Abstract
INDONESIA:
Individu dengan keterbatasan visual yakni tunanetra tentunya mereka banyak memiliki keterbatasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup menjadi sangat penting bagi pencapaian hidup yang lebih berarti selayaknya orang normal dengan kemampuan visual yang utuh.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji pengaruh harapan terhadap kualitas hidup dengan mediasi dukungan sosial pada siswa tunanetra dari UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang. Sebanyak 30 siswa dapat direkrut menjadi responden penelitian dalam kurun waktu mulai tanggal 22 Desember 2013 sampai 2 Januari 2014.
Kualitas hidup tunanetra, harapan, dan dukungan sosial diukur dengan menggunakan kuesioner. Menggunakan korelasi Product Moment menunjukkan bahwa dukungan sosial berkorelasi dengan kualitas hidup. Namun, harapan tidak berkorelasi dengan dukungan sosial maupun kualitas hidup. Begitu pula menggunakan regresi jalur, harapan tidak mempengaruhi kualitas hidup tunanetra baik dengan mediasi dukungan sosial maupun tanpa mediasi. Peran untuk meningkatkan kualitas hidup tunanetra tidak mengutamakan aspek internal seperti harapan, melainkan lebih utama pada aspek eksternal seperti dukungan sosial. Dukungan sosial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti menciptakan alat bantu mobilitas dan orientasi ruang, dukungan emosional.
ENGLISH:
Individuals with visual limitations of the blind of course they have a lot of limitations in living everyday life. Quality of life is very important for the achievement of a more meaningful life should normal people with visual capabilities intact.
The purpose of this study was to examine the influence of hope and optimism for the quality of life with the mediation of social support for students with visual impairments from the Social Rehabilitation Unit Netra defects Malang. A total of 30 students can be recruited into the study respondents in the period starting on December 22, 2013 until January 2, 2014.
Visually impaired quality of life, hope, and social support was measured using a questionnaire. Using Product Moment correlation indicates that social support correlated with quality of life. However, hope is not correlated with social support and quality of life. Similarly, using the regression lines, does not affect the quality of life for both the visually impaired with or without the mediation of social support mediation. Role to improve the quality of life of blind people do not prioritize the internal aspects such as hope, but more particularly on the external aspects such as social support. Social support can be provided in various forms, such as creating mobility aids and spatial orientation, emotional support.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia terlahir di dunia dengan
kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda. Tidak seorangpun terlewatkan dua hal
tersebut, seperti mata uang yang selalu memiliki dua sisi yang berlainan. Seseorang
yang memiliki kelemahan, tidak selamanya kelemahan itu akan memperburuk keadaan
dirinya. Ketika seseorang telah mengenali dirinya, maka akan tampak dua sisi
dalam dirinya, yaitu kelebihan dan kelemahan. Namun, dengan berfokus pada
kebaikan dan mengunggulkan pada kekuatan seseorang memungkinkan untuk mencapai
hidup yang lebih baik, Peterson dan Seligman melengkapi dari Diagnostic and
Statistical Manual (DSM) (Snyder & Lopez, 2007). Hal ini bukan berarti
menganggap bahwa tidak ada kelemahan pada diri seorang. Namun, berfokus pada
kelebihan dapat dicapai dengan cara memanfaatkan kelebihan yang dimiliki.
Kualitas hidup yang baik dapat diperoleh ketika seseorang mampu menganalisis
diri. Menganalisis diri yaitu melakukan analisa terhadap kelebihan, kelemahan,
peluang dan kegagalan pada diri. Sehingga dapat ditemukan kekuatan maupun
kelemahan yang terdapat pada diri. Kualitas hidup individu dapat dilihat dari
lima hal, yaitu produktivitas kerja, kapabilitas intelektual, stabilitas emosi,
perannya dalam kehidupan sosial, serta ditunjukkan dengan adanya kepuasan hidup
yang baik dari segi materi maupun non-materi (Renwick, Brown, dan Nagler dalam
Primardi dan Hadjam, 2010). 2 Carr (2004) menyebutkan bahwa kualitas hidup
merupakan gagasan yang memiliki arti lebih luas dari pada kesejahteraan.
Lebih-lebih merupakan konsep yang komplek yang mencakup variasi gagasan status
kesehatan, kapasitas untuk menyertai aktivitas sehari-hari, status pekerjaan,
tersedianya peluang untuk memperoleh hiburan yang menarik, aktif menjalin
hubungan sosial, serta memiliki akses dengan pusat layanan kesehatan. Tidak
semua orang dapat dengan mudah mencapai kualitas hidup yang ideal. Hidup yang
penuh dengan kenikmatan dan tanpa kenistaan yang ditemui. Perlu disadari bahwa
mencapai kualitas hidup yang baik tidaklah mudah. Seringkali terdapat berbagai
hal yang menghambat diri untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satunya adalah
kelainan fisik, yakni cacat netra. Kualitas hidup yang baik menjadi hal yang
urgen bagi seorang tunanetra. Mengingat bahwa panca indera merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan manusia. Derajat ketajaman penglihatan seseorang
pada jarak terbaik setelah koreksi maksimal tidak lebih dari pada kemampuan
untuk menghitung jari pada jarak tiga meter (WHO, 2004). Sedangkan seseorang
dinyatakan cacat netra ketika tidak dapat menghitung jari-jari tangan pada
jarak satu meter di depannya dengan menggunakan indera penglihatannya (PERTUNI,
2004). Ahli medis memberikan batasan ketunanetraan pada seseorang yang memiliki
ketajaman sentral 20/200 feet atau ketajaman penglihatannya mampu melihat hanya
pada jarak 20 kaki saja atau 6 meter atau kurang, walaupun dengan menggunakan
kacamata (Hidayat dan Suwandi, 2013). Cacat netra digolongkan dalam dua
kriteria, pertama Total blind yaitu penyandang cacat netra total (gelap secara
keseluruhan). Kedua Low vision 3 yaitu penyandang cacat netra yang masih
mempunyai sisa penglihatan (masih dapat melihat pada jarak satu sampai dengan
tiga meter) (PRSPCTN, 2011). Persatuan Tunanetra Indonesia mendefinisikan
ketunanetraan sebagai orang yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta
total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam
keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas) (PERTUNI,
2004). Hal ini memungkinkan bahwa seorang dengan tunanetra tidak memiliki
penglihatan sama sekali meskipun hanya untuk membedakan antara terang dengan
gelap. Orang dengan keadaan seperti ini dikatakan sebagai “buta total”. Selain
itu seorang tunanetra ada yang masih memiliki sedikit sisa penglihatan sehingga
mereka dapat menggunakan sedikit penglihatannya untuk melakukan kegiatan
sehari-hari. Segala bentuk masalah Psikososial orang tunanetra disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, depresi yang terjadi setelah kehilangan penglihatan yang
mendadak yang merupakan kasus depresi keputusasaan (Dodds dalam Hayati, 2013).
Kedua, kehilangan kompetensi yang disertai oleh kehilangan rasa kontrol dan efikasi
(Nawawi, dkk dalam Hayati, 2013). Ketiga, secara tidak langsung merupakan
konsekuensi dari keadaan fisiknya. Apabila keadaan ini diperparah oleh sikap
negatif masyarakat terhadap kecacatan netra, maka individu yang bersangkutan
akan menjadi putus asa (Nawawi, dkk dalam Hayati, 2013). 4 Seorang tunanetra
dengan keterbatasannya mengharapkan pencapaian kualitas hidup. Selain itu,
seorang tunanetra harus dapat benar-benar memanfaatkan organ-organ yang masih
berfungsi untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. Berdasarkan penelitian
serupa telah dilakukan oleh Hayati (2012), ditemukan hasil bahwa tingkat
kebahagiaan pada tunanetra tergolong tinggi yakni mencapai 76 %. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan kecacatan penglihatan yang dimiliki tidak menghalangi
tunanetra untuk mencapai kebahagiaan hidup. Namun secara lebih fokus, sejauh
ini peneliti belum menemukan penelitian tentang tingkat kualitas hidup pada
tunanetra di Indonesia. Maka penelitian ini sangat perlu dilakukan guna
mengetahui tingkat kulitas hidup pada tunanetra. Menurut Carr (2004) Kualitas
hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tujuan hidup, kontrol
pribadi, hubungan interpersonal, dukungan lingkungan sosial, kondisi materi,
intelektual, optimisme dan harapan. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
akan mengukur pengaruh harapan terhadap kualitas hidup tunanetra dengan
mediator dukungan sosial. Artinya, peneliti akan mencari sejauhmana variabel
harapan yang diperantarai oleh variabel dukungan sosial dapat mempengaruhi
kualitas hidup tunanetra. Harapan merupakan tujuan yang terarah yang mana
seorang merasa bahwa dirinya dapat menemui solusi dari setiap kegagalan yang
dialami. Harapan yang dimiliki oleh seorang tunanetra dapat mencerminkan
kemampuannya dimasa yang akan datang. Harapan melibatkan dua komponen dasar
diantaranya, kemampuan untuk merencanakan keinginan meskipun menemui banyak
rintangan. Kedua, sebagai perantara atau motivasi dalam melalui kesempitan
jalan hidup (Carr, 5 2004). Adanya harapan yang dimiliki, memungkinkan seseorang
untuk menyusun rencana agar dapat memperoleh kesuksesan hidup dan terhindar
dari kenyataan pahit yang hadir dalam hidup. Selain itu, Seseorang dengan
harapan yang tinggi akan memiliki energi lebih untuk memotivasi diri berperan
aktif dalam penyelesaian masalah, dan terus berkembang (Bluvol dan Marilyn,
2004). Selain harapan, faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
tunanetra adalah dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan bantuan dari orang
sekitar baik yang berupa verbal maupun non verbal yang bertujuan untuk
memberikan kesejahteraan bagi orang yang menerimanya (Cobb dalam Rahmawan,
2010). Dukungan sosial merupakan salah satu faktor eksternal yang diharapkan
dapat mempengaruhi kualitas hidup tunanetra. Berdasarkan penelitian Primardi
dan Hadjam (2010), diperoleh hasil bahwa dukungan sosial keluarga ODE dengan
kualitas hidup tidak ada hubungan yang signifikan karena dukungan yang
diberikan oleh keluarga ODE belum tentu dipersepsi oleh ODE sebagai dukungan
(Wortman dan Conway, 1985 dalam Primardi dan Hadjam, 2010). Sedangkan hasil
wawancara yang dilakukan Primardi dan Hadjam (2010) yakni dukungan sosial dalam
konteks yang lebih luas dapat mempengaruhi kualitas hidup ODE. Dukungan dari
sesama ODE pada sebuah komunitas ODE sangat penting untuk memperoleh informasi
tentang operasi. Usaha seseorang dalam mencapai kualitas hidup yang baik dapat
diperoleh dengan adanya harapan. Sedangkan hal tersebut dapat menjadi lebih
efektif ketika ada dukungan secara eksternal dari lingkungan sosial, baik
dukungan keluarga, teman, maupun organisasi. Adanya harapan dapat
memprediksikan kesehatan fisik 6 maupun kesehatan mental yang melibatkan
beberapa tindakan lain seperti laporan kesehatan, kesejahteraan, dan
penyelesaian masalah (Peterson, Snyder, Scheier dkk, Taylor dkk dalam Carr,
2004). Sedangkan kesejahteraan memiliki korelasi yang positif dengan kualitas
hidup (Carr, 2004). Penelitian yang dilakukan Hayati (2013) tentang syukur dan
kesejahteraan tunanetra menyatakan adanya korelasi positif. Hal ini menunjukkan
bahwa tunanetra yang memanfaatkan organ lain yang masih berfungsi dapat
meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Primardi dan Hadjam (2010) diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan positif yang sangat signifikan antara optimisme, harapan, dan dukungan
sosial dengan kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup difokuskan pada status
kesehatan yang dikaitkan dengan kualitas hidup yang meliputi kesehatan fisik,
psikis, sosial, kesejahteraan, dan juga bagaimana ODE menjalankan fungsinya
dalam kehidupan sehari-hari (Jacoby & Goldstein, dalam Primardi &
Hadjam, 2010). Penelitian Kusumadewi (2011) memperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan antara stresor harian, optimisme, regulasi diri dengan kualitas hidup
individu dengan diabetes miletus tipe 2. Namun dibuktikan bahwa optimisme tidak
dapat menentukan hubungan stresor harian dengan kualitas hidup seorang diabetes
miletus tipe 2. Artinya, tingkat optimisme yang tinggi tidak dapat menurunkan
pengaruh stresor harian terhadap kualitas hidup. 7 Penelitian yang dilakukan
Adelar dan Sumampouw (2004) membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara harapan yang dimiliki oleh anak-anak dengan PTSD (Post
Traumatic Syndrom) dan kelompok anak yang tidak mengalami PTSD, antara anak
laki-laki dengan anak-anak perempuan, serta antara yang beragama islam maupun
kristen. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Cheng-Fang Yen dkk
(2011) diperoleh hasil bahwa variabel sosial demografi memberikan pengaruh
terhadap hubungan antara kualitas hidup dengan simptom kecemasan. Artinya,
dalam mengembangkan strategi peningkatan kualitas hidup remaja, maka dibutuhkan
intervensi dari simptom kecemasan. Sementara itu, ahli klinisi menjadikan
karakteristik sosial demografi sebagai pertimbangan variable kualitas hidup dan
simptom kecemasan. Hasil penelitian Maslihah (2011) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi
akademik sebesar 0.820. Artinya, semakin besar dukungan sosial orang tua yang
dipersepsi siswa, semakin baik prestasi akademik yang dapat dicapai siswa.
Kajian lebih dalam tentang hubungan dukungan sosial orang tua dalam bentuk
instrumental support dengan prestasi akademik menunjukkan nilai korelasi
sebesar 0.798 dan hubungan dukungan sosial bentuk emotional support dengan
prestasi akademik adalah sebesar 0.654. Sementara diperoleh hasil korelasi
sebesar 0.112 pada hubungan antara penyesuaian sosial di lingkungan sekolah
dengan prestasi akademik menunjukkan tidak adanya hubungan antara penyesuaian
sosial di lingkungan sekolah dengan prestasi akademik. Dengan kata lain
terdapat faktor- 8 faktor lain di luar penyesuaian sosial di lingkungan sekolah
baik faktor internal maupun faktor eksternal yang berhubungan dengan prestasi
akademik siswa meskipun penyesuaian sosial di lingkungan sekolah merupakan
bagian yang penting dalam perkembangan seorang remaja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Larasati (2010) diperoleh hasil bahwa kualitas hidup wanita
menopous yang positif dapat dilihat dari kemampuan subjek untuk mengenali diri
sendiri (menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki), mampu beradaptasi
(mampu beradaptasi dengan kondisi menopause yang dialami saat ini), dapat
merasakan penderitaan orang lain (memberikan solusi terbaik untuk orang lain),
mempunyai perasaan kasih dan sayang (semua orang terdekat memberikan
perhatian), bersikap optimis (yakin dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik),
mampu mengembangkan sikap empati (membantu orang lain semampunya). Berdasarkan
beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup berhubungan
dengan beberapa hal diantaranya, sosial demografi, simptom kecemasan. Selain
itu, terdapat bebeapa faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup, yaitu,
kemampuan adaptasi, bersikap optimis, memiliki rasa kasih sayang, dan bersikap
empati. Penelitian ini menarik karena belum pernah ditemukan penelitian tentang
kualitas hidup pada seorang tunanetra. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh
Primardi dan Hadjam (2010) mengenai hubungan antara harapan, optimisme,
dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan epilepsi. Sedangkan 9
penelitian tentang kebahagiaan tunanetra pernah dilakukan oleh Hayati (2013).
Banyak tunanetra yang memandang bahwa dirinya adalah seorang yang tak berdaya dan
inkompeten, ditambah dengan rasa cemas dan depresi. Hal ini akan mengakibatkan
kehilangan rasa harga diri, karena dia tahu bahwa untuk mencapai hidup yang
berkualitas harus dapat berbuat sesuatu untuk memperoleh apa yang diinginkannya
(Hayati, 2013). Sehingga penelitian ini sangat perlu untuk dilakukan. Walaupun
cacat netra memiliki kelainan pada organ penting yakni mata, namun mereka masih
memiliki peluang untuk mencapai hidup yang berkualitas. Sehingga tunanetra
tetap dapat hidup selayaknya orang normal dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. 10 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat kualitas hidup,
harapan, dan dukungan sosial penyandang cacat netra UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Netra Malang? 2. Apakah ada hubungan antara harapan dengan dukungan sosial,
dan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penyandang cacat netra UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang? 3. Apakah ada pengaruh harapan terhadap
kualitas hidup penyandang cacat netra UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra
Malang yang diperantarai oleh dukungan sosial? 11 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengatahui tingkat kualitas hidup, harapan, dan dukungan sosial penyandang
cacat netra UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang. 2. Untuk mengatahui
hubungan antara harapan dengan dukungan sosial, dan dukungan sosial dengan
kualitas hidup pada penyandang cacat netra UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra
Malang. 3. Untuk mengetahui adanya pengaruh harapan terhadap kualitas hidup
penyandang cacat netra UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang yang diperantarai
oleh dukungan sosial. 12 D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a. Penelitian
ini memberikan sumbangan informasi dan memperkaya keilmuan psikologi, khususnya
Psikologi sosial. b. Bagi perkembangan keilmuan psikologi, penelitian ini dapat
memperluas pengkajian tentang kualitas hidup tunanetra di Indonesia. 2. Secara
Praktis Sebagai sarana sosialisasi tentang harapan, optimisme, dukungan sosial
dan kualitas hidup pada tunanetra, khususnya di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Netra Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh harapan terhadap kualitas hidup yang diperantarai dukungan sosial pada penyandang cacat netra Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment