Abstract
INDONESIA:
Pada masa paruh baya, individu berada dalam kondisi yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengontrol diri, paling bertanggung jawab dan memiliki emosi yang cukup stabil dan matang (Levinson & Peskin, 1981 dalam Santrock, 2002). Subjek dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang berumur 52 tahun. Di masa paruh bayanya itu, subjek baru memunculkan perilaku obsesif kompulsif wudlu dan istinja. Padahal epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa wanita biasanya mengembangkan OCD antara usia 20 sampai 29 tahun (American Psychiatric Association, 2000 dalam Halgin, 2010). Hal ini tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba, pasti terdapat serangkaian peristiwa dari perjalanan kehidupan subjek yang mempengaruhi perilaku uniknya hari ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis penderita OCD. Termasuk di dalamnya strategi coping yang dilakukan oleh subjek. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus life history, untuk mengungkap secara lengkap biografi subjek dengan tahapan dan proses kehidupannya. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan obsesif kompulsif wudlu dan istinja subjek dipengaruhi oleh serangkaian faktor yang telah tumbuh sejak masa anak-anak subjek. Di antaranya yaitu faktor genetik dari ayahnya, faktor kepribadian obsessional pramorbid yang dimiliki subjek, faktor belajar/pembiasaan, faktor lingkungan yang tidak aman yaitu cucunya yang masih suka ngompol dan sering terjadi pencurian barang, keinginan untuk menyempurnakan ibadah, namun memiliki kesalahan perspektif tentang sesuci yang sempurna. Sehingga jika tidak melakukan basuhan berulang kali, subjek menjadi cemas. Strategi coping yang dilakukan subjek berupa information seeking, assistance seeking, direct action, avoidance, denial, self criticism, positive reappraisal, hingga pada akhirnya coping sabar dan ikhlas.
ENGLISH:
At midlife, individuals are in the most healthy condition, quietest, most able to control their self, most responsible and have stable emotionally (Levinson & Peskin, 1981 at Santrock, 2002). Subject in this study was a woman 52 years old. In her midlife, she show her obsessive compulsive disorder of wudlu and istinjaa. Though epidemiologists have documented the fact that women typically develop OCD between 20 until 29 years old (American Psychiatric Association, 2000, in Halgin, 2010). It is impossible to occur suddenly, surely there are a series of events that affect the subject's life journey unique behavior today.
This study aims to determine the psychological dynamics of OCD patient. Coping strategies include in this focus research. Researcher using qualitative research methods life history case study to reveal the complete biography of the subject with the stages and processes of life. The method of collecting data using interviews, observation and documentation.
The results of this study indicate that obsessive compulsive disorder's subject of istinjaa and wudlu affected by a series of factors that have been growing since childhood. Among these are genetic factors from her father, factor of obsessional personality's subject, learning factors/habituation, unsafe environmental factors that grandchildren who still like bedwetting and seldom theft of goods, the desire to enhance worship, but has a wrong perspective of perfect sacred. So if subject does not wash repeatedly, she becames anxious. Subject uses some coping strategies, like information seeking, assistance seeking, direct action, avoidance, denial, self-criticism, positive reappraisal, and eventually patient and sincere coping.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ada
berbagai macam gangguan kecemasan, salah satunya adalah obsessive compulsive
disorder (OCD). Gangguan obsesif kompulsif berasal dari dua kata yaitu
obsession dan compulsion. Obsesi (obsession) adalah pikiran, ide, atau dorongan
yang kuat dan berulang yang sepertinya berada di luar kemampuan seseorang untuk
mengendalikannya (APA, 2000; dalam Nevid, dkk, 2003). Sedangkan Kompulsi
(compulsion) adalah tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci tangan atau
memeriksa kunci pintu atau gembok) atau tindakan mental repetitif (seperti
mengulang kata-kata tertentu atau menghitung) yang dirasakan oleh seseorang
sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA, 2000; dalam
Nevid, dkk, 2003). Obsesi bisa menjadi sangat kuat dan menetap sehingga
mengganggu kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang
signifikan. Tercakup di dalamnya adalah keragu-raguan, impuls-impuls, dan citra
(gambaran) mental (Nevid, J. S., Rathus, S. A., &Greene, B., 2003).
Misalnya orang yang bertanya-tanya tanpa berkesudahan apakah pintu-pintu sudah
dikunci dan jendela-jendela sudah ditutup. Atau seseorang mungkin terobsesi
dengan impuls untuk menyakiti pasangannya. Seseorang dapat mempunyai berbagai
macam gambaran mental, seperti fantasi berulang dari 2 seorang ibu muda bahwa
anak-anaknya dilindas mobil dalam perjalanan pulang ke rumah. Kompulsi sering
kali muncul sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul dengan cukup
sering serta kuat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan
distress yang signifikan. Kompulsi sering menyertai obsesi dan sepertinya
memberi sedikit kelegaan untuk kecemasan yang ditimbulkan oleh pikiran-pikiran
obsesif. DSM membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu
oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga
menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam
sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin orang normal,
mengganggu fungsi kerja atau sosial (APA, 2000 dalam Halgin, 2010). Epidemiologi
telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi seumur hidup gangguan obsesif
kompulsif adalah sebesar 2-3%. Pria biasanya mengembangkan OCD antara usia 6
dan 15 tahun, wanita biasanya mengembangkan OCD antara usia 20 dan 29 tahun
(American Psychiatric Association, 2000, dalam Halgin, 2010: 217). Beberapa
peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif ditemukan pada
sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut
menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering
yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif
berat (Kaplan, Sadok, 2010: 57). Suatu studi di Swedia menemukan bahwa 3
meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut
mempunyai gejala gangguan ini sepanjang hidup mereka (APA, 2000; dalam Nevid,
dkk, 2003). Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor-faktor penyebab
terjadinya OCD. Namun jika dihubungkan dengan struktur otak dan
neurotransmitter, ada berbagai gangguan system serotonergik dan kerusakan
anatomis susunan saraf pusat. Yaitu di daerah cortex orbitofrontal, nucleus
caudatus, striatum, globul pallidus, dan thalamus. Berbagai penelitian
pencitraan otak fungsional (PET; positron emission tomography) telah menemukan
peningkatan aktivitas di lobus frontalis, ganglia basalis, dan singulum pada
pasien OCD. Berdasarkan penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin, kelainan pada
struktur dan fungsi otak tersebut memiliki kesamaan dengan penderita depresi.
Dari segi faktor genetis, penelitian kesesuaian pada anak kembar yang menderita
OCD telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi
pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot. Penelitian keluarga pada
pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35% sanak saudara juga
menderita gangguan OCD. OCD sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu
dalam siklus yang menimbulkan stres dan kecemasan yang memengaruhi pikiran dan
perilaku. Individu dengan gangguan obsesif kompulsif adalah individu yang kaku
dan pencemas yang tidak fleksibel, yang tidak memperlihatkan pola pikir 4 dan
perilaku yang ekstrim yang menjadi ciri khas orang dengan gangguan obsesif
kompulsif. Sebagian dari mereka bersifat work-oriented. Sangat jarang pergi ke
bioskop atau menghadiri pesta atau melakukan hal-hal yang tidak berhubungan
dengan psikologi. Karena rigiditas umumnya, orang-orang ini cenderung memiliki
hubungan interpersonal yang buruk (Pfohl & Blum, 1995: dalam David, 2006).
Ada beberapa penelitian tentang penderita OCD. Di antaranya yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Amdan, Jenny Ratna Suminar, Nindi Aristi (2012) tentang
konstruksi identitas sosial penyandang Obsessive Compulsive Disorder. Subjek
yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 4 penyandang obsesif kompulsif. Ada
tiga hal yang dibahas dalam pembahasan mengenai persepsi dan konsep diri
penyandang OCD, yaitu: 1) persepsi terhadap penyandang OCD; 2) persepsi
terhadap OCD pada diri sendiri; dan 3) konsep diri penyandang OCD. Temuan dari
penelitian ini adalah bahwa terdapat beberapa pandangan mengenai penyandang OCD
dari sudut pandang penyandang itu sendiri. Pandangan pertama adalah penyandang
OCD dikenal sebagai orang yang memiliki kapasitas intelektual sehingga dikenal
sebagai orang yang cerdas di tengah kelompok. Dia juga dikenal sebagai orang
yang mudah bergaul dan menyenangkan. Dikatakan demikian karena mereka memiliki
tingkat sensitivitas dan pertimbangan yang cukup tinggi atas segala sesuatu
hal. Sehingga pemahaman atas orang lain menjadi prioritas. Pandangan yang kedua
adalah individu dengan OCD dipersepsi sebagai orang yang beruntung. Perilaku
obsesif dan kompulsif jika direfleksikan dalam 5 kehidupan sehari-hari dengan
kegiatan mengecek berulang-ulang, mempertimbangkan segala sesuatu hal dengan
matang, dan selalu harus menghasilkan apa yang diharapkan dengan berbagai upaya
yang bisa dilakukan. Pandangan yang ketiga yaitu bahwa penyandang OCD adalah
orang yang kuat. Mereka harus bertahan dan mengendalikan dirinya dari
obsesi-obsesi yang muncul dengan tanpa terjebak dalam resiko stres. Dari
keempat narasumber yang menjadi key informant dalam penelitian tersebut,
didapatkan dua macam persepsi atas kelainan tersebut. Kedua ragam tersebut
adalah cara memandang OCD pada diri penyandang dan cara menerima keadaan ini.
Wujud sikap dan perilaku OCD dalam konteks positif terlihat dari sikap teliti,
peduli, detail dan mengecek berulang-ulang akan sesuatu memberikan dampak yang
baik atas kualitas pekerjaan. Di sisi lain, sebagai pandangan ketiga, tiga dari
empat narasumber sepakat bahwa dalam fase tertentu dorongan-dorongan yang
disebabkan oleh OCD memberikan dampak negatif berupa ketersiksaan batin dan
konflik emosional antara mengedepankan dorongan OCD yang kadang melewati
kemampuan pribadi dan bersifat irasional, dengan memperhatikan hal-hal yang
tidak logis dan irasional. Selain itu Dwisaptani, Hartanti, Nanik juga meneliti
penderita OCD dengan judul Dinamika Penderita Gangguan Obsesif Kompulsif
Kebersihan. Hasil dari penelitian dengan dua subjek ini menunjukan bahwa
perilaku obsesif kompulsif mereka tentang kebersihan berawal dari keluarga yang
sangat menekankan pada kebersihan di rumah dalam segala hal. Kebiasaan itu 6
berlanjut sampai mereka dewasa. Mereka menjadi cemas jika tidak membersihkan
sesuatu berulang kali. Suryaningrum (2013) juga pernah meneliti tentang
Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Therapy (CBT) dapat
mengurangi simptom OCD, yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kecemasan,
pemikiran negatif dan perilaku kompulsif.Subjek merasakan perubahan yang besar
setelah mengikuti terapi, tingkat kenyamanan terhadap dirinya sendiri juga
lebih baik dibanding sebelumnya. Simptom OCD sangat menghabiskan waktu,
irasional, dan dapat mengalihkan perhatian serta individu merasa sangat putus
asa berharap dapat menghentikannya (Halgin, 2010: 216). Abnormalitas ini
awalnya diketahui di negara Barat. Referensi tentang OCD banyak ditemukan dari
buku-buku dan penelitian yang dilakukan di Negara Barat. Di Indonesia pun
terdapat penderita OCD, khususnya di daerah Malang, namun belum banyak
referensi penelitian penderita OCD di daerah Malang secara langsung. Oleh
karena itu, penelitian dinamika psikologis penderita OCD ini perlu dilakukan.
Karena setiap daerah memiliki ciri khas dan budaya masing-masing yang dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam menyikapi masalah atau penyakit
yang sama. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan penelitian
pendahuluan di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Peneliti melihat data pasien di
resepsionis poli psikiatri RSSA mulai bulan Januari 2014 sampai 7 bulan Maret
2014. Dan peneliti menemukan 5 pasien OCD. Di antara ke-5 pasien tersebut,
terdapat satu pasien (inisial = ST) yang menurut peneliti unik. Peneliti
mengatakan demikian karena pasien tersebut adalah seorang wanita yang berumur
52 tahun. Dia memiliki gangguan obsesif kompulsif ketika berwudlu dan ketika
beristinja’ setelah buang air kecil. Menurut Hurlock (1996), usia 52 tahun
berada dalam rentang perkembangan dewasa madya, yaitu antara usia 40 – 60
tahun. Masa dewasa madya mencakup waktu yang lama dalam rentang hidup. Pada
masa dewasa madya, individu melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap
kehidupan dan harapan sosial. Kebanyakan orang telah mampu menentukan
masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi cukup stabil dan
matang secara emosinya. Pada masa dewasa madya, seharusnya individu telah
mencapai kematangan emosi, mampu mengontrol dan mengendalian emosinya, dapat
berpikir secara baik dengan melihat persoalan secara objektif dan mampu
mengambil sikap dan keputusan akan suatu hal dengan tepat (Walgito, 1984). Namun
di masa dewasa madya itu, ST baru memunculkan perilaku obsesif kompulsifnya.
Hal ini tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba. Pasti terdapat serangakaian
kejadian yang menjadi faktor penyebab, sehingga subjek memunculkan perilaku OCD
saat ini. Baik faktor biologis atau lingkungan psikososial. Selain itu,
peneliti berasumsi bahwa terdapat faktor keagamaan yang mempengaruhi perilaku
kompulsif subjek, karena subjek 8 mengalami gangguan obsesif kompulsif ketika
berwudlu dan beristinja setelah buang air kecil. Oleh karena itu penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui dinamika psikologis penderita gangguan
obsesif kompulsif. Peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan jenis studi kasus life history. Penelitian studi kasus life history dilakukan
untuk mendapatkan pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna suatu
objek yang diteliti. Studi life history ini mencoba mengungkap secara lengkap
biografi subjek dengan tahapan dan proses kehidupannya. Bagaimana perjalanan
kehidupan selama ini telah mempengaruhi subjek hingga memunculkan perilaku
uniknya saat ini, yaitu perilaku kompulsif wudlu dan istinja subjek. B. Rumusan
Masalah Bagaimanakah dinamika psikologis penderita obsessive compulsive
disorder (OCD)? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
secara mendalam mengenai dinamika psikologis penderita OCD. 9 D. Fokus
Penelitian Agar pembahasan tidak melebar, penelitian ini fokus dalam meneliti
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gangguan obsesif kompulsif
subjek, serta bagaimanakah dinamika coping yang dilakukan oleh subjek. E.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam pengembangan ilmu
psikologi, terutama bidang psikologi klinis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi
peneliti Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan keilmuan
yang telah diperoleh, khususnya dalam bidang psikologi. Memperluas pemahaman di
bidang psikologi yang berkaitan dengan dinamika psikologis penderita OCD. b.
Bagi pihak Rumah Sakit Saiful Anwar Hasil penelitian ini diharapan dapat
menjadi data penguat untuk memberikan treatmen yang lebih tepat dan lebih baik
bagi subjek penderita OCD. 10 c. Bagi subjek Subjek dapat lebih memahami
dirinya, dapat meningkatkan kualitas hidupnya, lebih bersemangat dalam
menjalani kehidupan dan menjadi individu yang bahagia. d. Bagi peneliti
selanjutnya Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi, referensi
dan bahan kajian bagi peneliti selanjutnya. F. Keaslian Penelitian Keaslian
penelitian ini memuat hasil penelitian terdahulu, di mana peneliti menemukan
ada beberapa penelitian sebelumnya yang telah membahas atau menguraikan terkait
dengan dinamika psikologis penderita obsessif compulsive disorder. Sesuai
dengan tema yang peneliti angkat saat ini. Fungsi dari pada keaslian penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah judul yang diangkat oleh peneliti sudah
pernah diteliti atau belum. Jika sudah, di manakah letak perbedaan dan
persamaan penelitian tersebut sebagai tanda keaslian penelitian. Berikut tabel
originalitas penelitian peneliti: 11 Tabel 1 keaslian penelitian N O PENELITI
TERDAHULU JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN ORIGINALITAS PENELITIAN Peneliti
terdahulu Peneliti saat ini 1. Prama Yudha Amdan, Jenny Ratna Suminar, Nindi
Aristi (2012) Konstruksi identitas sosial penyandang obsessive compulsive
disorder Dalam menjalin relasi sosial, penyandang OCD cenderung lebih menutup
diri dan seringkali menerima pelabelan lantaran sikapnya dalam berinteaksi,
yang kemudian menjadi identitasnya. Temuan lain dari penelitian ini menunjukkan
penerimaan seseorang atas kondisinya sebagai penyandang OCD juga mempengaruhi
identitasnya. ·Jenis penelitian menggunakan penelitian fenomenologi ·Focus
penelitian untuk mencari tahu masalah konstruksi sosial penderita OCD ·jumlah
subjek = 4 ·menggunakan jenis penelitian studi kasus Iife history ·fokus
penelitian untuk mengetahui dinamika psikologis penderita OCD. ·Jumlah
subjek = 1 subjek 12 2. Cahyaning Suryaningrum (2013) Cognitive Behavior
Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Therapy (CBT) dapat mengurangi Simptom
OCD, yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kecemasan, pemikiran negative
dan perilaku kompulsif. ·Menggunakan metode eksperimen ·menguji efektivitas terapi CBT ·subjek
= 1 ·menggunakan jenis penelitian studi kasus life history ·mengetahui
dinamika psikologis penderita OCD · subjek = 1 3. Rani Dwi Saptani, Hartanti, Nanik Dinamika Penderita
Gangguan Obsesif Kompulsif Kebersihan Hasil penelitian menunjukkan bahwa OCD
kebersihan yang dialami oleh kedua subjek adalah karena faktor pembiasaan oleh
keluarga. Pola asuh orang tua subjek sangat menekankan pada kebersihan di
rumah. Kebiasaan ·Dinamika penderita gangguan obsesif kompulsif kebersihan ·subjek
= 2 ·metode kualitatif · dinamika psikologis penderita OCD (OCD kebersihan ketika berwudlu
dan beristinja’ 13 itu berlanjut hingga subjek dewasa. Mereka menjadi cemas
jika tidak melakukan ritual membersihkan berulang-ulang. analisis deskriptif
setelah buang air kecil) · subjek = 1 · kualitatif studi kasus life history
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Dinamika psikologis penderita obsessive compulsif disorder (OCD" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment