Abstract
INDONESIA:
Dewasa ini, sebagian besar masyarakat masih melihat kaum gay sebagai sesuatu yang keluar dari koridor heteronormativitas. Perilaku gay bahkan dianggap sebagai penolakan terhadap takdir. Dalam kehidupan nyata, keberadaannya senantiasa disingkirkan dan dibedakan dengan heteronormativitas.
Gay merupakan sebuah identitas yang dialamatkan pada seorang laki-laki yang mempunyai pola hubungan cinta, kasih sayang, dan erotisme seksual pada sesama laki-laki. Sebagian besar dari mereka masih menutupi identitas seksual yang sebenarnya, karena banyaknya konsekuensi buruk yang akan mereka terima ketika harus mengakuinya. Dengan berbagai siasat, hingga kini mereka bisa tetap mempertahankan identitas seksualnya.
Penelitian ini hendak mengetahui bagaimana proses seorang gay membentuk identitas seksualitasnya, secara lebih rinci ingin mengetahui bagaimana dia mampu mendefinisikan diri sebagai seorang homoseksual di tengah kuasa wacana heteroseksual yang ada di masyarakat. Selain itu juga ingin mengetahui bagaimana mereka mempertahankan identitas seksualnya di tengah- tengah tuntutan normatifitas masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. Peneliti memandang bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang kehidupan gay, fenomenologi adalah pendekatan yang tepat sebab disana peneliti dituntut untuk lebih dalam ketika mendekati dan menyelami kehidupan subjek.
Peneliti banyak menggunakan teori pembentukan identitas seksual gay yang digagas oleh tokoh psikoanalisis pos-strukturalis Jaques Lacan. Selain itu untuk memperlengkap pemahaman akan identitas diri dan seksualitas digunakan juga pandangan tokoh-tokoh Cultural Studies, seperti Stuart Hall, Manuel Castells, Anthony Giddens, dan lain sebagainya. Beberapa teori tersebut dirasa sangat penting sebagai penghantar pemahaman terhadap identitas seksual.
Dari hasil penelitian diperoleh beberapa media yang membantu gay untuk mendefinisikan diri akan seksualitasnya, antara lain melalui wacana dari terminologi gay, pengalaman pelecehan seksual dan keberadaan komunitas- komunitas gay. Sedangkan strategi bagi gay untuk tetap bisa eksis mempertahankan identitas seksualnya, yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi atau tidak mengakui identitas seksual yang sebenarnya, melakukan pernikahan secara hetero, dan bisa melakukan beberapa peran sesuai dengan kondisi, waktu atau pun tempat yang menuntut dia untuk melakukannya.
Dari cara yang dilakukan oleh kaum gay tersebut peneliti analisis dengan politik identitas. Politik identitas ini sebagai siasat untuk menyembunyikan identitas yang sebenarnya ketika situasi tidak mendukung bagi dirinya. Walaupun seorang gay sudah mengakui identitas seksualnya dikalangan teman-temannya namun belum tentu dia juga mengakui diantara keluarga atau lingkungan dia bekerja.
INGGRIS:
Now, the majority of society look at gay as some things with out from hetero normativity corridor. Character gay considered as refusal with divine decree. In fact gay eliminated and differentiated with hetero normativity.
Gay is a name of identity boys with have love, and eroticism sexuality with other boys. Part of them hidings the real sexual identity, because many bad of consequently will be received when must be guaranteed. Until now with many strategy their defined sexual identity.
This research will be knowing how a process gay construct of sexual identity, and to detail it how they can definition them selves as homosexual in the discourses of heterosexual in society. In addition, they want to know how can be defined sexual identity in the norm society pressing.
Method used in this research is qualitative description. The approach with used in this research is phenomenology. The Researcher more understand on comprehensive about life of gay, phenomenology is a comprehensive approach. Because the researcher must be known about all of subject life.
In this research, researcher using identity theory with appeared by psychoanalysis post-structural Jaques Lacan. The researcher also using identity theory and social identity theory with opinion of Anthony Gidden, Suart Hall, Manuel Castells and so on. In the research field and describe data, the researcher is used cultural studies theory. Where research field’s fact are description variant and direction. Some theories it more important to understand about sexual identity.
From the point of research we can know some media which help them selves to definition a sexuality. Their media is gay terminology, experience sexual and being gay Communities. Beside that, strategy of gay can be exists defined their sexual identity is hide or did not opened the real them selves. Gay weeding as heterosexual, and they can do so character like condition, time, or place with press them to do it.
From the way which have done of gay communities, the researcher described with politic identity. Politic identity as strategy to hide real identity, when situation not support them selves. Although a gay had admitted sexual identity to their friends, but not sure they admit among family or surrounding place their jobs.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Homoseksual atau hubungan seksual dengan
sesama jenis, secara tidak langsung mempunyai dua klasifikasi hubungan menurut
keberadaan jender, laki-laki dan perempuan. Bila laki-laki dengan sesama
laki-laki disebut dengan gay dan perempuan dengan sesama perempuan disebut
dengan lesbi. Keberadaan lesbi maupun gay, keduanya sama-sama mendapatkan
penerimaan yang berbeda ditengah-tengah masyarakat. Misalnya perbedaan
pandangan dan perlakuan terhadap kaum homoseksual ditengah kuasa
heteronormativitas.1 Seperti yang diungkapkan oleh Dede Oetomo2 dalam bukunya.
Acapkali merasakan ketertindasan dan perlakuan tak adil dari masyarakat umum.
Penindasan dan ketidakadilan itu kadang halus sekali, seperti desakan kepada
kita (gay) untuk membentuk keluarga, bahkan dapat berupa pertanyaan, “sudah
berkeluarga?” yang bagi sebagian besar dari kita masih merupakan tusukan halus
yang bagaimana pun tetap menyakitkan dan terasa tidak adil.3 Dia juga menceritakan
kisah masa lalunya sebelum memutuskan untuk terbuka dengan keluarga dan
teman-temannya. Pada saat itu aku sudah merasa malu sekali akan keadaanku
sebagai homo, terutama dari ajaran agama, pembicaraan teman-teman tentang
homoseksualitas yang selalu disertai dengan nada sumbang dan apa-apa yang 1
Heteronormativitas merupakan norma, hukum, atau aturan dan pandangan yang hanya
mengutamakan kepentingan kaum heteroseksual, sehingga di luar hubungan
heteroseksual mengalami pendeskriminasian dan penyingkiran. Salah satu contoh
disekitar masyarakat kita yaitu tuntutan untuk melangsungkan pernikahan secara
hetero dan lain sebagainya. Hatib Abdul Kadir, Tangan Kuasa dalam Kelamin
Telaah Homoseks Pekerja Seks dan Seks Bebas di Indonesia, Insist Press, Yogyakarta,
2007 2 Dede Oetomo merupakan salah satu pendiri aktivis Lambda Indonesia (1982)
organisasi gay pertama di Indonesia. Dia sendiri juga seorang gay yang pernah
menjadi seorang Dosen FISIP Universitas Airlangga (1984-2003). Saat ini aktif
dalam kegiatan-kegiatan prodemokrasi dalam berbagai bidang dengan menekankan
interseksionalitasnya dengan orientasi seksual. Lebih lanjut baca pada Dede
Oetomo, Memberi Suara Pada Yang Bisu, Pustaka Marwa, Yogyakarta, 2003. 3 ibid,
h.125 aku baca yang biasanya tidak begitu positif tentang homoseksualitas.
Saking malunya kalau aku mengaku dosa kepada pastor, aku hanya mengakukan hal
aku melakukan onani. Sudah tentu si pastor dengan sendirinya wanitalah yang aku
bayangkan. Dan biasanya dengan mengucapkan 10 doa “salam Maria” aku sudah suci
lagi. Tapi ini berulang-ulang sampai aku menjadi bosan, dan aku pun malas
mengakukan dosaku, karena aku anggap tidak ada gunanya.4 Contoh kuasa
heteronormativitas yang menekan seringkali menjadikan gay untuk menutup diri
dengan identitas seksualnya, walaupun tanpa disadari sebenarnya keberadaan
mereka cukup banyak. Terbukti dengan mulai munculnya komunitas-komunitas
homoseksualitas seperti Gaya Nusantara di Surabaya, atau IGAMA Ikatan Gaya
Arema Malang dan masih banyak yang bisa ditemukan di kota-kota kecil seperti
Tulung Agung, Kediri maupun kota besar seperti Yogyakarta dengan nama ikatannya
Pelangi.5 Dicermati lebih lanjut dari komunitas kaum homoseksual di atas,
sebagian besar merupakan bagian dari kelompok gay dari pada lesbi. Kelompok-kelompok
gay lebih berani memunculkan eksistensinya dalam masyarakat, walaupun tidak
secara langsung, akan tetapi melalui komunitaskomunitasnya. Bentuk arogansinya
juga lebih membedakan hubungan yang terjalin antara gay dan lesbi. Misalnya
bila lesbi lebih menjaga akan adanya cinta dan kesetiaan, tetapi lain lagi pada
hubungan gay, kesetiaan dengan pasangan bagi mereka bukanlah sesuatu yang patut
dipertahankan, sehingga wajar bila kemudian mereka lebih suka untuk
berganti-ganti pasangan. Hal ini juga dituturkan oleh Giddens bahwa laki-laki
homoseksual biasanya memiliki 4 ibid, h.xxxi 5Hatib, Op. cit, h.134 banyak
mitra seksual dan biasanya mereka bergonta-ganti pasangan dengan cepat6
Karakter itulah yang kemudian memunculkan kelompok gay dengan lebih banyak variannya
dari pada lesbi, sebab identitas yang terbentuk pada seorang gay tidak serta
merta hanya disimpulkan secara sederhana yakni mempunyai hubungan dengan
pasangan sesama jenisnya, melainkan pola hubungan seksual juga sangat
mempengaruhi pembentukan identitas seorang gay dalam komunitasnya. Pola
hubungan seksual pada gay tersebut dibagi menjadi tiga antara lain: gay bottom
yaitu posisi seksual pada gay yang tidak bisa menyodomi tetapi hanya bisa
disodomi, kebalikannya yaitu gay top dimana dia tidak bisa disodomi tetapi
hanya bisa menyodomi, dan yang terakhir gay fire style yaitu seorang gay yang
mampu pada posisi bottom maupun top. Pembentukan identitas atas pola seksual
itulah nantinya sangat diperlukan bagi gay untuk mencari pasangannya. Gay yang
masuk kategori bottom tidak akan mencari pasangan dengan gay yang sama-sama
bottom melainkan akan mencari yang top atau fire style. 7 Identitas dia sebagai
bottom atau top tentunya hanya dapat diperoleh ketika dia memang telah
melakukan hubungan seksual. Bahkan seseorang mulai yakin tentang identitas dia
sebagai gay setelah melakukan hubungan dengan sesama jenisnya. Pada
awal-awalnya mereka ya bingung aja dengan dirinya, apalagi kalau masih belum
ketemu komunitas sesama gay, dia masih dalam lingkungan sekolah atau dalam
lingkup keluarga saja kebingungan itu akan dia alami, seringkali merasa rendah
diri, dan merasa dikucilkan dari lingkungan walaupun sebenarnya lingkungan
tidak mengucilkan mereka. Tetapi setelah menemukan 6 Anthony Giddens,
Transformation Of Intimacy, Seksualitas, Cinta dan Erotisme dalam Masyarakat
Modern, Fresh Book, Jakarta, 2004, 17 7 Wawancara dengan ER, 11 Maret 2008
komunitas gay atau teman sesama gay, kebingungan itu akan lambat laun sirna
karena dari situ dia akan mulai memahami bahwa orientasi seksualnya ternyata
berbeda. Dan dari pengalaman seksuallah sangat menentukan dia untuk
mendefinisikan diri sebagai gay. Dari berhubungan seksual itu baru diketahui
dia bottom, top atau fire style.8 Pernyataan di atas, ternyata seksualitas
menjadi penting dalam pembentukan identitas dia sebagai gay. Seksualitas
menjadi point utama untuk mengetahui dan menjawab dilema dia yang mulai
menyukai sesama jenis. Identitas dia dalam komunitas sesama gay memang dapat
menguatkan diri dia sebagai gay dan bahkan seringkali mereka merasa tidak ada
masalah dengan identitas dia sebagai gay. Namun di tengah tuntutan kuasa
heteronormativitas yang berlaku di masyarakat banyak fakta yang menunjukkan
bahwa lingkungan sekitar dia, seperti keluarga dan masyarakat tidak mengetahui
dia adalah gay. Seperti yang telah diceritakan pada kasus yang dialami oleh
Dede Oetomo di atas, dan hal tersebut juga dialami oleh BN seperti pemaparan di
bawah ini. AL merupakan gay yang telah membuka diri tentang identitas dia
kepada teman-temannya tetapi ternyata belum untuk keluarga dan kedua orang
tuanya, tetapi sebenarnya dia mempunyai niatan untuk tetap menceritakannya pada
keluarga. Akhirnya AL mempunyai keberanian untuk menceritakannya, dan yang AL
khawatirkan terjadi AL diusir dari rumah.9 Melihat situasi seperti di atas
akhirnya banyak sebagian dari gay yang memang sengaja menutupi identitasnya,
biasanya gay ini digolongkan pada 8 Wawancara dengan ER, 6 Mei 2008 9 Wawancara
dengan ER, 11 Maret 2008 gay hidden. Ada juga gay yang bersikap sebaliknya, dia
mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya, karena ingin lebih bebas untuk
menjalankan kehidupan dia sebagai gay dengan segala konsekuensinya, biasanya
gay ini digolongkan pada gay open. Baik gay open maupun hidden keduanya
sama-sama mempertahankan identitas sebagai gay bahkan dalam satu pernyataan
dari seorang gay Bulsyet bila ada seorang gay yang menginginkan dirinya sembuh.
Seumpamanya kita dulu jadi gay, terus kemudian tidak, saya yakin dalam hatinya
tetap.10 Seorang gay dibenturkan pada heteronormativitas yang ada di masyarakat
pilihan dia sebagai gay tetap dipertahankan, walaupun dengan open atau hidden.
Namun semua ini akan bertahan sampai kapan? ketika benturan dengan
heteronormativitas selalu dia hadapi. Seperti diceritakan oleh Erik Kapan hari
saya ketemu cowok kerja di bank Danamon, guanteng banget, dan aku yakin banget
dia gay, tetapi dia bukan salah satu tipe pria yang ingin untuk mau menjadi
gay, dia gay tetapi tidak mau menjadi gay. Dia gay yang menginginkan menikah,
dan punya anak. Memang ada gay seperti itu. Coba sampean bayangin seorang
laki-laki tidak lembeng, lelaki normal tetapi menyimpan perasaan sesama jenis,
dan akhirnya menikah (dengan perempuan) kebayang ndak sich mbak perasaannya?
Banyak gay seperti itu, ada tetanggaku juga seperti itu, dia guru SMP 14, dia
pernah bawa teman saya, umurnya 40an, dia punya anak tiga, tetapi saya tidak
bilang kepada istrinya, dia baik-baik saja dengan istrinya. Banyak gay seperti
itu karena takut tercebur terlalu dalam, atau takut nantinya menjadi waria.11
Pertentangan-pertentangan tersebut seakan memaksa seorang gay untuk segera
mengakhiri identitas dia sebagai gay, dan memilih untuk menjadi lelaki normal
atau sebaliknya berjalan beriringan saja. Bila ditanya pandangan gay 10
Wawancara dengan ER, 1 April 2008 11 Wawancara dengan ER, 1 April 2008 sendiri
atas identitas mereka tetap sebagai lelaki. Hanya saja orientasi seksualnya
yang berbeda. Pernyataan yang berbeda, seiring bertambahnya umur dan tanggung
jawab, mereka mengalami dilema akan identitas dia sebagai gay, bahkan antara
lelaki atau perempauan. Seringkali terjadi dalam gay ketika dia harus
memutuskan untuk membuat komitmen. Yaitu menikah secara hetero dan membuat
komitmen dengan sesama gay. Pilihan pernikahan tersebut bersangkut paut dengan
identitas sebagai lelaki sedangkan ketika membuat komitmen dengan gay bisa
berperan identitas sebagai wanita atau lelaki, bahkan kadang juga timbul
perasaan saya bukan sebagai wanita juga bukan sebagai lelaki yang sebenarnya.
Itu yang kemudian membingungkan dalam membentuk identitas diri sebagai
lelaki.12 Berkaitan dengan gay yang membuat komitmen13 dengan sesama gay atau
gay yang tidak membuat komitmen, tetapi sudah sekian lama dia menjadi gay, maka
kadangkala pernyataan gay yang sebenarnya laki-laki seringkali menjadi kabur.
Terutama ini dialami oleh gay feminine. 14 Wenni itu feminin benar suaranya
ngebas tetapi cara pikir dan cara pandang itu cenderung perempuan banget.
Keliatannya pada saat hubungan seksualnya saja Weny, Bella dia cenderung tidak
mau berhubungan seks dengan sesama homoseksual, dia maunya melacur, dandan
cantik dan cari cowok, karena dia memposisikan dirinya sebagai wanita, kadang
di gojloki mau ML dengan erik? “ih podo wedoe”, maunya dengan lelaki normal.
Weny itu jago main bulu tangkis, bola voli, suaranya ngebas tapi ya seperti
itu.15 Gay yang membuat komitmen, maka panggilan suami istri akan ditujukan
pada mereka, dari teman-teman gay sendiri. Mana yang suami dan 12 Wawancara
dengan ER, 6 Mei 2008 13 Hubungan komitmen bagi gay dianggap sebagai hubungan
pernikahan diantara mereka. Sehingga setelah mereka berkomitmen atau menikah
ala kehidupan gay, teman-teman mereka sesama gay akan menanyakan mana suami dan
mana yang istri. Tetapi kadangkala label itu dibuat langsung oleh teman-teman
gay sendiri yang dilihat dari penampilan salah satu pasangan mana yang lebih
maskulin atau feminine. 14 Gay feminine merupakan kategori yang disematkan pada
gay ketika perilakunya lebih kea rah kewanita-wanitaan. Kategori tersebut
dilihat dari fisikli dan biasanya juga dari suara, bila suaranya lembeng maka
ada kemungkinan dia diketegorikan sebagai gay feminine. Untuk gay maskulin
secara otomatis lawan dari gay faminin. 15 Wawancara dengan ER, 1 April 2008
mana yang istri akan ditanyakan. Kalau keduanya merupakan gay yang samasama
fire styl maka panggilan yang mana suami dan istri bisa bergantian. Tidak
jarang dari mereka yang berkomitmen merasa risih dengan panggilan suami atau
istri yang diberikan pada mereka. Dari berhubungan seksual itu baru diketahui
dia gay feminin atau maskulin. Karena itu juga cenderung ke perasaan, lebih ke
lelaki banget atau cenderung ke perempuan. Tetapi kadangkala juga risih kalau
disebut suami atau istri, karena itu memang bisa berganti-ganti, mana suami dan
mana istri.16 Jadi pertukaran identitas feminin dan maskulin sebenarnya juga
terjadi pada gay, yang terang-terangan mereka mengakui identitas gay sebagai
lakilaki. Kasus-kasus pertukaran identitas di dalam komunitasnya sendiri
seringkali masih memunculkan dilema diantara mereka. Belum lagi bagi mereka
yang harus mengalami tuntutan dari siklus kehidupan normalitas di masyarakat
seperti pernikahan. Pernikahan terjadi seringkali timbul karena dorongan atau
paksaan dari kelurga, kemudian juga karena ketakutan akan bertambahnya umur.
Sehingga bila disimpulkan memang pernikahan yang terjadi pada gay seringkali
hanya menjadi sebuah kamuflase yang tentunya sangat berbeda dengan pernikahan
yang memang dijalani oleh orang hetero.17 Gambaran diatas, bisa dilihat bila
gay seringkali mengalami pergantian identitas yang secara otomatis juga
mempengaruhi pada peran mereka. Sifat identitas yang selalu tidak stabil,
karena memang secara temporer distabilkan oleh praktik sosial dan perilaku yang
teratur,18 belum lagi ketika ada kasus, seorang gay yang akhirnya dipertemukan
dengan anaknya, yang dulu 16 Wawancara dengan ER, 6 Mei 2008 17 Wawancara
dengan ER, 6 Mei 2008 18 Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik,
Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004, 179 ditinggalkan ketika bercerai dengan ibunya.
Sehingga mendorong dia untuk menanggalkan identitas gay dia. Permasalahan
mendasar atas identitas diri disini tidak lepas dari penerimaan sosial terhadap
diri dia sebagai gay. Seperti yang telah digambarkan di atas bagaimana
komunitas gay akhirnya dapat menguatkan bahwa akan dirinya sebagai gay,
sehingga identitas diri tidak lain merupakan penggabungan dari aspek eksternal
yang membentuk identitas dia. Penerimaan sosial pada diri gay bila bermasalah
maka bisa diprediksikan identitas diri yang dia miliki juga akan mengalami
krisis. Dalam hal ini identitas gay dalam komunitasnya dengan identitas dia
sebagai gay ketika di masyarakat pada kenyataannya mengalami pertentangan. Dari
penelitian awal banyak dari mereka yang dalam wilayah terkecil pun seperti dalam
keluarga, banyak yang belum mengetahui bahwa salah satu dari anggota
keluarganya adalah gay. Tuntutan dari norma yang berlaku di masyarakat, agama
dan ilmu pengetahuan yang menekan akan keberadaan mereka, menuntut untuk
memiliki identitas lain dalam kehidupannya. Pergulatan antara kondisi yang
menuntut mereka untuk tampil seperti masyarakat pada umumnya, dan dorongan yang
begitu kuat untuk terus menjalankan kehidupan lain sebagai gay, tentunya akan
membuat dilema tersendiri diantara mereka. Pertentangan-pertentangan antara
normatifitas dan hasrat sebagai gay, membentuk identitas yang bisa saling
berlawanan. Fakta ini tentunya akan sangat menarik ketika peneliti mampu
menggambarkan secara rinci rangkaian pengalaman mereka dalam mengkreasikan dan
menghadirkan identitas mereka di kalangan masyarakat maupun identitas mereka
sebagai gay. Banyak alasan untuk mereka tetap mempertahankan identitas sebagai
gay, dan juga banyak pilihan ketika mereka akhirnya memutuskan untuk
mengungkapkan siapa diri mereka yang sebenarnya. Adanya identitas lain yang
saling bertentangan yang membuat penelusuran ini menjadi menarik. Hall sendiri
menuturkan bahwa tidak ada identitas yang bisa tetap, tetapi identitas ini akan
terus mengalami perubahan, tinggal bagaimana pergeseran dan perubahan karakter
identitas tersebut menandai bagaimana kita memikirkan diri kita dan orang
lain.19 Maka dapat diperoleh keterangan bahwasannya ada kemungkinan mereka
untuk terus mempertahankan atau dileburkan menjadi satu, atau bahkan berjalan
beriringan akan identitas mereka sekarang ini. Mengulas mengenai gay, secara
tidak langsung memang kita akan masuk pada wilayah seksualitas, sebab mengingat
kembali pada identitas diri seorang gay, faktor utama dari pembentukan dia
sebagai gay tidak lain berawal dari seksualitas. Sehingga pembahasan ini pun
nantinya tidak akan lepas dari pemaknaan dan arti seksualitas secara umum dan
khususnya pada gay. Nantinya antara seksualitas dalam pembentukan identitas
diri pada gay, menjadi dua pembahasan yang saling berkaitan erat. Mengenai
resistensi yang telah banyak dilakukan oleh gay, seperti yang terjadi di negara
Belanda, nampaknya tidak akan menjadi penekanan dalam penelitian ini, karena
merujuk dari penelitian awal bahwa upaya resistensi 19 Chris Barker, ibid, h.
171 tersebut ternyata tidak terjadi begitu kuat oleh sekelompok gay di
Indonesia khususnya yang dirasakan pada subyek penelitian ini Jika mendengar
orang homoseksual disudutkan sebenarnya itu tidak benar, sebab yang ada di
Indonesia kenyataan yang menimpa kaum homoseksual tidak seberapa jika
dibandingkan dengan negara Thailand, Filipina dan Malaysia. Berkenaan dengan
dilegalnya pernikahan saya tidak sampai sekeras itu, memang ada kaum gay yang
radikal tetapi kita dan kebanyakan yang lain hanya menguatkan komitmen hubungan
diantara gay. Memang dulu ada impian mau menikah dan sebagainya. Tetapi buat
apa? Kita membuat komitmen itu sudah cukup kalau menurut saya.20 Maka ulasan
mengenai resistensi tidak menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini.
Penelitian ini memfokuskan pada seksualitas dan identitas diri, peneliti
bermaksud untuk menggunakan teori utama psikoanalisis Jaques Lacan terutama
dalam melihat identitas seksual. Selain Lacan penelitian ini juga memakai
teori-teori lain yang berkaitan dengan identitas seksual seperti Anthony
Giddens dan Stuart Hall. Identitas diri yang selalu mengalami perkembangan dan
perubahan oleh Lacan dikemukakan sebagai “pemisahan” dimana ketika seseorang
memperlihatkan konsep diri sendiri maka sebenarnya dia telah memilih melalui salah
satu pengenalannya (misrecognition). Penulis memandang bahwa identitas diri
memang selalu berubah-ubah sesuai dengan sudut pandang dalam melihat diri,
situasi masa lalu, masa kini, harapan masa depan, terutama pada penerimaan
sosial atas diri seorang individu. Penelitian ini memfokuskan pada seksualitas
dalam pembentukan identitas diri gay dan penerimaan sosial di masyarakat. B.
Rumusan Masalah 20 Wawancara dengan ER dan ED, 5 Februari 2008 Persoalan yang
ingin dikaji dalam penelitian ini, sebagaimana telah dipaparkan di atas adalah:
1. Bagaimana kronologis pembentukan orientasi identitas seksual gay? 2.
Bagaimana kaum gay mempertahankan identitas seksualnya (homoseksual) di
tengah-tengah kuasa heteronormativitas di masyarakat? C. Tujuan Tujuan penelitian
ini adalah: 1. Penelitian ini untuk mengetahui kronologis pembentukan orientasi
identitas seksual pada gay. 2. Mengetahui cara kaum gay dalam mempertahankan
identitas seksualnya di tengah-tengah kuasa heteronormativitas di masyarakat,
yang cenderung melihat semua aturan dan pandangan dari sisi hubungan
heteroseksual. D. Kegunaan 1. Bagi peneliti, kajian ini diharapkan menjadi
tantangan untuk melakukan kajian mendalam tentang gay. 2. Bagi dunia akademik,
untuk menambah kekayaan referensi. Sebab kajian gay, terutama yang membahas
permasalahan identitas masih cukup sedikit. 3. Bagi masyarakat luas, paling
tidak dapat membuka wacana baru bahwa ada sudut pandang lain dalam melihat
sebuah hubungan homoseksualitas. E. Sistematika Pembahasan Memperoleh gambaran yang
dapat dimengerti dan menyeluruh mengenai isi dalam skripsi ini, secara global
dapat dilihat dari sistematika pembahasan skripsi dibawah ini: BAB I :
Merupakan bab untuk menjelaskan latar belakang kenapa penulis mengangkat judul
pembentukan identitas seksual kaum gay, kemudian dirumuskan menjadi rumusan
masalah sebagai landasan penelitian. Tujuan dan manfaat penelitian juga
dijelaskan dalam bab ini. BAB II : Bab dua mengulas tentang tinjauan pustaka
yang membantu untuk melakukan analisis dan menambah pemaparan data. Beberapa
pokok teori yang diulas antara lain seksualitas sebagai dasar membuka pola
pembacaan terhadap identitas seksual. Kemudian berbagai bentuk identitas
seksual lebih diarahkan pada orientasi seksual gay, secara lebih spesifik
orientasi seksual gay bisa ditemukan pada paradoks-paradoks gay. Untuk
memperkuat analisis yang digunakan dalam penelitian maka diambil sebuah teori
pokok dengan pemaparan dan pandangan peneliti secara subyektif atas teori
tersebut. BAB III : Menjelaskan metode yang dipakai dalam penelitian ini.
Metode termasuk didalamnya jenis penelitian sebagai desain utama dalam
penelitian. Selanjutnya menentukan fokus penelitian untuk mengantisipasi
penelitian yang dilakukan terlalu melebar. Baru kemudian instrumen penelitian
yang dijelaskan secara lebih rinci dilihat dari kebutuhan penelitian yang
dilakukan. BAB IV : Memaparkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan.
Pemaparan diawali dari mendeskripsikan subjek penelitian secara satu persatu,
baru kemudian diulas lebih lanjut pada sub bab dinamika pembentukan identitas
seksual. Analisis dipaparkan bersama dengan ulasan data yang telah ada dengan
beberapa teori yang relefan dengan hasil penelitian. Diakhir dipaparkan
analisis secara lebih mendalam dengan teori pokok. BAB V : Pada bab lima,
penulis memaparkan kesimpulan hasil penelitian, dan saran-saran.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pembentukan identitas seksual kaum gay.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment