Abstract
ENGLISH:
Achievement is the one of important thing for the education process. Based on these, Junior High School of Surya Buana prepares the specific treatment for the students in third class to make their achievements higher than before. But there are many factors cause the achievement. According to Bandura, efficacy beliefs contributed to accomplishments both motivationally and through support of strategic thinking. Perceived self efficacy and need for achievement, therefore is a better than achievement only.
Based on those explanations, the researcher likes to conduct the research about the relationship between self efficacy and need for achievement toward students in the third class of Islamic Junior High School of Surya Buana.
This research is correlative quantitative research that used 56 students of third class in Junior High School of Surya Buana as the sample of the research by using all of the population. The research instruments are questionnaire and using documents. Questionnaire is used to measure self efficacy and need for achievement. The data analysis form used product moment with SPSS for windows 11.05 helping. From the result of the research, there are positive relationship between self efficacy and need for achievement that show with correlation co-efficient mark (Rxy) about 0,547.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Masa remaja awal merupakan masa transisi,
yaitu peralihan dari masa anakanak menuju masa dewasa, masa di mana terjadi
perubahan baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Pada masa ini, remaja tidak
lagi seperti anak-anak yang sebagian besar waktunya untuk bermain, namun sudah
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai individu mandiri. Walaupun begitu,
tugas perkembangan remaja amatlah berbeda dengan orang dewasa. Pada masa
remaja, individu mulai mempertanyakan tentang eksistensi dan jati dirinya.
Pertanyaan tentang siapa saya, untuk apa saya hidup, dan pertanyaan lain yang
sejenis sering dilontarkan oleh remaja terkait dengan eksistensi diri. Pada
kapasitasnya, pertanyaanpertanyaan ini merupakan bagian dari proses pembentukan
konsep diri. Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap remaja masih dalam tahap
mencari jati diri. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di dalam masyarakat, sehingga mereka
berupaya untuk menentukan sikap dalam mencapai kedewasaan. (Hurlock, 1997) Di
tengah pembentukan konsep diri, remaja adalah masa yang penting dalam hal
prestasi. Prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, dan remaja
mulai menyadari bahwa pada saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi
kehidupan yang sebenarnya. (Santrock, 2002) 2 Pada kenyataannya, seringkali
terlihat bahwa siswa yang mempunyai kecerdasan rata-rata mempunyai
kecenderungan motivasi kemampuan yang lebih adaptif misalnya mengerjakan tugas
dengan tekun dan lebih yakin dengan mereka. Sebaliknya, siswa yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata memiliki kecenderungan berprestasi yang kurang,
misalnya tidak yakin dengan kemampuan akdemisnya sendiri dan mudah putus asa.
Seperti kasus pada remaja yang ditemui peneliti. Remaja tersebut menyampaikan
bahwa dia tidak memiliki prestasi, padahal kenyataanya siswa tersebut mempunyai
potensi yang melebihi temantemannya. Setiap manusia diberikan kemampuan oleh
Tuhan, dengan kemampuan tersebut manusia menjadi berbeda dengan makhluk yang
lain. Kemampuan yang menjadi bekal bagi individu yang bersangkutan untuk
menjalani kehidupan. Seringkali kita menemukan individu yang gagal dalam
mencapai keinginannya, padahal individu tersebut mempunyai sekian banyak
kemampuan, seperti pada kasus remaja di atas. Timbul pertanyaan kemudian, apa
yang menyebabkan kegagalan? Individu adalah seperti apa yang dia pikirkan, jika
berpikir akan berhasil, maka kemungkinan besar keberhasilan tersebut akan mampu
untuk diraih, begitu juga sebaliknya. Karena pada dasarnya setiap individu
sudah memiliki kemampuan yang menjadi modal untuk mencapai keberhasilan.
Kuncinya adalah pada keyakinan. Orang-orang yang yakin bahwa dia mampu mencapai
keberhasilan, akan termotivasi untuk melakukan usaha agar tujuannya tercapai. 3
Maka, orang yang gagal bisa jadi bukan karena dia tidak mampu, tapi karena dia
tidak yakin bahwa dia bisa. Keyakinan akan kemampuan diri sering dikenal dengan
efikasi diri. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy
expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat
berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan
bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi
adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk,
tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan
sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi
menggambarkan penilaian kemampuan diri. (Gugum Gumilar, www.gumilarcenter.com,
2007) Penelitian tentang efikasi diri pernah dilakukan oleh Nicole A. Mills,
Frank Pajares, Carol Herron dengan judul Self-efficacy of College Intermediete
French Students: Relation to Achievement and Motivation. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh efikasi diri dan motivasi terhadap prestasi
pada mahasiswa menengah Perancis dengan jumlah sampel 303. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kesuksesan aakdemik dialami oleh mahasiswa yang mempersiapkan
diri mereka sebisa mungkin dengan menggunakan strategi metakognitif untuk
memonitor waktu pekerjaan akademik. Mahasiswi dilaporkan mempunyai efikasi
diri, regulasi diri, ketertarikan, nilai, dan kenyamanan dalam belajar lebih
tinggi daripada mahasiswa. Walaupun pada faktanya tidak ada perbedaan prestasi
antara 4 mahasiswa dan mahasiswi, interpretasi pada penelitian ini mengggunakan
teori kognitif social Albert Bandura.
(http://works.bepress.com/nicole_mills/1/). Penelitian lain dilakukan oleh
Sidsel Skaalvik dan Einar M. Skaalvik tentang hubungan antara self concept dan
self efficacy pada matematika dengan motivasi dan prestasi matematika. Pada dua
studi longitudinal, diuji apakah self perception berpengaruh terhadap prestasi
matematika, atau sebaliknya. Penelitian ini juga menguji pengaruh self
perception terhadap prestasi yang diterangkan oleh orientasi tujuan siswa,
ketertarikan, atau harga diri. Partisipannya adalah 246 siswa menengah pertama
dan 282 siswa menengah atas (kelas 1 dan 2). Prestasi diukur saat ujian akhir
sekolah, sedangkan self perception, ketertarikan, dan orientasi tujuan diukur
saat awal kelas 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self perceptions lebih
mempengaruhi siswa terhadap prestasi daripada prestasi terhadap self
perception. Walaupun tidak ada fakta bahwa efek self perception terhadap
presatsi dimediasi oleh ketertarikan, orientasi tujuan, atau harga diri mereka.
(Sidsel & Einar Skalvik, www.portal.acm.org.) Kedua penelitian di atas
memisahkan variabel motivasi dan berprestasi, serta terdapat variabel selain
efikasi diri yang mempengaruhi motivasi dan prestasi. Belum ada penelitian yang
hanya menggunakan dua variabel yaitu efikasi diri dan motivasi berprestasi.
Sehingga, pada penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan terhadap dua
variabel, yaitu efikasi diri dan motivasi berprestasi. Pentingnya efikasi diri
dan motivasi berprestasi ini juga dipaparkan oleh salah satu tenaga pendidik
yang menyatakan bahwa di sekolah banyak ditemui siswa yang tidak termotivasi
untuk berprestasi karena tidak yakin dengan kemampuan 5 yang dimiliki. Hal ini
tentu saja akan berdampak negatif terhadap keberhasilan siswa tersebut.
Pendidik yang lain juga bertutur tentang pengalamannya sebagai guru di MTs
Surya Buana, disampaikan bahwa di sekolah terdapat sekelompok anak geng yang
berjumlah 15 orang sudah 'dicap jelek' oleh guru-guru. Guru tersebut mencoba
memandang sisi lain dari anak-anak geng tersebut berupa potensi mereka. Guru
tersebut mencoba memotivasi mereka. Terbukti, ternyata mereka juga bisa
berprestasi seperti siswa yang lain.1 Tentang pentingnya prestasi ini juga
disadari oleh pihak MTs Surya Buana. Indikatornya adalah sekolah ini memberikan
perlakuan khusus untuk siswa kelas IX yang secara akdemik memiliki prestasi
rendah. Perlakuan diberikan dengan cara mengelompokkan siswa-siswa dengan
prestasi rendah sehingga memudahkan dalam proeses belajar-mengajar.
Pengelompokkan ini hanya berdasarkan alasan akdemis, tanpa menelusuri lebih
mendalam penyebab rendahnya prestasi tersebut. Padahal, penyebab rendahnya
prestasi ini bukan hanya karena rendahnya tingkat intelegensi. Bagi yang
mempunyai tingkat intelegensi bagus, bisa jadi ini karena motivasi
berprestasinya rendah. Motivasi berprestasi yang rendah ini pun tidak berdiri
sendiri. Ada banyak faktor, di antaranya adalah ketidakyakinan terhadap
kemampuan diri atau bahkan mungkin ketidaktauan terhadap potensi diri yang
dimiliki. Bisa dikatakan seperti ini karena pada kenyataannya salah satu di
antara siswa yang berada di kelas tersebut sebelumnya berada di kelas unggulan.
1 HAsil wawancara dengan salah satu tenaga pendidik di MTs Surya Buana pada
bulan Juni 2008 6 Para siswa ini pada awalnya tidak dapat menerima jika mereka
dikumpulkan karena merasa termarginalkan. Tapi kemudian, mereka menyadari bahwa
tujuan dari pengelompokkan ini adalah untuk memudahkan proses belajar-mengajar.
Walaupun begitu, kenyataan ini tetap membawa dampak psikologis bagi para siswa
seperti rasa minder. Jika emosi ini tidak dikontrol dengan baik, maka akan
sangat berpengaruh terhadap keyakinan akan kemampuan diri. Prestasi memang
sangat penting dalam proses belajar mengajar. Prestasi tentunya tidak muncul
dengan sendirinya, terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu motivasi.
Motivasi pun tidak muncul secara tiba-tiba, ada sesuatu yang menyebabkannya
yaitu efikasi diri. Hal ini seperti yang dipaparkan Bandura dalam bukunya Self
Efficacy: The Exercise of Control, bahwa “Efficacy beliefs contributed to
accomplishment both motivationally and through support of strategic thinking.”
(Bandura, 1998; 215) Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa penting untuk
melakukan penelitian tentang efikasi diri dan motivasi berprestasi pada siswa
kelas IX yang pembagian kelasnya berdasarkan prestasi akademis. Selain itu,
efikasi diri dan motivasi berprestasi merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap prestasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara efikasi diri dengan motivasi berprestasi
pada siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Surya Buana. B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana tingkat efikasi diri pada siswa kelas IX MTs Surya Buana? 7 2.
Bagaimana tingkat motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs Surya Buana? 3.
Bagaimana hubungan efikasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas IX
MTs Surya Buana? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui tingkat efikasi diri pada siswa kelas IX MTs Surya Buana. 2. Untuk
mengetahui tingkat motivasi berprestasi pada siswa kelas IX MTs Surya Buana. 3.
Untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa
kelas IX MTs Surya Buana. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat baik secara teoritis, maupun praktis. Secara teoritis,
penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi keilmuan yang terkait
dan dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya. Secara praktis,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk mendalami
teori dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat. Selain itu, penelitian ini
diharapkan juga dapat menjadi masukan untuk pengambilan keputusan bagi lembaga
yang bersangkutan, dalam hal ini Mts Surya Buana.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara efikasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas IX Madrasah Tsnawiyah Surya ." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment