Abstract
INDONESIA:
Percobaan bunuh diri merupakan fenomena yang sering terjadi diberbagai belahan dunia. Percobaan bunuh diri berhubungan erat dengan aspek psikologis dan pengambilan keputusan, ketika seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan maka seseorang memiliki dua pilihan yaitu menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara yang positif atau dengan cara yang negatif yaitu, bunuh diri.
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang perempuan usia 22 tahun, yang pernah melakukan usaha bunuh diri, namun masih selamat dan juga beberapa informan yang terkait dengan subjek. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi dan penggunaan alat ukur psikologi yaitu BDI (Beck Depression Inventory), SCL 90, GRAFIS dan WARTEG. Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis domain yang dikemukakan oleh Spradley. Teori yang digunakan meliputi teori Psikoanalisa Sigmund Freud, Kongnitif Aaron Beck, Teori perkembangan Jean Piaget dan teori sosial Emile Durkheim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya percobaan bunuh diri dilakukan karena adanya rasa kehilangan dan sebagai sarana untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif yang dirasakan, hal ini disebabkan oleh depresi yang muncul tidak dapat direduksi oleh ego, ini sejalan dengan teori Freud mengenai bunuh diri yaitu adanya pembalikan agresi pada diri sendiri akibat adanya rasa kehilangan objek cinta. Sejalan dengan teori Beck mengenai depresi, pada penelitian ini juga ditemukan adanya depresi sebelum dan pasca percobaan bunuh diri. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwasannya mereka yang melakukan percobaan bunuh diri cenderung tidak berpikir sistematis, ini bertentangan dengan teori perkembangan Piaget yang menyatakan adanya kematangan logika berpikir dan cenderung berpikir sistematis sebelum mengambil tindakan lebih jauh. hal ini dipengaruhi oleh depresi yang timbul sebelum percobaan bunuh diri berlangsung. Depresi juga didukung karena adanya tekanan dari lingkungan sosial dan subjek tidak mampu menyesuaikan dirinya, didukung dengan adanya faktor internal yaitu pandangan negatif pada diri dan masa depan, maka timbul rasa frustrasi yang diwujudkan dengan percobaan bunuh diri, hal ini sesuai dengan bunuh diri egoistik dan anomi yang diungkapkan oleh Durkheim.
ENGLISH:
The Suicide is attempted a common phenomenon in many parts of the world. Attempted suicide is closely related to the psychological aspects and decision-making, when someone is faced with a problem then one has two options which resolve these issues in a positive way or a negative way, namely, suicide.
This study uses a qualitative approach to the case study method. Subjects in this study were two women, aged 22 years, who never attempt suicide, but still survived and also some informants related to the subject. Data collection techniques used were in-depth interviews, observation and the use of measuring devices, namely psychology BDI (Beck Depression Inventory), SCL 90, GRAPHICS and WARTEG. The analysis technique used domain analysis techniques proposed by Spradley. The theory used include Sigmund Freud's theory of Psychoanalysis, Cognitive Aaron Beck, Jean Piaget's developmental theory and social theory Emile Durkheim.
The results showed that the suicide attempt because of the sense of loss and as a means to express negative emotions are felt, this is caused by depression which appears not be reduced by the ego, is in line with Freud's theory of suicide is a reversal of aggression on themselves due to the loss of a sense of the object of love. In line with Beck's theory of depression, this study also found the presence of depression before and after attempted suicide. In this study also found that those who attempted suicide tend not to think systematically, this is contrary to the development of Piaget's theory which states the existence of maturity logical thinking and tend to think systematically before taking any further action. it is influenced by the depression that arises before a suicide attempt takes place. Depression is also supported because of pressure from the social environment and the subject is not able to adapt itself, supported by the internal factors of the self and a negative view on the future, then the resulting sense of frustration that manifested with suicide attempts, this is in accordance with the egoistic and anomic suicide expressed by Durkh
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bunuh diri merupakan fenomena yang menarik
untuk dikaji, hal ini dikarenakan bunuh diri merupakan fenomena yang sampai
saat ini, belum bisa ditentukan akar permasalahannya secara spesifik. Bunuh
diri seringkali mewarnai pemberitaan di media, ini dikarenakan peningkatan
angka bunuh diri yang sangat signifikan. Seperti kasus bunuh diri yang
dilakukan oleh seorang laki-laki berusia 49 tahun dengan cara membakar diri
didalam kamarnya, bunuh diri ini terjadi di Tulungagung pada tanggal 05 Mei
2014. (Republika.co.id) Sebelumnya di Bandung Jawa Barat juga terjadi percobaan
bunuh diri yang dilakukan oleh remaja berusia 13 tahun dengan cara mengantung
dirinya mengunakan kain sarung, karena tidak diijinkan mengantar adiknya ke
sekolah. (Liputan6.Com) Dari beberapa kasus ini menunjukkan bahwasannya, di
Indonesia sendiri angka kematian akibat bunuh diri makin meningkat. Ini
didukung dengan data dari WHO pada tahun 2010 yang menyebutkan angka bunuh diri
di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa. Tentu jika tidak ada
upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari tahun ke
tahun. WHO malah meramalkan pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia secara
global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa (Kompasiana.com). Data di WHO menyimpulkan
bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju
dan menjadi masalah yang terus meningkat 2 jumlahnya di negara berpenghasilan
rendah dan sedang. Hampir satu juta orang meninggal setiap tahunnya akibat
bunuh diri. Ini berarti kurang lebih setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri.
Jumlah ini melebihi akumulasi kematian akibat pembunuhan dan korban perang.
Percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh anak muda sendiri diperkirakan sekitar
19.000 percobaan, berarti lebih dari satu percobaan setiap 30 menit. (Husain,
2005:22) Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan perbandingan angka bunuh
diri berdasarkan gender. Laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih besar dari
pada perempuan dengan tingkat rata-rata untuk laki-laki dewasa lima kali lebih
besar dibandingkan perempuan. (Halgin & Whitbourne, 2010:30) Hal ini
dikarenakan ketika melakukan percobaan bunuh diri perempuan cenderung tidak
melakukannya dengan usaha yang sungguhsungguh atau dengan menggunakan alat yang
mematikan, misalnya melompat dari atap gedung atau menggunakan alat yang
mematikan seperti pistol yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki, perempuan
cenderung menggunakan metode yang dramatis seperti memotong nadi atau meminum
obat-obatan yang tidak mendatangkan kematian secara langsung. Meskipun
seringkali ditemukan adanya gangguan psikologis pada pelaku bunuh diri, namun
tidak terdapat kategori khusus pada DSM yang ditujukan pada orang yang
melakukan usaha bunuh diri. Hampir 90% orang dewasa yang melakukan bunuh diri
didiagnostik memiliki gangguan psikologis (Psychology Disorder) (Halgin &
Whitbourne, 2010:30). Dari dua pertiga orang yang melakukan percobaan bunuh
diri menderita gangguan 3 mental (Beautrais et al.,1996, dalam Husain,
2005:71), tentu gangguan psikologis bukan satu-satunya faktor yang mendasari
seseorang melakukan percobaan bunuh diri, umumnya percobaan bunuh diri didasari
oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain, berdasarkan temuan
lapangan,pelaku percobaan bunuh diri kedua-duanya berasal dari keluarga yang
tidak harmonis. Menurut Lubis (2009:129) anak yang ditolak oleh orang tuanya
akan menjadi malu dan bingung, karena selalu diombang-ambingkan perasaan cinta
kasih dan kekecewaan atau kebencian terhadap orang tuanya, sehingga anak-anak
akan mengalami kekalutan batin. Timbullah rasa tidak aman secara emosional
(emotional insecurity) dan akan mengakibatkan konflik batin yang serius, trauma
yang ditimbulkan dari penolakan orangtua akan berpengaruh terhadap pengendalian
emosi anak kelak ketika dewasa, sehingga ketika dihadapkan pada permasalahan
atau tekanan hidup anak cenderung cepat frustasi bahkan sebagai puncaknya akan
muncul kecenderungan untuk bunuh diri. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
gangguan psikologis seperti depresi pada pelaku percobaan bunuh diri.
Berdasarkan hasil penelitian sendiri depresi mayor berkontribusi pada sekitar
20% - 35% dari kematian karena bunuh diri di Amerika Serikat. (Angst, Angst,
Stassen, 1999. Dalam Nevid, Rathus dan greene, 2003:264) Akan tetapi depresi
meminjam istilahnya Freud hanya merupakan pencetus terakhir (Precipitating
Event), sedangkan trauma yang diakibatkan oleh penolakan orangtua ikut berperan
sebagai Traumatic Event yaitu permasalahan membekas yang tidak disadari, 4
selain itu tekanan hidup atau masalah-masalah yang dihadapi seperti misalnya
masalah kerja, perceraian, menderita penyakit yang serius dan masih banyak lagi
juga ikut menyumbang seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Hal ini
dibuktikan oleh berbagai penelitian yang menyebutkan adanya kombinasi faktor
pada pelaku percobaan bunuh diri seperti yang diungkapkan oleh Murphy (2000)
dalam risetnya yang dilakukan di Inggris, bahwasannya dua pertiga pelaku bunuh
diri hanya sedikit atau bahkan tidak sama sekali mendapatkan dukungan sosial.
Separuh dari mereka tidak bekerja, dan separuh lainnya tidak berangkat kerja
dengan teratur. Separuh dari mereka menderita gangguan kesehatan dan sepertiga
dari mereka hidup sendiri.(Murphy, 2000; Murphy, 1992, dalam Husain, 2005:74)
selain masalah psikologis dan adanya tekanan hidup, alkohol dan narkotika
(Substance Abuse) juga ikut memiliki peranan sebagai penyebab bunuh diri, dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90% dari para pecandu alkohol dan
lebih dari dua pertiga orang yang tidak kecanduan, melakukan percobaan bunuh
diri dan mengkonsumsi alkohol langsung sebelum percobaan. Selain itu ada
sebagian orang yang menjadikan alkohol dan narkotik sebagai sarana bunuh diri
secara perlahan-lahan. (Marcus, 1996. Dalam Husain, 2005:73) Dilihat dari angka
bunuh diri yang makin meningkat dari tahun ketahun, berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Phillips (1974) untuk mengetahui angka bunuh diri bulanan di
Amerika Serikat antara tahun 1948 – 1968, ditemukan bahwa jumlah rata-rata
bunuh diri meningkat secara drastis 5 setelah gencarnya pemberitaan tentang
kisah bunuh diri di surat kabar, khususnya pada halaman pertama. Peningkatan
ini terjadi terutama didaerah tersebarnya kisah tersebut (Dalam Husain,
2005:81). Hal ini dijelaskan oleh Bandura sebagai proses belajar-modeling yang
dilakukan oleh seseorang berdasarkan informasi yang didapatnya, ketika
seseorang memutuskan untuk bunuh diri umumnya mereka memiliki reverensi atau
informasi mengenai bunuh diri baik dari metode atau alat yang digunakan maupun
pengambilan keputusan, inilah yang menjelaskan kenapa seseorang dengan latar
belakang keluarga yang pernah melakukan percobaan bunuh diri lebih rentan
melakukan percobaan bunuh diri juga, selain karena trait kepribadian tertentu
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang meningkatkan resiko,
seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Mengenai metode atau alat yang
digunakan dalam percobaan bunuh diri biasanya dipengaruhi oleh
motifasi-motifasi dan harapan-harapan si pelaku misalnya seseorang yang tidak
memiliki harapan hidup memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan tidak
menjalani pengobatan atau meminta bantuan dokter untuk diinjeksi dengan obat
yang mematikan hal ini disebut dengan Euthanasia aktif, hal ini dilakukan
dengan harapan tidak perlu merasakan sakit lebih lama lagi. Atau seorang wanita
yang ditinggal kekasihnya mengancam dengan memotong nadinya, agar kekasihnya
tidak meninggalkannya. Selain itu banyak cara yang sering di gunakan sebagai
media percobaan bunuh diri seperti gantung diri, menembak dirinya dengan
menggunakan pistol, di Amerika Serikat sekitar 60% dari angka bunuh diri 6
secara keseluruhan yaitu dengan menggunakan senjata api atau pistol, (Davison,
2006:424) menelan racun atau obat-obatan sampai over dosis, menjatuhkan diri
dari atap gedung, atau dengan menggunakan benda tajam seperti pada tradisi
harakiri di Jepang yang dianggap sebagai sesuatu yang terhormat. Selain
beberapa faktor yang telah disebutkan diatas, percobaan bunuh diri juga dapat
dipengaruhi oleh motivasi-motivasi yang mendorong pelaku untuk mengakhiri
hidupnya. Motivasi ini didasarkan pada dua motivasi yaitu, motivasi ekstrinsik
yang berasal dari luar dirinya ataupun motifasi intrinsik yang berasal dari
dalam diri. misalnya seseorang memutuskan untuk bunuh diri dikarenakan berharap
bahwa mereka akan dirindukan atau dikenang setelah kematian mereka, orang yang
hidup akan merasa bersalah karena telah salah memperlakukan mereka atau
dikarenakan ingin melarikan diri dari stress, kehancuran, rasa sakit, atau kekosongan
emosional. Secara umum bunuh diri merupakan upaya individu untuk menyelesaikan
masalah, yang dilakukan dalam kondisi stress berat dan ditandai pertimbangan
atas alternative yang sangant terbatas dimana akhirnya penihilan diri muncul
sebagai solusi terbaik. (Linehan & Sherin, 1988. Dalam Davison dkk,
2006:427) hal ini bisa dilihat dari berbagai penelitian yang menyebutkan
bahwasannya sekitar 80% orang yang hendak melakukan bunuh diri mengungkapkan
niat mereka melalui isyarat atau symbol. (Husain, 2005:31) Umumnya mereka yang
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sudah merasa putus asa dan tidak bisa
berpikir tentang jalan keluar dari 7 permasalahan yang dihadapi, bukti-bukti
menunjukkan adanya peranan vital rasa putus asa terhadap percobaan bunuh diri.
Dalam suatu penelitian, pasien psikiatri rawat jalan yang memiliki skor
keputusasaan diatas skor tertentu, sebelas kali cenderung untuk melakukan bunuh
diri dibanding dengan mereka yang memiliki skor dibawah nilai itu (Beck dkk.
1990 dalam Nevid, dkk, 2003:267) Ketika seseorang dalam keadaan putus asa
mereka cenderung mengambil tindakan yang tidak menguntungkan bagi dirinya
sendiri, hal ini karena ketika seseorang menggalami permasalahan yang
menjadikannya stress, atau bahkan sampai depresi biasanya orang tersebut
menggalami distorsi kognitif sehingga dia tidak bisa menemukan jalan untuk
keluar dari permasalahannya, selain rasa putus asa kemampuan coping dan problem
solving juga berpenggaruh dalam penggambilan keputusan disini, apakah orang
tersebut memilih untuk mengakhiri hidupnya, ataukah bertahan dan berusaha
mencari jalan keluar dari permasalahannya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Williams dan Pollock (2001) ditemukan, bahwasannya pelaku bunuh
diri memiliki tingkat problem solving yang rendah dibandingkan dengan orang
normal. berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwasannya orang yang melakukan
percobaan bunuh diri mengalami penurunan fungsi kognitif dan cenderung mengunci
pikirannya pada masalah yang dihadapinya. “ Terus pas saat itu aku gak keluar,
aku dalam kos sendiri, pintu aku kunci dari dalem, pikiranku wes kayak apa yo,
wes buntu aku, wes gak iso mikir. Pokok yang aku piker, kalau dia gak sama aku
lagi mending aku mati.” 8 Hal ini berhubungan dengan Decision Framing yaitu
pembingkaian keputusan berdasarkan persepsi, menurut Suharnan, (2005:236)
pembuatan keputusan dipenggaruhi dua bingkai yaitu, Penerimaan, dinyatakan
dalam bentuk perolehan (gain) sehingga menghasilkan tindakan penentangan atau
penghindaran terhadap resiko, kemudian Penolakan, dinyatakan dalam bentuk
kehilangan (lost) sehingga akan menimbulkan tingkah laku mengambil resiko.
Selain adanya pembingkaian keputusan pandangan negatif terhadap diri akan
membentuk skema kognitif yang disfungsional (Automatic Thought) yang mengakibatkan
seseorang mengalami distorsi kognitif yang ditandai penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah, sehingga ketika anak tersebut berpikir untuk bunuh diri
maka ia akan menganggap bunuh diri sebagai satu-satunya solusi dan tidak bisa
melihat alternatif lain yang jauh lebih baik ketika mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan pada pelaku percobaan bunuh diri cenderung dibuat tanpa
adanya proses yang sistematik, seperti hasil wawancara berikut : “ Akhire ya
udah aku ngambil silet, saat itu dikamar itu adanya silet, aku goresin ke
tangan aku. wes kayak brutal ae goresin, koyok wes gak mikir semuanya, pokok
aku mikir saat itu kalau aku mati bebanku ilang.” Umumnya mereka hanya
berpatokan pada keyakinan akan keputusan yang telah diambil. Biasanya ini diambil
melalui hukum kedekatan, kemiripin, kecenderungan, atau keadaan yang paling
mendekati kenyataan yang diperolehnya baik berdasarkan pengalaman ataupun
informasi dari orang lain yang disebut sebagai pendekatan heuristik, (Suharnan,
2005:208) pendekatan ini sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya
ketika 9 seseorang telah membuat patokan ia cenderung akan memiliki gerakan
yang terbatas yaitu disekitar patokan yang telah dibuat, walaupun keputusan
yang diambil bertentangan dengan bukti penalaran logis ia akan tetap
mempertahankan keputusannya dan menutup mata terhadap bukti-bukti baru yang
berbeda, pelaku percobaan bunuh diri bukan tidak mengetahui konsekuensi dari
tindakannya namun ia cenderung mengambil konsekuensi tersebut. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh berbagai hal, misalnya harapanharapan yang ingin dicapai
seperti rasa sedih atau penyesalan yang akan timbul pada orang yang
ditinggalkan, bisa juga karena orang tersebut terlanjur mengambil keputusan dan
merasa malu apabila menyerah pada keputusan yang telah diambil. Perlu adanya
penelitian mendalam mengenai bunuh diri, untuk menemukan
kecenderungan-kecenderungan seseorang melakukan percobaan bunuh diri.
Penelitian-penelitian terdahulu umumnya hanya membahas mengenai keterkaitan
satu faktor atau beberapa faktor dengan prilaku bunuh diri, belum ada
penelitian yang membahas mengenai gambaran psikologis sampai seseorang akhirnya
memutuskan melakukan bunuh diri. Untuk itu peneliti perlu melakukan penelitian
dengan judul, “Dinamika Psikologis Pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri (Tentament
Suicide).” Diharapkan dari penelitian ini akan ditemukan gambaran psikologis
meliputi faktor-faktor, motivasi dan pengambilan keputusan dari pelaku
percobaan bunuh diri, yang nantinya akan bermanfaat sebagai upaya penanggulangan
bunuh diri dan sebagai tambahan referensi mengenai percobaan bunuh diri. 10 B.
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana
dinamika psikologis pelaku percobaan bunuh diri (tentamen suicide)? 2.
Bagaimana proses pengambilan keputusan pada pelaku percobaan bunuh diri
(tentamen suicide)? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dinamika psikologis
pelaku percobaan bunuh diri (tentamen suicide). 2. Mengetahui proses
pengambilan keputusan pada pelaku percobaan bunuh diri (Tentament Suicide). D.
ManfaatPenelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari : 1. Manfaat teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang Psikologi, selain itu juga dapat memperkaya kajian
penelitian dalam psikologi klinis mengenai Dinamika Psikologis pada Tentament
Suicide. 2. Manfaat praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai sumber wacana mengenai percobaan bunuh diri, selain itu juga
dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam upaya pengurangan percobaan
bunuh diri, yaitu dalam bentuk upaya yang sifatnya preventif (pencegahan)
maupun 11 yang sifatnya kuratif (penanganan) pada pelaku percobaan bunuh diri.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan, sebagai reverensi untuk penelitian
selanjutnya dengan tema yang sama.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Dinamika psikologis pada pelaku percobaan bunuh diri (tentament suicide). " Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment