Abstract
INDONESIA:
Secara alamiah setiap orang pasti memiliki rasa egois serta keinginan mementingkan diri sendiri. Hal itu manusiawi dan wajar sepanjang rasa egois tidak berlebihan tertanam dalam diri seseorang atau bahkan merugikan orang lain. Namun, sebenarnya rasa mementingkan diri sendiri yang dimiliki setiap orang tersebut, dapat diolah sedemikian rupa agar bisa dikendalikan sehingga seseorang memiliki rasa kepedulian atau empati pada orang lain. Untuk bisa memunculkan rasa peduli atau empati pada orang lain harus dilakukan sejak dini atau sejak masa kanak-kanak. Dan keberadaan rasa peduli ini tak bisa muncul sendiri tapi harus terus dipupuk. Permainan yang bersifat instan saat ini seperti games online, play station menyebabkan perilaku individualitas kepada pemainnya. Permainan tradisional, dalam hal ini gobag sodor dikenal memiliki banyak manfaat positif bagi pemainnya, baik itu dari aspek fisik maupun psikis, dan salah satunya adalah empati.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) untuk mengetahui tingkat empati anak sebelum diberi perlakuan (2) untuk mengetahui tingkat empati anak setelah diberi perlakuan (3) untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional gobag sodor terhadap peningkatan empati anak.
Rancangan penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain eksperimen ulang (one group pre and posttest design). Variabel bebasnya (X) adalah permainan tradisional gobag sodor dan variabel terikatnya (Y) adalah empati. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Nurul Mun’im Paiton Probolinggo dengan jumlah sampel 8 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Untuk mengukur tingkat empati siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan, digunakan skala empati dengan model Guttman. Analisis datanya yaitu dengan mencari mean dan standar deviasi hipotetik. Selain itu, menggunakan uji wilcoxon.
Hasil pre-test subjek yang termasuk kategori sedang 7 orang (87,5%), dan tinggi 1 orang (12,5%). Pada hasil post-test yang termasuk kategori sedang 1 orang (12,5%) dan tinggi 7 orang (87,5%). Dari hasil uji wilcoxon, didapatkan nilai koefisien z sebesar -2,558 dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 (0,011 < 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional gobag sodor memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam meningkatkan empati anak. Dengan kata lain, hipotesis adanya pengaruh permainan tradisional gobag sodor terhadap peningkatan empati anak diterima.
ENGLISH:
Scientifically, everyone has certainly an egoism and pretension of selfishness. They are the feeling of humanity and have become natural as long as egoism and selfishness themselves are not excessively instilled in one’s own personality nor indeed harm people. On the other hand, pretension of selfishness every person possesses is substantively turned able in such a manner in order to handle so that someone has feeling of care and empathy to another. To be able to emerge feeling of care and empathy to other people is must be begun since early age or childhood and these feelings do not themselves appear but should be kept fertilized. In nowadays’ instant game like online gaming, PlayStation and another kind have effected individuality behavior to the player. On the contrary, traditional play, in this Indonesia word called Gobag Sodor is well-known to have many positive advantages towards the players either it is physical aspect or psychological aspect and moreover empathy.
This research is done to have purposes as: (1) knowing children empathy level before they are given way of treating something or someone (2) to know children empathy level after they are given way of treating something or someone (3) to detect the influence of Gobag Sodor traditional play toward children empathy upgrading.
This research program is experiment method with re-experiment design (one group pre and posttest design). It’s free variable (X) is Gobag Sodor traditional play and meanwhile bound variable (Y) is empathy. In this research, the population is 4th grade student of M.I. Nurul Mun’im Paiton Probolinggo with sum sample 8 students. The sample is taken with technique of purposive sampling. To measure empathy level of the students before and after given way of treating something or someone, the empathy scale of Guttman model is used. It’s data analysis is by finding mean and hypothesis deviation standard. Else, use the Wilcoxon test.
The result of the pre-test subject included medium category is 7 people (87.5%), and high is 1 person (12.5%). On the post-test included medium category is 1 person (12.5%), and high are 7 people (87.5%). From the result of the Wilcoxon test found a coefficient value Z as -2,558 with significance value as 0,011 (0,011 < 0,05). Thereby, it is inferential that the Gobag Sodor traditional play has enough significant influence in raising children empathy. On the other word, the hypothesis existence influence of the Gobag Sodor traditional play towards the upgrading empathy of children is accepted.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada hakikatnya, setiap manusia
diciptakan berbeda-beda. Perbedaan ini menyangkut perbedaan pendapat, persepsi,
dan tujuan. Kemampuan menerima dan menghargai perbedaan sejatinya diwujudkan
sejak dini (baca; sejak masa anak-anak). Dengan kata lain, sejak dini, seorang
anak telah belajar menerima dan menghadapi perbedaan dalam kehidupan sosialnya.
Modal anak untuk mengatasi perbedaan ini adalah kemampuannya untuk hidup
bersosial (social life skill), salah satunya dengan empati. Faktanya, bertolak
dari realitas di atas, banyak anak yang memiliki tingkat empati rendah sehingga
yang terjadi justru sebaliknya: mereka mengalami kesulitan untuk menyikapi
perbedaan dalam kehidupan sosialnya. Hal ini terbukti dengan berbagai kasus
kekerasan yang dilakukan oleh anak disebabkan rendahnya empati yang mereka
miliki. Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), M.
Ihsan, mengungkapkan bahwa sebanyak 7000 anak Indonesia dijebloskan ke penjara
setiap tahunnya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka melakukan tindak kriminal
semisal pencurian, perkelahian, serta kekerasan (bullying). 1 1
http://news.detik.com/read/2012/07/24/042124/1972921/10/2-tawuran-antar-remaja-jelangsahur-terjadi-di-jakarta
(Diakses pada 3 Agustus 2012) 2 Penelitian yang dilakukan Prihartanti (2009)
pun menyebutkan dan memperkuat data bahwa perilaku konflik yang terjadi antar
siswa SMP adalah perilaku yang anarkis: mendorong sampai jatuh, berkelahi,
diam-diaman, memukul, mengancam, mengempeskan ban kendaraan, bertengkar atau
debat kusir, berkelahi, mengeluarkan kata-kata tidak terpuji, mengolok,
menghina, mengejek, mengumpat, mengompas dan meletakkan sisa permen karet di
kursi.2 Kasus-kasus diatas menunjukkan bahwa betapa semakin rendahnya tingkat
empati anak terhadap lingkungan sosialnya. Ketika seorang anak memiliki rasa
empati, maka anak tersebut tidak akan melakukan tindakan kekerasan karena ia
dapat merasakan dan mampu menempatkan dirinya seperti halnya sang korban.
Tingginya kepekaan empati dalam diri anak akan berpengaruh pada kecakapan
sosialnya. Semakin tinggi kecakapan sosial seorang anak, maka semakin mampu
pula dia membangun hubungan, membina kehangatan, membuat orang lain nyaman,
serta menjadi penggerak kebaikan pada orang lain. Dengan demikian, anak yang
memiliki empati tinggi akan mempunyai etika moral yang tinggi pula di tengah
masyarakat. Pada dasarnya, kemampuan berempati telah dimiliki dan dimulai sejak
dini. Pelajaran pertama tentang empati dimulai pada masa bayi ketika seorang
anak masih ditimang oleh kedua orang tuanya. Ikatan emosi yang pertama kali
dialami inilah yang kelak menjadi landasan pembelajaran kerjasama dan 2 Prihartanti,
dkk., Mengurai Akar Kekerasan Etnis Pada Masyarakat Pluralis. (Humaniora, 10
(2). pp. 107-120. ISSN 1411-5190.2009). 3 syarat-syarat agar ia dapat diterima
dengan baik dalam penerimaan keanggotaan sebuah kelompok.3 Berdasarkan hasil
sebuah studi, ditemukan bahwa akar empati dapat dilacak sejak masa bayi. Pada
saat bayi lahir, bayi akan terganggu bila mendengar ada bayi lain yang sedang
menangis. Respon tersebut oleh beberapa ahli dianggap sebagai tanda-tanda awal
empati. Para ahli psikologi perkembangan anak menemukan bahwa bayi merasakan
baban stress simpatetik, bahkan sebelum bayi tersebut menyadari bahwa
keberadaanya terpisah dari orang lain. Seorang bayi akan menangis bila
mendengar anak lain menangis.4 Menurut Goleman, empati adalah merasakan yang
dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, serta
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang. Empati merupakan salah satu bentuk perilaku dalam
mengatasi masalah, bukan sikap proyektif, bukan pula sikap mempertahankan diri.
Rasa empati individu merupakan bagian sensitivitas dari individu tersebut;
kepekaan rasa dan kedekatan hati pada hal-hal yang berkaitan secara emosional.5
Eisenberg dan Strayer dalam penelitiannya menyebutkan bahwa empati terkait
positif dengan perilaku prososial, yaitu perilaku memberi bantuan terhadap
orang lain. Namun, hal ini tidak perlu secara langsung walaupun empati selalu
menghasilkan perilaku prososial atau keinginan untuk 3 D.Goleman, Kecerdasan
Emosional (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1996), hlm 219. 4 Ibid. 1996,
hlm 138. 5 Farida Agus Setiawati, S.Psi., M.Si., Pengembangan Instrumen untuk
Mendeteksi Perkembangan Motorik Anak Usia Dini (Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta, 2007), hlm 4. 4 berperilaku prososial. Dalam beberapa kasus
tertentu, munculnya perasaan empati memungkinkan individu melakukan usaha untuk
membantu orang lain.6 Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat
empati anak saat ini adalah permainan instan. Saat ini, anak-anak lebih
menyukai permainan yang bersifat pasif dan instan. Pola permainan anak saat ini
mulai bergeser pada pola permainan di dalam rumah. Beberapa bentuk permainan
yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan televisi dan permainan lewat
games station serta komputer. Permainan yang dilakukan di dalam rumah lebih
bersifat individual. Permainan-permainan tersebut tidak mengembangkan
keterampilan sosial anak, dan akibatnya justru sebaliknya, anak tumbuh secara
pasif. Dengan permainan instan, anak bisa pandai dan cerdas, namun secara
sosial, empatinya kurang terasah.7 Data statistik pengguna game online di
Indonesia mencapai 6 juta pemain dari 30 juta pengguna internet (hingga 2
Oktober 2009). Sedangkan data terbaru untuk pengunduh game terbaru di Indonesia
mencapai 1,5 juta orang, yang paling mengejutkan, data statistik penggunaan
salah satu jenis game yaitu social game di tahun 2008 mencapai 50 juta orang,
dan akhir 6 Eisenberg N, Strayer J., Empathy and Its Development (Cambridge
University Press: Cambridge. 1987). 7 Ni Nyoman Seriati, dkk., Permainan
Tradisional Jawa Gerak dan Lagu Untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak
Usia Dini (Yogyakarta: PGPAUD, 2011), hlm 2. 5 2010 mencapai 600 juta orang di
seluruh dunia. Hal ini membuktikan bahwa game online sangat diminati di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. 8 Dalam jurnal Internasional disebutkan bahwa, anak
usia 8-18 tahun menghabiskan 40 jam lebih per minggu untuk menggunakan beberapa
jenis media (Rideout, Foehr, Roberts, & Brodie, 1999). Media yang paling
sering digunakan adalah televisi, akan tetapi media game juga sangat pesat
penggunaannya: 10% anak usia 2-18 tahun bermain game dan komputer lebih dari 1
jam perhari, dan untuk anak umur 8 tahun menggunakan game lebih dari 7,5 jam
per minggu (Roberts, Foehr, Brodie, 1999).9 Begitu juga penggunaan game di
Indonesia tergolong cukup tinggi. Selain dari data statistik, hal ini
dibuktikan pula dengan selalu penuhnya pengguna (user) di tempat-tempat yang
menyediakan jasa permainan play station, warnet (khususnya game online) dan
pengunduh game di handphone. 10 Hasil penelitian Izzaty terhadap 35 Taman
Kanak-kanak di Yogyakarta tahun 2008 terkait dengan pemecahan masalah sosial
anak menyimpulkan bahwa startegi penyelesaian permasalahan pada saat anak
berinteraksi cenderung negatif atau agresif: memukul, menendang, menjambak dan
mencubit. Hal ini dikarenakan pengaruh permainan yang bersifat instan yang
tidak mendidik. 11 8 Ibid, 2011. 9 Widiana, S. Herlina, dkk., Kontrol Diri Dan
Kecenderungan Kecanduan Internet. Humanitas (Indonesian Psychological Journal
Vol.1 No.1, 6-16.2004). 10 www.characterjournal.com/html/self control/ (Diakses
pada 20 Agustus 2011) 11 R.E.Izzaty, Mengenali Permasalahan Perkembangan Anak
Usia TK, Buku Ajar Bidang PGTK. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, 2004), hlm 42. 6 Selain itu, permainan media elektronik seperti video
game, playstation, game pc, game online, dan lain-lain diatas seringkali
dikemas dalam permainan yang mengandung unsur kekerasan dan pornografi yang
dapat menyebabkan terjadinya krisis multidimensi yang ditandai oleh: 1)
meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; 2) penggunaan bahasa dan katakata
yang buruk; 3) pengaruh peer-group yang kuat dan tindak kekerasan; 4)
meningkatnya perilaku merusak diri, seperti narkoba, alkohol dan seks bebas; 5)
semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6) menurunnya etos kerja; 7)
semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; 8) rendahnya rasa
tanggung-jawab individu dan sebagai warga negara; 9) membudayanya ketidak-jujuran;
dan 10) timbulnya kebencian dan rasa saling curiga satu sama lain. 12 Fenomena
ini menyebabkan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya didepan televisi,
playstation dan game online dari pada berkumpul dengan teman sebayanya—yang
sewajarnya anak usia 7 hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk
bersama teman sebaya.13 Hal ini pun menyebabkan mereka kurang bersosialisasi
dengan orang lain serta berdampak negatif bagi perkembangan empati dan
psikososialnya. Hoffman menyebutkan bahwa, salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam 12 Lickon, T., Educating for Character, How Our Schools Can
Teach Respect and Responsibility (Newyork: Bantam Books. 1992). 13 John W
Santrock, Life Span Development Perkembangan Masa Hidup; Edisi Kelima (
Jakarta: Erlangga, 2002), hlm 272. 7 menerima dan memberi empati adalah dengan
melakukan sosialisasi dengan orang lain. 14 Salah satu penelitian menyatakan,
aktivitas fisik pada anak membantu memperbaiki kemampuan sosial serta
meningkatkan kemampuan empati dan kepemimpinan yang ia miliki. Studi ini
dipresentasikan pada sesi ilmiah tahunan dalam America College of Cardiology,
yaitu sebuah pertemuan para ahli jantung yang membahas kemajuan pengobatan
jantung. Para peneliti dari University of Michigan mengumpulkan data fisiologi
(tinggi berat badan, tekanan darah, kadar glukosis darah, dan kolestrol) dan
jawaban para kuesioner tentang diet, olahraga, kemampuan kepemimpinan, dan
empati dari 709 siswa kelas enam. Dalam penelitian tersebut, anak-anak dibagi menjadi
tiga kelompok untuk dibandingkan hasilnya. Dan hasilnya ternyata, anak yang
memiliki nilai tertinggi dalam kemampuan kepemimpinan memiliki aktivitas fisik
lebih banyak dalam sepekan, yaitu 20 menit perhari. Anak-anak ini juga memiliki
skor empati yang tinggi. Tim peneliti juga mengumpulkan jawaban pada anak yang
tergabung dalam sebuah tim olahraga di sekolah tersebut yang memiliki aktivitas
fisik lebih tinggi, yaitu sekitar 30 menit perhari. Ternyata, hasilnya lebih
tinggi dari kelompok pertama. “Kami melihat data aktivitas dan partisipasi
dalam tim olahraga, yaitu sikap kepemimpinan dan empati memang dikembangkan di
lingkungan ini. Hasil ini kami bandingkan untuk 14 D.Goleman, Kecerdasan
Emosional (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1996) 8 melihat perbedaan
dengan anak yang minim aktivitas fisik”, jelas Elizabeth Jackson MD MPH dari
divisi Cardiovascular,University of Michigan. 15 Menurut Jarahnita, kemampuan
empati anak ini bisa diasah melalui berbagai permainan tradisional, yakni
segala bentuk permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan diwariskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi. Permainan tradisional merupakan hasil
budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam berfantasi, berkreasi, dan
berolahraga yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat,
berketerampilan, belajar kesopanan dan serta uji ketangkasan.16 Macam-macam
permainan tradisional antara lain: lompat tali, gobag sodor, banteng, engklek,
dan lain sebagainya. Permainan-permainan tradisional ini adalah salah satu dari
sekian banyak permainan yang mampu mengasah kecerdasan anak, baik kecerdasan
itu berupa kecerdasan emosi, maupun kecerdasan kognitif secara bersamaan. Akan
tetapi, fakta di lapangan justru sebaliknya: saat ini, permainan tradisional
tersebut sudah mulai ditinggalkan. Hetherington dan Parke menyebutkan tiga
fungsi utama dalam permainan yaitu, 1) fungsi kognitif: melalui permainan,
anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek di sekitarnya dan
belajar memecahkan masalah yang dihadapinya dengan cara yang 15
www.koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/70665 (Diakses pada 7 September
2011) 16Monica Siagawati, Mengungkap Nilai-Nilai yang Terkandung dalam
Permainan Tradisional Gobag Sodor (Surakarta: Tesis, Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2007), hlm. 26. 9 menyenangkan; 2) fungsi sosial: dengan permainan,
anak akan mencoba memainkan peran, belajar memahami orang lain, dan
bekerjasama; 3) fungsi emosi permainan memungkinkan anak untuk memecahkan
sebagian dari masalah emosionalnya, anak akan belajar mengatasi kegelisahan dan
konflik batin. Selain itu permainan juga memungkinkan anak untuk melepaskan
energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan yang
terpendam.17 Sebagian besar orang tua sepakat tidak ingin mengekang kreativitas
anak dalam mengenal dan mengaplikasikan kecanggihan teknologi, termasuk
permainan di dunia maya. Di tengah kegamangan akan dampak negatif yang dapat
ditimbulkan dari penggunaan kecanggihan teknologi ini, sebaiknya, penggalian
dan pengembangan permainan tradisonal untuk anak-anak mulai digalakkan kembali.
Karena pada dasarnya, bangsa Indonesia—dengan tradisi dan budaya bangsa yang
beragam, bangsa ini—memiliki ratusan jenis permainan anak-anak yang sesuai
dengan etika bangsa. Selain itu permainan tradisional (baca; permainan rakyat)
pun merupakan salah satu aset budaya bangsa yang sangat penting dan erat
kaitannya dengan fungsi psikologis perkembangan anak. Anak-anak belajar
mengenai nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang diperlukan sebagai
pedoman untuk pergaulan sosial dan memainkan peran sesuai dengan kedudukan
sosial yang kelak mereka lakukan. Dengan bermain, anak-anak dapat menentukan
jalan hidup serta kepribadiannya. 17 Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm 141. 10 Akan tetapi, diikuti dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih dan pesat, berbagai jenis permainan
tradisional lambat-laun mulai punah sehingga anak-anak yang lahir diatas tahun
1990-an tidak begitu mengenalnya. Kurangnya partisipasi orang tua dalam
mengenalkan permainan tradisional kepada anak dan pengaruh media terhadap
mental anak menjadi faktor-faktor yang menyebabkan punahnya permainan
tradisional dari keseharian anak-anak. 18 Gobag sodor merupakan salah satu
jenis permainan rakyat yang sangat populer di kalangan masyarakat jawa. Kata
gobag sodor berasal dari kata gobag yang berarti bergerak dengan bebas, dan
sodor yang berarti tombak tanpa mata tombak tajam. Sodor yang dimaksud dalam
permainan ini adalah penjaga garis sumbu atau garis sodor yang membagi lapangan
atau arena permainan menjadi dua. Sedangkan garis sodor merupakan lalu lintas
si sodor untuk mempersempit ruang gerak para pemain yang sedang mentas sehingga
mudah menyentuhnya. Lawan yang sudah tersentuh oleh sodor dianggap mati (baca;
kalah). Karena permainan sodor merupakan permainan kelompok, maka apabila mati
atau gugur satu pemain berarti gugur semua karena dalam permainan ini tidak ada
sistem ganti-menggantikan. Oleh karena itu, dalam gobag sodor, masing-masing
pemain harus saling 18 Gangga Nanda Adi. S., dkk., Peranan Gobag Sodor Sebagai
Media Untuk Membangun Karakter Anak. Bogor ( Bogor: Institut Pertanian Bogor,
2009), hlm 2. 11 membantu, saling mengenal tugas dan kewajibannya, serta
bekerja sama dalam menjaga kekompakan dengan tim atau kelompoknya. 19 Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh dosen Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), Taufik, menyatakan bahwa, permainan tradisional
seperti gobag sodor dan bentengan mampu meningkatkan empati dalam pergaulan
antar anak dari latar etnis dan budaya yang berbeda di Solo. Selain menunjukkan
tingkat efektivitas, permainan tradisional ini dapat pula meningkatkan sikap
empatik secara etnis-kutural atau Ethnocultural Empathy (EE) pada anak-anak dari
kedua etnis yang berbeda. Penelitian ini juga menelisik EE pada kelompok
mayoritas dan minoritas serta EE pada kelompok oposisi dan integrasi antar
kedua etnis. 20 Hasil eksperimen dalam penelitian ini menunjukkan bahwa EE pada
kelompok minoritas meningkat secara lebih signifikan bila dibanding dari
kelompok mayoritas. Pada kelompok anak-anak yang 75% berasal dari anak beretnis
Tinghoa dan 25% beretnis Jawa, anak beretnis Jawa memiliki EE yang lebih
tinggi. Demikian pula sebaliknya: dalam kelompok anak-anak yang 75% berasal
dari etnis Jawa dan 25% beretnis Tionghoa, anak-anak dari etnis Tionghoa
(sebagai minoritas) memiliki EE yang lebih tinggi. Gobag sodor dinilai dapat
menstimulasi anak untuk berkembang secara fisik dan psikis. Dari sisi fisik,
permainan ini mengandung unsur olah 19 Soetoto Pontjopoetro, dkk., Permainan
(Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. 2003), hlm. 27. 20
www.papamama.us/news/18/Belajar-Empati-Lewat-Permainan-Tradisional (Diakses
pada 22 September 2011). 12 raga yang terwujud dalam usaha berlari para pemain
atau pelintas sodor agar tidak tersentuh oleh penjaga sodor (yang menjadi
lawannya) saat melewati area penjagaannya. Begitu pula dengan penjaga sodor:
dari sisi psikis, anak dituntut untuk berlaku jujur, saling mempercayai satu sama
lain, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, saling membantu dan saling
memaafkan jika ada teman kelompoknya yang menyebabkan timnya kalah. Hal ini
tercermin dari aturan bermain yang sebelumnya telah disepakati oleh para
pemain. Oleh karena itu, permainan ini dikenal sebagai permainan yang mampu
mengasah dan mengembangkan karakter serta empati anak secara bersamaan. 21
Selain penelitian ini, ada beberapa penelitian yang dilakukan terlebih dahulu
menyangkut permainan gobag sodor, antara lain: a) Penelitian yang dilakukan
oleh Moniqa Siagawati yang berjudul Mengungkap Nilai-nilai yang Terkandung
dalam Permainan Tradisional Gobag Sodor. Dari penelitian ini diperoleh hasil
bahwa aspek-aspek yang dikembangkan dalam permainan gobag sodor adalah aspek
fisik, motorik, kecerdasan emosional, tenggang rasa, kejujuran dan kecerdasan
multiple; seperti kecerdasan bahasa, logika matematik, visual spasial,
kinestetik, intrapersonal dan interpersonal.22 Akan tetapi, meski demikian,
penelitian ini masih menguraikan nilai-nilai secara umum, tidak membahas secara
khusus sisi empati yang terkandung dalam permainan gobag sodor. 21 Monica
Siagawati, Mengungkap Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan Tradisional
Gobag Sodor (Surakarta: Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2007), hlm.
27. 22 Monica Siagawati, Mengungkap Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan
Tradisional Gobag Sodor (Surakarta: Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2007), hlm. 93. 13 b) Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Danika Martun
Emiliyana dengan judul Peranan Permainan Tradisional Gobag Sodor Dalam
Pengembangan Aspek Motorik Dan Kognitif Anak TK Pilangsari I Gesi Sragen.
Penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hasil peningkatan yang cukup
signifikan antara pengaruh permainan gobag sodor terhadap aspek motorik dan
kognitif anak TK Pilangsari I, Gesi, Sragen.23 Penelitian ini pun tidak
mengurai sisi empati dalam gobag sodor, melainkan hanya aspek motorik dan
kognitif yang terkandung di dalamnya saja. c) Kemudian penelitian yang dilakukan
oleh Gangga Nanda Adi S,dkk dengan judul Peranan Gobag Sodor Sebagai Media
Untuk Membangun Karakter Anak. Penelitian mengungkapkan bahwa selain sebagai
media hiburan, gobag sodor dapat pula meningkatkan kesehatan, dan keterampilan
anak; tolong-menolong, kejujuran, tenggang rasa, rasa persatuan, keberanian dan
sportifitas.24 Penelitian ini pun masih membahas pembangunan karakter secara
umum, tidak masuk ke ranah empati yang secara khusus terdapat dalam gobag
sodor. d) Penelitian lain dilakukan oleh Ni Nyoman Seriati dan Nur Hayati
dengan judul Permainan Tradisional Jawa Gerak dan Lagu Untuk Menstimulasi
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini” yang menyebutkan bahwa permainan
tradisional dapat merangsang berbagai aspek perkembangan 23 Danika Martun
Emiliyana, Peranan Permainan Tradisional Gobag Sodor dalam Pengembangan Aspek
Motorik Dan Kognitif Anak TK Pilangsari I Gesi Sragen (Surakarta: Tesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010), hlm. 99. 24 Gangga Nanda Adi. S.,
dkk., Peranan Gobag Sodor Sebagai Media Untuk Membangun Karakter Anak. Bogor
(Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2009), hlm 8-14. 14 anak, khususnya aspek
keterampilan sosial. Melalui gobag sodor, anak dapat belajar bersosialisasi
dengan teman, belajar kekompakan, mengendalikan diri, tanggung jawab, tertib
terhadap peraturan serta menghargai orang lain. 25 Akan tetapi, penelitian ini
hanya mencantumkan gobag sodor sebagai salah satu objek saja, tidak menjadikan
satu-satunya permainan yang menjadi objek dalam kajiannya. Selain itu,
penelitian ini pun nyaris tidak menyinggung sisi empati yang terkandung dalam
permainan gobag sodor. Penelitian-penelitian di atas memang menunjukkan bahwa
permainan tradisional gobag sodor mampu mengembangkan banyak aspek baik fisik
maupun psikis anak. Namun, penelitian-penelitian tersebut masih belum detail
dan belum lugas mengungkap dan mendalami sisi empati yang terkandung dalam
permainan gobag sodor. Ada beberapa perbedaan antara penelitian terdahulu
seperti telah dipaparkan di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, diantaranya adalah metodologi penelitian, subjek penelitian dan
variabel yang diteliti. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen dengan one group pre and posttest design, sedangkan
penelitian diatas ada yang menggunakan metode kualitatif dan eksperimen dengan
grup kontrol. 25 Ni Nyoman Seriati, dkk., Permainan Tradisional Jawa; Gerak dan
Lagu Untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak Usia Dini (Yogyakarta: PGPAUD,
2011), hlm. 14. 15 Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa
kelas IV SD, pada penelitian terdahulu, subjek yang digunakan adalah siswa PAUD
dan TK. Perbedaan lain adalah variabel yang diteliti. Variabel pada penelitian
terdahulu mencakup pengaruh gobag sodor terhadap pengembangan aspek motorik dan
kognitif anak dan keterampilan sosial. Penulis disini lebih menspesifikkan
pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat empati anak. Berdasarkan latar
belakang masalah di atas perihal rendahnya rasa empati anak, serta tentang
manfaat permainan tradisional ini terhadap peningkatan empati, maka dengan
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui, mengurai sekaligus mengungkap
pengaruh permainan tradisional gobag sodor terhadap empati anak. B. Rumusan
Masalah 1. Bagaimana tingkat empati anak sebelum perlakuan? 2. Bagaimana
tingkat empati anak setelah perlakuan? 3. Bagaimana pengaruh permainan gobag
sodor terhadap peningkatan empati anak? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui tingkat empati anak sebelum diberi perlakuan 2. Untuk mengetahui
tingkat empati anak setelah diberi perlakuan 3. Untuk mengetahui pengaruh
permainan tradisional gobag sodor terhadap tingkat empati anak 16 D. Manfaat
Penelitian 1. Teoritis Secara teoritis, penelitian eksperimen ini dapat
memberikan informasi baru untuk menambah wawasan keilmuan di bidang pendidikan
pada umumnya dan di bidang keilmuan psikologi khususnya terkait permainan
tradisional gobag sodor yang mampu menjadi alternatif pengembangan empati pada
anak. 2. Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
konstribusi bagi para orang tua, pendidik, psikolog, maupun pemerintah untuk
mengembangkan dan memasyarakatkan kembali permainan tradisional gobag sodor
karena mampu membentuk karakter positif dengan cara meningkatkan rasa empati
pada anak.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Pengaruh permainan tradisional gobag sodor terhadap tingkat empati anak" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment