Abstract
INDONESIA:
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan. Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan kognitif yang seharusnya telah dilewati dengan baik atau normal, namun bagi anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan. Untuk membantu mengembangkan kognitif anak maka harus ada peranan guru yang mendukung. Positive deviance guru diharapkan bisa membantu anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kognitif pada diri mereka sendiri. Adanya perilaku positive dari guru ini mampu mendukung perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus. Terlebih bagi anak berkebutuhan khusus yang berada di Desa Sidowayah Kab. Ponorogo yang merupakan salah satu desa yang mendapat julukan kampong idiot, dan biasanya kosakata lokal yang menyebut “mendho”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus yang berada di program inklusi. Apa saja dimensi positive devianve guru dan peranannya dalam mendukung perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus serta mengetahui perbedaan perkembangan kognitif sebelum dan sesudah dikembangkan positive deviance guru tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan metode action research (penelitian tindakan), merupakan tindakan yang menekankan kepada kegiatan (tindakan) dengan menguji cobakan suatu ide ke dalam praktek atau situasi nyata dalam skala mikro, yang diharapkan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi, analisis dokumen dan pemberian angket.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus mengalami perubahan setelah dikembangkan positive deviance guru. Sebelum dikembangkan positive deviance guru ini nilai rata-rata materi berhitung ABK dikelas III inklusi senilai 06,67, Ketika sudah diterapkan positive deviance maka nila rata-ratanya berubah mengalami kenaikan senilai 08,50. Maka ini menunjukkan bahwa ada perubahan perkembangan kognitif ABK sebelum dan sesudah dikembangkan positive deviance. Peranan positive deviance guru sangat penting untuk mendukung perkembangan kognitif anak berkeutuhan khusus.
ENGLISH:
Education is a right of all citizens regardless of origin, socioeconomic status, and physical condition of someone, including children who have abnormalities. Along with the entry of children into elementary school, then the cognitive ability has experienced rapid development. Cognitive development that should have been covered with a fine or normal, but for children with special needs is experiencing barriers. To help developing cognitive of children then there should be the role of teacher support. Positive Deviance of teacher is expected can help children to develop cognitive abilities in themselves. The existence of positive behavior of the teacher is able to support the cognitive development of children with special needs. Especially for children with special needs Sidowayah village Ponorogo District is one of the villages labeled as the idiot village, and the local vocabulary usually called them "mendho".
This study aims to determine how the cognitive development of children with special needs in the inclusion program. About the dimensions of positive deviance role of teacher in supporting cognitive development of children with special needs and know the difference before and after the development of positive Deviance of teacher.
The research was carried out by the method of action research, an action that emphasizes the activities (actions) experimented the idea into practice or the real situation in the micro scale, the expected activity can improve and enhance the quality of teaching and learning process. Data were collected by interview, observation, and document analysis and questionnaire administration.
The results suggest that the cognitive development of children with special needs have changes after the development of positive Deviance of teacher. Before the development of positive deviance of teacher, the average value of the children with special needs in grade III of inclusions valued at 06.67. When positive deviance of teacher was applied then the average value increased to 08.50. Then this indicates that there is a change of cognitive development before and after the positive development Deviance in children with special needs. Deviance positive role of teachers is essential to support cognitive development of children with special needs.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara
tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik
seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana diamanatkan
dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa
adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang
berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children)
dapat diartikan secara sederhana sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami
gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana
anak-anak pada umumnya. Untuk dapat menyetarakan dan memberikan perhatian yang
lebih intensif terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak
yang normal maka pemerintah sekarang telah membuka program pendidikan bagi
anak-anak berkebutuhan khusus ini yaitu yang sering dikenal dengan sebutan
Sekolah Inklusi. Menurut Mulyadi (2010) menyatakan bahwa pada saat ini, jumlah
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia diyakini mengalami peningkatan.
Diperkirakan satu dari 250 kelahiran anak menyandang ABK. Kemudian di negara
Australia peningkatannya lebih tinggi lagi. Perbandingannya satu dari 50
kelahiran. Meningkatnya populasi ABK di Indonesia dinilai tidak berbanding
lurus dengan ketersediaan lembaga pendidikan yang menanganinya. (29 April 2010
anakberkebutuhan-khusus-meningkat dari http://yulia-putri.blogspot.com). 2 Dari
artikel ini maka dapat dilihat bahwa begitu pentingnya sebagai sesama makhluk
hidup yang bersosial memberikan perhatian penuh terhadap anak berkebutuhan
khusus ini terutama dalam perkembangan pendidikannya. Disamping itu juga
ditemukan dalam artikel yang menyatakan bahwa pemerintah berusaha memenuhi hak
anak berkebutuhan khusus dengan mencanangkan penyelenggaraan pendidikan
inklusi, dengan membentuk Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi (SPPI).
Pendidikan inklusi adalah suatu sistem pendidikan yang menyertakan semua anak
secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan siswa tanpa membeda-bedakan anak
yang berasal dari latar belakang apapun, maupun perbedaan kondisi fisik atau
mental (Unesco, 2004) . Namun, pada kenyataannya di lapangan sekolah inklusi
ini belum mencapai tujuan yang maksimal karena beberapa instansi pendidikan
yang memiliki anak didik berkebutuhan khusus di daerah Indonesia ini belum
menyediakan sekolah inklusi bagi penyandang cacat fisik dan mental ini. Selain
informasi diatas ada lagi media massa memberitakan tentang keberadaan sekolah
inklusi didaerah Kendal dalam acara workshop sekolah inklusi di SMP
Muhammadiyah 3 Kaliwungu. Menurut Depdiknas Supriyanto menyatakan bahwa jumlah
sekolah inklusi atau sekolah formal yang diperuntukkan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus masih sangat terbatas. Hal ini berakibat banyak anak yang
mempunyai cacat mental maupun fisik tidak tertampung di sekolah itu. Sekolah
inklusi di Indonesia itu baru mampu menampung sekitar 30 % anak dengan
kebutuhan khusus. Kemudian sisanya atau sekitar 70 % anak di antaranya tidak
tertampung di sekolah tersebut. Sebab, hingga kini di Indonesia hanya 3
berjumlah 56 unit. Dari 70 % anak tersebut ada yang sama sekali tidak
memperoleh layanan pendidikan. Namun, ada juga yang diikutkan dalam
pembelajaran formal, mereka dipaksa mengikuti pendidikan dengan anak normal.
Begitu pula dengan proses belajarnya, pengajar disini tidak mengikuti kondisi
ABK, namun sebaliknya anak-anak berkebutuhan khususlah yang harus mengikuti
pembelajaran formal yang ada di kelas anak-anak normal. Ini semua terjadi
karena anak-anak dengan keterbelakangan mental dan kekurangan fisik, seperti
tuna netra, tuna rungu dan tuna grahita itu belum mendapatkan pelayanan
pendidikan, seperti anak normal. Sementara itu, di perguruan tinggi belum ada
yang mencetak tenaga pengajar siap pakai untuk sekolah inklusi. Menjadi
pengajar anak berkebutuhan khusus, baik di sekolah formal atau inklusi itu di
tuntut mampu berimprovisasi atau memakai modifikasi saat menyampaikan
pelajaran. Di perguruan tinggi juga belum ada alat untuk mendukung proses
pembelajaran tersebut. Keterbatasan jumlah sekolah luar biasa tersebut
disebabkan manajemen dana yang tidak mengena. Yang lebih dibutuhkan adalah
ketersediaan tenaga pengajar bagi sekolah inklusi. (23 Januari 2010 dari
http://suaramerdeka.com) Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka
kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan
masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan
meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek
yang sebelumnnya kurang berarti bagi anak. Dalam keadaan normal, pikiran anak
usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya
daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia
sekolah dasar ini daya pikir 4 anak berkembang kearah berpikir konkrit,
rasional dan objektif. Daya ingatannya menjadi sangat kuat, sehingga anak
benar-benar berada dalam suatu stadium belajar (Desmita, 2007 : 130). Namun
pada kenyataannya masih ada anak-anak mengalami keterbelakangan mental dan ini
yang membuat mereka mengalami keterlambatan dalam berkembang terutama perkembangan
kognitifnya. Perkembangan kognitif yang seharusnya telah dilewati dengan baik
atau normal, namun bagi anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan.
Contohnya saja pada perkembangan kognitif anak tunarungu yang umumnya
intelegensi anak tersebut secara potensial sama dengan anak normal, tetapi
secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan
berbahasanya, keterbatasan informasi, dan daya abtraksi anak. Akibat kekurangan
ini menghambat proses pencapaiannya mendapatkan pengetahuan yang lebih luas.
Dengan demikian perkembangan kognitifnya secara fungsional terhambat (Sumantri,
2006 : 97) Perkembangan kognitif manusia yang merupakan proses psikologis
didalamnya melibatkan proses-proses memperoleh, menyusun dan menggunakan
pengetahuan, serta kegiatan-kegiatan mental, seperti: mengingat, berpikir,
menimbang, mengamati, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan memecahkan
persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan. Perkembangan
kognitif sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu hereditas dan
lingkungan. Pengaruh kedua faktor tersebut pada kenyataannya tidak terpisah
secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan resultante dari interaksi
keduanya. 5 Menurut Jean Piaget dalam Mohammad Asrori (2007:49) mendapati bahwa
anak pada umur tertentu mengalami kesulitan untuk mengerti hal-hal yang
sebenarnya sederhana. Misalnya: seorang anak kecil ternyata mengalami kesulitan
untuk memahami mengapa air yang banyaknya sama apabila dituangkan dari gelas
pendek besar ke gelas tinggi kecil ternyata hasilnya sama dan tidak tumpah.
Perkembangan kognitif ABK pada masa-masa sekolah ini seharusnya lebih
mendapatkan perhatian yang lebih intensif. Hal ini dikarenakan siswa ABK ini
mampu mengukir prestasinya dengan baik apabila mendapatkan bimbingan secara
layak dan baik, serta diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya dalam
berbagai bidang. Meskipun siswa berkebutuhan khusus ini memiliki kekurangan
dari segi fisik dan juga mental namun siswa-siwa ini masih mampu untuk berprestasi
contohnya saja seperti anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di Sumatra Barat
mereka memiliki prestasi dan berperan dalam mengharumkan nama daerah di
berbagai bidang, termasuk olah raga. Misalnya, medali emas dari cabang olahraga
bulutangkis putra Tuna Grahita oleh Fauzan dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Binar,
Tarusan, Pesisir Selatan pada Festival dan Lomba PK-PLK tingkat Nasional 2009.
(10 Mei 2010 dari http://www.padangmedia.com). Dari contoh diatas tidak
diragukan lagi bahwa perkembangan kognitif anakanak berkebutuhan diatas sangat
menganggumkan, karena dengan keterbatasan yang dimiliki mereka mampu
berprestasi layaknya anak yang normal. Ini semua memang sebuah mu’jizat dari
Tuhan, bahwa semua mahluk hidup didunia ini memiliki 6 kelebihan dan kekurangan
sendiri-sendiri. Namun, dibalik dari kekurangannya pasti ada kelebihan yang
sangat membanggakan serta kecerdasan yang sangat tinggi. Dalam hal ini peneliti
mencoba melihat fakta kehidupan yang terjadi disebuah Dusun Sidowayah, Desa
Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo. Peniliti mendapat informasi
bahwasannya didusun tersebut terdapat sebuah SD Negeri yang didalamnya memiliki
sistem pendidikan inklusi dan itu hanya satu-satunya didesa itu yaitu berada di
SDN 4 Krebet, Sidowayah. Adanya sekolah Inklusi di SD tersebut dikarenakan
terdapat beberapa siswa-siswinya yang mengalami berkebutuhan khusus terutama
dalam hal lambat belajar (slow learner) dan gangguan mata. Selain itu juga
dikarenakan adanya stigmasi sosial yang salah dari masyarakat daerah tersebut
khususnya, terkait keberadaan sekolah inklusi yang ada di SDN 04 Krebet
sehingga terjadilah deskriminasi terhadap para ABK di daerah tersebut.
Labelisasi yang muncul adalah anggapan bahwa ABK itu adalah anak yang “mendho”
atau “goblok” sehingga mereka masuk dalam program inklusi. Seperti yang
diceritakan oleh pemuda dusun yang diperoleh dari laporan penelitian Mahpur
(2010) yaitu tentang pemikiran masyarakat setempat tentang bimbingan intensif
yang diberikan kepada anak-anak yang mengalami hambatan belajar dianggap
sebagai anak bodoh (goblok), “Untuk kasus sederhana aj ya. Untuk anak2 yang
sore masuk itu ja dari masyarakat pandangannya sudah lain, bukan untuk kalau
yang umum kan les atau tambahan itu kan lebih enak. Tapi untuk yang ini ketika
masuk sore sudah jaminan bocah goblok tu sekolah sore kan itu, persepsi itulah
menjadi mungkin kendala orangtua anakku goblok ngeten” (Jarot, FGD dengan
FSB,21/12/2009) Sebenarnya kondisi fisik dan kapasitas otak yang dimiliki
mereka sempurna sama seperti layaknya orang normal biasanya, namun karena pola
asuh dari orang tua 7 yang keras membuat mereka mengalami kesulitan dalam
belajar dan kurang berkembang kognitifnya. Kemudian tentang kondisi kelas
inklusi di SD tersebut sangatlah memprihatinkan karena di dalam kelas inklusi
tersebut hanya ditangani oleh seorang guru saja itupun pendidikan akhirnya
bukan asli dari bidang tentang anak berkebutuhan khusus. Tentang perihal
pendidikan maka desa ini sangat membutuhkan sekali “Sekolah inklusi” bagi
anak-anak yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental. Selain itu juga
faktor iklim, cuaca, tempat, dan juga georgafis yang kurang mendukung untuk
melakukan proses belajar mengajar ini perlu dibantu untuk menjadi lebih
berkembang lagi. Terlebih untuk SDN 4 Krebet ini butuh perhatian yang intensif
karena mayoritas siswa-siswinya mengalami kendala dalam proses belajar. Disini
para guru dan staf yang lainya mengalami kesulitan dalam mendidik anak
didiknya. Dikarenakan kurangnya pengetahuan, dana, serta fasilitas alat peraga
untuk mendidik anak berkebutuhan khusus. Sebenarnya para guru disini mengerti
akan kebutuhan para siswanya namun, kendala kurangnya dana maka terhambat pula
proses untuk pengembangan anak didiknya. Dengan ini muncullah ide untuk
menggunakan metode pendekatan positive deviance, positive deviance itu sendiri
yaitu pendekatan untuk merubah perilaku dan sosial dalam suatu kelompok dan
menerapkan solusi yang telah ditemukan sebelumnya agar menjadi lebih baik.
Sebenarnya positive deviance ini merupakan metode yang sudah sering digunakan
dalam dunia kesehatan. Seperti contoh antara lain positive deviance dalam
mengatasi masalah gizi buruk, mengurangi tingginya angka kematian bayi yang
baru lahir di pedesaan dan daerah miskin, penanggulangan 8 anemia pada wanita
usia subur, meningkatkan jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif sampai 6
bulan, mengurangi resiko penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba yang
beresiko terhadap terinfeksi HIV/AIDS dan mengurangi masalah kegemukan dan
serangan jantung (23 Maret 2012 dari http://www.coregroup.org/working_groups/
South_Asia Hearth Workshop.pdf). Peran positive deviance guru itu sendiri
membantu anak berkebutuhan khusus agar mampu mengembangkan kognitifnya. Baik
dari segi berfikir konkrit, berprestasi, maupun dalam berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Dalam hal ini sepenuhnya harus dibantu oleh guru kelas
anak berkebutuhan khusus, karena guru yang berada dikelas setiap hari ini akan
selalu bertemu dengan ABK. Peran guru sangatlah dibutuhkan untuk mendukung terciptanya
suasana belajar mengajar yang menyenangkan aktif dan memungkinkan anak
berprestasi secara maksimal. Untuk itu guru diharapkan mampu memahami anak
didiknya lebih mendalam lagi agar membantu mengembangkan kognitif setiap anak
berkebutuhan khusus tersebut. Mengenai penelitian terdahulu tentang positif
deviance guru belum pernah ada, yang ada hanya mengenai positive deviance dalam
bidang kesehatan. Seperti dalam tesis yang berjudul “Pengaruh "Positive
Deviance" Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12
- 24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007” oleh Frisda
Tunip (Tunip, Frisda. 2007. Thesis ) yang hasilnya yaitu status gizi anak usia
12-24 bulan yang tidak baik berpeluang pada keluarga yang memiliki kebiasaan pola
asuh, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan yang tidak baik. Sedangkan anak
usia 12- 24 bulan yang memiliki status gizi baik pada keluarga miskin di
Kecamatan Sidikalang disebabkan adanya positive deviace 9 ibu tentang pola
pengasuhan, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan. Sedang penelitian
terdahulu tentang perkembangan kognitif yaitu penelitian yang berjudul
Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Permainan Kartu Angka Dan Gambar
Siswa Kelas Persiapan Tunarungu Wicara SLBN Kendal Tahun 2009 / 2010 oleh
Suhardiyana dengan kesimpulan bahwa penggunaan kartu angka, kartu gambar, kartu
angka bergambar dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak didik kelas
persiapan tunarungu wicara Sekolah Luar Biasa Negeri Kabupaten Kendal tahun
pelajaran 2009 / 2010. (Suhardiyana 2010. Thesis) Dalam penelitian ini yang
ingin dicapai yaitu mengetahui seperti apa perkembangan kognitif anak
berkebutuhan khusus di kelas Inklusi SDN 4 Krebet dengan peranan positive
deviance guru. Dengan melihat fenomena kehidupan yang seperti ini maka peneliti
ingin meneliti tentang : PERAN POSITIVE DEVIANCE GURU DALAM MENDUKUNG
PERKEMBANGAN KOGITIF ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Penelitian Tindakan di SDN 4
Krebet Desa Sidowayah, Kec. Jambon, Kabupaten Ponorogo) B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus? 2. Apa saja
dimensi-dimensi positive deviance yang ditemukan oleh guru? 3. Apa perbedaan
perkembangan kognitif ABK sebelum dan sesudah pengembangan positive deviance?
4. Bagaimanakah peran positive deviance dalam mendukung perkembangan 10
kognitif ABK di Kelas inklusi SDN 04 Krebet, Sidowayah, Jambon Ponorogo? C.
Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui perkembangan kognitif Anak Berkebutuhan
Khusus? 2. Untuk mengetahui dimensi-dimensi positive deviance yang ditemukan
oleh guru. 3. Untuk mengetahui perbedaan perkembangan kognitif ABK sebelum dan
sesudah pengembangan positive deviance. 4. Untuk mengetahui peran positive
deviance dalam mendukung perkembangan kognitif ABK di Kelas inklusi SDN 04
Krebet, Sidowayah, Jambon Ponorogo. D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Yaitu
memperoleh wacana sekaligus pengetahuan dan pemahaman baru tentang peranan dari
PD (Positive Deviance) yang berhubungan dengan sekolah inklusi dan anak
berkebutuhan khusus terutama pada usaha mendukung perkembangan kognitif yang
dapat dilihat dari hasil prestasinya. 11 2. Manfaat Praktis Mampu
mengimplementasikan sekaligus mengaplikasikan hasil temuan dari penelitian yang
ada di lapangan sebagai salah satu usaha meningkatkan kesejahteraan siswa
sekolah inklusi, yaitu anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam kebutuhannya di
bidang pendidikan. 12
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Peran positive deviance guru dalam mendukung perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus: Penelitian tindakan di SDN 04 Krebet, Ds. Sidowayah Kec.Jambon. Kab. Ponorogo." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment