Abstract
INDONESIA:
Masa MTs merupakan salah satu masa meningkatnya perbedaan diantara anak muda mayoritas. Salah satu faktor yang mempengaruhi delinquency seseorang adalah regulasi diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat regulasi diri dan delinquency (kenakalan remaja) pada santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasi. Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu yang berjumlah 66 santri (25% dari 267 orang), terdiri 22 santri dari kelas VII, 22 santri dari kelas VIII dan 22 santri dari kelas IX. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik incidental sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala regulasi diri dan skala delinquency (kenakalan remaja). Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi (anareg) linier sederhana.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu mempunyai tingkat regulasi diri yang sedang dengan presentase 69,6 % (46 santri) adapun kategori yang masuk pada tingkatan tinggi dan rendah masing-masing memiliki persentase 15,2 % (10 santri). Untuk tingkat delinquency (kenakalan remaja) pada kategori sedang dengan presentase 78,8% sebanyak 52 santri. Kategori tinggi berada pada presentase terbesar ke dua yaitu 13,6% sebanyak 9 santri, sedangkan kategori rendah dengan presentase 7,6% sebanyak 5 santri. Ada pengaruh signifikan regulasi diri terhadap delinquency siswa MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener. kontribusi/sumbangan pengaruh regulasi diri terhadap delinquency sebesar 23%, sedangkan sisanya (77%) dipengaruhi oleh variabel lain.
ENGLISH:
MTs period is one-time increase in the difference between the majority of young people. One of the factors that affect delinquency someone is self- regulation. This study aims to determine the level of self-regulation and delinquency (delinquency) on MTs students Pondok Pesantren Al-Mu'minien Lohbener Indramayu.
This research uses a correlation study. The subjects were taken in this study were students of MTs Pondok Pesantren Al-Mu'minien Lohbener Indramayu totaling 66 students (25% of 267 people), comprising 22 students of class VII, 22 students of class VIII and 22 students of class IX. The sampling technique in this research is the incidental sampling technique. Methods of data collection in this study using the scale of self-regulation and scale delinquency (delinquency). Analysis of the data used is regression analysis (anareg) simple linear.
This study found that the majority of students of MTs Pondok Pesantren Al-Mu'minien Lohbener Indramayu have moderate levels of self-regulation with a percentage of 69.6% (46 students) As for the categories that make the high and low levels each have a 15.2 percentage % (10 students). To the level of delinquency (delinquency) in the category with the percentage of 78.8% as much as 52 students. High category is the second largest percentage is 13.6% as much as 9 students, while the lower category with a percentage of 7.6% by 5 students. There was a significant effect of self-regulation to the delinquency of students MTs Pondok Pesantren Al-Mu'minien Lohbener. contributions / donations influence of self-regulation of the delinquency by 23%, while the rest (77%) is influenced by other variables.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Jiwa remaja adalah jiwa yang penuh dengan
gejolak (strum und drang) dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai
dengan perubahan sosial yang cepat yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma. 1
Sehingga kerap kali melakukan berbagai tindakan yang melanggar norma agama dan
sosial, seperti tawuran, pelecehan seksual terhadap lawan jenis, bolos sekolah,
dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Komnas perlindungan anak mencatat sejak
Januari hingga Juni 2013, terjadi 369 kasus kenakalan remaja yang menyeretnya
ke ranah hukum. Dari kasus tersebut, modus yang paling banyak dilakukan para
remaja adalah pencurian (135 kasus), senjata tajam (68 kasus), narkoba (58
kasus), perkosaan (42 kasus), kekerasan ( 37 kasus) dan pembunuhan (25 kasus).
Sebagian kecil lainnya terkait judi dan miras.2 Kenakalan yang dilakukan para
siswa disebut dengan delinquency siswa, dimana dalam konsep psikologi
delinquency (kenakalan remaja) berarti kejahatan. Menurut Simanjuntak, suatu
perbuatan disebut delinquency apabila perbuatan-perbatan tersebut bertentangan
dengan 1 Sarlito. W. Sarwono, (2012). Psikologi Remaja. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta, hlm. 280 2
http://116.90.165.206/~n3ws/index.php?option=com_content&task=view&id=38376&Itemid=1
(Diakses pada tanggal 24 September 2014)) 2 norma-norma yang ada di dalam
masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti sosial.3 Seperti
yang dikutip Sarwono. Jensen membagi perilaku delinquency menjadi empat jenis.
Pertama, perilaku delinquency yang menimbulkan korban fisik pada orang lain
(seperti perkelahian, pemerkosaan, penganiayaan dan lain-lain). Kedua,
(perilaku delinquency yang menimbulkan korban materi bagi orang lain seperti
mencuri, mencopet, melakukan pengrusakan barang milik orang lain dan
lain-lain). Ketiga, perilaku delinquency yang melanggar status (seperti
membolos, melawan orang tua, lari dari rumah dan lain-lain). Keempat, perilaku
delinquency yang tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain dan hanya merugikan
diri sendiri (seperti penyalahgunaan obat, pelacuran, hubungan seksual sebelum
nikah dan lain-lain).4 Perilaku buruk bukan hanya terjadi pada lingkungan
sekolah umum seperti SMP dan SMA saja, tetapi juga hal ini banyak terjadi di
lingkungan pondok pesantren. Menurut salah satu pengajar pesantren5 menyebutkan
bahwa di MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu terdapat sebagian
perilaku negatif yang berkembang di pondok pesantren tersebut. Akibatnya hal
ini mempengaruhi proses belajar yang ada di pesantren diantaranya perilaku
berbohong (prilaku berbohong pada santri seringkali dengan niat lebih lanjut
untuk menjaga rahasia atau reputasi, perasaan melindungi seseorang atau untuk
menghindari hukuman atau tolakan untuk satu tindakan. Beberapa pengajar
mengeluhkan hal tersebut 3 Sudarsono, (1990). Kenakalan Remaja. Jakarta. PT
Rineka Cipta, hlm. 10 4 Sarlito. W. S, (2012) Opcit, hlm. 256 5 wawancara 2
juli 2014 3 karena tentu saja akan mengganggu proses belajar dan hal ini
berdampak kurang baik bagi perkembangan mereka), kabur dari pondok menjadi
daftar pelanggaran selanjutnya. Hal ini merupakan pelangaran yang sangat berat,
karena sering kali santri yang kabur terpengaruh melakukan hal-hal yang
sia-sia, sebut saja bermain playstation, meninggalkan kegiatankegiatan
pesantren dan lain-lain. Pelangaran ini sangat menghawatirkan para pengurus
pesantren, perilaku buruk lainnya yaitu bolos sekolah. Perilaku ini memang
salah satu penyakit santri yang banyak terjadi. Ketika santri bolos sekolah
kebanyakan mereka tidur baik itu dimasjid, musholla ataupun dikamar dan juga
bolos sekolah karena ia kabur keluar pondok, ada pula perlaku tidak sopan
sering kali santri berbicara tidak sopan baik terhadap temannya, gurunya maupun
pengurus. Disamping itu seringkali ditemukan adanya santri yang berpakaian
tidak sopan. Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu melarang adanya
perilaku tidak sopan karena akhlak merupakan cerminan dari seorang santri. Hal
tersebut tentunya sangat kontra dengan hal-hal yang diajarkan oleh pesantren
yang mengutamakan norma-norma pesantren.6 Salah seorang santri menyatakan bahwa
teman-temannya sering kali keluar pondok tanpa izin untuk tidak mengikuti
kegiatan pondok. Hal itu ditambahkan oleh temannya bahwa dirinya pun menjadi
aktor perilaku tersebut.7 6 Wawancara 2 juli 2014 7 wawancara 2 juli 2014 4 Hal
lain ditekankan oleh salah satu pengurus pesantren bahwa terdapat perilaku
nakal yang dilakukan oleh santri. Beliau menyebut bahwa dirinya sering kali
memergoki santri yang keluar pondok tanpa izin, berpakaian tidak sopan, merokok
dan lain-lain, menurutnya santri yang demikian tidak mempunyai kesadaran diri
terhadap aturan yang ada.8 Berdasarkan fakta diatas selaras dengan yang di
ungkapkan oleh Fiske dan Tailor bahwa kemampuan untuk mengatur diri perlu
dikembangkan utuk membantu individu mengatasi situasi yang menekan. menunjukkan
bahwa kegagalan seseorang dalam melakukan regulasi diri menyebabkan seseorang
tidak mampu mencapai tujuan dan rentan mengalami resiko psikologis meskipun
tidak berada pada lingkungan yang beresiko mengalami gangguan seperti menjadi
pecandu alkohol, terlibat dalam pergaulan bebas dan terlibat delinquency. 9
Galinsky mengungkapkan regulating one’s thinking, emotions, and behavior is
critical for success in school, work, and life. 10 yaitu dengan adanya regulasi
diri, seseorang akan mampu untuk mengatur pikiran, emosinya dan perilaku
seseorang untuk menuju kesuksesan di lingkungan sekolah, pekerjaan dan
kehidupannya. Pendapat Adler mengenai regulasi diri juga sangat berkaitan bahwa
setiap orang memiliki kekuatan untuk bebas menciptakan gaya hidupnya
sendiri-sendiri. Manusia itu sendiri yang bertanggung jawab tentang siapa 8
wawancara 2 juli 2014 9 Chairani, Lisya & Subandi, M.A. (2010). Psikologi
Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan Regulasi Diri. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
hlm. 35 10 Rose, Florez, Ida ( 2011). Developing Young Children’s Self-Regulation
through Everyday Experiences, hlm. 46 5 dirinya dan bagaimana dia
bertingkahlaku. Manusia mempunyai kekuatan kreatif untuk mengontrol kehidupan
dirinya, bertanggung jawab terhadap, bertanggung jawab mengenai tujuan
finalnya, menentukan cara memperjuangkan mencapai tujuan itu, dan menyumbang
pengembangan minat sosial. Kekuatan diri kreatif itu membuat manusia menjadi
manusia bebas, bergerak menuju tujuan terarah11. Dari pendapat Adler tersebut
dapat diketahui bahwa setiap individu memiliki keampuan dasar untuk mengontrol
dirinya, sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya untuk bertanggung jawab
sesuai dengan tujuan hidupnya. Bandura menyebutkan tiga kebutuhan internal
dalam proses melakukan regulasi diri yang terus menerus sebagai berikut. Pertama
observasi diri (Kita harus dapat memonitor performa kita walaupun perhatian
yang kita berikan padanya belum tentu tuntas ataupun akurat. Kita harus
memberikan perhatian secara selektif terhadap beberapa aspek dari perilaku kita
dan melupakan yang lainnya dengan sepenuhnya. Apa yang kita observasi
bergantung pada minat dan konsepsi diri lainnya yang sudah ada sebelumnya).
Kedua, proses penilaian (observasi diri sendiri tidak memberikan dasar yang
cukup untuk dapat meregulasi perilaku. Proses kedua, proses penilaian, membantu
kita meregulasi perilaku kita melalui proses mediasi kognitif. Kita tidak hanya
mampu utuk menyadari diri kita secara reflektif, tetapi juga menilai seberapa
berharga tindakan kita berdasarkan tujuan yang telah kita perbuat untuk diri kita.
Lebih 11 Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. UMM Press,
Malang, hlm 74. 6 spesifiknya lagi, proses penilaian bergantung pada standar
pribadi. Performa rujukan, pemberian nilai pada kegiatan, dan atribusi
performa). Ketiga, reaksi diri (manusia merespon secara positif dan negative
terhadap perilaku mereka bergantung pada bagaimana perilaku tersebut memenuhi
standar personal mereka. Manusia menciptakan insentif untuk tindakan mereka
melalui penguatan diri atau hukuman diri. Sebagai contoh, seorang murid yang
rajin yang telah menyelesaikan suatu tugas bacaan dapat memberikan penghargaan
pada dirinya sendiri dengan menonton program televisi favoritnya.12 Zimmerman
juga menambahkan bahwa self regulation merujuk pada pikiran, perasaan dan tindakan
terencana dan secara siklis disesuaikan dengan upaya pencapaian tujuan
pribadi13 . Menurutnya lagi self regulation mencakup tiga aspek yang
diaplikasikan dalam belajar. Pertama metakognitif (menurut Zimmerman dan pons
bahwa poin metakognitif bagi individu yang melakukan regulasi diri adalah
individu yang merencanakan, mengorganisasi, mengukur diri, dan menginstruksikan
diri sebagai kebutuhan selama proses perilakunya. Matlin menambahkan
metakognisi adalah pemahaman dan kesadaran tentang proses kognitif-atau pikiran
tentang berpikir. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa metakognisi merupakan suatu
proses penting. Hal ini dikarenakan pengetahuan seseorang tentang kognisinya
dapat membimbing dirinya mengatur atau menata peristiwa yang akan dihadapi 12
Feiss. J dan feiss. George. J, (2010), Teori kepribadian. edisi 7
(diterjemahkan oleh Smitha Prahita Sjahputri), Salemba Humanika, Jakarta, hlm.
220 13 Chairani, Lisya & Subandi, M.A. (2010), Opcit, hlm. 28. 7 dan
memilih strategi yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognitifnya
kedepan).14 Kedua motivasi. Devi dan Ryan mengemukakan bahwa motivasi adalah
fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan kemampuan
yang ada pada setiap diri individu Ditambahkan juga oleh Zimmerman dan Pons bahwa
keuntungan motivasi ini adalah individu memiliki motivasi intrinsik, otonomi,
dan kepercayaan diri tinggi terhadap kemampuan dalam melakukan sesuatu.15
Menurut Pintrich motivasi merupakan komponen yang paling penting dari
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Hal ini dianggap sebagai salah satu
faktor penentu keberhasilan). 16 Ketiga perilaku (Perilaku menurut Zimmerman
dan Schank Merupakan upaya untuk mengatur diri, menyeleksi dan memanfaatkan
lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas
belajarnya).17 Penelitian Setianingsih dkk tentang hubungan antara penyesuaian
sosial dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku
delinquency pada remaja memberikan kesimpulan bahwa hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara penyesuaian sosial dan
kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku delinquency
berdasarkan perhitungan dengan 14 Ghufron, N. Risnawita, R.(2011) Teori-Teori
Psikologi. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta, hlm. 59 15 Ibid, hlm. 60 16 Al Khatib,
Ahmed, Saleh (2010). Meta-cognitive self-regulated learning and motivational
beliefs as predictors of college students’ performance . Al Ain University of
Science and Technology, hlm. 58 17 Zimmerman, Barry J. (2008), Investigating Self-Regulation
and Motivation: Historical Background, Methodological Developments, and Future
Prospects. Graduate Center of the City University of New York, hlm. 167 8
menggunakan teknik analisis regresi ganda 2 prediktor menghasilkan koefisien
korelasi R = 0,651 dengan Freg = 27,540 dengan p
<0,01. Setianingsih dkk juga menyatakan bahwa masih ada variable-variabel lain yang mempengaruhi delinquency selain penyesuaian sosial dan kemampuan menyelesaikan masalah, sehingga mereka menganjurkan agar peneliti-peneliti selanjutnya mengkaji variable-variabel lainnya seperti konsep diri, regulasi diri atau efikasi diri.18 Dari latar belakang diatas, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh regulasi diri terhadap tingkat delinquency (kenakalan remaja) pada Santri MTs Pondok Pesantren AlMu’minien Lohbener Indramayu. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat regulasi diri Santri MTs Pondok Pesantren AlMu’minien Lohbener Indramayu? 2. Bagaimana tingkat delinquency (kenakalan remaja) Santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu? 3. Apakah ada pengaruh regulasi diri terhadap tingkat delinquency (kenakalan remaja) Santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu? 18 Setianingsih. Eko, Uyun. Zahrotul, Yuwono. S. (2006), Hubungan antara penyesuaian sosial dan kemampuan Menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku Delinkuen pada remaja. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal, tidak diterbitkan. 9 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat regulasi diri Santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu. 2. Untuk mengetahui tingkat delinquency (kenakalan remaja) Santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu. 3. Untuk mengetahui pengaruh regulasi diri terhadap delinquency (kenakalan remaja) Santri MTs Pondok Pesantren Al-Mu’minien Lohbener Indramayu. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat untuk mengembangkan kajian keilmuan baik secara teoritis maupun praktis kepada semua elemen pecinta ilmu pengetahuan. a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu psikologi dan menambah kajian ilmu psikologi untuk mengetahui bagaimana pengaruh regulasi diri dengan delinquency (kenakalan remaja). b. Manfaat Praktis Manfaat praktis, dapat memberikan masukan yang berarti bagi civitas akademika kampus dan Pondok Pesantren AlMu’minien Lohbener Indramayu untuk meningkatkan regulasi diri dalam mengembangkan penerapan sistem yang ada.>
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh regulasi diri terhadap delinquency santri MTs Pondok Pesantren al-Mu’minien Lohbener Indramayu" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment