Abstract
INDONESIA:
Percaya Diri merupakan Percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki seseorang dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai tujuan dalam hidupnya. Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia
Intensitas Perilaku Menyontek merupakan Tingkat keseringan seseorang melakukan keinginan untuk suatu perbuatan curang, tidak jujur, dan dimana seseorang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang diinginkan tanpa bersusah payah belajar maupun memahami materi. Intenitas Perilaku Menyontek berdampak negatif pada masa perkembangan remaja sehingga remaja merasakan kesulitan dalam dalam pembentukan kode moral karena tidak konsisten benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat percaya diri, intensitas perilaku menyontek siswa di MA Salafiyah Bangil Pasuruan hubungan percaya diri dengan intensitas perilaku menyontek siswa di MA Salafiyah Bangil Pasuruan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di MA Salafiyah Bangil Pasuruan. Dengan populasi 120 siswa dan mengambil sampel 50% yaitu 60 siswa. Dan data pendukung dalam penelitian ini diperoleh data dokumentasi.
Berdasarkan analisa penelitian didapatkan hasil sebagai berikut: pada variabel percaya diri menghasilkan 49 siswa (81,67%) memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
10 siswa (16,67%) memiliki rasa percaya diri sedang, dan 1 siswa (1,6%) memiliki rasa percaya diri yang rendah. Sedangkan variabel intensitas menyontek menghasilkan 37 siswa (61,67%) memiliki intensitas menyontek yang tinggi, 23 siswa (38,33%) memiliki intensitas menyontek yang sedang, dan 0 siswa (0%) memiliki intensitas menyontek yang yang rendah.
10 siswa (16,67%) memiliki rasa percaya diri sedang, dan 1 siswa (1,6%) memiliki rasa percaya diri yang rendah. Sedangkan variabel intensitas menyontek menghasilkan 37 siswa (61,67%) memiliki intensitas menyontek yang tinggi, 23 siswa (38,33%) memiliki intensitas menyontek yang sedang, dan 0 siswa (0%) memiliki intensitas menyontek yang yang rendah.
Hasil penelitian percaya diri dan intensitas mencontek menghasilkan bahwa terdapat hubungan positif (rxy 0.288; dengan sig > 0.05). Artinya, hubungan antara variabel Percaya Diri dan Intensitas Perilaku Menyontek adalah negatif tidak signifikan dengan mendapatkan nilai 0,26 dan nilai signifikansinya Sig 0,83 . (2- tailed) adalah diatas atau lebih besar dari 0.05. Sumbangan efektif atau daya prediksi percaya diri terhadap intensitas perilaku menyontek siswa ditunjukkan dengan koefisien determinan r² = 0.083 yang berarti bahwa 8,3% intensitas perilaku menyontek ditentukan oleh percaya diri.
ENGLISH:
Self-confidence is a person's belief towards all aspects of one's own advantage and confidence made him feel able to achieve goals in life. Moreover confident personality is also a most important aspect of the human person.
Cheating behavior is the frequency of a person's level of desire to commit a fraudulent, dishonest, and where a person uses a variety of ways to get the desired results without any effort to learn and understand the material. Cheating behaviors have a negative impact on the future development of the youth so that youth feel difficulties in the formation of a moral code because it is not consistent right and wrong in everyday life.
The purpose of this study was to determine the level of confidence, cheating behavior of students in MA Salafiyah Bangil Pasuruan confident relationship with the cheating behavior of students in MA Salafiyah Bangil Pasuruan. This research is quantitative research. The research was conducted in MA Salafiyah Bangil Pasuruan. With a population of 120 students and took a 50% sample of 60 students. And the data obtained in this study support the data documentation.
Based on the analysis of the study found the following results: the confidence variable produces 49siswa (81.67%) had high confidence, 10siswa (16.67%) had moderate confidence, and 1 student (1.6%) had low self-esteem. While the cheating behavior variables produce 37 students (61.67%) had a high cheating behavior, 23 students (38.33%) had a moderate cheating behavior, and 0 students (0%) had a low cheating behavior.
The results of confidence and cheating behavior produces (rxy 0288; with sig> 0:05). That is, the relationship between the variables and Behavior Confidence Cheating is not significant with a negative gain value and significance value Sig0 0.26, 83. (2-tailed) is above or greater than 0.05. Effective contribution or the confident prediction of the behavior demonstrated by the student cheating determinant coefficient r ² = 0.083, which means that 8.3% of cheating behavior is
determined by confidence.
determined by confidence.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Masalah
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dengan
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahanperubahan dalam
pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai saikap (Winkel, 1987). Generasi
mudah adalah salah satu unsur lapisan masyarakat yang berpotensi besar bagi
pembangunan bangsa. Generasi yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual
dan kepribadian merupakan sumber daya manusia yang akan mampu melanjutkan
proses pembangunan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sebuah pembinaan
yang dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak salah satunya adalah sekolah.
Sekolah ada beberapa jenjang dari yang tingkat pendidikan paling rendah sampai
paling tinggi secara formal. Salah satu jenjang pendidikan di indonesia yaitu
Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan adalah untuk membelajarkan semua pihak akan
pentingnya proses untuk mempelajari ilmu. Upaya pengembangan dan pendidikan
dilakukan untuk mencapai tujuan yang luhur serta pendidikan yang fungsional,
efektif, efisien dan untuk mewujudkan tujuan itu semua, pelajar masih menemui
hambatan-hambatan dalam proses belajar. Proses belajar yang baik memiliki
delapan ciri. Pertama, membaca semua materi pelajaran, memahami, mencatat, dan
menandai yang penting. Kedua, 2 mengembangkan materi yang dipelajari, mengulang
kembali mata pelajaran yang telah dipelajari dengan kata-kata sendiri. Ketiga,
memilih waktu belajar yang tepat. Keempat, memanfaatkan waktu belajar di
sekolah dengan banyak bertanya. Kelima, mendengarkan penjelasan guru. Keenam,
memilih tempat belajar yang nyaman. Ketujuh, membentuk kelompok belajar yang
efektif dan efisien. Kedelapan, menghindari belajar sistem kebut semalam atau
yang lebih dikenal “SKS” (Kompas, 2006). Tujuan yang mulia ini tampaknya sulit
untuk dicapai apabila pelajar yang saat ini dituntut untuk menguasai berbagai
ilmu yang dipelajarinya dengan belajar lebih tekun, tetapi mereka lebih suka
menggunakan cara-cara pintas yaitu dengan menyontek. Cara pelajar untuk
mendapatkan hasil yang baik dalam ujian adalah dengan cara mencontek. Ada yang
sengaja membuat catatan dalam kertas kecil, menulis rumus di meja, atau yang
paling berani membawa buku catatan di ruang ujian. Namun beberapa siswa di
China telah meninggalkan cara konvensional dan memanfaatkan teknologi untuk
menyontek. Mereka menggunakan earphone kecil dan alat komunikasi radio saat
menghadapi ujian (http://www.google. detikcom-Teknologi untuk mencontek.htm.)
Saat ini fenomena ketidak jujuran telah menjadi realitas sosial. Fenomena
ketidak jujuran ini telah berlangsung demikian transparan dan terjadi di
berbagai wilayah kehidupan manusia. Salah satu bentuk ketidak jujuran yang sudah
membudaya di negara kita adalah semakin meluasnya 3 perilaku korupsi yang
semakin sulit untuk di atasi. Mencontek adalah perilaku yang tidak jujur atau
tidak adil yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Jika dilihat dari
pengertian dan fenomena diatas perilaku korupsi mungkin diawali perilaku
mencontek yang sudah menjadi kebiasaan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut survey yang dilakukan Andi dalam Survey Litbang Media Group (2007)
mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah maupun perguruan tinggi melakukan
kecurangan akademik dalam bentuk mencontek. Hal sama terungkap dalam survei
yang dilakukan 19 April 2007 di enam kota besar di Indonesia yaitu: Makassar,
Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Namun, permasalahan mencontek
ini kurang diperhatikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku mencontek yang
banyak terjadi di setiap lembaga pendidikan tumbuh dengan subur, tanpa ada
upaya penyelesaian dari masing-masing lembaga pendidikan perilaku tidak jujur
dan hampir terjadi di setiap lembaga pendidikan termasuk di Madrasah Aliyah
Salafiyah Bangil Pasuruan. Praktik mencontek sekarang banyak dijumpai di dunia
pendidikan, masyarakat pun cenderung mentolelir dan menganggapnya sebagai hal
yang wajar (Haryono, dkk, 2001, h. 10). Sering terdengar ungkapan bahwa
mencontek adalah seni dalam sekolah dan merupakan hal yang aneh dan tidak wajar
jika ada orang yang tidak pernah melakukan mencontek 4 selama hidupnya
(Peodjinugroho, 2005). penelitian Schab (dalam Sujana dan Wulan, 1994, h, 3)
menunjukkan 93 % siswa menyatakan bahwa mencontek merupakan suatu yang normal
dalam pendidikan. Menurut survei yang dilakukan oleh penulis dalam wawancara
dengan guru BK. Penulis mendapatkan informasi dari guru BK bahwa terdapat siswa
yang melakukan perilaku mencontek ketika ujian berlangsung di Madrasah Aliyah
Salafiyah Bangil Pasuruan. Penulis juga mendapatkan informasi dari pelajar yang
sekolah di Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan, mereka mengatakan bahwa
pernah bekerjasama dalam ujian, misalnya menukar jawaban kepada teman satu
kelasnya, membuat contekan sebelum ujian, mencari jawaban ulangan, dan perilaku
ini dilakukan ketika akan menghadapi ujian, mereka mengatakan bahwa tindakan
mencontek adalah hal yang wajar. Kebijakan pemerintah menaikkan standar minimal
nilai kelulusan menjadi 5,5 pada Uian Nasional tahun 2011 telah membuat siswa
dan guru merasa resah dan terpacu untuk melakukan kecurangan demi menaikkan
tingkat kelulusan. Menurut Irawan Sekertaris Koalisi pendidikan (2006), salah
satu penyebab terjadinya berbagai kecurangan yang dilakukan oleh siswa dan guru
dalam Ujian Nasional adalah citra daerah dan sekolah yang dipertaruhkan dari
hasil ujian Nasional. Uijan Nasional tampaknya tidak lagi berhubungan dengan
kepentingan pendidikan, tapi menjadi instrumen bagi daerah dan sekolah agar
dianggap berhasil memajukan pendidikan.seperti Kasus pelaporan praktik contek
massal di SDN Gade II, 5 Tandes, Surabaya, Jawa Timur, Guru Besar Universitas
Negeri Jakarta ini mengaku kecewa dengan tindakan yang dilakukan warga. Dia
bahkan menyalahkan tindakan tindakan masyarakat yang mengusir dan menyebut
tindakan itu salah. Lebih jauh dijelaskan kasus ini membuktikan bahwa sistem
yang ada kini belum sempurna, tak hanya Ujian Nasional perilaku mencontek juga
sudah lazim terjadi pada ujian atau ulangan lainnya di sekolah. Sistem
pendidikan memang tidak sempurna, bukan hanhya Ujian Nasional saja yang menjadi
kebiasaan mencontek bahkan ujian biasa juga. Selain itu, perlu tindakan tegas
sebagai solusi permasalahan ini manajemen evaluasi yang tidak baik karena ada
guru dan pihak yang mendorong tindakan itu terjadi. Bagi pelajar mencontek
bukanlah hal yang tabu, seakan-akan menyontek menjadi kebiasaan sejak dulu.
Seseorang siswa SMA di Surabaya, pernah melakukan penelitian terhadap teman
sekolahnya dengan 7 % sampel dari seluruh siswa (lebih dari 1400 siwa).
Ternyata ada 80% dari sampel yang pernah menyontek (52% sering dan 28% jarang).
Data ini cukup memperhatikan, sebagian besar siswa dari jumlah sampel pernah
menyontek (Widiawan, 1995. Hal:27). Bukti-bukti di atas menunjukkan bahwa tidak
ada penghargaan terhadap proses belajar dan kerja keras siswa dan guru. Dampak
paling berbahaya adalah lewat kecurangan, siswa secara tidak langsung belajar
untuk tidak menghargai proses, cara apapun boleh digunakan, benar atau salah,
asalkan tujuan dapat tercapai. Kondisi ini tidak sesuai dengan tujuan 6
pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Indarto dan Masrun (2004, h,
411) mendefinisikan mencontek sebagai perbuatan curang, tidak jujur, dan tidak
legal mendapatkan jawaban pada saat tes. Mencontek juga dapat didefinisikan
sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang
berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994, h. 1). Mencontek sesungguhnya
adalah perilaku yang yang didapatkan dari hasil belajar dan faktor kondisional.
Mencontek terkait dengan moral dan kondisi psikologis si pelaku. Oleh karena
itu untuk mencegah tidaklah cukup dengan hanya melakukan intervensi kepada
faktor kognitif para pencontek, tetapi harus diarahkan kepada faktor-faktor
penyebab terjadinya mencontek, seperti sistem ujian, sikap penguji, sistem
pengawasan, dan lain-lain. Kapan mencontek mulai terjadi ? pertanyaan ini sama
dengan pertanyaan yang mengatakan kapan manusia mulai berbohong, atau kapan
manusia mulai mengenal perbuatan curang ? Hal ini dapat dipahami karena
sesungguhnya mencontek adalah salah satu bentuk dariketidakjujuran dan
perbuatan curang dari manusia itu sendiri. Apabila pertanyaan tersebut dikembangkan
menjadi sejak kapan menyontek dalam dunia pendidikan mulai dilakukan orang ?
Jawabannya dapat dipastikan bahwa praktik mencontek adalah setua dengan usia
pelaksanaan penilaian pendidikan. Jika penilaian hasil pendidikan telah
dilakukan manusia melaksanakan usaha mendidik, maka sejak itu pulalah perbuatan
mencontek telah ada (Alhadza, 2001) 7 Anderman, dkk (1998, h.84-5) menjelaskan
bahwa mencontek merupakan hal yang biasa di kalangan remaja Madrasah Aliyah
karena siswa sekolah lanjutan lebih berfokus pada peringatan dan performa
dibandingkan dengan siswa sekolah dasar. Menurut Schab (dalam Klausmeier, 1985,
h. 388), siswa Madrasah Aliyah mencontek karena adanya tekanan untuk memperoleh
nilai baik agar dapat masuk Universitas atau untuk mempertahankan rata-rata
nilai yang sudah diperolehnya. Kemungkinan mengalami kegagalan dianggap sebagai
ancaman dan merupakan ancaman dan stimulus yang tidak menyenagkan. Ada berbagai
respon yang dilakukan siswa dalam menghadapi ancaman kegagalan, misalnya
mempelajari materi secara teratur atau berlatih mengerjakan soal-soal latihan
yang diberikan guru. Ada pula siswa yang memberikan respon menghindari ancaman
kegagalan tersebet dengan mencontek (Gibson dalam Sujana dan Wulan, 2004, h.
1). Nugroho (2008) mengutip sebuah artikel dalam harian Jawa Pos yang memuat
tentang hasil poling yang dilakukan atas siswa-siswi yang di Surabaya mengenai
persoalan mencontek dengan hasil yang mengejutkan. Data itu menyebutkan bahwa,
jumlah mencontek langsung tanpa malumalu mencapai 89,6 persen, langsung
bertanya kepada teman mencapai 46,5 persen sedangkan 20 persen lebih
berhati-hati pakai kode dan 14,9 mengandalkan lirikan, jumlah responden yang
lulus dari pengawasan “sensor” guru, sejumlah 65,3 persen. 8 Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Litbang Media Group dengan hasil survey yang dilakukan
pada tanggal 18 April 2007, yang dilakukan di 6 kota besar di Indonesia
diantaranya (Makasar, Surabaya, Bandung, Jakarta dan Medan) yang menjelaskan
hammpir 70 persen responden menjawab pernah melakukan praktik mencontek ketika
masih sekolah maupun kuliyah. Artinya bahwa mayoritas responden pernah
melakukan mencontek. Survey yang melibatkan 480 respoden dewasa yang dipilih
secara acak dari petunjuk telepon residensial di kota-kota tersebut, serta dilakukan
dengn kuisioner dan wawancara bahawa kecurangan akademik berupa mencontek
muncul karena faktor lingkungan sekolah atau pendidikan(Halidah, 2007).
Haryono, dkk (2001) menyatakan bahwa mencontek yang menjadi kebiasaanakan
berakibat negatif bagi diri pelajar sendiri maupun dalam skala yang lebih luas.
Pelajar yang terbiasa mencontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil
belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan
dirinya sendiri. Pelajar mencontek karena berbagai alasan. Ada yang menyontek
karena malas belajar, ada yang takut bila mengalami kegagalan, ada pula yang
dituntut orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Dorongan untuk
mencontek akan semakin kuat apabila pendidik membangkitkan suasana bersaing
antar pelajar. Pelajar yang merasakan tingkat persaingan yang tinggi dan merasa
tidak percaya diri dengan kemampuannya akan terdorong untuk mencontek. 9
Perilaku mencontek akan berakibat negatif dan menjadi kebiasaan bagi diri
sendiri maupun dalam skala yang lebih luas. Pelajar yang sering menyontek akan
terbiasa menggantungkan pencapaian hasil belajarnya kepada orang lain atau
sarana tertentu dan bukan kepada kemampuannya sendiri. Selain itu sikap
masyarakat yang acuh-tak acuh terhadap kecurangan kecil yang dilakukan sejak
dini seperti mencontek juga merupakan akar dari permasalahan moral yang lebih
besar. Selain akibat bagi diri sendiri juga berdampak pada penilaian tingkat
keberhasilan. Perilaku mencontek sangat terkait dengan moral dan kondisi
psikologis. Salah satu kondisi psikologis yang terkait dengan perilaku
mencontek adalah percaya diri perilaku menyontek. Percaya diri terikat dengan
sikap individu terhadap dirinya sendiri. Percaya diri juga menjadi salah satu
faktor yang mengarahkan perilaku remaja. Remaja yang percaya dirinya kurang ia
kan tidak puas dengan kemampuan yang dimilikinya dan usaha untuk meraih
prestasi kurang. Ini berarti bahwa siswa tidak mau berusaha untuk berprestasi
yinggi, untuk mendapatkan prestasi tinggi siswa melakukan kecurangan dengan mencontek.
Jadi, dalam dalam hidup ini kita tidak perlu lagi membandingbandingkan
kemampuan kita dengan orang lain dan jangan mudah terpengaruh oleh orang lain.
Berusahalah agar tidak berharap dengan dukungan orang lain, karena kita harus
mengerti apa yang kita butuh dan harapkan dalam hidup ini. 10 Perilaku
mencontek bukan cara yang benar untuk mencapai nilai yang tinggi. Menurut
Indarto dan Masrun (2004, h. 411-413) perilaku mencontek menjadi masalah karena
akan menimbulkan kekaburan dalam pengukuran kemampuan siswa, guru juga merasa
kesulitan untuk menentukan penilaian secara objektif. Nilai yang diperoleh
tidak mampu membedakan antara siswa yang memperoleh nilai tinggi karena
kemampuan dan penguasaannya terhadap materi dengan siswa yang memperoleh karena
mencontek. Tumbuhnya kebiasaan mencontek akan membentuk generasi yang tidak
jujur, tidak ada keuletan dalam mencapai sesuatu dan pandai dalam memanipulasi
sesuatu. Mengingat sedikitnya penelitian mengenai perilaku mencontek di
Indonesia, serta semakin merajalelanya perilaku mencontek yang dilakukan
pelajar maka penulis ingin meneliti perilaku mencontek yang disebabkan faktor
lkinternal yakni kepercayaan diri. Berdasarkan uraian di atas maka diasumsikan
bahwa terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan perilaku
mencontek. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah tingkat perilaku
mencontek pada siswa Madrasah Aliyah dan sebaliknya. Dari makna yang beberapa
psikolog di atas, mungkin bagi kebanyakan orang memang terlalu mentah untuk benar-benar
memahami hal tersebut. Orang yang percaya diri mempunyai perasaan atau sikap
yang yakin pada kemampuan sendiri. Keyakinan itu dapat muncul setelah seseorang
tahu apa yang dibutuhkan dalam hidupnya. Semua orang tahu bahwa untuk mencapai
kemakmuran haruslah bekerja keras, serta harus 11 bijak dalam mengatur
keuangan. Rasa yakin akan muncul setelah seseorang tahu apa yang diharapkan
dalam hidup, sehingga mereka mampu melihat kenyataan yang ada. Uraian di atas
menunjukkan bahwa percaya diri berperan penting dalam pembentukan tingkah laku
mencontek. Meskipun tidak sesuai dengan tujuan pendidikan dan tidak
meningkatkan kualitas manusia dari dimensi intelektual maupun krepribadian.
(Indarto dan Marsun, 2004, h. 143), perilaku mencontek masih banyak dilakukan
di dunia indonesia. Perilaku menyontek terjadi karena masyarakat memiliki
pandangan bahwa prestasi belajar tercermin dalam pencapaian nilai yang tinggi,
sehingga membuat siswa terpaku untuk memperoleh niali tinggi dengan cara
apapun. Masyarakat cenderung semakin permisif sehingga menyebabkan perilaku
mencontek semakin sulit dihilangkan. Bukti-bukti diatas juga menunjukkan bahwa
tidak ada penghargaan proses belajar dan kerja keras siswa dan guru. Dampak
yang paling berbahaya adalah, lewat kecurangan siswa secara tidak langsung
belajar untuk tidak menghargai proses, cara apapun boleh digunakan, benar atau
salah, asalkan tujuan dapat tercapai. Kondisi ini tidak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dari hasil paparan di atas menunjukkan
bahwa mencontek merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih
lanjut dari tinjauan psikologi. Untuk itulah penilaian ini diadakan, yaitu
untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara percaya diri dengan intensitas
12 perilaku mencontek dan peneliti mengambil judul “ HUBUNGAN ANATARA PERCAYA
DIRI DENGAN PERILAKU MENCONTEK SISWA KELAS XI MADRASAH ALIYAH SALAFIYAH BANGIL
PASURUAN’’. 2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat Percaya Diri siswa kelas XI
di Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan? 2. Bagagaimana Perilaku Mencontek
siswa kelas XI di Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan? 3. Apakah ada
hubungan Percaya Diri dengan Perilaku Mencontek siswa kelas XI di Madrasah
Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan? 3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui
tingkat Percaya Diri siswa kelas XI di Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil
Pasuruan. 2. Untuk mengetahui Perilaku Mencontek siswa kelas XI di Madrasah
Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan. 3. Untuk mengetahui hubungan Percaya Diri
dengan Perilaku Mencontek siswa kelas XI di Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil
Pasuruan. 13 4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat dan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat
teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi
pengembangan ilmu psikologi terutama dibidang psikologi pendidikan yang
berhubungan dengan percaya diri dengan perilaku mencontek dan bagi konselor
diharapkan juga untuk membantu memupuk tingkat percaya diri siswa. 2. Manfaat
praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
jelas mengenai hubungan antara percaya diri dengan perilaku mencontek pada
siswa. Selain itu dapat memberikan masukan atau bahan pertimbangan bagi pihak
sekolah maupun guru dalam memberikan kegiatan belajar mengajar sehingga guru
mampu melakukan tindakan preventif perilaku mencontek siswa.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Hubungan percaya diri dengan intensitas perilaku menyontek siswa Madrasah Aliyah Salafiyah Bangil Pasuruan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment