam berprestasi juga cukup menguras tenaga dan energy. Disamping program
sekolah yang full day. Mereka juga cukup banyak kegiatan ekstra kurikuler yang
salah satunya wajib diikuti oleh siswa. Namun pada dasarnya para siswa SMA
sudah jarang sekali untuk melakukan kegiatan bermain seperti halnya anak – anak
yang masih beranjak remaja. Mereka lebih senang untuk melakukan sharing antar
teman, bertukar pikiran serta bertukar pengalaman antar individu yang ada di
lingkungannya. Dengan tuntutan – tuntutan seperti yang diberikan oleh sekolah
mereka juga harus giat belajar untuk mengasah kemampuannya agar mereka tetap
dapat berprestasi dengan baik di kelasnya. Namun jika siswa tidak dapat berkompetisi
dengan baik, ia akan merasa tertekan atas prestasi yang di dapatnya. Dan akan
berdampak pada psikis siswa tersebut. Stressor yang tidak mampu dikelola dengan
baik tentunya akan menimbulkan dampak negatife bagi siswa. Heiman dan Kariv
(dalam Safaria, 2007 hal 1-2) menyebutkan dampak yang negatif tersebut berupa
susah untuk konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami bahan
pelajaran. Apabila hal ini tidak segera ditangani mengakibatkan siswa tidak
mampu menggunakan potensi yang dimiliki secara optimal, sehingga prestasi
belajar yang dicapai tidak sesuai dengan kuantitas potensi. atas rata-rata yang
dimiliki dituntut untuk senantiasa mempunyai prestasi belajar yang lebih
unggul, tidak sebatas unggul dalam lingkungan sekolah melainkan juga unggul
dalam lingkungan yang lebih luas. Faktanya pada sekolah ini siswa dalam belajar
harus mencapai nilai Standart Ketuntasan Minimal (SKM) yang telah ditentukan
oleh sekolah. Jika dalam hasil belajar mereka mendapati tiga mata pelajaran
yang dibawah standart yang telah ditentukan sekolah mereka akan terancam drop
out dari sekolahnya. Namun hal ini tidak langsung begitu saja dilakukan oleh
sekolah, melainkan pihak sekolah akan melakukan panggilan terhadap orang tua
siswa. Apabila setelah mendapati demikian dan siswa tidak mengalami perubahan,
maka dengan sangat terpaksa pihak sekolah akan melakukan DO. Hal ini juga dapat
menyebabkan adanya tekanan – tekanan dari luar siswa itu sendiri, sehingga
dapat mengakibatkan depresi. Penelitian tentang Adversity quotient telah banyak
dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di luar negeri
diantaranya dilakukan oleh Williams (2003) yang menemukan bahwa ada hubungan
antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa. Hasil wawancara dengan
guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April 2013, mengatakan bahwa “ telah
dilakukan serangkaian tes IQ pada kelas X ketika akan melakukan penjurusan pada
saat kenaikan kelas XI. Dan hasilnya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Anak yang biasanya juara kelas IQ yang didapat malah tidak begitu tinggi.
Begitu juga sebaliknya anak yang biasanya tidak mendapat juara di kelasnya
malah mendapat nilai IQ yang tinggi. Dari pernyataan tersebut dapat membuktikan
bahwa IQ tidak bisa selalu diunggulkan dalam meraih prestasi dalam belajar.
Seharusnya para pendidik, orang tua dan lainnnya sadar bahwa banyak sekali
faktor yang mempengaruhi suksesnya anak dalam berprestasi atau gagalnya anak
dalam berprestasi, jangan hanya di ukur karena IQ mereka tinggi atau rendah
tapi banyak aspek yang lain yang harus mereka ketahui dalam perkembangan
peserta didik. Pada umumnya ketika siswa dihadapkan pada kesulitan dan
tantangan hidup. Mereka menjadi loyo dan tidak berdaya, mudah menyerah sebelum
berperang. Inilah yang disebut tanda–tanda AQ rendah. Selain IQ kesuksesan juga
dapat diukur melalui AQ Menurut Paul G. Stoltz (2005:8) bahwa kesuksesan
ditentukan oleh AQ yakni kemampuan bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan
untuk mengatasinya. Hal ini dapat dibuktikan melalui sesi konseling yang diadakan
oleh sekolah. Beberapa siswa melakukan “curhat” kepada masing-masing guru
konselingnya. Dari situ dapat diketahui bahwa sejauh mana para siswa dapat
bertahan dan mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan mereka melakukan
curhat, dapat dikatakan sebagian dari para siswa ingin mengatasi masalah yang
sedang dihadapi. Baik itu masalah prestasi maupun masalah pribadi. Dengan
melakukan curhat para siswa akan mendapatkan solusi dari guru konselingnya
Walaupun mereka dalam menyelesaikan masalah mendapat bantuan dari orang-orang
sekitar, namun hal ini bisa dikatakan mereka dapat bertahan dan memperjuangkan
masalah yang dihadapi guna menjadi pribadi yang tangguh. (wawancara Miftah : 11
april 2013) Dalam meraih prestasi belajar tentunya para siswa memiliki kesulitankesulitan
tertentu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa-siswi tidak menutup
kemungkinan bagi mereka untuk mendapati prestasi belajar yang kurang memuaskan,
walaupun secara inteligensi mereka adalah anak-anak yang memiliki inteligensi
yang baik. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah
satunya yaitu terletak pada kemampuan dan kegigihan siswa dalam menghadapi
kesulitan. Kemampuan dalam menghadapi kesulitan inilah yang disebut dengan
adversity quotient. Stolzt (2000:93) mengemukakan bahwa adversity quotient
mencakup faktor-faktor yang dibutuhkan dalam mencapai kesuksesan. Faktor-faktor
tersebut yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, mengambil
resiko, perbaikan, ketekunan, belajar, dan merangkul perubahan. Adversity
quotient dapat membantu peserta didik untuk memperkuat kemampuan dan ketekunan
dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan tetap berpegang pada
prinsip-prinsip dan impian Semakin tinggi tingkat Adversity quotient semakin
besar kemungkinan peserta didik untuk bersikap optmis, dan inovatif dalam
memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat adversity quotient
semakin besar kemungkinan seseorang untuk menyerah, menghindari tantangan dan
mengalami depresi. Hasil penelitian yang dilakukan Siddiqiyah yang menunjukkan
bahwa Adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan motivasi
berprestasi, sehingga dapat dikatakan siswa yang mempunyai AQ tinggi akan
berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga diperoleh prestasi belajar
yang baik pula. (Syiddiqiyah , 2007:98) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Adversity Quotient merupakan kemampuan bagaimana individu dapat bertahan dalam
menghadapi persoalan ataupun kesulitan hidup serta mampu berpikir mencari jalan
keluar dari permasalahannya. Untuk mencapai sukses dalam hidup, tidak cukup
hanya berdiam diri dan menyerah. Tipe individu ini tidak akan sampai pada
puncak sukses. Untuk sukses, dibutuhkan orang yang memiliki kecerdasan dari
aspek kesediaannya menerima kesengsaraan dan kesulitan. Apabila orang yang
dapat bertahan hidup dalam lingkup kesulitnya kehidupan, maka mereka adalah
orang yang tinggi AQ nya. Sebaliknya, jika sebagai manusia kita mudah menyerah,
pasrah begitu saja pada takdir, pesimis dan selalu bersikap negatif, maka dapat
dikatakan kita sebagai individu yang memiliki tingkat AQ yang rendah. Menurut
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984) belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan,
yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Di dalam
belajar akan menghasilkan perubahan – perubahan yang positif dalam diri
seseorang. Melalui proses belajar akan diketahui seberapa besar perubahan yang
telah dicapai. Hal itu juga terjadi pada siswa yang sedang mengikuti
pendidikan, akan ada penilaian pada setiap pembelajaran. Dan hasilnya dapat
diketahui sejauh mana siswa dapat memahami suatu pembelajaran. Hal inilah yang
disebut sebagai prestasi belajar. Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi
belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka
prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Arif Gunarso (1993)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi belajar di bidang
pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi
faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran
yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi
prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar
merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor
kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang
diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. Banyak yang berpendapat
bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki
Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal
potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan
menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991)
prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun
dari luar diri (faktor eksternal) individu. Dukungan sosial dari guru, orang
tua, teman-teman sebaya siswa, juga berperan penting terhadap prestasi belajar
siswa disekolah. Bagi para siswa, guru adalah seseorang yang memiliki otoritas
selain orangtua mereka dalam hal pendidikan. Sedangkan kelompok teman sebaya
merupakan kelompok yang memiliki kedekatan khusus satu sama lain sehingga dapat
saling mempengaruhi. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang baru
yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada
dalam lingkungan keluarga. Hubungan kedekatan ini tentunya juga berperan dalam
hal pencapaian prestasi yang memuaskan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar seseorang adalah dukungan sosial. Etzion (Indarjati, 1997:109)
mengartikan dukungan sosial sebagai hubungan atau transaksi interpersonal yang
di dalamnya terdapat satu atau lebih bantuan. Dukungan sosial dapat diperoleh
dari keluarga maupun temanteman khususnya teman sebaya. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Taylor (1991:244) bahwa keluarga dan teman-teman dapat memberikan
bantuan nyata dalam bentuk barang atau jasa selama individu mengalami tekanan.
Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat
karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi
pihak pertama. Kemampuan siswa untuk dapat bertahan dalam menghadapi persoalan
ataupun kesulitan hidup serta mampu berpikir mencari jalan keluar dari
permasalahannya tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari
lingkungan di sekitarnya. Anak yang berusia 15 sampai 18 tahun dikategorikan
dalam masa remaja pertengahan, dalam masa ini merupakan suatu periode yang
penting selama rentang kehidupan karena seseorang akan mengalami banyak
perubahan, diantaranya perubahan fisik, sikap dan perilaku. Pada masa remaja
inilah, remaja dituntut untuk mengetahui banyak hal dalam upaya pembelajaran.
Dan pembelajaran ini tidak bisa dilakuka oleh siswa sendiri tapi juga perlu
dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya. Keluarga merupakan lingkungan
awal yang dihadapi oleh setiap individudan keluarga merupan salah satu pemberi
dukungan utama dalam setiap perkembangan individu. Keluarga merupakan faktor
yang sangat penting dalam pencapaian prestasi belajar pada peserta didik, sebab
keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan suatu individu. Dimana
individu tersebut belajar dan terus berkembang serta menyatakan diri sebagai
makhluk sosial. Tidak jarang adanya anak-anak yang merasa malas dan mundur
semangatnya dalam belajar karena tidak ada orang lain yang memberikan bantuan
kepadanya ketika ia menemukan kesulitan dalam belajar, akhirnya timbullah
kebosanan dalam belajar, karena menganggap bahwa belajar itu merupakan hal yang
memberikan kesulitan saja. Selain keluarga, seorang anak bisa mendapatkan
dukungan sosial dari teman sebayanya. Teman sebaya merupakan lingkungan sosial
pertama dimana seseorang belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan
anggota keluarganya (Mappiare, 1982:157) Dukungan sosial baik dari keluarga
maupun teman sebaya dapat diperoleh dengan saling memperhatikan, saling
memperdulikan memberikan semangat atau dorongan untuk lebih maju, serta memberi
saran yang dapat berguna dalam memperkuat ketahanan individu siswa dalam
menghadapi masalah dan pencapaian prestasi belajar yang optimal. Dukungan
sosial sangat dibutuhkan oleh para siswa dalam perkembanganya. Mereka
membutuhkan dukungan materi, informasi,motivasi dll, untuk dapat bertahan dalam
perjuanganya mendapat prestasi yang terbaik. Mereka juga akan merasa mampu dan
yakin dengan usahanya tersebut karena orang-orang disekitarnya yang membangun
keyakinan pada dirinya. Keyakinan dan perasaan dihargai atas kemampuannya untuk
mendapat prestasi ini merupakan hal yang penting. Dukungan sosial banyak
memberikan manfaat pada seseorang. Menurut Mitchell dkk. (Nietzel dan
Bernstein, 1987) menyatakan bahwa hubungan antara stres dan kesakitan lebih
banyak dialami oleh seseorang yang sedikit mendapatkan dukungan sosial. House
dkk. (Baumeister dan Bushman, 2008) juga menyatakan bahwa dukungan sosial
memiliki hubungan dengan kesehatan yang lebih baik, pemulihan dari kesakitan
yang lebih cepat serta memilki resiko kematian yang lebih rendah. Smet (1994)
juga mengungkapkan bahwa dukungan informasi, perhatian, penilaian diri, dan
dukungan instrumental merupakan aspek-aspek yang sangat penting agar individu
dapat merasakan adanya dukungan dari orang lain. Adapun Sarafino (2006)
berpendapat bahwa dukungan emosional/ penghargaan dapat melindungi seseorang
dari emosi negatif dengan konskuensi stres. Jenis dukungan yang diterima dan
diperlukan tergantung pada kondisi tertentu. Dukungan instrumental akan lebih
efektif bagi seseorang dalam keadaan kekurangan ekonomi atau kemiskinan.
Sementara, dukungan informasi berperan penting bagi seseorang yang kurang dalam
pengetahuan seperti prognosis penyakit dari dokter yang dibutuhkan pasien.
Adapun dimensi lainnya sangat berperan untuk perstiwaperistiwa yang penuh stres
(Defars dan Soomer dalam Smet,1994). Dukungan sosial merupakan faktor eksternal
yang dibutuhkan oleh siswa untuk mencapai prestasi yang ia inginkan. Adapun
dari faktor internal dibutuhkan semangat juang atau daya juang untuk
mempertahankan usahanya sehingga dapat meraih prestasi. Seseorang yang belajar
akan menghadapi suatu permasalahan yang mungkin akan berat baginya.
Permasalahan yang berat akan mampu mereka hadapi jika memiliki ketahanan dan
daya juang untuk terus berusaha dan dukungan sosial yang baik dari keluarga dan
orang-orang yang berada disekitarnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dian
Ayu Puspasari (2010) ditemukan Korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan
koefisien korelasi sebesar r = 0.520 dengan p = 0.000 (p<0.01) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan adversity quotient. Dan pada penelitian Agustina Ekasari dan Nur Hafizhoh (2009) ditemukan hasil uji regresi linear antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan intensi pulih, diperoleh data 0.000 ><
0.05. hal ini menunjukkan bahwa adversity quotient dan dukungan sosial
berpengaruh terhadap intensi pulihnya. Sedangkan fakta lapangan yang terjadi di
SMA Darul Ulum jombang seperti yang di uraikan oleh salah satu guru BK pada
wawancara dengan guru BK di SMA Darul Ulum 1 pada 11 April , Ada salah satu
siswa kelas XI, Tita namanya. Tita merupakan anak dari keluarga yang berada,
memiliki segala sesuatu yang dia inginkan. Serta mendapat dukungan penuh dari
keluarga untuk semua hal yang berkaitan dengan sekolahnya. Serta dia memiliki
adversity quotient yang tinggi prestasi belajar yang tidak mengecewakan Tita
memiliki prestasi yang luar biasa disekolahnya. Namun berbeda dengan Tita, ada
siswa lain yang hampir seperti Tita, Dita namanya. Dita merupakan anak dari
keluarga yang berada juga. Orangtuanya mendukung penuh atas kegiatan Dita di
sekolah. Segala kebutuhan sekolahnya terpenuhi, namun adversity quotientnya
rendah begitu juga dengan prestasi belajar yang diraihnya kurang begitu
menggembirakan. Sedangkan si Dini yang memiliki prestasi belajar dan adversity
quotint yang tinggi, namun dari sisi lain Dini kurang mendapat dukungan dari
teman-teman dikelasnya. Dari tiga fakta diatas tidak menutup kemungkinan bahwa
dukungan sosial dari berbagai pihak, khususnya keluarga adalah satu dari
beberapa faktor pendukung terbentuknya prestasi belajar yang bagus.. Ada faktor
lain yang harus diperhatikan dukungan dari lingkungannya juga perlu
diperhatikan. Dukungan dari guru-guru disekolah serta teman-teman sebayanya
juga mempengaruhi prestasi belajarnya. Dan tidak menutup kemungkinan tingginya
adversity quotient juga mempengaruhi faktor internal yaitu yang berasal dari
dirinya sendiri. Adversity quotient dapat membantu individu memperkuat
kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan
tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian. Semakin tinggi tingkat
adversity quotient semakin besar kemungkinan seseorang untuk bersikap optimis,
dan inovatif dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
adversity quotient semakin besar kemungkinan seseorang untuk menyerah,
menghindari tantangan dan mengalami depresi. Dengan memiliki adversity
quotient, siswa dinilai lebih mampu melihat dari sisi positif, lebih berani
mengambil resiko, sehingga tuntutan dan harapan dijadikan sebagai dukungan dan
keberadaannya di sekolah SMA Darul 1 Unggulan merupakan peluang untuk
memberikan kontribusi yang lebih banyak pada masyarakat serta bangsa dan negara
pada umumnya. Dan juga peran dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan
sekitar menjadi faktor pendukung tingginya prestasi belajar. Berdasarkan uraian
diatas, maka dalam penulisan ini peneliti ingin mengetahui adakah hubungan
adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar siswa kelas XI
SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang. B. Rumusan Masalah Adapun
permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini adalah: 1. Apakah ada
hubungan antara Adversity quotient dan dukungan sosial dengan prestasi belajar
pada siswa kelas XI SMA Darul Ulum 1 ? 2. Seberapa besar pengaruh Adversity
quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada kelas XI SMA Darul
Ulum 1? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui
hubungan antara adversity quotient dan dukungan sosial dengan tingkat prestasi
belajar pada kelas XI SMA Darul Ulum 1. 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh
adversity quotient dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar pada kelas XI
SMA Darul Ulum 1. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh
dari penelitian ini terbagi atas manfaat teoritis dan praktis. 1. Dari segi
teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi
pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi
gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. 2.
Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi khususnya kepada para orang tua dan guru di sekolah agar lebih
memperhatikan putra putrinya demi terbentuknya prestasi belajar yang maksimal,
serta konselor sekolah untuk bisa lebih peka terhadap masalah yang dihadapi
para siswa siswi di sekolah.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan Adversity quotienty dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX SMA Darul Ulum 1 unggulan BPP-T Peterongan Jombang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment