Abstract
INDONESIA:
Stress merupakan suatu kondisi yang sering dialami oleh setiap orang. Hal itu dimungkinkan juga terjadi kepada siswa-siswi SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang. Sekolah dengan sistem fullday serta tinggal di pondok pesantren menambah padatnya kegiatan yang dijalani oleh siswa-siswi. Kondisi stress tersebut menuntut siswa-siswi untuk dapat memilih coping stress yang tepat untuk mengatasi tekanan, baik dengan problem-focused coping maupun emotion-focused coping.
Bermukim di pondok pesantren memiliki manfaat tersendiri bagi siswa-siswi karena pesantren merupakan lembaga yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung terbentuknya kecerdasan spiritual siswa yang tinggal didalamnya. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping, spiritualitas membuat seseorang cenderung menggunakan problem-focused coping dalam mengatasi tekanan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karenanya, dilakukan penelitian dengan tujuan, yakni (1) untuk mengetahui tingkat coping stres siswa-siswi (2) untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual siswa-siswi, dan (3) untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual (SQ) dengan coping stress di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai variabel bebas dan coping stress sebagai variabel terikatnya. Kemudian teknik korelasi product moment digunakan untuk menguji hubungan antara kecerdasan spiritual (SQ) dengan coping stres. Sebelumnya untuk mengkategorikan tingkat kecerdasan spiritual (SQ) digunakan mean dan standar deviasi, sedangkan kategorisasi coping stres juga dilakukan dengan menggunakan nilai mean. Subyek penelitian adalah siswa-siswi SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang dengan sampel penelitian sejumlah 25% yang didapatkan dari teknik random dengan mengacak nama siswa- siswi. Jumlah populasi siswa-siswi sebanyak 407 sehingga sampel didapatkan sejumlah 105 siswa-siswi.
Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 47,6% siswa-siswi SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang tergolong memiliki tingkat kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi, dan 52,4% rendah. Di sisi lain sebanyak 56,2% siswa-siswi memiliki problem-focused coping pada kategori tinggi dan 43,8% rendah, sedangkan siswa memiliki emotion-focused coping pada kategori tinggi sebanyak 45,7% dan 54,3% pada kategori rendah. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual (SQ) dengan problem-focused coping, sedangkan antara kecerdasan spiritual dengan emotion-focused coping tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan.
ENGLISH:
Stress is a condition that is often experienced by everyone. It is possible also happens to high school students of Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang. School system with full day and stay at the boarding school add to the density of the activities undertaken by the students. The stress conditions requires the students to be able to choose appropriate coping with stress to cope with stress, either with problem-focused coping and emotion-focused coping.
Living in the boarding school has its own benefits for the students because the schools are the institutions that are loaded with activities supports the formation of spiritual intelligence of students who live in it. As one of the factors that influence coping strategies, spirituality makes a person likely to use problem-focused coping in dealing with the problems it faces pressure. Therefore, the research objectives, namely (1) to determine the level of students' stress coping (2) to determine the level of students 'spiritual intelligence (SQ), and (3) to determine a relationship between spiritual intelligence (SQ) with stress coping at SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang.
This study is a quantitative correlation with spiritual intelligence (SQ) as the independent variable and stress coping as the dependent variable. Then the product moment correlation technique is used to examine the relationship between spiritual intelligence (SQ) with stres coping. Previous to categorize the level of spiritual intelligence (SQ) used the mean and standard deviation, while the categorization of stres coping was also performed using the mean value. Subjects were high school students Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang with a 25% sample obtained from random technique to randomize the students name. Total population of as many as 407 students a number of 105 samples were obtained so that the students.
The results showed a 47.6% high school students Darul Ulum 1 unggulan BPP-T Peterongan Jombang quite have the level of spiritual intelligence (SQ) high, and 52.4% lower. On the other hand as much as 56.2% students have problem-focused coping in the high category and 43.8% lower, while the students have emotion-focused coping in the high category as much as 45.7% and 54.3% in the low category. The analysis showed a significant correlation between spiritual intelligence (SQ) with problem-focused coping, whereas between spiritual intelligence with emotion-focused coping is not there a significant relationship.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan zaman dan teknologi
pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi
dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress.
Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stress merupakan suatu keadaan tertekan
baik secara fisik mupun psikologis. Stres bersumber dari frustasi dan konflik
yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia
(Ardani, 2007 ; 37). Stress dapat ditimbulkan dari sesuatu atau hal–hal yang
berada disekitar individu, atau bahkan berasal dari dirinya sendiri. Pada
dasarnya penyebab dari timbulnya stressor ada 3 macam. Menurut Lazarus dan
Cohen (dalam Frisancho, 1997 ; 3), yakni peristiwa besar dan luar biasa yang
bisa memberikan perubahan pada kehidupan individu (seperti bencana alam dan
perang), masalah personal dalam individu (seperti perceraian, kematian seseorang
atau kehilangan pekerjaan), dan yang terakhir adalah masalah dalam kehidupan
sehari–hari yang sering terjadi (seperti masalah antar teman dll) Pada
kenyataannya, seorang individu tidak bisa berlama–lama dalam situasi tersebut.
Setiap individu memiliki kemampuan untuk keluar dari keadaan stress yang
dialaminya. Ketika seorang individu dihadapkan dalam stressor, maka melalui
proses appraisal (penilaian) sistem kognitif diri akan segera bereaksi dan
memunculkan perilaku–perilaku untuk mengatasi stress maupun mengurangi 2
ketegangan yang dihadapinya. Dalam hal ini Lazarus (1983) membagi dua tahap
penilaian dari stressor potensial, yaitu penilaian utama (primary appraisal)
merupakan penilaian pribadi, apakah kejadian memiliki hubungan dan memiliki
implikasi negatif. Penilaian sekunder (secondary appraisal) melibatkan
determinasi pribadi, apakah ia memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai
untuk mengatasi potensi ancaman dan bahaya. Menurut teori ini, seseorang baru
mengalami stres sebagai reaksi setelah penilaian diberikan. (Purwakania Aliah,
2008 ; 77) Dan setelah seseorang mengalami reaksi yang disebut stress, secara
langsung orang tersebut akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai
tekanan yang dialaminya. Perilaku–perilaku inilah yang disebut dengan strategi
coping. Strategi coping merupakan cara individu untuk mengatasi stress. Setiap
individu memiliki cara untuk mengatasi stress yang berbeda–beda. Beberapa orang
akan segera memecahkan masalahnya sampai selesai, tetapi ada juga orang yang
hanya akan berdiam diri dan tidak melakukan apa–apa serta berharap masalah itu
selesai dengan sendirinya. Kedua perilaku tersebut termasuk dalam strategi
coping. Coping menurut Lazarus dan Folkman (dalam Thoits, 1986 ; 417) adalah
cara atau usaha yang dilakukan individu baik secara kognitif maupun perilaku
dengan tujuan untuk menghadapi dan mengatasi tuntutan-tuntutan internal maupun
eksternal yang dianggap sebagai tantangan atau permasalahan bagi individu.
Lazarus dan Folkman juga mengatakan terdapat dua strategi coping stress yaitu
coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) dan 3 coping yang
berfokus pada emosi (emotion focused coping). (Nevid, 2003 ; 144). Kedua
perbedaan coping tersebut yang membedakan dan mengelompokkan perilaku seseorang
dalam mengatasi stresnya. Dalam pemilihan strategi coping, tiap–tiap individu
memiliki cara yang berbeda karena disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Pergament (1997 ; 101) mengungkapkan beberapa hal atau faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam memilih strategi coping. Hal tersebut adalah materi (seperti
makanan, uang, kekayaan); fisik (seperti kesehatan, vitalitas); psikologis
(seperti kemampuan dalam memecahkan masalah atau problem solving); sosial
(seperti hubungan interpersonal, dukungan sosial), dan spiritual (kedekatan
dengan tuhan). Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan pada faktor yang
terakhir yaitu spiritualitas. Kedekatan seseorang dengan Tuhannya dapat dilihat
dari tingkat religiusitasnya dalam berbagai hal. Menurut Zohar dan Marshall
(2000), kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang mengintegrasikan semua
kecerdasan manusia. Dimana kecerdasan spiritual yang dimaksud adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan hidup dan nilai, yaitu kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas
dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibandingkan yang lain. (Zohar, 2000 ; 4). Dengan kecerdasan
spiritual ini lah manusia memiliki batasan yang mengarahkan dan membuat hidup
lebih bermakna. Menurut Zohar dan Marshall (2000 ; 12), kecerdasan spiritual
adalah pedoman saat seseorang berada dalam masalah yang membuat dirinya
terpuruk, 4 terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masa lalu seseorang
akibat penyakit dan kesedihan. Untuk menghadapi dan mengatasi stress yang
dialami oleh individu yang memiliki permasalahan, setiap individu akan
memberikan reaksi terhadap hambatan dan tekanan yang dialaminya. Dan strategi
coping merupakan penyeimbang dalam menghadapi tekanan tersebut. (dalam Lucia,
2004 ; 57) Menurut pendapat Gafni (dalam Greenberg, 2002 ; 150) kecerdasan
spiritual mempunyai keterkaitan kuat dengan strategi coping, karena dengan
adanya kecerdasan spiritual seorang individu senantiasa akan menemukan jawaban
dalam menghadapi suatu permasalahan. Seseorang yang mempunyai kecerdasan
spiritual yang tinggi, akan bisa memilih strategi coping yang sesuai dengan
dirinya, baik itu secara problem focused coping maupun emotion focused coping.
Dan diperkuat dalam Zohar dan Marshall (2000 ; 5), yang menyebutkan salah satu
fungsi dari kecerdasan spiritual adalah memungkinkan manusia menjadi kreatif,
mengubah aturan dan situasi. Hal itu menunjukkan bahwa manusia mempunyai
potensi untuk mengatasi tekanan yang dihadapi dengan berfikir kreatif. Dalam
Zohar dan Marshall (2000 ; 14) Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual
yang tinggi akan memiliki kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari
keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi
mengenai makna dibalik atau didalam sesuatu, menjadi lebih suka merenung,
sedikit menjangkau diluar diri kita, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi,
lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih 5 pemberani
dalam menghadapi setiap permasalahannya. Oleh karena itu untuk mengatasi
tekanan masalah akan lebih cenderung berfokus pada masalah (Problem Focused
Coping). Setiap individu harus memiliki pengendali didalam dirinya dan perilaku
mengatasi masalah yang konstruktif agar terlepas dari konflik emosional yang
dapat mengakibatkan perilaku yang tidak terpuji. Untuk mendapatkan pengendali
diri yang paling baik adalah dengan meningkatkan kecerdasan spiritual yang
sudah ada di dalam setiap diri individu, karena kecerdasan spiritual mampu
mengendalikan perilaku individu terutama remaja. Dan faktanya pada saat ini
kebanyakan remaja tidak memiliki kontrol diri yang baik, karena pada fase
perkembangannya, remaja masih memiliki pemikiran yang labil dan cenderung tanpa
pikir panjang dalam mengambil keputusan. Disinilah kecerdasan spiritual akan
mempunyai peranan penting pada remaja dalam setiap pengambilan keputusannya
menyelesaikan masalah. Apakah akan menggunakan problem focused coping atau
emotion focused coping. Dalam penelitian Nur hidayati (2005), menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan spiritual dengan strategi
coping. Dimana antara hubungan kecerdasan spiritual dengan problem focused
coping dan emotional focused coping menunjukkan hubungan positif yang
signifikan. Selanjutnya dalam penelitian Khulaimata zalfa (2009) tentang
hubungan religiusitas dengan strategi coping didapatkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara religiusitas dengan strategi coping. Dimana objek
penelitian lebih banyak menggunakan emotion- focused coping. Dan lingkungan
religius 6 juga sangat mempengaruhi religiusitas seseorang, misalnya pada
pondok pesantren. Pondok pesantren masa kini telah berkembang pesat mengikuti
perkembangan zaman. Diantara dari perkembangan tersebut adalah selain membekali
ilmu agama, beberapa pondok pesantren memberikan kebebasan pada santrinya untuk
mengembangkan pengetahuannya diluar pesantren baik melalui sekolah, perkuliahan
maupun pekerjaan. Perkembangan tersebut juga diterapkan oleh Pondok Pesantren
Darul Ulum. Sejak awal didirikannya Pondok Pesantren Darul Ulum, santri telah
dituntut untuk memenuhi komitmennya dalam mendalami ilmu agama yang dilakukan
dalam berbagai kegiatan pondok. Seperti kajian yang dilakukan dalam sistem
kelas (Diniyyah), bandongan (seluruh santri mengikuti kajian yang disampaikan
kyai), maupun pengajian lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan diluar jam sekolah
atau jam kuliah santri agar tidak mengganggu aktifitas akademis santri. Dengan
melihat rutinitas yang dijalankan santri mulai dari bangun tidur saat subuh,
shalat subuh berjamaah dilanjutkan dengan istighatsah sampai pukul 6 dan
kemudian santri berangkat sekolah dengan sistem fullday yaitu sekolah dimulai
dari pukul 7 sampai 4 sore. Setelah itu ketika adzan magrib berkumandang santri
harus sudah siap berjamaah dan melakukan kegiatan pondok seperti biasanya yaitu
pengajian dan kegiatan pondok sampai jam 8. Selain itu santri juga masih
memiliki tuntutan untuk menunjang prestasi disekolah dengan belajar sampai
larut malam. Stressor bagi santri tersebut dapat muncul dari bagian 7 manapun,
baik dari kegiatan pesantren, kegiatan sekolah, hubungan sosial santri dan lain
sebagainya. (Observasi tgl 25 april 2013) Oleh karena itu, untuk penelitian
tentang kecerdasan spiritual ini peneliti mengambil objek salah satu sekolah
yang berada pada naungan pondok pesantren. Tepatnya di SMA Darul Ulum 1
Unggulan BPP-T Peterongan Jombang. Sekolah ini dirasa peneliti merupakan tempat
yang efektif karena memiliki lingkungan yang mendukung terbentuknya kecerdasan
spiritual objek penelitian. Selain itu, karena kegiatan padat antara sekolah
dan pondok pesantren yang akan menimbulkan stress. Peneliti juga mempunyai
pertimbangan untuk meneliti siswa–siswi kelas X karena pada masa itu siswa
memiliki banyak problem yang kompleks mulai dari penyesuaian diri dilingkungan
baru, menjalin hubungan sosial dengan teman baru, maupun penyesuaian dengan
kurikulum sekolah yang berbasis fullday dan lain sebagainya. Banyaknya problem
tersebut menuntut siswa untuk dapat menentukan strategi coping yang tepat
ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan fakta dilapangan menyebutkan bahwa
terdapat kurang lebih 37 siswa yang boyong (pindah sekolah) karena kurang bisa
beradaptasi dengan lingkungan baru di pondok maupun disekolah. (Miftaf - Guru
BK, Wawancara 9 April 2013) Dari beberapa pertimbangan diatas, maka peneliti
akan melakukan penelitian tentang “Peran Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap
Coping Stres di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan Jombang”. 8 B.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat coping stres siswa-siswi kelas X SMA Darul
Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan Jombang? 2. Bagaimana tingkat kecerdasan
spiritual siswa–siswi kelas X SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan
Jombang? 3. Apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual (SQ) dengan coping
stres pada siswa-siswi kelas X SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan
Jombang? C. Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini,
antara lain : 1. Untuk mengetahui tingkat coping stres siswa-siswi kelas X SMA
Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan Jombang 2. Untuk mengetahui tingkat
kecerdasan spiritual (SQ) siswa-siswi kelas X SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T
Peterongan Jombang 3. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara
kecerdasan spiritual (SQ) dengan coping stres pada siswa-siswi kelas X SMA
Darul Ulum 1 Unggulan BPP–T Peterongan Jombang D. Manfaat Penelitian a. Manfaat
Teoritis Diharapkan dengan terlaksananya penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pada bidang ilmu psikologi. Serta dapat menambah wacana tentang 9
kecerdasan spiritual (SQ) yang dapat dipelajari dan diterapkan dalam dunia
pendidikan. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa
memberikan informasi pada lembaga pendidikan, khususnya tempat dilakukannya
penelitian supaya para guru bisa membimbing dan memotivasi para siswa agar bisa
menggali kecerdasan spiritual yang dimilikinya. Kemudian penelitian ini juga
diharapkan bisa bermanfaat pada orang tua, lembaga pendidikan secara umum,
kemudian konselor (guru BK), agar bisa membimbing para siswa-siswi atau anak
agar bisa mengoptimalkan kecerdasan spiritual yang dimilikinya dalam menghadapi
permasalahan.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Peran kecerdasan spiritual (SQ) terhadap coping stress di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-T Peterongan Jombang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment