Abstract
INDONESIA:
Budaya Organisasi merupakan nilai dan atau norma yang ada dalam organisasi atau perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan untuk berperilaku dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi sangat berperan dalam pembentukan sumber daya manusia dalam suatu organisasi agar tercipta kebersamaan, dalam sikap maupun perilaku anggota organisasi guna mencapai tujuan organisasi.
Kinerja karyawan merupakan hal yang sangat penting bagi keberhasilan pencapaian tujuan, sasaran, dan eksistensi unit kerja yang pada akhirnya secara keseluruhan akan berhubungan terhadap pencapaian tugas pokok dan fungsi dalam suatu perusahaan. Keberhasilan suatu organisasi dalam melaksanakan kewajibannya sangat tergantung pada upaya dan aktivitas sumber daya karyawan. Apabila suatu aktivitas sumber daya karyawan rendah, maka sedikit kemungkinan suatu perusahaan itu akan dapat mencapai tujuannya.
Adapun tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Area Malang. Dengan populasi 70 karyawan dan skala yang tersebar hanya 51. Dan data pendukung dalam penelitian ini diperoleh data dokumentasi.
Berdasarkan analisa penelitian didapatkan hasil sebagai berikut: pada variabel budaya organisasi menghasilkan 6 karyawan (11,8%) memiliki rasa budaya organisasi yang tinggi, 36 karyawan (70,6%) memiliki budaya organisasi sedang, dan 9 karyawan (17,6%) memiliki budaya organisasi rendah. Sedangkan variabel kinerja karyawan menghasilkan 7 karyawan (13,7%) memiliki kinerja tinggi, 43 karyawan (84,3%) memiliki kinerja sedang, dan 1 karyawan (2%) memiliki kinerja yang rendah.
Hasil penelitian budaya organisasi dan kinerja menghasilkan bahwa terdapat hubungan positif (rxy 0.573; dengan sig < 0.05). Artinya, hubungan antara variabel budaya organisasi dan kinerja karyawan adalah positif signifikan dengan mendapatkan nilai 0.000 dan nilai signifikansinya Sig. (2-tailed) adalah dibawah atau lebih kecil dari 0.05. Sumbangan efektif atau daya prediksi budaya organisasi terhadap kinerja karyawan ditunjukkan dengan koefisien determinan r² = 0.329 yang berarti bahwa 32,9% kinerja karyawan ditentukan oleh budaya organisasi.
ENGLISH:
Organizational culture is the values and norms or that exists in the organization or company that will become a guide of human resources in performing its obligations and to behave in such organizations. the organization culture was instrumental in the formation of human resources in an organization in order to create togetherness, the attitude and behavior of members of an organization to achieve organizational goals.
Employee performance is very important for the successful achievement of goals, objectives, and the existence of the work unit as a whole, which in turn would be related to the achievement of key tasks and functions within a company. The success of an organization in carrying out its obligations is highly dependent on the efforts and activities of employee resources. If an employee resource activity is low, then the less likely a company will be able to achieve its goals.
The purpose of the research is to examine the relationship between organizational culture with employee performance. This research used quantitative methods. This research was conducted DIPT. PLN (Persero) Malang area. With scale populations 70 employees and the biggest scales 51. And supporting data in this research is documentation data.
Based on the analysis of the research found the following results: the organizational cultural variables produce 6 employees (11.8%) had a high sense of organizational culture, 36 employees (70.6%) had moderate organizational culture, and 9 employees (17.6%) have low organizational culture. While employee performance variables produce 7 employees (13.7%) had a high performance, 43 employees (84.3%) had moderate performance, and 1 employee (2%) had a low performance.
The results of research showed that organizational culture and performance yield that there is a positive correlation (rxy 0573; with sig <0.05). That is, the relationship between the variables of organizational culture and employee performance is significantly positive with a gain value of 0.000 and significance value Sig. (2-tailed) is below or less than 0.05. Effective contribution or predictive power of organizational culture on employee performance shown by the determinant coefficient r ² = 0329 32.9% which means that the employee's performance is determined by the organizational culture.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Suatu instansi merupakan salah satu bentuk
organisasi yang didalamnya terdapat struktur yang membentuk kesatuan fungsional
berisi berbagai macam individu yang mempunyai perbedaan latar belakang, baik
secara kelas sosial maupun agama. Perbedaan tersebut menjadikan suatu
organisasi rentan terhadap berbagai masalah yang kompleks dan multi
dimensional, dari segi sosiologis antropologis idiologis maupun psikologis.
Instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai
tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang-orang yang
terdapat dalam instansi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut
tergantung kepada keandalan dan kemampuan pegawai dalam mengoperasikan
unit-unit kerja yang terdapat di instansi tersebut, karena tujuan instansi
dapat tercapai hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam
setiap instansi. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu instansi ataupun perusahaan
akan mencapai tujuannya apabila perusahaan tersebut memiliki pegawai yang
mempunyai kinerja yang baik. Kinerja pegawai merupakan hal yang sangat penting
bagi keberhasilan pencapaian tujuan, sasaran, dan eksistensi unit kerja yang
pada akhirnya secara keseluruhan akan berhubungan terhadap pencapaian tugas
pokok dan fungsi dalam suatu perusahaan. Keberhasilan suatu organisasi dalam
melaksanakan 2 kewajibannya sangat tergantung pada upaya dan aktivitas sumber
daya karyawan. Apabila suatu aktivitas sumber daya karyawan rendah, maka
sedikit kemungkinan suatu perusahaan itu akan dapat mencapai tujuannya.
Pentingnya suatu kinerja dalam organisasi tersebut ditunjukkan dalam sebuah
kasus yang terjadi pada sepuluh lembaga nonstruktural (LNS). Lembaga tersebut
adalah: Sepuluh LNS tersebut adalah: Komisi Hukum Nasional, Dewan Gula
Indonesia, Dewan Buku Nasional, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Dewan
Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, Badan Pengembangan Kawasan Perekonomian
Terpadu (KAPET), Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Pemukiman Nasional, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Komite Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Komite Antar Departemen Bidang
Kehutanan. Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(MenPANRB) akan membubarkan lembaga tersebut. Pemerintah menilai, sepuluh
lembaga tersebut tidak lagi efektif dan tugas serta fungsinya berbenturan
dengan lembaga lain. “alasannya kinerja rendah dan overlaping. Tanpa ada
lembaga tersebut juga tidak masalah,“ papar Azwar. (detikNews, Rabu, 16
November 2011) Kasus lain terjadi pada Satgas TKI. Anggota Komisi IX DPR Rieke
Diah Pitaloka menilai kinerja Satgas TKI rendah. Daripada menghamburkan
anggaran negara, sebaiknya Satgas TKI dibubarkan. Rieke menyebut kinerja Satgas
TKI dalam memberikan perlindungan kepada TKI dari hukuman mati tergolong
rendah. Dia menyebut anggaran Rp100 miliar yang digunakan untuk satgas ini
hanya 3 menghamburkan APBN. ‘’ anggaran untuk satgas saat ini menghamburkan
APBN karena 236 kasus TKI yang terancam hukuman mati di berbagai negara, Satgas
TKI hanya mampu membebaskan 49 TKI dari hukuman mati. Sisanya 187 TKI masih
terancam hukuman mati di Arab Saudi dan Malaysia, ‘’ kata Rieke dalam rilis
yang diterima detikcom. Selain itu Rieke menambahkan, Satgas TKI juga tidak
memberikan laporan detail mengenai penyelesaian kasus maupun penggunaan
anggaran negara untuk kerja Satgas. ‘’Hasil yang dilaporkan Satgas hanya berupa
data TKI yang terkena kasus dan penurunan hukuman,’’ ujarnya. Dari pemaparan
kasus diatas, bahwa adanya lembaga yang akan dibubarkan karena sektor kinerja
pegawai dalam perusahaan tersebut dinilai rendah. Kinerja yang dilakukan
pegawai dalam lembaga tersebut tidak sesuai dengan tujuan diadakannya lembaga.
Jadi lembaga seakan tidak ada gunanya jika terus berdiri. Hal itu dikarenakan
kinerja administrasi dan menejemen yang kurang tepat, sehingga berdampak pada
kinerja pegawai yang rendah. Pentingnya suatu kinerja karyawan dalam organisasi
dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Ismani, yaitu tentang
Analisis Profitabilitas Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Manajemen Hotel. Dalam
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Kinerja keungan di Hotel X pada tahun
2011 dapat dikatakan kurang baik yang ditandai dengan NPM (Net Profit Margin)
yang dicapai sebesar 26,89% masih jauh dibwah target yang ditetapkan. Tingkat
NPM yang rendah mengindikasikan bahwa manajemen hotel tidak efisien dalam
mengelola biaya dan aset yang dimiliki. Oleh karea itu, penting kiranya bagi
hotel untuk memanajemen biaya dan menggunakan strategi dalam menjalankan
bisnisnya. (Jurnal Pendidikan 4 Akuntansi Indonesia, Vol. IX, No. 2, Tahun
2011) Penelitian lain dilakukan oleh Sri Purwati dengan judul ‘’ Pengaruh
Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Anindya Mitra Internasional
Yogyakarta ‘’. Dari penelitian ini bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
variabel motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Dengan salah satu hasil
motivasi untuk berprestasi dan akan kekuasaan, individu memiliki kinerja yang
tinggi. Selanjutnya penelitian dari Mangarrisan Sinaga (2008) yaitu dengan
judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Reward terhadap Kinerja Karyawan pada PT.
Soelong Laoet Medan” dengan hasil penelitian bahwa budaya organisasi dan reward
secara simultan maupun parsial berpengaruh signifkan terhadap kinerja karyawan
PT. Soelong Laoet Medan. Nilai koefisien determinasi (R Square) diperoleh
sebesar 84,4% dimana kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel independen
budaya organisasi, dan reward sebesar 84,4% dan 15,6% dijelaskan oleh variabel
independen lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel yang
dominan dan paling berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan adalah
budaya organisasi. Kinerja menurut Prawiro Suntoro dalam bukunya Moh. Pabundu
Tika (2006, h. 121) yaitu hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi
dalam periode waktu tertentu. Kinerja merupakan salah satu alat ukur bagi
pencapaian organisasi. Kinerja dapat dipandang sebagai ‘thing done’. Joko
widodo dalam satuan organisasi, ia mengutip Prawisosentono yang mengemukakan
bahwa kinerja hakekatnya suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang dalam suatu 5 organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Hasibuan juga
mengartikan kinerja (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Lembaga
Administrasi Negara (2000) menegaskan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Keduanya menganggap, bahwa kinerja
merupakan parameter bagi pengukuran akuntabilitas bagi individu sesuai dengan
kewenangan yang diberikan. Baik keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas
individu dalam suatu organisasi ditentukan oleh kinerja yang dicapainya selama
kurun waktu tertentu. Kinerja mempunyai arti penting bagi pegawai, adanya
peningkatan kinerja pada karyawan maka akan semakin meningkat nilai
produktivitas suatu perusahaan. Kinerja tinggi merupakan dambaan setiap
organisasi. Karena kemajuan suatu organisasi ditentukan dari kinerja karyawan.
apabila kinerja karyawan meningkat, maka organisasi tersebut akan semakin maju.
Organisasi merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain,
apabila salah satu dari sub sistem tersebut rusak, maka akan mempengaruhi
subsub sistem yang lain. Sistem tersebut dapat berjalan dengan semestinya jika
individu-individu yang ada di dalamnya berkewajiban mengaturnya, yang berarti selama
anggota atau individunya masih suka dan melaksanakan tanggung jawab sebagaimana
mestinya maka organisasi tersebut akan berjalan dengan baik. 6 Suatu kelompok
organisasi mempunyai karakteristik budaya tertentu, bukan berarti bahwa semua
orang dari kelompok organisasi tersebut mempunyai budaya yang seragam. Orang
dalam suatu budaya tidak semuanya mempunyai susunan yang identik mengenai
norma, nilai dan asumsi. Tetapi menurut Robins (2002, h. 281) jika suatu
organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya terdiri dari subbudaya, maka
nilai suatu budaya organisasi sebagai suatu variabel yang berdiri sendiri
terlihat sangat kecil, karena tidak ada interpretasi seragam terhadap apa yang
menjadi sikap layak ataupun tidak layak. Menurut Robins (1995) dalam Sutrisno
(2010, h. 24) budaya organisasi sama juga disebut dengan budaya kerja tidak
dapat dipisahkan dengan kinerja sumber daya manusia. Budaya organisasi
merupakan sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkatan
bagaimana para anggota organisasi melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh O’Reilly, Chatman dan Caldwell
(1991) dan Sheridan (1992) dalam Sutrisno (2010, h.25) menunjukkan pentingnya
nilai-nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku dan sikap individu.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turn over
karyawan dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi mempunyai
kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap
organisasi dan mempunyai intensitas yang tinggi untuk terus bekerja/tinggal di
organisasi dan sebaliknya. Dari adanya kepuasan kerja dan komitmen kerja yang
tinggi, maka akan menimbulkan suatu kinerja yang tinggi juga. 7 Penciptaan
nilai-nilai budaya organisasi yang baik memberikan implikasi pada bagaimana
kepemimpinan perusahaan mampu mengelola potensi-potensi dari berbagai kelompok
informal agar tidak dipandang sebagai penghambat birokrasi, tetapi sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan sistem nilai yang menjadi acuan para anggota
organisasi. Mungkin potensi kelompok informal yang kurang produktif menjadi
produktif, misalnya dengan pembentukan kelompok kerja yang dapat mengembangkan
kreativitas atau inisiatif individu dalam mengembangkan kreativitas
profesionalnya. Disamping itu faktor-faktor extrinsic rewards tentunya perlu
diperhatikan seperti; kesejahteraan karyawan, pembayaran gaji tepat waktu,
pemberian penghargaan yang positif, kesempatan pengembangan karir, kenaikan
pangkat dan lain sebagainya. Kepemimpinan yang komunikatif, terbuka, fleksibel,
intim, permisif, memberikan kepercayaan penuh, otonomi merupakan unsur-unsur
dimana tanggung jawab karyawan dapat meningkat. Contohnya pada perusahaan Con
Agra dan Wal-Mart. Perusahaan ini terdapat budaya organisasi yang kuat dengan
kinerja perusahaan yang unggul.peningkatan perusahaan ini disebabkan peranan
kepemimpinan puncak dan kuatnya budaya organisasi. Pada Con Agra kepemimpinan
luar biasa mulai dibawah Mike Harper yang menjadi CEO dari sebuah perusahaan
makanan yang berpangkalan di Omaha pada tahun 1976. Dalam beberapa tahun sebuah
budaya baru mulai dipegang, budaya yang menekankan keuntungan bagi pemegang
saham, pemuasan kebutuhan pelanggan, budaya yang menempatkan premi besar pada
kepemimpinan yang bersaing berdasarkan tingkat unit bisnis dan budaya yang
sepaham untuk menciptakan suatu lingkungan yang menarik bagi orang yang
berprestasi serta 8 memperhatikan kebutuhan karyawan. (Tika, 2006, h. 141) Lain
halnya dengan perusahaan Tepung (PT. Alu Aksara Pratama), sedikitnya 100 buruh
menggelar aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kabupaten Mojokerto. Kendati demikian,
Komisi D DPRD Kabupaten Mojokerto akan mengkaji ulang masukan tentang
pembayaran di bawah upah minimum kabupaten (UMK), masalah cuti, dan
keikutsertaan Jamsostek. Hal ini berdampak pada kinerja karyawan yang menurun
(Surya/04/06/13). Kasus lain yaitu pada instansi Balai Pelatihan Kesehatan
(Bapelkes). Bapelkes adalah unit pelaksana di bidang pelatihan kesehatan dalam
lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Kesehatan. Bapelkes
mempunyai tugas melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan bagi pegawai kesehatan
dan masyarakat, pelayanan informasi ilmu dan teknologi kesehatan, dan
pengembangan sumber daya kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kepala Bapelkes dengan dibantu staf Bapelkes menjalankan tugasnya
masing-masing sesuai dengan bidangnya masing-masing. Akan tetapi kenyataannya
masih terjadi kecemburuan pada bagian staf tata usaha karena setiap ada
pelatihan selalu ada yang merasa dianaktirikan. Artinya pihak tersebut tidak
banyak terlibat langsung sehinggatidak banyak mendapatkan insentif. Sementara
di staf lain banyak terlibat langsung dalam pelatihan sehingga menurut
pemikiran mereka insentif yang diterima lebih banyak (Muchlas, 2008, h.
564-565). Dari kedua kasus yang telah dipaparkan diatas, bahwa adanya
kesenjangan antara pimpinan dengan karyawan sehingga terjadi ketidaksesuain
dalam budaya 9 yang seharusnya ada. Ini mengakibatkan kinerja karyawan tidak
maksimal. Hal ini terjadi pada salah satu perusahaan General Motor. Perusahaan
ini memiliki karakteristik yang relatif terkenal memiliki budaya yang kuat.
Perusahaan ini banyak dikritik karena eksekutif keungannya yang berwawasan
sempit untuk mengambil keputusan-keputusan utama dalam perancangan, produksi
dan pemasaran. Para kritikus menyatakan bahwa kecenderungan ke arah hubungan
tenaga kerja yang berlawanan telah menghabiskan banyak uang perusahaan. Para
manajer yang menggantikan skala ekonomi telah menyebabkan perusahaan
mengabaikan faktorfaktor penting lainnya (Pabundu Tika, 2006, h. 143). Molenar
(2002) Kotter dan Heskett (1992) dalam Koesmono (2005, h. 168) mengatakan bahwa
budaya mempunyai kekuatan yang penuh, dan berpengaruh pada individu dan
kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja. Budaya organisasi yang kuat maka
akan meningkatkan kinerja karyawan dalam mencapai tujuannya. Dari beberapa
uraian yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan
suatu nilai yang penting dalam penerapan kinerja dalam suatu organisasi. Budaya
yang bagus akan memberikan dampak positif pada kinerja tiap anggota organisasi.
Menurut Stoner (dalam Sutrisno, 2010, h. 184) upaya dalam meningkatkan kinerja
ada 4, yaitu: 1. Diskriminasi Seorang manager harus mampu membedakan secara
objektif antara karyawan yang memiliki loyalitas tinggi dan tidak. Dengan
begitu, dapat dibuat keputusan yang adil dalam pengembangan SDM, penggajian dan
sebagainya. 10 2. Pengharapan Dengan memerhatikan bidang tersebut diharapkan
bias meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi
mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai penghargaan yang diterimanya dari
organisasi. 3. Pengembangan Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk
mereka adalah mengikuti program pelatihan. Sedangkan yang diatas standar mereka
dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. 4. Komunikasi Para manajer
perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan, guna mengevaluasi kinerja
karyawan, melakukan penilaian untuk mengetahui kekurangan dan masalah apa yang
sedang dihadapi karyawan, serta mengetahui program pelatihan dan pengembangan
apa saja yang dibutuhkan. Budaya yang kuat akan menciptakan suatu kinerja yang
kuat. Hal ini terjadi pada perusahaan Swissair. Perusahaan ini mempunyai budaya
di mana para manager menekankan layanan pelanggan, kinerja tepat waktu,
peralatan yang baik, pembiayaan yang konservatif dan rasa kekeluargaan
dikalangan karyawan. Budaya ini cocok dengan strategi Swissair untuk bersaing
dalam perjalanan bisnis jasa penerbangan internasional yang lama dan berat,
melayani terutama orang yang melakukan perjalanan bisnis. Dengan budaya ini,
kinerja Swissai secara konsisten menjadi kuat sekalipun dalam tahun 1980-an
terdapat situasi yang bergolak (Pabundu Tika, 2006, h. 144). 11 Dari
realita-realita dan teori yang telah dipaparkan menunjukkan betapa pentingnya
suatu budaya yang kuat guna meningkatkan kinerja karyawan. Dengan demikian,
ketika karyawan memiliki suatu kepercayaan yang kuat terhadap budaya dalam
organisasinya, maka tingkat kinerja karyawan karyawan akan meningkat.
Berdasarkan penjabaran diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan
budaya organisasi dengan kinerja karyawan di PT. PLN (Persero) Rayon Malang
kota. Untuk itulah penulis mengambil judul "Hubungan Budaya Organisasi
dengan Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Area Malang ". B. RUMUSAN MASALAH
Untuk lebih mempermudah penelitian ini nantinya, maka penulis akan fokus pada
permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan
sebelumnya di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana tingkat kinerja di PT. PLN (Persero) Area Malang? 2. Bagaimana
tingkat budaya organisasi di PT. PLN (Persero) Area Malang? 3. Apakah ada
hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan PT. PLN (Persero)
Area Malang? C. TUJUAN PENELITIAN Dari pemaparan rumusan masalah diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat kinerja di PT.
PLN (Persero) Area Malang. 2. Untuk mengetahui tingkat budaya organisasi di PT.
PLN (Persero) Area 12 Malang. 3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
budaya organisasi dengan kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Area Malang. D.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai
bahan pertimbangan atau informasi bagi pihak manajemen dan pimpinan perusahaan
dalam usaha peningkatan kinerja pegawai. 2. Sebagai sarana untuk melatih diri
dan menguji serta meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya
ilmiah. 3. Memberikan gambaran mengenai kondisi sumber daya manusia (pegawai)
yang dimiliki, sehingga apabila ada yang menjadi kelemahan dapat diambil
kebijakan yang tepat sehingga menjadi suatu kekuatan baru bagi perusahaan. 4.
Menjadi bahan pertimbangan, pemikiran dan saran yang bermanfaat bagi instansi
terkait. 5. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan keilmuan
khususnya psikologi industri dan dapat digunakan sebagai dasar penelitian
sebelumnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Area Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment