Abstract
INDONESIA:
Remaja kerap menghadapi sejumlah persoalan saat berinteraksi dengan orang lain, khususnya siswa akselerasi yang kurang memiliki sikap toleran terhadap lingkungan. Problem yang paling menonjol pada siswa akselerasi, pada umumnya egois, individual, dan merasa lebih pintar dibanding siswa-siswi yang lainnya. semua ini dapat dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki oleh setiap siswa. Pernyataan tersebut sesuai dengan pandangan Burns (1993 : ) yang menyatakan bahwa hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada siswa akselerasi merupakan suatu pandangan, penilaian dan keyakinan individu dalam bertingkah laku ditengah masyarakat khususnya dalam kehidupan sosialnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui konsep diri siswa-siswi akselerasi di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1. (2) Mengetahui interaksi sosial siswa-siswi akselerasi Madrasah Aliyah Negeri Malang 1. (3) Mengetahui ada tidaknya hubungan antara konsep diri siswa-siswi akselerasi dengan intreraksi sosial antar siswa di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu korelasi non intervensi dan jenis datanya termasuk penelitian kuantitatif. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel populatif dimana jumlah populasi dan sampel sama besarnya yaitu semua siswa-siswi kelas akselerasi MAN Malang 1 dengan jumlah 41 siswa yang terbagi dari kelas 11 dan kelas 12. Untuk perhitungan reliabilitas digunakan teknik Alfa Cronbach. Sedangkan untuk uji analisis statistic korelasional digunakan Product Moment Pearson.
Dengan mengunakan rumus korelasi Product Moment dari Person, didapatkan hasil rhitung > rtabel (0,635 > 0,308) yang berarti hipotesis dalam penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsep diri siswa akselerasi dengan interaksi sosial antar siswa MAN Malang 1. Yang berarti semakin baik konsep diri siswa akselerasi maka semakin baik pula interaksi sosialnya. Dan sebaliknya, semakin rendah konsep diri siswa akselerasi, semakin rendah pula interaksi sosialnya.
ENGLISH:
Teens often face a number of problems when interacting with others, especially acceleration students who have less tolerant of environment. The most prominent problems on the acceleration students, in general, are, individualized, and arrogant (think more intelligent than other students). Those problems can be influenced by self-concept of every student. This statement is in accordance with the views of Burns (1993) states that the relations between self-concept and social interaction on student acceleration are a view, judgment, and individuals confidence to behave in the society especially in their social life.
The purposes of this study are (1) Knowing the self-concept of accelerated students in Madrasah Aliyah Negeri Malang 1. (2) Knowing the social interaction of accelerated students in Madrasah Aliyah Negeri Malang 1. (3) Knowing the relationship between self-concept of accelerated students and social interaction among students at Madrasah Aliyah Negeri Malang 1.
Research design which is used in this study is the correlation of non- intervention and the types of data including quantitative research. Technique of sampling in this study uses populated samples where the total population and the sample are same that all the students of acceleration class MAN Malang 1 with 41 students, divided into 11th grade and 12th grade. For the reliability calculation uses technique of Alpha Cronbach, whereas for attesting statistical analysis correlation uses Product Moment Pearson.
By using the formula of Product Moment Person Correlation showed rhitung > rtabel (0.635> 0.308) which means that the hypothesis in this study is proved. There is a positive relationship between self-concept of accelerated students and social interaction among students MAN Malang 1. It means that if self concept of accelerated students is more and better, so their social interaction is also better, and conversely.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
kehidupan sosial, para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada umumnya
tahap perkembangannya berada dalam kategori remaja pertengahan 15-18 tahun
(Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap menghadapi sejumlah persoalan
saat berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, ketika berhubungan dengan teman
sebaya, mereka tidak jarang mengalami konflik dan persaingan yang tidak sehat.
Menurut Budi Siswanto, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Merdeka (Unmer)
Malang, siswa-siswi akselerasi pada umumnya kurang memiliki sikap toleran
terhadap lingkungan. Itu sesuai dengan karakter mereka yang masuk dalam
kategori anak cerdas istimewa (CI). Lebih lanjut, dia menuturkan, bahwa problem
interaksi sosial yang paling menonjol pada siswa kategori CI, pada umumnya
memiliki tingkat IQ lebih tinggi dari kebanyakan siswa, adalah konsep diri yang
lebih mengedepankan rasa keakuanya (egosentris), sehingga ada perasaan lebih
pintar dibandingkan siswa-siswi yang lain (http://indonesianic.wordpress.
Com/2008/06/19/). Menurut Iswinarti (2002) sebagian anak dengan IQ tinggi akan
mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, karena anak dengan IQ tinggi
mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju
dibanding dengan anak-anak biasa, sehingga sering tidak sepadan dengan
teman-temannya. Kondisi tersebut semakin tidak di untungkan dengan adanya 2
labelling dari lingkungan masyarakat di sekitar sekolah terhadap siswa
akselerasi. Mead (dalam Burns, 1993 : 3) juga menjelaskan pandangan, penilaian,
perasaan dan keyakinan individu mengenai dirinya yang timbul sebagai hasil dari
suatu interaksi sosial sebagai konsep diri. Konsep diri mempunyai pengaruh yang
cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu ia akan bertingkah laku sesuai
dengan konsep dirinya (Rahmat, 1996). Label yang diberikan pada siswa
akselerasi sebagai anak pintar dapat dipersepsi negatif atau positif oleh
individu yang bersangkutan. Label yang dipersepsi negatif dapat membuat
individu menjadi terbebani. Hal tersebut cenderung akan membawa efek negatif
pula terhadap perkembangan sisi psikologisnya. Individu akan merasa gagal dan
terbuang ketika tidak dapat memenuhi tuntutan lingkungan, serta menjadi tidak
percaya diri, merasa tidak berharga, dan rendah diri. Individu dengan persepsi
diri yang negatif akan cangung ketika harus berpartisipasi dalam suatu
aktivitas sosial serta memulai hubungan baru dengan orang lain (Hurlock, 1999).
Biasanya persepsi negatif itu juga akan memicu munculnya sikap agresif dan
perilaku negatif, sehigga individu menjadi tertutup dan kurang tertarik untuk
menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Kondisi ini diperburuk juga dengan
adanya fenomena di masyarakat yang menunjukkan bahwa aspek kognitif lebih
dihargai daripada aspek sosial emosional. Hal tersebut dapat menimbulkan
perasaan tertolak yang memicu munculnya persepsi diri negatif pada siswa
akselerasi sehingga berpengaruh buruk terhadap kehidupan sosialnya (Hurlock,
1999). 3 Label yang dipersepsi positif oleh siswa membuat individu menjadi
pribadi yang merasa berharga, percaya diri, menerima keadaan dirinya, serta
dapat melakukan interaksi sosial secara tepat. Persepsi positif ini akan
mendorong siswa cenderung tampil lebih aktif dan terbuka dalam melakukan hubungan
sosial dengan orang lain. Relasi sosial yang luas akan menjadikan individu
mampu mengerti dan melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan, sehingga
memudahkannya untuk adaptasi dengan keadaan lingkungan (Hurlock, 1999). Dengan
demikian pendirian kelas akselerasi yang pada awalnya dianggap sebagai solusi
terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa dengan IQ tinggi, malah menjadi
beban bagi siswa akselerasi dengan adanya pelabelan dari masyarakat tentang
diri siswa CI, pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004 : 27) yang menyatakan bahwa
siswa dengan IQ tinggi atau superior dalam kesehatan, dan melakukan interaksi
sosial dengan baik, dapat disimpulkan bahwa siswa dengan IQ tinggi adalah anak
yang berbahagia dan mudah berinteraksi sosial dengan orang lain, namun sebagian
kenyataan dilapangan menunjukkan bahwasannya kelas akselerasi membawa dampak
negatif terhadap kehidupan sosial siswa. Siswa kurang bisa memiliki kesempatan
untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman sebayanya karena siswa akselerasi
dituntut untuk berhadapan dengan materi pelajaran, bahkan untuk jam-jam
ekstrakulikuler di isi dengan materi pelajaran. Dengan adanya masalah siswa
akselerasi yang kurang bisa berinteraksi, maka Istiqomah (2012 : 1) menjelaskan
bahwa konflik interaksi sosial yang 4 kurang baik dari siswa akselerasi dengan
siswa-siswi lainnya, khususnya di sekolah, sering terjadi pada saat jam
istirahat, class meeting, dan event-event tertentu kegiatan siswa. Sedangkan
interaksi sosial siswa akselerasi dengan teman sekelasnya pada umumnya megambil
bentuk kerjasama (cooperation), meskipun masih terdapat beberapa dari mereka
yang kurang mampu berinteraksi dengan teman sekelasnya Tidak sedikit ahli yang
berpendapat bahwa kelas akselerasi justru membuat siswa tidak bisa
mengembangkan kemampuan sosial mereka. Misalnya, menurut Hawadi (2004) dalam
pandangan masyarakat luas, siswasiswi berbakat itu tidak berbeda dengan peserta
didik pada umumnya yang membutuhkan lingkungan pergaulan yang sepadan dengan
emosi mereka. Siswa-siswi akselerasi pada dasarnya juga membutuhkan
penghargaan, perwujudan diri, dan pendidikan nilai kemanusiaan. Ini sejalan
dengan pendapat Gibson (1980) yang menjelaskan kelemahan utama program
akselerasi adalah menyangkut interaksi sosial siswa. Brody dan Benbow (1987) juga
berpendapat sama, bahwa dampak negatif program akselerasi adalah pada
perkembangan sosial dan emosional siswa. Jadi sebaiknya untuk para guru dan
khususnya guru BP dan guru kelas akselerasi perlu melakukan pemantauan terhadap
perkembangan perilaku dan kinerja akademik siswa akselerasi khususnya pada
siswa yang baru masuk kelas akselerasi apakah mereka maupun melakukan interaksi
sosial antar teman sebayanya, dengan padatnya aktivitas belajar yang ada di
sekolah. Kalau dalam pemantauan ditemukan indikasi perilaku dan kinerja
akademik 5 siswa tidak bagus, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap
masalah yang dihadapi siswa, dan dari masalah tersebut hendaknya diberi
bimbingan untuk pemecahan masalah yang dihadapai oleh siswa. Pendapat tersebut
di perkuat dengan penjelasan Alsa (2007 : 14) yang menyebutkan bahwa Anak
cerdas istimewa (CI) memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal
seusianya. Dengan karakteristiknya tersebut lingkungan menafsirkan bahwa anak
cerdas istimewa (CI) seringkali sikap dan perilakunya “kurang sosial” dan tidak
normatif. Ormrod (2003) mengatakan bahwa kemungkinan anak dengan kecerdasan
istimewa mengalami kesulitan dalam pergaulannya dengan teman sebaya karena ia
begitu berbeda dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Perbedaan tersebut
meliputi tingkat kematangan intelektual yang tinggi, kreatifitas dan
bakat-bakat yang menonjol dari anak yang cerdas istimewa (CI). Dengan adanya
perbedaan intelectual yang tinggi, kreatifitas dan bakatbakat yang menonjol
menjadikan anak CI, di label kurang mampu untuk berinteraksi dengan siswa yang
lain. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, semua itu di
pengaruhi oleh konsep diri yang di miliki oleh setiap individu. Kemampuan siswa
dalam berinteraksi berbeda-bada, antara siswa akselerasi dengan siswa yang
lainnya, semua itu dipengaruhi oleh konsep diri yang di sebabkan oleh faktor
budaya dari masing-masing siswa, latar belakang budaya akan mempengaruhi
pembentukan sikap, nilai, dan norma seseorang 6 (Ary, dkk., 2012 : 3). Individu
yang hidup dalam lingkup lingkungannya dan akan diterapkan dalam kehidupannya.
Dari hasil observasi peneliti di MAN Malang 1 menggambarkan bahwa waktu mereka
banyak tersita untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, termasuk juga
waktu istirahat yang seharusnya dapat digunakan untuk bertemu dan berinteraksi
dengan teman-teman yang lain dipakai untuk mengerjakan tugas didalam kelas.
Sehingga siswa akselerasi terkesan sombong, individual, dan tidak mau membaur
dengan siswa yang lain. “Syela salah satu siswa akselerasi MAN Malang 1
menyatakan bahwa merasa terbebani, terkekang dengan padatnya pelajaran, tidak
percaya diri, dan takut tersaingi dengan siswa yang lain, sehingga menambah jam
belajarnya dengan les. dan subjek juga merasa kehilangan banyak waktu untuk
bermain dan lebih banyak menghabiskan waktu dirumah untuk belajar dan membuat
PR daripada bermain dengan teman-teman. Ketika disekolah subjek lebih banyak
menghabiskan waktu dikelas daripada bermain diluar kelas. Subjek juga mengaku
merasa kesulitan untuk berteman dengan teman-teman yang lain. (hasil wawancara
peneliti dengan siswa akselerasi MAN Malang 1, 27 Desember 2012). Dengan
demikian siswa akselerasi tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan siswa
yang lain, karena mereka dituntut untuk bisa belajar sendiri di luar jam
pelajaran untuk mengerjakan tugas yang diberi oleh guru. Dalam masyarakat
kecerdasan IQ lebih penting dibanding dengan kecerdasan sosial, orang tua yang
memiliki anak cerdas IQ merasa bangga dan tidak jarang orang tua memaksa
anaknya untuk masuk kelas akselerasi sehingga anak mengorbankan dirinya demi
keingginan orang tua, akibatnya anak merasa tertekan dan terbebani dan akhirnya
anak kurang ada waktu untuk berinteraksi dengan siswa-siswi yang lain. 7
Gambaran konsep diri yang dimiliki siswa akselerasi MAN Malang 1 yaitu,
ketakutan dan kekawatiran, seperti : tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik,
tidak dapat menguasai salah satu mata pelajaran, kurang dapat mengatur waktu,
dan tidak dapat mengikuti pelajaran. Dari penjelasan di atas sekolah dapat
menjadi beban tersendiri bagi siswa akselerasi dalam meyakini dirinya sendiri
bahwa mereka memiliki pemahaman diri yang kurang baik tentang kemampuannya. Ini
dapat berdampak buruk terhadap perkembangan konsep diri khususnya pada aspek
psikologis, akademik, sosial dan fisik pada siswa akselerasi. Konsep diri dan
interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan. Konsep diri
bergerak pada penilaian dan keyakinan individu terhadap dirinya, sedangkan
interaksi sosial bergerak dibidang hubungan individu dengan individu yang lain.
Konsep diri sangat berperan dalam interaksi sosial yang dilakukan oleh
individu. Hal ini dapat dilihat ketika individu memenuhi kebutuhan untuk hidup
di lingkungan sosial, ada yang dapat mudah untuk berinteraksi sosial, ada juga
yang sulit melakukan interaksi sosial. Dari pernyataan peneliti tersebut
bahwasanya basic teori yang dijadikan acuhan dalam menghubungkan konsep diri
dengan interaksi sosial di sini adalah pandangan Burns (1993) yang menyatakan,
bahwa hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada siswa akselerasi
merupakan suatu pandangan, penilaian dan keyakinan terhadap dirinya (persepsi
diri), yang akan 8 mempengaruhi seorang individu dalam bertingkah laku ditengah
masyarakat khususnya dalam kehidupan sosialnya. Sedangkan Hurlock (1999) juga
berpendapat bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif cenderung
menimbulkan perasaan yakin terhadap kemampuan diri, percaya diri dan harga
diri, sehinga akan membuat individu bersifat terbuka dan mudah dalam melakukan
interaksi sosial. Sedangkan konsep diri yang negatif cenderung akan manimbulkan
perasaan tidak mampu dan penolakan terhadap diri sendiri, sehingga akan
menyulitkan individu dalam melakukan interaksi sosial. Dari penjelasan di atas
bahwasanya hubungan konsep diri dengan interaksi sosial siswa akselerasi
merupakan sebuah keyakinan dan penilaian terhadap diri sendiri yang akan
mempengaruhi perilaku atau tingkah laku seorang individu dalam melakukan
hubungan dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya. Bila individu memiliki
konsep diri yang positif maka individu dapat mudah melakukan interaksi dengan
orang lain bila memiliki konsep diri yang negatif maka individu tersebut kurang
bisa untuk berinteraksi dengan orang lain. Itu semua terbentuk dari bagaimana
individu menilai, mengetahui dan keyakinan terhadap diri sendiri sehingga
mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas, dan merujuk pada teori Burns (1993),
maka peneliti akan menguji “Ada Hubungan yang Positif Antara Konsep Diri dengan
Interaksi Sosial pada Siswa Akselerasi MAN Malang 1”. 9 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep diri siswa-siswi akselerasi Madrasah
Aliyah Negeri Malang 1? 2. Bagaimana interaksi sosial siswa-siswi akselerasi di
Madrasah Aliyah Negeri Malang 1? 3. Bagaimana hubungan antara konsep diri
siswa-siswi akselerasi dengan interaksi sosial antar siswa di Madrasah Aliyah
Negeri Malang 1? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan
penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui konsep diri siswa-siswi
akselerasi di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1 2. Mengetahui interaksi sosial
siswa-siswi akselerasi Madrasah Aliyah Negeri Malang 1 3. Mengetahui ada
tidaknya hubungan antara konsep diri siswa-siswi akselerasi dengan interaksi
sosial antar siswa di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1 D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menguji teori dan dapat
memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun
praktis. 10 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penulis ingin menguji teori
Burns (1993) yang berhubungan dengan Konsep diri dan Interaksi sosial, sehingga
apakah ada atau tidak ada hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial.
2. Manfaat Praktis a. Peneliti Sebagai sarana belajar bagi penulis untuk menerapkan
ilmu yang diperolah dalam perkuliahan untuk diterapkan dilapangan, sehingga
dengan penelitian ini penulis dapat memperoleh pengalaman secara langsung
mengenai hubungan konsep diri siswa akselerasi dengan interaksi sosial antar
siswa. b. Sekolah / Lembaga Pendidikan Memberikan masukan bagi pengembangan BK
di sekolah, khususnya bagi siswa akselerasi yang mengalami konsep diri yang
negatif sehingga kurang percaya diri pada dirinya sendiri, serta memberikan
alternatif bimbingan dan konseling khusunya dalam peningkatan konsep diri yang
positif sehingga dapat berinteraksi sosial antar siswa dengan baik. c. Siswa
Hasil dari penelitian ini diharapkan siswa akselerasi Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Malang 1 mampu memiliki konsep diri positif sehingga dapat berinteraksi
dengan baik.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan konsep diri siswa akselerasi dengan interaksi sosial antar siswa di Madrasah Aliyah Negeri Malang I" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment