Abstract
INDONESIA :
Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang meliputi gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Serta kelainan neurobiologi yang mengakibatkan terganggunya pengolahan informasi sensori, sehingga respon adaptif terhadap lingkungan tidak dapat berfungsi secara normal, yang menyebabkan perilaku anak autis akan berbeda dengan anak normal pada umumnya.
Seorang anak harus berpartisipasi aktif dengan lingkungannya untuk dapat memperbaiki organisasi sistem sarafnya, agar fungsi sensori integrasi optimal, maka anak autis harus diberikan aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang kinerja otak. Terapi musik pada penelitian ini terdiri dari tiga sesi terapi yaitu sesi mendengar dan menyanyi, sesi gerakan dan sesi memainkan alat musik. Petunjuk inti di balik terapi musik adalah pendekatan nonverbal dalam menghadapi klien, tanpa harus berkata-kata, klien bisa bebas berimprovisasi dengan musik. Terapi musik untuk gangguan autis tidak ditekankan dari segi estetikanya tetapi lebih pada kolaborasi aktif antara terapis dan anak, sehingga anak bisa berkomunikasi dengan terapis melalui musik.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap peningkatan fungsi sensori integrasi pada anak autis di Pusat Terapi Terpadu A- plus yang berlokasi di Jl. Blitar No. 02 Malang.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi-experimental) yaitu eksperimen yang dilakukan tanpa randomisasi, namun masih menggunakan kelompok kontrol. Subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling dan didapatkan dua anak sebagai kelompok perlakuan dan dua anak sebagai kelompok kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah terapi musik dan variabel terikatnya adalah fungsi sensori integrasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan observasi berstruktur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 18 September sampai dengan 5 Oktober 2007. Analisis data yang digunakan adalah uji Ranking Bertanda Wilcoxon dan uji U Mann-Whitney, dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 12.0 for Windows.
Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa pada kelompok perlakuan untuk uji statistik Ranking Bertanda Wilcoxon pada taraf nyata 20% ( = 0.20) diperoleh asumsi signifikan sebesar 0.180 < 0.20 (p < ), pada kelompok kontrol pada taraf nyata 20% ( = 0.20) diperoleh asumsi signifikan sebesar 0.180 < 0.20 (p < ), yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan. Untuk Uji statistik U Mann-Whitney pada taraf nyata 11% ( =0.11) didapatkan asumsi signifikan sebesar 0.102 < 0.11, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan perlakuan terapi musik dengan kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan terapi musik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi musik memberikan peningkatan terhadap fungsi sensori integrasi pada anak autis. Berdasarkan hasil observasi selama perlakuan terapi musik diketahui bahwa anak autis memiliki minat yang tinggi terhadap musik.
ENGLISH :
Autism is pervasive developmental disorder. The disorder include in communication skill, social interaction and behaviors. One of the autism characteristics is neurobiological which caused the interface of sensory information processing. As a result their adapt response toward environment could not work normally and it’s caused the children with autism are different with the normal children.
The child must participate actively with the environment to improve the organization of his nervous system to optimize sensory integration function, so autistic children must doing activities be able stimulate brain function. Music therapy in this research contain of three session that is hear and singing session, movement session, and playing instrument session. Core guidance music therapy is nonverbal approach in facing client, without talk, a client can free improvise with music. Music therapy for autism disorders is not pressuring from the aesthetics of view but more than active collaboration between therapist and child, so child that can communication with therapist by the music.
This research has done for knowing the effect of music therapy on the improvement of sensory integration function at autistic children in the integrated therapy center A-plus which is located in Jl. Blitar No. 2 Malang.
This research using quasi-experimental method. Quasi-experimental method is the experiment which done without random sample, but it still using control group. Research subject is certainly choused in purposive sampling manner. Where, two of them are as group of experiment and the other two as control group. Independent variable in this research is music therapy and the dependent variable is sensory integration function. The collecting data instrument used in this research are documentation and structural observation. This research has done from September 18th up to October 5th 2007. The data analysis used are Wilcoxon Signed Ranks and U Mann-Whitney and also using SPSS 12,0 for windows.
Based on the result of the analysis it can be know that the children with experiment group using Wilcoxon Signed Rank statistic at 20% ( =0.20) got the result about 0.180 < 0.20 (p < ). While in the children of control group at 20% ( =0.20) got the result about 0.180 < 0.20 (p < ). It means that there is a significant different between the groups of experiment and group of control in pretest and posttest. Besides, for the U Mann-Whitney at 11% ( =0.11) got the result about 0.102 < 0.11. It means that there is a significant different between the group with music therapy and the group without. So, it can be conclude that the music therapy can give the improvement toward sensory integration function in autistic children. Based on the observation, the autistic children have high attention in music.
BAB I ]
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Istilah “Autis” sekarang ini bukan
lagi merupakan hal asing di lingkungan masyarakat. Beberapa tahun belakangan
ini autis sangat ramai dibicarakan baik di media cetak maupun media
elektronika, bahkan juga sering diadakan seminar dan pelatihan seputar gangguan
autis. Tempat-tempat terapi autis juga sudah banyak tersebar di berbagai kota
di Indonesia dan menawarkan jenis terapi yang beragam pula. Autis merupakan
gangguan perkembangan pervasif yang mencakup gangguan-gangguan dalam kemampuan
interaksi sosial, kemampuan komunikasi dan berbahasa, perilaku tak lazim dan
terbatasnya minat atau aktivitas.1Autisme bisa terwujud dalam karakteristik
atau gejala-gejala dengan berbagai kombinasi dari yang sangat ringan sampai yang
sangat parah sehingga disebut sebagai suatu spektrum. Walaupun autisme dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian gangguan perilaku, tetapi anak-anak dan
orang dewasa dengan autisme dapat menunjukkan kombinasi perilaku dengan tingkat
keparahan yang berbeda. Sehingga dua anak yang didiagnosis autis dapat
berperilaku sangat berbeda satu sama lain.2 Gangguan autistik terjadi 2 sampai
5 kasus pada setiap 10.000 anak di bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental
berat dengan ciri autistik 1 Sasanti Yuniar, “Autistic Related Disorder”
(Makalah seminar, Surabaya, 2001), 2. 2 Yehosua, dkk., “Terapi Sensori
Integrasi, Okupasi dan Wicara Untuk Mengoptimalkan Kemampuan Anak Autis”
(Makalah seminar, Semarang: P2GPA, 2002), 2. dimasukkan, angkanya dapat
meningkat sampai 20 kasus per 10.000 anak. Gangguan autistik lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dengan
perbandingan 4:1, tetapi anak perempuan yang memiliki gangguan autistik
cenderung lebih parah dibandingkan pada anak lakilaki.3 Kini jumlah penderita
autis di seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987
prevalensi penyandang autis adalah 1 anak per 10.000 kelahiran. Sepuluh tahun
kemudian penderita autis meningkat menjadi 1 anak per 500 kelahiran. Dan pada
tahun 2000 menjadi 1 anak per 250 kelahiran. Menurut laporan Central for
Disease Control (CDC) di Amerika Serikat penderita autis kini mencapai 1 anak
per 150 kelahiran dan diperkirakan angka yang sama juga terjadi di tempat lain,
termasuk Indonesia.4 Dari sejumlah penelitian yang dilakukan oleh para pakar
autis telah disepakati bahwa dijumpai suatu kelainan pada otak anak autis. Ada
tiga lokasi di otak yang mengalami kelainan neuro-anatomis, namun sampai saat
ini sebab dari kelainan tersebut belum dapat dipastikan. Banyak teori yang
diajukan oleh para pakar mulai dari faktor genetika (keturunan), infeksi virus
dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air
dan makanan. Diyakini bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase-fase
pembentukan organ-organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan 0 – 4 bulan.5
3 Kaplan & Sadock, Sinopsis Psikiatri, (terj.) Widjaja Kusuma (Jakarta;
Binarupa Aksara, 1997), 713. 4 Anonimous, Autisme, Ramai Tersesat di Kota Asing
(http://www.gatra.com), Akses: 22 Februari 2006. 5 Handojo, Autisma, Petunjuk
Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain
(Jakarta; Gramedia, 2004), 14. Dugaan tentang adanya kelainan otak pada anak
autis ini dinyatakan juga oleh 17 penelitian yang dilakukan di sepuluh pusat
penelitian, antara lain di Kanada, Perancis dan Jepang yang melibatkan 250
penyandang autisme dimana pada kebanyakan dari mereka ditemukan pengecilan pada
daerah cerebellum yang menyebabkan kacaunya lalu lalang impuls di otak.
Cerebellum bukan saja mengatur keseimbangan, tapi juga ikut berperan dalam
proses sensorik, berfikir, daya ingat, belajar, berbahasa dan juga perhatian.
Yang sangat khas pada anak autis adalah ketidakmampuannya untuk mengalihkan
perhatian dengan cepat.6 Anak autis juga mengalami masalah pada sensori
integrasinya, menurut Jean Ayers, sebagaimana dikutip Yehosua, sensori
integrasi adalah kemampuan untuk mensintesa, mengorganisir dan memproses
masuknya informasi sensori yang diterima dari tubuh dan lingkungan sehingga
didapatlah respon langsung yang bermanfaat. Sensori integrasi merupakan proses
normal dari fungsi otak (Brain Function) dalam menerima input dari orang lain
dan lingkungan, juga perasaan. Dari mengumpulkan dan menyatukan input juga
mempergunakannya untuk merencanakan tindakan yang sesuai.7 Sensori integrasi
yang terganggu menyebabkan proses kerja fungsi otak yang tidak semestinya dari
saat penerimaan input hingga dilanjutkan ke sistem syaraf perasa untuk
diterjemahkan ini mengalami gangguan. 8 6 Melly Budhiman, “Pentingnya Diagnosis
Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisme” (Makalah simposium,
Surabaya:Fakultas kedokteran Universitas Airlangga, 1998), 6. 7 Yehosua, dkk.,
“Terapi Sensori Integrasi, Okupasi dan Wicara untuk Mengoptimalkan Kemampuan
Anak Autis” (makalah seminar, Semarang: P2GPA, 2002), 28. 8 Ibid., 30. Sensory
Integration Disfunction (SID) ini terjadi pada sistem susunan saraf pusat
(Central Nervous System) di dalam otak (Brain). SID merupakan gangguan dari
proses sensori “input “, yang meliputi: 1. Gangguan Vestibular menunjukkan
bahwa otak gagal memproses informasi yang datang dari Reseptor Vestibular yang
terletak di sisi-sisi telinga, sehingga menyebabkan anak tidak memiliki
keseimbangan tubuh. 2. Gangguan Tactile menunjukkan, bahwa stimulus yang datang
dari reseptor kulit tidak terproses dengan baik sehingga menyebabkan
terganggunya respon yang diterima melalui kulit yang berupa merasa dan meraba.
3. Gangguan Proprioceptive menunjukkan bahwa proses dari otak ke muscle (otot) dan
joint (persendian) tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan
terganggunya otot dan sendi.9 Saat kebutuhan akan pengintegrasian sensori
berjalan sejajar dengan tuntutan lingkungan, seorang anak dapat merespon secara
efisien, kreatif dan memuaskan pada saat-saat menyenangkan dalam bermain. Kata
“menyenangkan” adalah kata kunci dalam sensori integrasi, seorang anak yang
senang diangkat ke atas, diayun, dipeluk, memanjat, berlari, melompat dan
sebagainya adalah merupakan sesuatu yang natural. Mereka bergerak karena
merupakan kebutuhan akan makanan bagi otaknya.10 Namun yang terjadi pada anak
autis mereka tidak bisa menikmati kata “menyenangkan” dalam bermain karena
terganggunya fungsi sensori integrasi, sehingga mereka tidak bisa berperilaku seperti
anak normal pada umumnya. 9 Ibid., 29. 10 Anonimous, Sensori Integrasi
(http://www.putrakembara.org.), Akses: 22 Februari 2006. Mereka bisa saja
tiba-tiba terjatuh saat sedang berlari, keseimbangan tubuh mereka kurang
sehingga tidak bisa berjalan dengan lurus. Akibat dari terganggunya sensori
integrasi juga menyebabkan anak autis oversensitive,11 sehingga mereka
menunjukkan perilaku-perilaku misalnya: menutup telinga saat mendengar bunyi
kran walaupun bagi anak normal bunyi kran sama sekali tidak mengganggu,
sentuhan atau pelukan dipersepsikan sebagai tindakan yang sangat menyakitkan.
Ada juga anak autis yang undersensitive, 12 perilaku yang tunjukkan misalnya:
mengabaikan ucapan yang diarahkan pada dirinya, sehingga mereka sering disangka
tuli, perilaku melukai diri sendiri tidak dipersepsikan sakit, orangtua mungkin
akan panik melihat tangan anaknya berdarah-darah akibat ulahnya sendiri,
sementara si anak justru tenang-tenang saja. Seiring dengan meningkatnya jumlah
kasus autis, kian bervariasi pula pendekatan yang digunakan untuk menangani
gangguan autis ini, di antaranya terapi perilaku, terapi obat-obatan
(biomedikasi), psikoterapi, maupun terapi baru yang terus dikembangkan yang
dapat digolongkan sebagai terapi alternatif. Terapi-terapi tersebut muncul
karena gangguan autis yang bersifat pervasif, sehingga pengobatan autis tidak
cukup dari satu aspek saja, tetapi harus dilakukan secara holistik. Menurut
Ayres, Sensori Integrasi adalah: Sensory integration occurs when a child
spontaneously plans and executes a successful adaptive response to sensory
input. The chil must participate actively with the environment to improve the
organization of his nervous system. The drive "to do" must come from
within the child, even though 11 Oversensitive: Respon berlebihan anak-anak
autistik terhadap stimuli sensorik. Lihat Kaplan & Sadock, Sinopsis
Psikiatri, (terj.) Widjaja Kusuma (Jakarta; Binarupa Aksara, 1997), 717. 12
Undersensitive: Kurang responsif pada anak-anak autistik terhadap stimuli
sensorik. Lihat Kaplan & Sadock, Ibid. he has been unable "to do"
successfully before. He must take each developmental step himself, even though
development has been difficult for him in the past. The equipment used in
sensory integrative therapy is designed to entice the child into activities
that provide sensations that tend to organize young human brains."13 Agar
sensori integrasi dapat berfungsi secara normal maka seseorang harus melakukan
aktifitas-aktifitas yang bisa merangsang otak untuk terus berkembang, karena
kerja otak disebabkan oleh perilaku dan perhatian manusia terhadap
lingkungannya.14 Aktifitas mendengarkan dapat merangsang fungsi auditori,
menggerakkan tubuh dapat mengembangkan fungsi vestibular dan proprioseptif, dan
sebagainya. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat dirangkum menjadi suatu terapi
yang bukan saja menyenangkan tetapi juga memaksimalkan fungsi-fungsi yang ada
dalam sistem sensori integrasi, yaitu terapi musik. Terapi musik dirancang
dengan pengenalan mendalam terhadap keadaan dan permasalahan klien, sehingga
akan berbeda untuk tiap orang. Setiap terapi musik juga akan berbeda maknanya
untuk orang yang berbeda. Namun semua terapi musik mempunyai tujuan yang sama,
yaitu membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi
pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi, meningkatkan memori,
serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun
kedekatan emosional.15 Otak manusia adalah otak yang musikal, dan irama
memiliki kekuatan yang secara langsung mempengaruhi kognisi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar kemampuan manusia belum benar-benar diketahui.
Kemampuan 13 Jean Ayres, Sensory Integration and the Child, (review) Allison
Martin musikal terdapat dalam otak pada tingkat
ketidaksadaran, sehingga walaupun seseorang sungguh-sungguh percaya bahwa
mereka tidak memiliki kekuatan musikal, sebenarnya mereka tidak benar-benar
tahu. Penelitian tentang otak mengungkapkan bahwa sebenarnya yang bukan
musisipun memiliki musikalitas yang tinggi, hanya saja mereka tidak
mengetahuinya.16 Menurut Gardner (dalam Djohan) dijelaskan bahwa setiap manusia
paling sedikit memiliki delapan kemampuan intelegensi yang berbeda. Salah
satunya adalah intelegensi musik.17seringkali orang dengan kebutuhan khusus
belajar lebih baik melalui musik karena bagian dari otak musik adalah bagian tertua
dari struktur otak yang paling sedikit mengalami kerusakan akibat cacat lahir
atau kecelakaan. Demikian pula lingkungan yang beraneka ragam dapat merubah
kemampuan otak dan intelegensi menjadi tidak statis. 18 Dalam Journal of the
American Medical Association (dalam Campbell) ditulis komunikasi nonverbal
diantara anak penderita autisme yang memainkan drum dengan ahli terapi yang
bermain piano dapat berfungsi membawa si anak keluar dari isolasinya.19 Hal
senada juga dijelaskan oleh Clive E. Robbins direktur Nordoff-Robbins Music
Therapy Center di New York University (dalam Campbell) bahwa improvisasi dengan
musik ini sangat ampuh untuk anak yang tidak mampu berhubungan dengan dunia
dengan baik, tidak bisa manjalin 16 Djohan, Psikologi Musik (Yogyakarta: Buku
Baik, 2005), 88-89. 17 Ibid., 230. 18 Ibid., 230. 19 Efek Mozart: Memanfaatkan
Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, dan
Menyehatkan Tubuh ed. Don Campbell (terj.) T. Hermaya ( Jakarta: Gramedia,
2002), 287. hubungan manusiawi, atau mengalami kesulitan berkomunikasi, yang
merupakan cara untuk menjangkau ke dalam pikiran si anak.20 Penelitian yang
dilakukan oleh Applebaum, dkk (dalam Djohan) dijelaskan bahwa kinerja anak
autistik lebih baik daripada anak normal dalam mengimitasi nada yang berasal
dari vokal, piano dan synthesizer. Selain itu ditemukan bahwa musik dapat
menjadi motivator efektif dan modalitas yang memungkinkan anak autis belajar
materi non musik dan menekankan penggunaannya sebagai penguatan sensori positif
dalam mengurangi stimulasi diri.21 Penelitian-penelitian tentang manfaat terapi
musik juga dilakukan oleh Warwick (dalam Djohan) yang menyatakan bahwa perilaku
sosial dan relasi interpersonal anak-anak yang menderita autisme meningkat
setelah mendapat terapi musik. Peningkatan juga terjadi pada koordinasi
motorik, perilaku komunikasi dan kemampuan bahasa.22 Anak-anak merasakan
kebahagiaan ketika mereka bergoyang, menari, bertepuk, dan bernyanyi bersama
seseorang yang mereka percayai dan cintai, bahkan sementara mereka merasa
senang dan terhibur, musik membantu pembentukan perkembangan mental, emosi
serta ketrampilan sosial dan fisik mereka selain memberi mereka kegairahan dan
keterampilan yang mereka perlukan untuk mulai belajar secara mandiri.23 Di kota
Malang terapi musik telah diterapkan di beberapa tempat terapi autis, salah
satunya di Pusat Terapi Terpadu “A-plus” yang terletak di jalan Blitar. Terapi
musik yang ditawarkan di yayasan tersebut diberikan dalam dua bentuk 20 Ibid.,
287. 21 Djohan, Terapi Musik, Teori dan Aplikasi, ed. Djohan (Jogjakarta:
Galang Press, 2006), 164. 22 Ibid., 165. 23 Djohan, Psikologi Musik
(Yogyakarta: Buku Baik, 2005), 141. yaitu secara aktif (anak dilibatkan secara
langsung untuk memainkan alat musik atau menyanyikan beberapa lagu) dan secra
pasif (anak hanya diperdengarkan musik). Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti tentang “Efektivitas Terapi Musik untuk Mengoptimalkan Fungsi
Sensori Integrasi pada Anak Penyandang Autis”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat fungsi sensori
integrasi anak autis pada kelompok perlakuan saat pretest dan posttest di Pusat
Terapi Terpadu A plus Malang? 2. Bagaimana tingkat fungsi sensori integrasi
anak autis pada kelompok kontrol saat pretest dan posttest di Pusat Terapi
Terpadu A plus Malang? 3. Adakah efektivitas terapi musik dalam mengoptimalkan
fungsi sensori integrasi pada anak penyandang autis di Pusat Terapi Terpadu
A-Plus Malang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat
fungsi sensori integrasi anak autis pada kelompok perlakuan saat pretest dan
posttest di Pusat Terapi Terpadu A plus Malang. 2. Untuk mengetahui tingkat
fungsi sensori integrasi anak autis pada kelompok kontrol saat pretest dan
posttest di Pusat Terapi Terpadu A plus Malang. 3. Untuk mengetahui efektivitas
terapi musik dalam mengoptimalkan fungsi sensori integrasi pada anak penyandang
autis di pusat terapi terpadu A Plus Malang. D. Manfaat Penelitian Adapun
manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis Untuk mengembangkan
konsep-konsep serta teori-teori psikologi terutama dalam usaha menumbuhkan psikologi
musik di Indonesia. Memberikan wacana baru tentang terapi dalam bidang
kesehatan atau klinis, serta menambah khazanah keilmuan terutama dalam bidang
psikologi klinis. 2. Secara praktis Bagi anak penyandang autis akan memberikan
suatu alternatif terapi yang lebih murah dan aman, karena tidak menimbulkan
efek samping yang negatif bagi pengguna terapi musik itu sendiri.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Efektivitas terapi musik untuk mengoptimalkan fungsi sensori integrasi pada anak autis di Pusat Terapi Terpadu A-plus Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment