Abstract
INDONESIA:
Kecemasan Komunikasi menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satunya di dalam dunia kerja yang dalam hal ini penyiar ketika bersiaran. Seseorang mengalami kecemasan yang tinggi maka mereka biasanya memiliki efikasi diri yang rendah, sementara mereka yang memiliki efikasi diri tinggi merasa mampu mengatasi rintangan. Efikasi diri akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam bersiaran. Sampel penelitian ini adalah 19 orang penyiar di kota Malang. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala efikasi diri dan Skala kecemasan komunikasi dalam bersiaran yang disusun sendiri oleh peneliti dalam bentuk Skala Likert berdasarkan aspek-aspek efikasi diri (Bandura, 1997) dan komponen kecemasan komunikasi (Jeffrey, 2005). Skala Efikasi diri nilai reliabilitas (rxx)=0.943 dan terdiri dari 18 aitem, sedangkan Skala kecemasan komunikasi nilai reliabilitas (rxx)=0.945 dan terdiri dari 32 aitem.
Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dengan nilai r = -0,766, sig (0,01). Artinya semakin tinggi efikasi diri penyiar maka akan semakin rendah tingkat kecemasannya dalam bersiaran, dan sebaliknya, semakin rendah efikasi diri penyiar maka tingkat kecemasan bersiarannya akan semakin tinggi.
ENGLISH:
Communication apprehension resulting negative impacts on various aspects of life, one of them in the world of work which in this case is a broadcaster when they broadcasting. Someone who is experiencing high anxiety usually has low self-efficacy and the high self-efficacy is able to overcome obstacles. Self-efficacy will affect the way of someone to react the stressful situasions.
This research was a corelational study that was aimed to investigate the relationship between self-efficacy with communication apprehension in broadcasting. The sample was 19 broadcasters in the city of Malang. This study using two scales as a measuring tool, the scale of self-efficacy and scale of communication apprehension in broadcasting were compiled by researcher in the form of Likert Scale based on aspects of self-efficacy (Bandura, 1997) and a component of communication apprehension (Jeffrey, 2005). Self-efficacy Scale of reliability value (rxx) = 0,943 and consisted of 18 items, whereas communication apprehension scale of reliability value (rxx) = 0,945 and consistes of 32 items.
Analysis of research using Pearson Product Moment Correlation. Based on analysis found that there was a negative relationship between self-efficacy with the communication apprehension with value of r = -0,766 sig (0,01). This meant that higher of self-efficacy of broadcaster, the lower of the anxiety level in broadcasting, and conversely, the lower of the self-efficacy of broadcaster the anxiety of broadcasting level will be higher.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Komunikasi erat sekali hubungannya dengan
seluruh aktivitas manusia. Mulyana (dalam Hidayat, 2012) mendefinisikan
komunikasi sebagai usaha untuk membangun kebersamaan pikiran tentang suatu
makna atau pesan yang dianut secara bersama. Sejalan dengan itu dilihat dari
sudut pandang psikologi, Dance (dalam Rakhmat, 2011) mendefinisikan komunikasi
dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respons melalui
lambang-lambang verbal. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk
membangun sebuah kebersamaan yang dilandasi oleh persamaan persepsi tentang
sesuatu sehingga mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami
sesuai dengan keinginan atau tujuan bersama (Hidayat, 2012). Pentingnya
komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri baik itu antar individu,
kelompok, individu kepada kelompok maupun kelompok terhadap individu. Adapun
komunikasi yang terjadi dari individu kepada kelompok melalui media massa
seperti komunikasi massa. Menurut Maletzke (dalam Rakhmat, 2011) Komunikasi
massa diartikan setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara
terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah
pada publik yang tersebar. Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi dan film
(Rakhmat, 2011). Maka dari itu, komunikasi massa bukanlah 2 komunikasi yang
terjadi langsung berhadapan antara satu individu dengan individu lain, tetapi
komunikasi massa yakni komunikasi yang terjadi melalu media massa dan salah
satunya seperti disebutkan sebelumnya yaitu melalui radio. Merujuk dari model
teori Harold D. Lasswell (dalam Triartanto, 2010), media radio juga dapat
diterapkan dengan pertanyaan, Who? Says What? In which Channel? To Whom? With
What Effect? Karena pada prinsipnya, proses komunikasi melalui radio juga tidak
lepas dari unsur komunikator/pemberi pesan (communicator), pesan/isi pernyataan
(message), medium/radio (channel), komunikan/penerima pesan (receiver), dan
efek/pengaruh (effect). Kemudian (Triartanto, 2010) menjelaskan dalam dunia
radio siaran, komunikator adalah seorang pemilik modal, marketing, penyiar,
reporter, penulis naskah, produser, program director, music director, serta
operator. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa penyiar merupakan
salah satu komunikator yang memegang peran penting dalam media radio. Seperti
apa yang dikatakan Effendy (1991) penyiar adalah orang yang menyajikan materi
siaran kepada para pendengar. Seorang penyiar diharapkan bisa menjadi pembicara
dan pelaku media yang kompeten terutama dalam hal bersiaran. Seperti menurut
(Triartanto, 2010) bahwa penyiar sebagai ujung tombak siaran tentunya identik
dengan representasi dari stasiun radionya. Artinya, penyiar merupakan salah
satu cermin identitas stasiun (stasiun identity). Oleh karena itu, hal yang
disampaikan dari penyiar kepada pendengar harus dapat tersampaikan dengan baik
yang dalam artian tidak ragu-ragu dan nyaman untuk didengar. Menurut Triartanto
(2010) untuk menyampaikan 3 informasi, pikiran, emosi, penyiar hanya mengandalkan
suara. Berbeda halnya seperti pembawa acara pada televisi yang biasa kita lihat
yang mana bisa mengandalkan hal lain selain suara yang dimilikinya seperti
bahasa tubuh atau ekpresi wajah. Beberapa kasus kecemasan sering kali terjadi
terutama kepada para mahasiswa, Elliot dkk (Anwar, 2009) menyatakan bahwa
mahasiswa sering mengalami kecemasan saat akan menghadapi ujian ataupun pada
saat harus berbicara di depan orang banyak, dan kecemasan tersebut akan
mempengaruhi performansinya. Demikian halnya dengan Tilton (Anwar, 2009) yang
menyatakan bahwa dalam kenyataan yang ada, banyak individu yang menyatakan
lebih takut untuk berbicara di depan umum dibanding ketakutan lainnya seperti
kesulitan ekonomi, menderita suatu penyakit bahkan ketakutan terhadap kematian.
Menurut (Bandura, 1997) individu yang mengalami kecemasan menunjukkan ketakutan
dan perilaku menghindar yang sering mengganggu performansi dalam kehidupan
mereka. Begitu pula halnya dalam berkomunikasi, menurut (McCroskey, 1984)
kecemasan komunikasi sebagai ketakutan yang dialami individu yang berhubungan
dengan komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung antara individu
dengan individu yang lain. Individu yang merasa cemas baik secara psikis maupun
biologis, dalam dirinya akan berimbas kepada harapannya pada masa yang akan
datang. Keadaan ini ditandai dengan adanya rasa khawatir, gelisah, dan perasaan
akan terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan individu menjadi tidak
mampu menemukan penyelesaian terhadap masalahnya (Hurlock, 1997). 4 Ketika
merasa cemas ataupun ketika dihadapkan dengan situasi-situasi yang menekan
dalam hal ini siaran, Individu akan mengalami gejala-gejala fisik maupun
psikologis. Nevid dkk (2002) menyatakan bahwa kecemasan komunikasi biasanya
ditandai dengan gejala fisik seperti tangan berkeringat, jantung berdetak lebih
cepat dan kaki gemetaran. Kecemasan komunikasi yang terjadi pada individu
disebabkan oleh banyak hal. Menurut Geist (dalam Anwar, 2009) kecemasan
tersebut dapat bersumber dari berbagai hal seperti tuntutan sosial yang
berlebihan dan tidak mau atau tidak mampu dipenuhi oleh individu yang
bersangkutan, standar prestasi individu yang terlalu tinggi dengan kemampuan
yang dimilikinya sebagai kekurangsiapan untuk menghadapi situasi yang ada, pola
berpikir dan persepsi negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Demikian
halnya seperti yang terjadi pada penyiar radio kota Malang. Penulis menemukan
adanya indikasi kecemasan komunikasi yang terjadi pada penyiar di kota Malang
oleh hal-hal fisik yang nampak seperti gemetar, berkeringan dingin dan gugup.
Contoh lainnya yaitu kekeliruan verbal seperti dalam kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh salah satu penyiar radio frekuensi 91.10 MHz di salah satu
program berita di hari rabu tanggal 4 Mei 2016 pukul 08.10 WIB yang mengatakan,
“seperti dalam penye.. pembangannya” dan juga “tetap stay terus setelu...
setelah jeda berikut..”. Selain itu di tanggal yang sama pada pukul 08.15 WIB,
ada pula program informasi ringan di radio dengan frekuensi 95.40 MHz yang
menyebutkan beberapa pengulangan kata salah satunya “mulai memperkuat... mulai
memperkuat timnya..”. 5 Kemudian kecemasan komunikasi yang dialami penyiar
tidak lepas dari skill (kemampuan) yang kurang mumpuni, kecemasan yang dialami,
dan persiapan yang belum maksimal. Hal tersebut penulis simpulkan dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada salah satu penata musik (music director) di
radio yang memiliki frekuensi 101.30 MHz yang juga bekerja sebagai penyiar
mengatakan bahwa, “Penyiar bisa aja ngalamin kecemasan ataupun grogi ketika
siaran mau itu yang baru atau yang lama, kalau yang baru sih biasanya dia
ngerasa belum punya skill yang cukup trus juga sering bingung diawal. Nah,
kalau yang lama biasanya juga masih ngerasain terutama pas ketemu orangorang
terkenal seperti artis maupun pejabat”. Selain itu, menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Opt dan Loffredo (2000) kecemasan berbicara di depan umum
pertama disebabkan oleh karakter individu, individu yang introvert tidak banyak
melakukan komunikasi sehingga kemungkinan kecemasan berbicara di depan umum
lebih tinggi daripada yang ekstrovert, kedua adalah cara pandang individu,
individu yang melihat sesuatu dengan sensors akan menghasilkan kecemasan
berbicara di depan umum dan faktor ketiga adalah pola pikir, pola pikir yang
negatif akan lebih mudah menimbulkan stres dan mengekspresikan kecemasan.
Individu dengan latar belakang gender yang berbeda juga tentu sangat
berpengaruh terhadap kemampuan mereka mengelola kadar emosional dalam
berinteraksi. Berdasarkan penelitian James dan Cattel (dalam Anwar, 2009)
menunjukkan bahwa secara umum wanita lebih tinggi tingkat kecemasannya
dibandingkan pria. Penyiarpenyiar dengan latar belakang gender yang berbeda
tentu sangat berpengaruh 6 terhadap kemampuan mereka mengelola kadar emosional
dalam berinteraksi. Berdasarkan penelitian James dan Cattel (dalam Anwar, 2009)
menunjukkan bahwa secara umum wanita lebih tinggi tingkat kecemasannya
dibandingkan pria. Penelitian telah mengindikasikan bahwa seseorang yang
memiliki tingkat kecemasan berbicara yang tinggi biasanya tidak dianggap secara
positif oleh orang lain McCroskey (dalam Byers, 1995). Mereka dianggap tidak
responsif, tidak komunikatif, sulit untuk mengerti, tidak memiliki ketertarikan
sosial dan seksual, tidak kompeten, tidak dapat dipercaya, tidak berorientasi
pada tugas, tidak suka bergaul, tidak suka menjadi pemimpin dan tidak produktif
dalam kehidupan profesionalnya Merrill; Mulac & Sherman; McCroskey &
Richmond dalam (Byers, 1995). Intinya adalah bahwa kecemasan berbicara menghasilkan
pengaruh yang negatif terhadap kehidupan ekonomi, akademis, politik, dan sosial
individu McCroskey dalam (Byers, 1995). Penanganan kecemasan antara satu
individu dengan individu lainnya pun bisa saja berbeda tergantung penilaian
pribadi individu terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut dengan
efikasi diri. Menurut (Feist, 2002) mengemukakan bahwa ketika seseorang
mengalami kecemasan yang tinggi maka mereka biasanya memiliki efikasi diri yang
rendah, sementara mereka yang memiliki efikasi diri tinggi merasa mampu
mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak
perlu dihindari. Hal yang terpenting dari masalah juga adalah bagaimana masalah
itu bisa dihadapi, termasuk pula pada kecemasan, itu berarti individu tersebut
harus 7 memiliki efikasi diri yang baik. Bandura (1997) mendefinisikan efikasi
diri sebagai keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh
hasil yang positif. Penilaian seseorang terhadap efikasi diri memainkan peranan
besar dalam hal bagaimana seseorang melakukan pendekatan terhadap berbagai
sasaran, tugas, dan tantangan. Ketika menghadapi tugas yang menekan, dalam hal
ini berbicara ketika siaran, keyakinan individu terhadap efikasi diri akan
memengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan
(Bandura, 1997). Kemudian, yang perlu diketahui bahwa varibel komunikasi
komunikasi dan sejenisnya sudah banyak diteliti sebelumnya terlihat dari
penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis diatas namun jarang
sekali penulis menemukan penelitian yang dilakukan pada penyiar. Maka
berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan
komunikasi dalam bersiaran pada penyiar radio kota Malang. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat efikasi diri pada penyiar radio kota Malang? 2. Bagaimana
tingkat kecemasan komunikasi dalam bersiaran pada penyiar radio kota Malang? 3.
Bagaimana hubungan efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam bersiaran
pada penyiar kota Malang? 8 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui efikasi diri
pada penyiar radio kota Malang. 2. Mengetahui kecemasan komunikasi dalam
bersiaran penyiar radio kota Malang. 3. Mengetahui hubungan efikasi diri dengan
kecemasan komunikasi dalam bersiaran pada penyiar radio kota Malang. D. Manfaat
Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu, khususnya dalam
bidang psikologi pendidikan mengenai hubungan antara efikasi diri dengan
kecemasan komunikasi dalam bersiaran pada pada penyiar radio kota Malang. 2.
Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: a. Pihak
perusahaan dapat mengetahui tingkat efikasi diri dan tingkat kecemasan
komunikasi dalam bersiaran pada pada penyiar radio kota Malang. Hal ini berguna
dalam memberikan pembinaan pada penyiar dalam mengembangkan efikasi diri dan
mengurangi kecemasan komunikasi dalam bersiaran. 9 b. Penelitian ini berguna
sebagai input bagi penyiar tentang efikasi diri dan kecemasan ketika siaran,
sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan dalam pengembangan diri penyiar terutama
dalam meningkatkan efikasi diri dan mengurangi kecemasan komunikasi dalam
bersiaran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam bersiaran pada penyiar radio Kota Malang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment