Abstract
INDONESIA:
Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun Anak Berkebutuhan Khusus memiliki kelebihan dibalik kekurangannya. Oleh karena itu, Anak Berkebutuhan Khusus harus meningkatkan self-esteem pada dirinya agar mampu bersaing dengan anak-anak normal lainnya. Untuk meningkatkan self-esteem dibutuhkan dukungan dari guru, orang tua, serta lingkungan masyarakat selain dari kemauan diri sendiri. Positive deviance guru diharapkan bisa membantu anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan self- esteem pada dirinya agar ia bisa lebih menghargai diri sendiri. Adanya harapan penemuan perilaku positif dari guru bisa berpengaruh terhadap pengembangan harga diri Anak Berkebutuhan Khusus. Sidowayah merupakan salah satu wilayah di kabuapaten Ponorogo yang mendapat julukan kampung idiot, dan biasanya kosakata lokal yang menyebutnya “mendho”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana harga diri Anak Berkebutuhan Khusus yang masuk program inklusi, apa saja dimensi positive deviance pada guru yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan self-esteem dan bagaimana perannya dalam mendukung peningkatan self esteem pada Anak Berkebutuhan Khusus, begitu pula bagaiamn perubahan self esteem sebelum dan setelah pre dan post test.
Penelitian ini dilakukan dengan metode action research (penelitian tindakan), yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan pemecahan kelompok masalah pada suatu kelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan dan akibat tindakannya untuk kemudian diberi tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi, pemberian check list, dan pemberian angket.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga diri anak berkebutuhan khusus yang masuk program inklusi pada awalnya memang kurang maksimal disebutkan oleh wali kelasnya bahwa pada awal adanya kelas inklusi banyak anak yang merasa minder, tapi dengan pengembangan positive deviance dari guru dapat peningkatan self esteem pada anak berkebutuhan khusus maka didapatkan hasil bahwa harga diri Anak Berkebutuhan khusus mengalami sedikit perubahan ke arah yang lebih baik menurut keterangan wawancara dengan wali kelas. Ada beberapa aspek dalam self esteem yang pada saat post test menunjukkan penurunan seperti kekuatan yang pada awalnya 28 % menjadi 27 % dan keberartian yang awalnya 38 % menjadi 32 %, sedangkan aspek yang mengalami peningkatan yaitu kebajikan yang awalnya 15 % menjadi 19% dan kompetensi
ENGLISH:
Each child born must have advantages and disadvantages, as well as Children with Special Needs has advantages beyond its drawbacks. Therefore, the Children with Special Needs should enhance self-esteem on him in order to compete with other normal children. To improve self-esteem needed the support of teachers, parents, and community environments other than self volition. Positive Deviance teachers are expected to help children with special needs to enhance self-esteem on him so he could better appreciate him selves. The hope of the discovery of the positive behavior of teachers can affect the development of self-esteem Children with Special Needs. Sidowayah is one area in the Ponorogo district dubbed the idiot village, and usually called "mendho".
This Research aimed to find out how self-esteem that goes with Special Needs Children inclusion program, what are the positive dimension of Deviance on teachers that can be developed to enhance self-esteem and how their role in supporting improved self-esteem in Children with Special Needs, as well as change How is the self esteem before and after the pre and post test.
The research was carried out by the method of action research (action research), which is oriented to the implementation of measures with the aim of solving the problem on a group of subjects studied and the observed level of success and consequences for their actions then given a follow-up actions that are improvements or adjustments to the conditions and situations in order to obtain better results. Data were collected by interview, observation, providing a check list and questionnaire providing.
These results indicate that self-esteem of children with special needs who entered the program in the first inclusion is less than the maximum specified by the guardian class that at the beginning of class inclusion are many children who feel inferior, but the positive development of teachers Deviance can increase self- esteem in children with special needs then showed that self-esteem Children with special experience little change for the better according to interviews with homeroom teacher. There are several aspects of the self-esteem at post test showed a decline such as strength that was originally 28% to 27% and meaningful that initially 38% to 32%, while the aspect that has increased the virtues of the initial 15% to 19% and competence initially 19% to 21%. So the positive role of the teacher Deviance can improve self esteem Children with Special Needs, but it takes a long time because of changing one's behavior is not easy. Expectations of teachers are not only support increased self-esteem in Children with Special Needs, but from parents and community support also good.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Anak
adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi
manusia yang berguna dan tidak menyusahkan orang lain. Secara umum anak
mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam
bidang pendidikan. Sehingga nantinya ia akan berguna untuk drinya sendiri dan
orang lain. Setidaknya setiap individu hendaknya mendapat kesempatan dan
pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan,
bakat, minatnya, latar belakang dan lingkungan fisik serta sosial
masing-masing. Setiap anak berkebutuhan khusus sesungguhnya masih memiliki
kelebihan dibalik kekurangannya. Inilah tugas kita sebagai makhluk Tuhan yang
diciptakan dengan bentuk fisik yang normal, untuk membantu mereka atau minimal
memberi semangat kepada mereka agar mereka bisa terus mengasah potensi yang
mereka miliki. Dukungan dan perhatian yang kita berikan untuk mereka sedikit
banyak akan mampu menguatkan mental mereka untuk tetap percaya diri dalam
mengembangkan potesinya. Data dari hasil penelitian yang diutarakan Baumister
et.al, 2003 (dalam Santrock, 2007), mereka menemukan adanya hubungan yang kuat
antara harga diri dan kebahagiaan. Sangat mungkin harga diri yang tinggi akan
meningkatkan kebahagiaan (Bumsister et.al, 2003, dalam Santrock, 2007). Selain
itu banyak 2 penelitian menunjukkan bahwa individu dengan harga diri yang
rendah merasa depresi dibanding dengan individu dengan harga diri yang tinggi
(Arndt & Goldenberg, 2002; Baumsister et.al,2003; Fox et.al, 2004; Harter,
2006 dalam Santrock, 2007). Harga diri sangat penting untuk anak berkebutuhan
khusus, karena dengan adanya harga diri pada diri seorang ABK, anak diharapkan
mampu menghargai diri sendiri dengan cara memaksimalkan potensi yang ada dalam
dirinya. Nantinya ABK ini tidak akan merasa rendah diri (minder) ketika bergaul
bersama dengan anak yang normal, karena setiap membawa potensinya
masing-masing. Anak yang berada di kelas awal SD yaitu pada kelas satu, dua dan
tiga SD adalah anak yang berada pada rentangan usia 6-8 tahun, disebut sebagai
masa anak pertengahan. Masa anak pertengahan ini merupakan masa perkembangan
anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya.
Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu
didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
(http://pembelajaran.wordpress.com, diakses 2 April 2011). Tinggi rendahnya
harga diri ABK dipengaruhi oleh pola asuh dari orang tua, lingkungan dan teman
sebaya, jenis kelamin, pola pikir dari ABK, pengalaman masa lalu yang baik
maupun yang buruk, status sosial keluarga pada ABK, prestasi dan nilai
keyakinan yang dianut dan diajarkan pada ABK, serta pendidikan yang didapat ABK
di sekolah. Sebenarnya dalam kasus ini, guru mempunyai peranan yang sangat
penting dalam meningkatkan harga diri pada ABK, karena pengalaman pendidikan
pada ABK sangat berpengaruh pada tinggi 3 rendahnya harga diri pada ABK itu
sendiri. Ketika pengalaman masa lalu dalam pendidikan seperti perilaku guru
yang baik maka perilaku ABK juga akan baik, begitu juga sebaliknya. Kontribusi
utama harga diri adalah dukungan sosial, pertama-tama dari orangtua kemudian
dari teman dan guru (Harter, 1985, 1990, 1993). Jadi lingkungan juga ikut
berkontribusi pada self esteem selain dari orang tua. Ibu memiliki lebih banyak
peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak
waktu yang digunakan bersama anak-anaknya daripada sang ayah. Bila Ibu
melakukan tugasnya dengan penuh kasih sayang, maka anak akan memperoleh
kepuasan dan dapat mengadakan penyesuaian sosial yang baik. (Gunarsa, 2003).
Akan tetapi orang tua kurang bisa meluangkan waktunya untuk anak, karena orang
tua sibuk mencari penghasilan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. (Observasi,
25 November 2011) Harga diri berkembang dan tersusun sepanjang hidup
sebagaimana kita membangun gambaran diri kita melalui pengalaman-pengalaman
kita dengan orang-orang yang berbeda aktivitas yang berbeda-beda pula.
Pengalaman selama masa kanak-kanak memerankan peran yang sangat besar dalam
membentuk harga diri dasar kita (Harter, 1999, dalam Mruk 2006). Kehangatan dan
pengasuhan yang positif memungkinkan anak-anak tahu bahwa mereka diterima
sebagaimana kompetensi dan keberadaan mereka. Ketegasan terhadap harapan yang
sesuai yang didukung dengan alasan untuk melakukannya akan membantu mereka
membuat pilihan yang bijaksana dan 4 mengevaluasi diri mereka sendiri
berdasarkan standar yang masuk akal (Harter et al., 1996, dalam Berk, 2003).
Dengan ditemukan positif deviance dari guru dalam meningkatkan harga diri pada
ABK karena ketika perilaku dari guru itu positif maka akan berpengaruh dalam
pola pikir ABK yaitu ABK merasa dihargai sehingga ia akan bisa menghargai
dirinya sendiri, diharapakan orang tua, guru-guru lain, maupun orang lain dapat
menerapkannya juga sehingga harga diri pada ABK dapat meningkat dan ABK tidak
minder lagi ketika bergaul. Sikap yang positif kepada ABK yang bertujuann
mengembangkan harga diri ABK pada diri beberapa guru diambil dan beberapa guru
lainnya maupun orang tua mencoba menerapkannya pada ABK sehingga harga dirinya
semakin meningkat karena adanya dukungan dari beberapa pihak. Menurut Martin
dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan
lingkungan yang berkesinambungan. Self-esteem berkembang sesuai dengan kualitas
interaksi individu dengan lingkungannya, baik itu yang meningkatkan harga diri
maupun yang menurunkan harga diri (Handayani dkk, 1998). Self-esteem yang
tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, rasa puas, memiliki tujuan
yang jelas, dan selalu berpikir positif, sedangkan self-esteem yang rendah
ditandai dengan rasa takut, cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson,
1988). Jadi lingkungan juga mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk
menentukan self esteem pada anak. Self esteem anak banyak dipengaruhi dari pola
asuh orang tua yang positif dan penuh kehangatan bisa membentuk anak memiliki
self esteem yang tinggi. 5 Selanjutnya yaitu pengalaman masa lalu anak baik
dalam masyarakat maupun dalam kelompok bermain, jika anak memiliki pengalaman
masa lalu yang baik dan menyenangkan maka itu akan membentuk self esteem yang
tinggi dalam dirinya begitu juga sebaliknya. Berikutnya ada pola pikir yang
baik dari dirinya sendiri, status sosial yang tinggi, prestasi yang
membanggakan, serta nilai keyakinan yang dianutnya, jika semuanya baik maka
terbentuklah self esteem yang tinggi dalam dirnya begitu juga sebaliknya.
Misalnya jika anak memiliki status sosial yang rendah maka anak akan merasa
rendah diri atau memiliki perasaan inferior yang mengakibatkan self esteem
menjadi rendah, contoh lain jika prestasi pada anak tidak membanggakan anak
akan merasa minder, begitu juga anak berkebutuhan khusus yang nilai rapornya
dibawah rata-rata yang membuat ia dicemooh oleh teman-teman sebayanya dibilang
anak yang bodoh, goblok, bahkan mendo sehingga itu bisa melukai harga diri pada
anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khon (Jusuf,
1984 : 53), menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara penilaian anak
terhadap dirinya dengan pola asuh orang tua. Anak dengan harga diri tinggi
biasanya diasuh oleh orang tua yang mudah mengekspresikan kasih sayang,
mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi anak, memiliki
hubungan yang harmonis dengan anak, memilki aktifitas yang dilakukan bersama,
memiliki peraturan yang jelas dan memberikan kepercayaan kepada anak. Ponorogo
merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur, yang terkenal dengan kebudayaan
reognya. Di Ponorogo ada salah satu daerah yang bernama 6 Sidowayah, yang disebut
sebagai kampung idiot. Karena menurut informasi dari INDOPOS di daerah itu
terdapat total warga yang menderita down syndrome alias idiot di tiga kawasan
tersebut mencapai 445 orang. Jika dirinci lebih detail, yang paling banyak
terdapat di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon (323 orang) Selanjutnya, di Desa
Karangpatihan. Kecamatan Balong, terdapat 69 orang dan di Desa Pandak.
Kecamatan Balong, terdapat 53 orang. Begitu juga salah satu stasiun TV swasta,
Liputan trans7 menyebutkan tentang suatu dusun di ponorogo yang karena
kemiskinannya, beberapa keturunannya mengalami keterbelakangan mental. Padahal
tidak sebegitu buruk keadaannya, memang di Sidowayah ada beberapa orang yang
mengalami cacat mental maupun fisik yang biasa disebut “mendo” namun sebagian
besar masyarakatnya adalah normal. Pemberitaan di media benar-benar terlalu
melebih-lebihkan, dikarenakan beberapa faktor misalnya untuk mendapatkan dana
maka beberapa LSM harus melakukan penelitian dan membuat kesimpulan tentang
desa Sidowayah yang menyatakan bahwa banyak sekali warga yang mengalami cacat
mental maupun fisik (mendo), namun dari semua penelitiannya tidak ada yang
kembali ke Sidowayah. Dan juga ada beberapa yang melakukan penelitian, namun
tiba-tiba di luar sana mengklaim bahwa Sidowayah merupakan kampung idiot. Di
SDN 04 Krebet ini ada 22 orang anak inklusi (masuk dalam sistem pendidikan
untuk anak yang berkebutuhan khusus di sekolah biasa) dan hanya ditangani oleh
1 orang guru. Padahal idealnya, 2-4 murid ditangani oleh seorang guru. Kepala sekolahnya
berdalih bahwa memang ada masalah dengan ketersediaan guru di SD itu yang
mengerti tentang ABK. 7 Masyarakat sidowayah juga dihadapkan dengan sejumlah
kasus pengasuhan anak yang tidak mendukung kesehatan mental anak-anak.
Menguatnya stigma sosial komunitas dalam bentuk mendho, goblok, ndablek, mbetik
merupakan kosakata lokal yang begitu menguat dan menjadi sumber cemoohan kepada
anak-anak yang tidak sekolah, padahal tida selamanya mereka dapat
dikategorisasikan seperti sebutan tersebut (Pelatihan, 19/12/09; Ibu WT,
22/12/09; Observasi, 26/12/09; FGD, 21/12/09; Deka dkk, 21/12/09, Sulyono,
Katirah, 23/12/09; Senin, 25/12/09) (dalam Mahpur,2010). Fakta di sekolah
mengenai ABK yaitu, bahwa di sekolah ABK dibilang “goblok”, “mendo”, sehingga
itu menjadikan ABK merasa minder/ rendah diri. Padahal setiap anak memiliki
potensi masing-masing dalam dirinya yang perlu dikembangkan. Karena adanya
penilaian seperti itu maka peran guru disini sangat penting untuk meningkatkan
harga diri ABK lewat perilaku positif yang ditemukan pada guru kemudian
diaplikasikan pada ABK. Intinya jika perilaku guru positif maka perilaku ABK
juga juga akan positif, begitu juga sebaliknya. Karena di Sidowayah minim
sekali model yang baik, sehingga perlu adanya penemuan Positif Deviance pada
beberapa guru yang sudah memiliki perilaku positif kemudian ditularkan ke
guru-guru yang lain supaya perilaku menjadi positif, sehingga berpengaruh
terhadap meningkatnya harga diri pada ABK. Dan penelitian sebelumnya mengenai
self esteem anak yang mengalami pengalaman Child Abuse oleh Fidanita Octora,
yang menunujukkan bahwa self esteem pada anak yang mengalami pengalaman child
abuse masih rendah dikarenakan anak masih mengalami trauma pada dirinya.
penelitian selanjutnya 8 yaitu mengenai hubungan anatara gaya kelekatan aman
terhadap orang tua dengan diri pada anak usia akhir (late chilhoo) menunjukkan
bahwa adanya hubungan yang positif antara gaya kelekatan aman ayah-ibu dengan
harga diri anak usia akhir yang artinya semakin tinggi gaya kelekatan aman
ayah-ibu, maka semakin tinggi pula harga diri pada anak usia akhir begitu juga
sebaliknya. Itu terlihat bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam
pembentukan self esteem. Penelitian mengenai hubungan antara penerimaan teman
sebaya dengan harga diri remaja oleh Jalaludin menunjukkan bahwa dimana semakin
tinggi harga diri remaja maka semakin tinggi pula penerimaan teman sebaya.
Penelitian itu menunjukkan bahwa penerimaan dari teman sebaya juga berpengaruh
meningkatkan atau bahkan menurunkan self esteem pada seseorang begitu juga
dengan anak. Dan juga penelitian mengenai hubungan antara self-esteem dengan
perilaku merokok siswa laki-laki di MTs Al-Huda Gondang oleh Fitri Indhana
Zulfa menyebutkan bahwa semakin tinggi self esteem maka terjadi kecenderungan
rendah pada perilaku merokok. Itu menujukan bahwa lingkungan masyarakat maupun
teman sebaya mempunyai pengaruh dalam pemebntukan self esteem, jika anak
memiliki self esteem yang tinggi maka ia akan bisa membentengi diri sendiri
dari perilaku negatif yang terjadi dilingkungannnya. Ada juga penelitian yang
dilakukan oleh Mahmudah dan Erwin Dyah Nawawinetu, dr., M. Kes mengenai
Faktor-faktor yang berhubungan dengan GAKI pada anak sekolah dasar di dusun
Sidowayah, desa Sidoharjo, kecamatan Jambon, kabupaten Ponorogo menyebutkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan Ibu tentang masalah GAKI (Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium), cara penggunaan garam iodium 9 pada proses memasak, pola
konsumsi sumber iodium yaitu ikan laut, pola konsumsi sumber goitrogenik yaitu
sawi dengan status GAKI sehingga diharapkan petugas pelayanan kesehatan di
daerah setempat memberikan penyuluhan pada Ibu tentang pencegahan GAKI. Jadi
nantinya gizi pada anak bisa terkucupi dengan baik. Dari pemikiran di ataslah
maka akan diungkap lebih jelas dalam sebuah penelitian yang berjudul : “PERAN
POSITIVE DEVIANCE GURU DALAM MENINGKATKAN SELF ESTEEM ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
( Penelitian Tindakan Di SDN 4 Krebet, Sidowayah, Jambon, Ponorogo)”. B.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana harga diri ABK yang masuk program inklusi? 2. Apa
saja dimensi positif deviance pada guru yang dapat dikembangkan untuk
peningkatan self esteem pada ABK? 3. Bagaimana perubahan self esteem sebelum
dan setelah diberikan pre dan post test? 4. Bagaimana peran positif deviance dalam
mendukung pengembangan self estem ABK ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui bagaimana harga diri ABK yang masuk program inkusi 10 2. Untuk
mengetahui apa dimensi positif deviance pada guru yang dapat dikembangkan untuk
peningkatan self esteem pada ABK 3. Untuk mengetahui bagaimana perubahan self
esteem sebelum dan setelah diberikan pre dan post test 4. Untuk mengetahui
bagaimana peran positif deviance dalam mendukung pengembangan self estem D.
Manfaat Penelitian Ada dua aspek yang dapat dijadikan manfaat dalam penelitian
ini, yaitu : 1. Aspek Teoritis Yaitu memperoleh wacana sekaligus pengetahuan
dan pemahaman baru tentang peranan dari Positif Deviance yang berhubungan
dengan anak berkebutuhan khusus terutama pada usaha mendukung pengembangan self
esteem pada dirinya, agar ia bisa memaksimalkan potensinya. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru : sebagai masukan pada guru terutama guru SD berkaitan dengan
hal-hal yang bisa memaksimalkan potensi pada ABK b. Bagi pihak sekolah, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil suatu kebijakan
yang tepat sasaran dan efektif terhadap anak didik. 11 c. Bagi orangtua :
sebagai masukan kepada orangtua sehingga orangtua dapat terus mengembangkan
potensi pada ABK melalui positif deviance. d. Bagi subjek (siswa): sebagai
pendukung dalam pengembangan self esteem agar potensinya semakin maksimal. e.
Bagi ilmuwan psikologi, penelitian ini menambah wawasan terhadap bidang
psikologi, khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan positif
deviance untuk meningkatkan self esteem pada ABK.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Peran positive deviance guru dalam meningkatkan self-esteem anak berkebutuhan khusus: Penelitian tindakan di SDN 4 Krebet Ds. Sidowayah, Kec. Jambon, Kab. Ponorogo.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment