Abstract
INDONESIA:
Tuban memiliki wilayah pertanian yang sangat luas. Oleh karena itu membuat sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), hal yang berkaitan dengan pertanian diantaranya adalah muzâra’ah, musaqah dan mukhabarah. Bagi hasil pada akad muzâra’ah, musaqah dan mukhabarah sesuai kesepakatan bersama dapat diartikan suatu sistem perjanjian pengelolaan tanah dengan upah sebagian dari hasil panen yang diperoleh dari pengelolaan buah siwalan tersebut. Secara tidak langsung banyak masyarakat yang telah menerapkan akad muzâra’ah, musaqah dan mukhabarah dalam aktivitas pertanian. Terutama pada masyarakat pedesaan, termasuk juga masyarakat di Desa Manunggal Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Pembagian hasil paroan bidang pertanian pada Desa Manunggal bervariasi, ada yang mendapat setengah, sepertiga, ataupun lebih rendah dari itu. Bahkan terkadang cenderung merugikan pihak penggarap atau petani. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sehingga dapat menjawab keraguan berkaitan dengan muzâra’ah, musaqah dan mukhabarah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empirik. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara serta dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode analisis data deskriptif sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai praktek muzâra’ah, musaqah dan mukhabarah.
Dari hasil penelitian, bahwa faktor utama yang melatarbelakangi praktek bagi hasil di Desa Manunggal adalah masih luasnya lahan pertanian yang kosong yang tidak dikerjakan oleh pemilik lahan. Alasan lainnya adalah bahwa orang yang mempunyai lahan yang kosong tidak mampu untuk menggarap sendiri lahan pertanian yang dimiliki tersebut dikarenakan ada kesibukan tersendiri. Sehingga kebanyakan dari orang-orang yang mempunyai lahan tersebut menyuruh kepada orang lain untuk menggarap lahan pertanian yang kosong tersebut. Pembagian hasil pertanian, para petani bersepakat tentang besarnya pembagian hasilnya yaitu ada1:3 bagian yang mana 1 bagian untuk pemilik lahan dan 3 bagian untuk petani penggarap. Ada pula petani yang menerapkan pembagian 1/2:1/2 serta adapula yang 2/3 untuk pemilik lahan sedangkan 1/3 untuk petani penggarap begitu juga sebaliknya menurut kesepakatan yang telah ditentukan oleh pemilik lahan dan penggarap.
ENGLISH:
Tuban has wide agricultural regions. It makes most of the inhabitants become farmers. In the Perspective of Islamic Economic Law Compilation (KHES), some matters related to agriculture are muzara'ah, musaqah, and mukhabarah. The sharing profit on muzara'ah, musaqah, and mukhabarah contracts based on the mutual agreement can be interpreted as a system of land management agreement with a part of the yield earned from the management of the siwalan fruit as the wage. Indirectly, there are many people who have applied muzara'ah, musaqah and mukhabarah contracts in agricultural activities especially in rural communities, including the community in the Manunggal village Semanding Sub-district Tuban Regency. The half sharing profit in agricultural field in the Manunggal village are varied, getting a half of the profit, a third, or even lower. In fact, sometimes it tends to harm the tenants or farmers. Therefore, it is necessary to do some researches to answer the doubt related to muzara'ah, musaqah and mukhabarah .
The method used in this research is empirical research. The data are primary and secondary data which are obtained frominterviews and documentation methods. This study uses a descriptive data analysis method so that this research aims to describe the practice of muzara'ah, musaqah and mukhabarah.
The research results show that the main factor behind the practice of sharing profit in Manunggal village is the wide vacant farmland which has not been used by the land owner. Another reason is the land owners are not able to cultivate the land by themselves because of their own business. Therefore, most land owners order other people to cultivate the vacant land. For the sharing of harvest result, farmers agree on the amount of a distribution that is 1 : 3 which means one is for landowners and 3 is for tenants. There are also some farmers who apply the division of 1/2 : 1/2 as well as those that are 2/3 is for the land owner, 1/3 for tenants and vice versa according to the agreement that has been determined by the land owners and tenants.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak ditemukan pada tahun 1940-an oleh Profesor asal Universitas
Chicago1 , sistem jaringan atau yang lebih dikenal dengan MLM (Multi Level
Marketing) dalam perjalanannya berhasil berkembang pesat sebagai bagian yang
terpenting dari industri penjualan langsung. Metode penjualan langsung tersebut
membawa manfaat yang luar biasa bagi pasar, yaitu memberikan kesempatan kepada
ribuan orang yang mungkin terabaikan atau tidak terserap di pasar tenaga 1
“Mengenal Sejarah MLM”,
http://warungmlm.blogspot.com/2009/01/mengenal-sejarahmlm.html diakses tanggal
13 Maret 2013 2 kerja, sehingga sistem MLM yang semula tidak diperhitungkan
mulai diikuti oleh berbagai kalangan bisnis, begitu pula di Indonesia. Adapun
di Indonesia, sistem MLM yang mulai menjadi pusat perhatian bagi umat Islam
adalah model MLM yang berkaitan dengan serangkaian ibadah, yaitu Biro penyelenggara
ibadah Haji dan Umrah. Dengan model pemasaran berjenjang, calon jamaah yang
ikutserta dalam sistem jaringan akan mendapatkan komisi tertentu jika berhasil
mendapatkan calon jamaah lain dalam sistem jaringannya. Artinya, hasil komisi
yang didapatkan tersebut memberikan peluang besar bagi kaum muslim untuk
menyempurnakan rukun Islamnya, yaitu mengunjungi baitullâh.
Di sisi lain, perbincangan mengenai status hukum MLM Haji dan Umrah
pun tidak dapat dipungkiri, hal ini dikarenakan adanya pengakuan dari salah
satu calon jamaah Umrah sebuah travel yang mengaku menjadi korban promo MLM
Umrah pada PT Mitra Permata Mandiri (MPM), yaitu Aminah (59 tahun), ia
menderita kerugian hingga Rp. 20 juta karena tidak kunjung diberangkatkan,
padahal pihak PT menjanjikan Aminah dan suaminya, Suripto (68), berangkat umrah
pada Juni 2012 lalu2 . Direktur Pembinaan Haji Kemenag RI, Ahmad Kartono
menyikapi hal tersebut mengatakan bahwa praktik MLM sangat merugikan
masyarakat, paling tidak ada lima surat yang diterima Kemenag berhubungan
dengan MLM, ada yang mempertanyakan biro perjalanan berizin 2 “Pro Kontra
Travel Haji dan Umrah”,
http://info-naik-haji.blogspot.com/2012/11/pro-kontramlm-umrah-dan-haji.html#.UMmH32MStT0,
diakses tanggal 13 Desember 2012 3 dan tak berizin yang mengadakan umrah dengan
MLM, wilayah pengaduan pun mencakup Lampung, Surabaya, Jawa Tengah, dan
Kalimantan3 . Direktur Pembinaan Haji Kemenag RI juga menambahkan bahwa
kejadian seperti ini akan mengganggu citra biro perjalanan resmi dan pihaknya
akan menindak biro perjalanan tak resmi yang menerima jamaah. Di sisi lain,
Dewan Syariah Nasional MUI pun belum menetapkan fatwa bisnis MLM ini, dan hanya
merilis sertifikat opini yang mengacu pada fatwa Nomor 75 Tahun 2009 tentang
Pemasaran sejenis yang berupa barang. Hal ini menimbulkan himbauan dari Wakil
Sekjen Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Muhammad Hasan bahwa
sebaiknya calon jamaah haji menghindari penawaran produk haji dan umrah lewat
Multi Level Marketing (MLM). Diantaranya PT Happy Prima Wisata sebagai salah
satu perusahaan biro perjalanan Haji dan Umrah yang menggunakan model sistem
jaringan/MLM, telah berdiri sejak tahun 1999 di bawah Dinas Pariwisata Kota
Jakarta No. 740/1.858.23 izin dari tahun 1999 No. 146/IU-BPW./KW.PSB/12/99,
biro travel ini telah terdaftar sebagai Perusahaan Perseoran Terbatas
berdasarkan No. 09.03.1.63.64014, sedangkan izin legalitas dari Kemenag RI
berdasarkan nomor D/179/Tahun 2012 Umrah dan Izin Haji bernomor D/210/Tahun
20104 .
Dengan sistem jaringan berjenjang yang mulai dikenalkan sejak tahun
20105 , telah membawanya pada perkembangan pesat dalam memasarkan produk jasa
travel, 3 “Hindari MLM Haji: tak jarang penyelenggara MLM menggunakan biro
perjalanan tak berizin”, http://www.umrahhajiplus.com/baca.php?ArtID=1842
Diakses tanggal 13 Desember 2012 4 Brosur resmi, “Divisi Marketing Prima
Saidah, PT Happy Prima “. 5 Yunus HM, wawancara (Jakarta, 18 Februari 2013). 4
sehingga memiliki jaringan yang tersebar di lebih dari 25 propinsi di seluruh
Indonesia. Dari 25 propinsi tersebut, mitra kerjanya terdiri dari para jamaah
Haji maupun Umrah yang ikut andil dalam memasarkan produk, baik dengan
penunjukan langsung secara resmi seperti Koordinator atau Sub Koordinator,
maupun sebagai jama’ah Umrah/Haji biasa yang ikut dalam sistem jaringan. Model
pembagian komisi jaringan pun terdiri dari komisi muhasabah Haji/Umrah,
atta’awun dan mudharabah, yang mana keseluruhan tersebut akan didapat jika
mitra kerjanya berhasil mendapaftarkan calon jamaah Haji/Umrah lain, begitu pun
seterusnya secara berkelanjutan. Berdasarkan putusan fatwa MUI No.
75/DSN-MUI/VII/2009 bahwa cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan
pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah
perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut termasuk jenis
penjualan langsung berjenjang, atau yang lebih dikenal dengan istilah Multi
Level Marketing (MLM)6 . Meskipun biro tersebut tidak tercatat sebagai
perusahaan MLM, tetapi secara tidak langsung mengakui bahwa ada unsur MLM di dalamnya
7 , dan berusaha untuk menyembunyikan model MLM tersebut dari jamaah haji/umrah
maupun masyarakat luas, sehingga hak usaha keagenan hanya diberikan kepada
calon jamaah yang ikut dalam sistem jaringan karena diberitahu adanya sistem
tersebut. Sedangkan calon jamaah yang sengaja tidak diberitahu, tidak diberikan
hak usaha keagenan tersebut, sehingga menimbulkan ketidakadilan dari aspek 6
Fatwa DSN MUI No. 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung
Berjenjang 7 Yunus Yahya, wawancara (Jakarta, 29 Nopember 2012) 5 kecurangan
pemberian hak usaha keagenan, yang mana kecurangan tersebut dapat dikategorikan
sebagai ghisy8 , sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Dari
Abi Hurairah r.a bahwannya Rasulullah SAW berjalan di sejumlah bahan makanan
(gandum), lalu dia memasukan tangannya ke dalam bahan makanan itu. Kemudian
jari-jari beliau menemukan bagian yang basah, lalu beliau bertanya: “Hai
pemilik (penjual) bahan makanan, Apa yang basah ini?” orang itu menjawab:”Kena
hujan ya Rasulullah” Beliau bersabda: Mengapa bagian yang basha ini tidak Kau
letakkan di atas agar bisa dilihat oleh calon pembeli? Barang siapa menipu?
maka dia bukanlah termasuk golonganku!”9 Berdasarkan riwayat di atas,
Rasulullah SAW mengancam bagi siapa saja yang melakukan praktek kecurangan
berdagang dengan cara menyembunyikan hal yang tidak baik tersebut, maka
bukanlah termasuk golongannya, dan jenis ghisy termasuk kategori ghurur, yaitu
ada upaya untuk menipu, sedangkan ghurur memiliki satu makna dengan gharar
(penipuan) 10 . Banyak dari ulama fuqaha pun mengharamkan praktek gharar,
karena dalam 8 Ghisy atau kecurangan adalah perbuatan yang disengaja untuk
menimbulkan kerugian pada pihak lain, misalnya seseorang yang membuat
pernyataan palsu, menyembunyikan atau menghilangkan bukti “Mukhtashar Shahih
Muslim”, diterjemahkan Elly Lathifah, Ringkasan Shahih Muslim (Cet. I; Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), 448. 10 Ramadhan Hafidz Abdurrahman, Nazhriyatul
Gharar fil buyuu’ (Kairo: Darussalam, 2005), 11. 6 praktek gharar terdapat
pengambilan harta dengan cara yang dzâlim, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan
janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat
memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui”
Dengan mengingat tujuan haji dan umrah merupakan serangkaian ibadah
untuk mengharap ridha Allah SWT dan bukan untuk mencari keuntungan
ber-muamalah, bahkan ditambah dengan unsur MLM di dalamnya, menarik bagi
peneliti untuk menjadikan biro travel PT Happy Prima Wisata sebagai objek
penelitian dengan judul “BISNIS TRAVEL HAJI DAN UMRAH BERSISTEM JARINGAN
PERSPEKTIF MASHLAHAH (Studi Pada PT Happy Prima Wisata)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan bisnis travel haji dan umrah bersistem
jaringan pada PT Happy Prima Wisata?
2. Bagaimana tinjauan
mashlahah terhadap bisnis travel haji dan umrah bersistem jaringan pada PT
Happy Prima Wisata? 11 Q.S. al-Baqarah (2): 188. 12 Kemenag RI, al-Qur’an dan
Terjemahan, 29.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian hanya meliputi pelaksanaan bisnis
travel haji dan umrah bersistem jaringan pada PT Happy Prima Wisata dan
tinjauan mashlahah terhadap bisnis tersebut, yaitu dengan memperhatikan
maqâshid al-syari’ah.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan pelaksanaan bisnis travel haji dan umrah
bersistem jaringan pada PT Happy Prima Wisata.
2. Untuk menguraikan tinjauan mashlahah terhadap bisnis travel haji
dan umrah bersistem jaringan pada PT Happy Prima Wisata.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat terhadap perkembangan khazanah keilmuan hukum Islam,
khususnya dalam bidang fiqh muamalah terhadap sistem jaringan pemasaran
berjenjang. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dikembangkan
sebagai acuan penelitian selanjutnya yang terkait dengan tema ini. 2. Manfaat
Praktis Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
panduan atau acuan bagi biro perjalanan lain maupun perusahaan di luar bidang
tersebut yang menggunakan sistem jaringan atau MLM dengan memperhatikan maksud
syariah serta terhindar dari unsur grarar (penipuan). Dengan demikian 8 akan
tercipta ukhuwah Islamiyah dalam kegiatan bisnis yang sesuai dengan maqâshid
al-Syari’ah.
No comments:
Post a Comment