Abstract
INDONESIA:
Salah satu anak yang mengalami kebutuhan khusus adalah anak tunagrahita. Tunagrahita adalah kelambatan perkembangan mental seorang anak. Anak lebih lambat mempelajari berbagai hal dari anak-anak normal sebayanya. Tunagrahita memerlukan bimbingan atau layanan secara khusus untuk dapat membantunya mempelajari segala sesuatu, baik dalam hal pendidikan maupun kegiatan hidup sehari-hari (daily activity).
Matematika adalah ilmu yang bersifat abstrak dan anak tunagrahita sedang mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang bersifat abstrak. Oleh karena itu proses pembelajaran harus diberikan dalam bentuk konkrit, sehingga digunakan benda-benda yang bersifat nyata dan diimbangi dengan metode yang menyenangkan yaitu dengan metode bermain sambil belajar. Dengan bermain, anak tunagrahita sedang dapat belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan dengan senang hati tanpa ada beban.
Subjek penelitian ini merupakan anak tunagrahita sedang dengan keluarganya yakni ayah, ibu dan kakak di Wonojati, Pasuruan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan dimana peneliti bekerjasama dengan keluarga anak tunagrahita sedang dalam pemberian perlakuan. Perlakuan dilakukan dengan 2 siklus dengan rincian: siklus I tentang mengenal angka dan siklus II penjumlahan.
Hasil analisis menunjukan bahwa hasil belajar matematika anak tunagrahita sedang mengalami peningkatan dengan metode pembelajaran bermain sambil belajar. Subjek telah mengenal simbol angka 1-30 dan dapat menuliskan angka 1-22 tanpa melihat contoh serta dapat mengerjakan soal penjumlahan dengan total hasil maksimal 11 yakni angka 1-10 yang masing-masing ditambah (+) angka 1.
ENGLISH:
One of the children who have special needs is the son of mental retardation. Mental retardation is a developmental mental retardation of a child. Slow children learn a variety of things from normal kids her age. Mental retardation need guidance or services specifically to be able to help him learn everything, both in terms of education and activities of daily living (daily activity).
Mathematics is the science that is abstract and mental retardation was having difficulty in understanding something that is abstract. Therefore, the learning process must be given in the form of concrete, so that the objects used are real and balanced with a pleasant method by method of playing while learning. By playing, child mental retardation were able to study and work on the given task with pleasure without any burden.
The subject of this research was the son of mental retardation was with his family — father, mother and sister in Wonojati, Pasuruan. This research uses action research method in which researchers in collaboration with mental retardation children's family is in the giving of the treatment. The treatment is performed with 2 cycles with cycle details: I know about the numbers and cycle II summation.
Results of the analysis show that mental retardation children learn math results were increased by the method of learning to play while learning. The subject had known symbol numbers 1-30 and can write numbers 1-22 without seeing an example as well may be working on a matter of addition with a total maximum of 11 results: numbers 1-10 each plus (+) Figure 1.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu anak yang mengalami kebutuhan khusus adalah anak
tunagrahita. Tunagrahita adalah kelambatan perkembangan mental seorang anak.
Anak lebih lambat mempelajari berbagai hal dari anak-anak normal sebayanya.
Tunagrahita memerlukan bimbingan atau layanan secara khusus untuk dapat
membantunya mempelajari segala sesuatu, baik dalam hal pendidikan maupun
kegiatan hidup sehari-hari (daily activity). Menurut E. Rochyadi dan Z. Alimin
(2004:12), bahwa anak tunagrahita memiliki kemampuan dalam hal linguistik,
logika matematika, musikal, natural intrapersonal, interpersonal, tetapi
komponen tersebut tidak sebaik mereka yang normal. Ada 3 kategori anak cacat
mental yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat.
Anak tunagrahita memiliki kebutuhan khusus mengoptimalkan pencapaian
potensinya. Kebutuhan khusus anak tunagrahita adalah kebutuhan dalam layanan
pembelajaran. Kebanyakan guru mengajar di sekolah tempat anak tunagrahita
(SLB/C) menggunakan metode ceramah yang membuat anak bosan belajar, namun
kebosanan di sekolah dapat diatasi dengan peran keluarga untuk memaksimalkan
potensi anak tunagrahita. Salah satu sekolah yang menangani anak berkebutuhan
khusus adalah SDLB Negeri 3 Bandaran. Di tempat inilah IN bersekolah. suasana
di sekolah ini 2 begitu ramai dengan murid dan beberapa orang tua yang
menunggui anaknya hingga pulang sekolah. Di sekolah ini terdapat 7 ruangan,
ruangan pertama sebagai kantor dan ruang kepala sekolah, kemudian kelas-kelas
yang mendapatkan 5 ruangan, 1 ruangan sisa adalah gudang. Sekolah ini memiliki
murid pra hingga kelas 6. Pembagian kelasnya diacak menurut kebijakan bagian
tata usaha. Ada 2 ruangan yang terpaksa diberi pembatas agar dapat mencukupi
kekurangan ruang kelas. Dalam satu ruangan kelas terdapat berbagai murid dari
beberapa kategori kelas dan kekhususan. Salah satunya adalah kelas yang
ditempati IN. dia menempati kelas yang satu ruangan dibagi menjadi 2 kelas.
Dalam kelas IN terdapat 10 anak yang terdiri dari kelas 1, 2, 3, dan 4.
Masingmasing dari mereka tidak sama kategori kekhususannya yakni terdapat 1
anak tunagrahita sedang, 1 tunagrahita ringan, 2 tunalaras, 5 anak tunadaksa, 1
tunanetra, dan 2 autis. Cara guru mengajar di kelas itu menggunakan metode
ceramah yang seharusnya tidak digunakan untuk anak-anak berkebutuhan khusus,
mereka membutuhkan penanganan khusus yang berbeda dari murid normal biasanya.
Guru membagi-bagi waktu untuk mengajar berbagai murid yang berbeda kelas
tersebut. Biasanya guru akan memberi tugas pada kelas satu dan memintanya mengerjakan
hingga selesai, kemudian memberi tugas kepada yang lainnya. Begitu juga dengan
murid-murid yang lain. Terkadang guru membimbing satu murid yang dianggap
paling sulit diajari dan membiarkan yang lain mengerjakan tugas mereka hingga
selesai. Di kelas lain, ada guru yang memberi tugas pada 3 seluruh murid yang
ada di dalam kelasnya dan guru tersebut sibuk bermain dengan alat
elektroniknya. Sungguh pemandangan yang miris sekali bagi sekolah yang
seharusnya dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh anak, kususnya anak
berkebutuhan khusus. Salah satu faktor yang menyebabkan ini terjadi adalah
sekolah tidak memiliki tenaga psikolog dan tidak semua guru yang ada adalah
lulusan pendidikan luar biasa. Padahal seharusnya penanganan anak berkebutuhan
khusus lebih kreatif agar dapat membuat anak tertarik dan tidak bosan di
sekolah sehingga dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing
anak. Idealnya satu guru memegang 2-4 anak, namun fakta yang terjadi di sekolah
ini sangat berbeda. Satu guru menangani 12 anak dengan kategori dan tingkat
kekhususan yang berbeda. Murid tidak dapat menerima ilmu yang diberikan oleh
guru di sekolah dengan baik. Untuk itu diperlukan metode yang variatif dan
menarik agar anak-anak dapat berkembang optimal. Berdasarkan data awal yang
telah diperoleh bahwa IN adalah salah satu anak dengan tunagrahita. Guru di
kelasnya menyatakan bahwa dia belum bisa menuliskan angka 1-10 dengan baik
tanpa ada contoh, meskipun sudah ada contoh dari guru IN terkadang masih suka
menuliskannya dengan terbalik (TU.28.6: 6ab). Setelah diamati ternyata dia
hanya bisa menulis dan mengucapkan angka 1-3 dengan baik meski tanpa contoh
(TU.28.6:7a), selebihnya masih membutuhkan contoh dari guru yang mendampinginya
namun saat diberi contoh penulisan angka yang sering keliru adalah pada angka
6, 9, dan 10 yang masih sering terbalik (TU.28.6: 7b). Pada kegiatan belajar
mengajar di kelas IN dan di kelas lain yang 4 ada di sekolah IN mayoritas guru
masih mendominasi dengan menggunakan metode ceramah, sehingga anak kurang
memahami dan menerima materi yang disampaikan dengan baik, khususnya dalam
kemampuan membilang angka (TU.28.6: 7c). Di rumah IN lebih suka belajar sendiri
di dalam kamar, padahal ayah dan kedua kakaknya adalah seorang guru yang bisa
diajak untuk mengajarinya belajar. IN tidak suka ditemani saat belajar namun
dia terlihat menarik bibirnya lebar bahkan terkadang hingga mengeluarkan suara
“haha” ketika diajak jalan-jalan atau bermain oleh kakak perempuannya atau
membantu ibunya saat sedang menjahit baju untuk keluarga mereka (NK:
10.10.2013). Ia juga belajar menggunakan hand phone bersama kakaknya dengan
bermain tebak-tebakan angka yang tertera di tombol (NK: 8.11.2013). Berdasarkan
deskripsi di atas dapat dikatakan bahwa IN sudah bisa menuliskan angka 1-3 dan
belum bisa menuliskan angka 4-10 tanpa diberi contoh terlebih dahulu. Saat di
rumah, IN memilih untuk belajar sendiri di kamar tanpa didampingi oleh salah
satu keluarganya. Hal yang berlawanan terjadi saat dia melakukan kegiatan di
luar belajar seperti bermain dengan kakaknya dan membantu ibunya memotong kain
saat sang ibu sedang membuat baju untuk IN dan keluarganya, dia terlihat senang
saat melakukan kegiatan itu. Hal ini menjadi peluang tersendiri bagi peneliti
untuk memanfaatkan peran keluarga dengan bermain dalam meningkatkan minat
belajar anak, terutama dalam hasil belajar matematika. Keluarga dapat
memanfaatkan kesenangan IN dengan bermain untuk belajar, jadi dengan bermain IN
juga dapat belajar dengan menggunakan media 5 permainan atau dengan perabot
rumah tangga yang tersedia di rumah. Saat IN bermain tebak-tebakan angka dengan
menggunakan tombol hand phone bersama kakak perempuannya menjadi bukti penguat
awal bahwa keluarga mampu meningkatkan kemampuan belajar berhitung IN dengan cara
bermain lebih mudah karena ia tidak akan mudah bosan dengan kegiatan bermain
sambil belajar tersebut. Secara kurikulum seharusnya IN yang kini di kelas 2
seharusnya sudah dapat membilang hingga angka 10. Namun fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan adalah IN hanya dapat membilang hingga angka 3, selebihnya
perlu diberi contoh. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan yang didapatkan
kurang bisa memaksimalkan kemampuan yang dimiliki oleh IN. Kendati IN merupakan
anak tunagrahita sedang yang secara inteligensi hampir tidak bisa akademik,
namun jika dibina dan ditangani dengan baik akan menghasilkan hasil yang sangat
baik. Untuk itu diperlukan penanganan khusus dengan metode belajar yang lebih
menarik, variatif, dan kreatif. Hal ini menuntut guru atau pendidik untuk
memiliki banyak pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus dengan
masing-masing kebutuhan mereka dan cara modifikasi perilaku yang tepat untuk
masing-masing kategori kekhususan serta lebih banyak memaksimalkan sumber daya
alam yang dimiliki oleh guru atau pendidik tersebut. Imam Juwadi, salah satu
mahasiswa PLB Universitas Negeri Surabaya melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Media Permainan Puzzle untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika
pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB/C TPA Jember”. Peneliti menggunakan
permainan puzzle untuk meningkatkan 6 kemampuan siswa dalam mata pelajaran
matematika dengan menggunakan jenis penelitian tindakan. Subjek yang digunakan
dalam penelitian tersebut adalah 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Hasil
penelitian yang dilakukan dengan 2 siklus dan masing-masing siklus menggunakan
3 pertemuan dengan kesimpulan yang menyatakan bahwa melalui media permainan
puzzle dapat meningkatkan hasil belajar matematika sebanyak 68,75% (Juwadi,
2013). Penelitian lain dengan tema serupa juga dilakukan oleh Maman Abdurrahman
dan Hayatin Nufus dengan judul penelitian “Penggunaan Media Manik-manik untuk
Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa Anak Tunagrahita Ringan dalam Pembelajaran
Matematika”. Hasil penelitian yang menggunakan media manik-manik tersebut
menyatakan bahwa melalui media manik-manik konsep himpunan dapat melatih siswa
untuk menyelesaikan soal penjumlahan 1- 20. Media manik-manik dalam konsep
himpunan dapat meningkatkan kemampuan berhitung siswa tunagrahita ringan
(Nufus, tanpa tahun). Pada tahun pelajaran 2009/2010 telah dilakukan juga
penelitian kepada anak tunagrahita untuk meningkatkan penguasaan konsep bangun
ruang siswa kelas I. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan media
bola dan balok dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai konsep bangun
ruang. Dengan menggunakan media tersebut siswa merasa senang karena siswa
belajar sambil bermain. Hal ini juga memotivasi siswa untuk meningkatkan
penguasaan konsep bangun ruang. Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah
penggunaan media bola dan balok mengganggu kelas yang berada di sampingnya.
Siswa di kelas sebelah juga ingin mengikuti kegiatan bermain sambil belajar 7
tersebut, serta terbatasnya jumlah bola dan balok yang digunakan sehingga guru
harus lebih sabar untuk serius mengawasi antar murid agar tidak terjadi
pertengkaran karena berebut menggunakan bola dan balok. Penelitian bermain
sambil belajar juga telah dilakukan oleh Partini dengan judul penelitian
“Meningkatkan Kemampuan Mengenal Angka Melalui Permainan Tebak Angka bagi Anak
Tunagrahita Ringan” yang menyatakan bahwa permainan tebak angka dapat
meningkatkan kemampuan mengenal angka siswa tunagrahita ringan di salah satu
SLB di Bukittinggi. Permainan tebak angka dapat dijadikan alternatif untuk
membantu anak terutama dalam pelajaran matematika. Permainan tebak angka
merupakan suatu bentuk permainan dimana anak akan menebak angka yang akan
disebutkan oleh guru. Permainan ini juga disertai kartu angka yang dirahasiakan
oleh guru/fasilitator yang kemudian menyebutkan ciri-ciri atau hal-hal yang
berkaitan dengan angka yang akan ditebak oleh anak (Partini, 2012). Alternatif
metode yang dapat dilakukan oleh guru adalah metode dengan menggunakan puzzle,
dapat juga dengan bermain menggunakan balok untuk belajar berhitung, atau
dengan media yang lainnya. Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah
dijabarkan di atas dapat peneliti pahami bahwa metode bermain sambil belajar
sangat membantu anak-anak terutama anak tunagrahita dalam belajar khususnya
matematika. Anak lebih merasa senang saat belajar namun mereka juga dapat
bermain. Anak lebih mudah memahami apa yang disampaikan ketika hal itu
berkenaan dengan hal yang mereka senangi. 8 Permainan atau bermain adalah
bentuk mutlak dari kehidupan anak dan merupakan bentuk integral dari proses
pembentukan anak. Pada usia anak-anak, fungsi bermain berpengaruh besar sekali
bagi perkembangan anak. Unsur-unsur afeksi, kognisi, dan psikomotor dapat lebih
mudah diaktifkan dengan kegiatan bermain. (Ismail, 2006). Bermain sambil
belajar akan memberi kebebasan dan perkembangan seorang anak. Gerakan yang
dilakukan sesuai yang mereka inginkan, misalnya melompat, meloncat, bergulingan
bahkan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Melompat dapat digunakan untuk
menajamkan memori anak dengan cara anak diajak menghitung jumlah lompatannya.
Permainan melompat dapat mengasah otak anak (Syananda, 2012). Beberapa
penelitian tentang bermain sambil belajar telah dilakukan di beberapa sekolah
dan dapat dilihat bahwa penerapan metode itu dinilai efektif untuk meningkatkan
kemampuan berhitung anak tunagrahita, namun sebernarnya keluarga memiliki peran
yang sangat penting dan menjadi pihak yang dapat membantu memaksimalkan proses
belajar anak karena waktu anak banyak dihabiskan di rumah daripada di sekolah.
Keluarga dapat berperan sebagai guru atau fasilitator di rumah untuk membantu
anak belajar terlebih dengan metode yang berbeda dengan yang telah anak
dapatkan di sekolah tentu akan membuat anak tidak mudah bosan karena ia belajar
sambil bermain. Kegiatan bermain sambil belajar dapat membantu mengasah
kemampuan otak anak. Hokum YerkesDodson (1908) menyatakan bahwa tingkat arousal
atau penimbulan yang sangat 9 rendah atau sangat tinggi menghambat kinerja
memori dan proses-proses kognitif lainnya (Solso, 2008). Rumah dapat dijadikan
pusat belajar bagi anak. Anak memiliki waktu yang lebih banyak di rumah
daripada di sekolah sehingga perkembangan anak dapat lebih maksimal khususnya
untuk anak tunagrahita yang memiliki memori jangka pendek dan bisa bertahan
dalam waktu yang relatif lama dengan pengulangan-pengulangan belajar
matematika. Pengulangan (rehearsal) diperlukan untuk mentransfer informasi dari
STM (short-term memory) ke LTM (long-term memory). Proses belajar matematika
dapat lebih diulang-ulang saat dia di rumah dengan bermain bersama keluarga.
Berbagai perlengkapan atau perabot yang ada di rumah dapat dimanfaatkan untuk
membantu subjek meningkatkan hasil belajar matematika, seperti misalnya ketika
dia bermain di halaman rumah dia dapat bermain lompat tali yang ia sukai sambil
menghitung jumlah lompatannya, atau menghitung jumlah kancing baju. Perabot
lain juga bisa digunakan tanpa perlu merasa bosan belajar di rumah. Potensi
inilah yang selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya
pengetahuan keluarga bahwa perabot tersebut dapat dijadikan alat untuk membantu
meningkatkan hasil belajar matematika anak tunagrahita sedang. Anak tunagrahita
sebenarnya sangat bisa diajari berhitung, namun menjadi terabaikan sehingga pengetahuannya
tentang matematika tidak berkembang. Dalam penelitian ini peneliti bekerjasama
dengan keluarga. Posisi peneliti sebagai fasilitator dan mediator sedangkan
keluarga membantu menerapkan 10 metode bermain sambil belajar untuk
meningkatkan kemampuan berhitung IN selaku anak tunagrahita sedang. Atas dasar
latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini penting
kiranya untuk dilakukan guna mengetahui penerapan bermain sambil belajar dalam
meningkatkan hasil belajar matematika dengan memaksimalkan potensi yang ada di
lingkungan keluarga tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kemampuan anak
tunagrahita sedang dalam bidang matematika sebelum adanya penerapan metode
bermain sambil belajar ? 2. Apa saja media yang disediakan oleh keluarga yang
dapat membantu proses belajar anak tunagrahita sedang? 3. Bagaimana peran
keluarga dalam penerapan metode bermain sambil belajar untuk meningkatkan hasil
belajar matematika pada anak tunagrahita sedang ? 4. Bagaimana peran metode
bermain sambil belajar untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada anak
tunagrahita sedang ? 5. Perubahan apa yang terjadi pada hasil belajar
matematika anak tunagrahita sedang ketika pre-test dan post-test ? 11 C. Tujuan
Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan anak tunagrahita sedang
dalam bidang matematika sebelum adanya penerapan metode bermain sambil belajar.
2. Untuk mengetahui apa saja media yang disediakan oleh keluarga yang dapat
membantu proses belajar anak tunagrahita sedang. 3. Untuk mengetahui bagaimana
peran keluarga dalam penerapan metode bermain sambil belajar untuk meningkatkan
hasil belajar matematika pada anak tunagrahita sedang. 4. Untuk mengetahui
bagaimana peran metode bermain sambil belajar untuk meningkatkan hasil belajar
matematika pada anak tunagrahita sedang. 5. Untuk mengetahui perubahan apa yang
terjadi pada hasil belajar matematika anak tunagrahita sedang ketika pre-test
dan post-tes. D. Manfaat Penelitian Setiap yang dilakukan oleh manusia pasti
memiliki nilai baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Begitu pula dengan
penelitian ini ingin mengungkapkan beberapa manfaat penelitian. 1. Secara
Teoritis: diharapkan penelitian hasil penelitian ini dapat menambah kajian
pustaka keilmuan terutama mengenai metode pembelajaran yang tepat pada anak
tunagrahita sedang. Penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan rujukan dan
penambah pustaka bagi peneliti selanjutnya. 12 2. Secara Praktis: diharapkan
hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan bagi penulis
selanjutnya yang ingin meneruskan untuk meneliti, tujuannya untuk mencapai
kesempurnaan serta dapat menjadi suatu acuan penting dalam memahami penerapan
metode bermain sambil belajar dalam meningkatkan hasil belajar matematika anak
tunagrahita sedang. E. Orisinalitas Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu
tentang metode bermain sambil belajar untuk meningkatkan kemampuan berhitung
anak tunagrahita telah banyak dilakukan dengan metode penelitian tindakan kelas
di beberapa sekolah, sedangkan penelitian ini dilakukan di rumah, tempat anak
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan metode action research yang
berkolaborasi dengan keluarga subjek. Sehingga peran peneliti di sini selain
sebagai seorang peneliti juga sebagai konselor dan fasilitator. Dalam
penelitian ini peneliti juga menggunakan lebih banyak media dalam metode
bermain sambil belajar. Peneliti menggunakan perlengkapan atau perabot yang ada
di rumah dan dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu/media untuk membantu
meningkatkan hasil belajar matematika anak tunagrahita sedang seperti batu
kerikil, gelang, manikmanik, kancing baju dan lain sebagainya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Peranan metode bermain sambil belajar dalam meningkatkan hasil belajar Matematika pada anak tunagrahita sedang: Penelitian tindakan bersama keluarga anak tunagrahita sedang di Desa Wonojati, Pasuruan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment