Abstract
INDONESIA:
Dalam menjalani kehidupannya, setiap orang senantiasa mendambakan kebahagiaan dalam menjalani masa hidupnya. Hidup tanpa harus merasakan penolakan dari lingkungan, masyarakat, dan keluarga atas apa yang sedang dan telah dijalaninya adalah salah satu cara dimana manusia dapat mewujudkan kebahagiaannya dengan memenuhi berbagai bentuk kebutuhan hidupnya. Kebahagiaan dalam hidup yang dirasakan seseorang akan berpengaruh kepada kesejahteraan psikologis (Psychological Well-Being) orang tersebut yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Kesejahteraan psikologis seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat menerima keadaan diri dan masa lalunya dengan apa adanya, memiliki kemampuan dalam membina hubungan yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu menguasai lingkungannya dengan baik, ada rasa kepuasan hidup dalam dirinya, serta menyadari potensi yang ada dalam dirinya untuk berusaha menjadi pribadi yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah pertama, bagaimana gambaran kehidupan waria anggota IWAMA (Ikatan Waria Malang) setelah mereka memutuskan untuk menjadi seorang waria ? kedua, apa penyebab yang melatar belakangi mereka menjadi seorang waria ?, dan ketiga bagaimana kesejahteraan psikologis pada waria anggota IWAMA (Ikatan Waria Malang).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan terhadap dua orang waria berusia 40-50 tahun yang tercatat sebagai penduduk Kota Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Analisa data yang dilakukan adalah dengan triangulasi data.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa hidup sebagai seorang waria bukanlah hal yang mudah untuk dijalani bagi para subyek. Setelah melalui tahap pengumpulan dan analisa data temuan penelitian dalam skripsi ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, secara umum kesejahteraan psikologis waria anggota IWAMA (Ikatan Waria Malang) terkait dengan penerimaan diri, dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan, hubungan positif dengan orang lain, persepsi tentang dirinya, serta adanya sikap otonomi berdasarkan standar pribadi, dan kepasrahannya pada yang Maha Kuasa. Penyebab yang melatar belakangi adalah kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orang tua sewaktu kecil dan adanya upaya pihak lain yakni orangtua dalam menghalangi rencana pernikahan.
ENGLISH:
In going through of life, every people always really want to be happy. Life without having to feel the rejection from society and family on what was and has lived is one of the ways in which people can achieve happiness by meet the needs of the various forms of life. The happiness of life that the person felt will influence to her psychological well-being. It will influence her quality of life. The psychological well-being can be seen from the way a person can accept his self condition and his past a pot luck. It also can be seen from her ability to develop her relationship with other, be autonomous, able to dominate his environment well, having feeling to be satisfied, and consciously that she has a potential to grow better. As the background of the study above, the problems of this study are, first, how is the life of transgender individual after they decided to become transgender? Second, what the causes of their decide himself to be an transgender ? Third, how the psychological well-being of transgender individual?
In this study, the researcher applies the qualitative research by applying the method of interview, observation, and documentation. This study determines the sample of the two of transgender individual who have 40-50 years old and they are registered as the citizen of Malang city. In this study, the researcher uses the technique of purposive sampling in determining the sample. Whether, the data analysis is done by data triangulation.
The result of data analysis shows that live as transgender individual is not easy. After collecting and analysis of the data, the result of this study can be formulated as follows: First, generally, the psychological well-being of the trangender individual IWAMA (Ikatan Waria Malang) depend on their accepting of their selves, a social backing from the family and environment, a positive relationship with other, the perception of the Unmarriage condition, and the existence of the autonomy based on the self-standard, and their defenselessness to the God. Causes of the background is the lack of affection given by parents as a child and the effort of others that hinder parents in the wedding plans.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci
adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan
dibiarkan seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya
adalah dengan upaya pendidikan dan mengajarinya akhlak yang baik. Oleh karena
itu orang tualah yang memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh
dengan jiwa Islami sebagaimana sabda Rasulullah: Artinya: “Rasulullah SAW
bersabda: Setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikan seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (Hadis riwayat Bukhari)
Dari hadits ini dapat dipahami, begitu pentingnya peran orang tua dalam
membentuk kepribadian anak dimasa yang akan datang. Dalam Al-Qur’an surat
Lukman ayat 16: Îû ÷rr& ÏNºuq»yJ¡¡9$# Îû ÷rr& >ot÷|¹ Îû ` ä3tFsù 5 Ayöyz ô`ÏiB 7 p¬ 6ym tA$s)÷WÏB à 7s? aÎ) !$pk ¨ XÎ) ¢ Óo_ ç 6»t ÇÊÏÈ × Î7yz ì #ÏÜs9 © !$# ¨ aÎ) 4 ª !$# $pkÍ5 ÏNù't ÇÚöF{$#
Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam 2 bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.1 (QS. Luqman: 16) Pendidikan yang utama dan
pertama bagi anak yaitu berada di rumah bersama orang tua. Dengan indikator
bahwa orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap
perkembangan anak-anaknya, orang tua merupakan orang yang pertama berinteraksi
dengan anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, lingkungan
keluarga merupakan lingkungan terdekat yang sangat berpengaruh terhadap
kepribadian anak, serta waktu yang dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan
di rumah bersama orang tua. Dengan demikian pemberian asah, asih dan asuh
kepada anak menjadi tanggung jawab utama bagi orang tua. Sepanjang sejarah
tidak ada orang tua yang secara sengaja dan sadar memberikan pendidikan dan
bimbingan kepada anaknya supaya anaknya tersebut mengalami kegagalan dalam
hidupnya. Bahkan pada prinsipnya orang tua bercitacita dan berusaha agar
anaknya selalu sukses dalam kehidupannya kelak, namun demikian tidak jarang
orang tua (mungkin karena tingkat pendidikan atau kurangnya kesadaran penuh
dalam mendidik) mengalami kegagalan dalam rangka pembentukan kepribadian anak.
Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Orang tua menginginkan
anaknya memiliki banyak teman, berprestasi disekolah, menjadi orang yang
bertanggung jawab, jujur, menyenangkan, baik hati, dan berfikir positif
mengenai diri sendiri. Dengan kata lain orangtua ingin anaknya bahagia.2
1Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an dan Terjemah, (Depok: PT. Penerbit dan
Distributor, 2008), hal 412 2 Azerrad, Membangun Masa Depan Anak (Bandung:
Penerbit Nusamedia, 2005) hal 11 3 Peranan orang tua sangat besar artinya bagi
keadaan psikologis anakanaknya. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi
tumbuh perkembangan anak sejak lahir hingga dengan dewasa maka pola asuh anak
yang baik perlu disebar luaskan pada setiap keluarga. Masih banyak orang tua
yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam
mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental
anaknya sendiri. Pekerjaan mulia sebagai orang tua dalam mengasuh anaknya
tidaklah mudah, karena tidak sedikit pola asuh yang diterapkan dalam sebuah
keluarga berdampak negative pada perkembangan anaknya. Tingkat pendidikan orang
tua juga berpengaruh terhadap pola asuh pada anaknya. Dalam kehidupan
sehari-hari setiap orang tua mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan
pengasuhan kepada anaknya, tergantung status sosial, budaya tempat tinggal,
serta latar belakang pekerjaan orang tua. Dan pasti ada kekurangan dan
kelebihan dalam setiap pola asuh. Markum menggolongkan pola asuh orang tua
terhadap anak menjadi tiga: Pertama pola asuh otoriter yaitu orang tua sangat
menanamkan disiplin dan menuntut prestasi yang tinggi pada anaknya. Tidak
memberikan kesempatan pada anaknya untuk berpendapat, sekaligus menomorduakan
kebutuhannya. Kedua pola asuh permissive yaitu orang tua bersikap demokratis
dan penuh kasih sayang. Namun kendali orang tua dan tuntutan prestasi rendah.
Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa ada tanggung jawab dan beban. Ketiga
pola asuh demokratis yaitu orang tua menuntut prestasi tinggi, tapi dibarengi
sikap demokratis dan kasih 4 sayang tinggi pula. Pola asuh ini kuat dalam
control dan pengawasan, tetapi tetap memberi tempat untuk anak berpendapat.3
Usia perkawinan juga berpengaruh terhadap cara orang tua mengasuh anak. Hal ini
dikarenakan belum matangnya mental, fisik atau psikologis dari orang tua
tersebut. Dengan melihat orang tua yang melakukan perkawinan usia muda barang
tentu para orang tua tersebut tidak bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang
yang tinggi. Masa dimana seharusnya orang tua tersebut bisa menikmati masa
remaja dan masa pendidikan di bangku sekolah terpaksa harus mengurus kehidupan
keluarganya sendiri di usia yang sangat muda. Dimana diketahui diantara
ciri-ciri remaja yakni emosi yang belum bisa dikontrol tidak menutup
kemungkinan jika sudah memilki seorang anak emosi itu diluapkan kepada
anak-anaknya. Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi
anak-anak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana
dikemukakan oleh Ancok yaitu: Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan anak
yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan
anak-anak tersebut karena ibu belum memberi stimulasi mental pada anak-anak
mereka. Hal ini disebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai
kesiapan untuk menjadi ibu. 3 Markum, M.E, Buku Ajar Kesehatan Anak Jilid
1(Jakarta: FKUI, 1999) hal 85 5 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu
akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Meskipun
batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun
74, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya
masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur. Padahal
perkawinan yang sukses pasti membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik
maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah
tangga. Di Desa Bermi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, contohnya.
Didalam surat nikah tercantum tanggal lahir subyek yang bukan tanggal lahir
sebenarnya. Tanggal lahir dibuat berbeda dengan tanggla lahir asli karena demi
mendapatkan surat nikah. Karena surat nikah hanya diberikan kepada orang yang menikah
di usia menurut Undangundang yakni usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun
untuk perempuan. Dalam wawancara dengan Kasi Pemerintahan, Bapak Poniman:
“Sewaktu mendaftar ke kantor Desa, warga ini mengaku sudah berumur 20 tahun
keatas, pihak kantor Desa tidak semena2 memberikan ijin maka dari itu pihak
sini meminta bukti-bukti misalnya dengan meminta ijazah. Tetapi mereka mengaku
tidak memiliki ijazah dan seringkali mengatakan ijazahnya hilang, jadi pihak
kantor Desa tidak dapat berbuat apa-apa atas desakan warga yang ingin
melangsungkan pernikahan ini, dengan terpaksa melayani warga tersebut”.4
Penyebab terjadinya perkawinan di usia muda di Desa ini dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, diantaranya yaitu keadaan ekonomi keluarga, akan tetapi
4 Poniman, wawancara ( 23 Juni 2012) 6 faktor paling menonjol ialah desakan
dari orang tua dengan alasan dikhawatirkan anak menjadi perawan tua.
Berdasarkan hasil observasi awal penelitian, diketahui bahwasanya orang tua
yang melakukan perkawinan usia muda di Desa Bermi, Kecamatan Krucil Kabupaten
Probolinggo cenderung otoriter terhadap anaknya. Dalam pola asuh otoriter,
aturan ditegakkan secara kaku. Bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan
pedoman yang berlaku, pasti ada hukuman dari orang tuanya, namun bila anak
berperilaku sesuai aturan, hanya sedikit atau bahkan tidak ada pujian. Pola
asuh ini terlihat pada orang tua yang jika anak melakukan kesalahan atau tidak
menuruti yang diperintah orang tuanya, orang tua tidak segan-segan memarahi,
memaki, mencubit, bahkan memukul anak. ada banyak larangan-larangan yang
diberlakukan orang tua yang tidak masuk akal, seperti anak tidak boleh main
diluar rumah. Pola asuh ini membuat anak sulit menyesuaikan diri. Ketakutan
anak terhadap hukuman justru membuat anak menjadi tidak jujur. Perlu sedikit
dijelaskan pula di Desa Bermi ini, bahwa pola asuh pada orang tua yang menikah
di usia dewasa atau usia yang sudah matang terlihat jika anak melakukan
kesalahan atau tidak menuruti perintah orang tuanya, orang tua hanya sebatas menasehati
dan memarahi tetapi tidak sampai memaki, mencubit bahkan memukul anak.
Kedewasaan ibu khususnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena
ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun
tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Ibu usia remaja sebenarnya
belum siap untuk menjadi ibu dalam arti 7 keterampilan mengasuh anaknya. Ibu
muda ini lebih menonjolkan sifat keremajaannya daripada sifat keibuannya.
Beranjak dari hal tersebut peneliti mengambil judul “Model Pola Asuh Orang yang
Melakukan Perkawinan Usia Muda Terhadap Anak dalam Keluarga” yang mengambil
contoh di Desa Bermi, Kecamatan Krucil, kabupaten Probolinggo, dengan alasan
perkawinan pada usia muda yang sangat menarik untuk dikaji karena pada usia
muda masih banyak hal yang belum tentu mereka pahami mengenai pola kehidupan
berumah tangga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Masyarakat disana banyak yang melakukan perkawinan di usia muda. Dengan usia
pernikahan yang sangat muda tersebut peneliti ingin menggali lebih dalam pola
asuh yang diterapkan para orang tua yang melakukan perkawinan tersebut. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
menentukan tiga rumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor apa yang melatar
belakangi pasangan/keluarga menikah di usia muda di Desa Bermi? 2. Bagaimanakah
model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda. 8 C. Tujuan
Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan mengkaji faktor yang melatar
belakangi pasangan/keluarga menikah di usia muda di Desa Bermi 2. Mengetahui
model pola asuh orang tua yang melakukan perkawinan usia muda D. Manfaat
Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara
Teoritis : Manfaat yang ingin dicapai secara teoritis adalah memberikan
gambaran atau bahkan sebuah teori baru mengenai latar belakang keluarga
melakukan perkawinan di usia muda dan model pola asuh orang tua pada anak yang
melakukan perkawinan diusia muda. Jadi, hasil dari penelitian ini nantinya
diharapkan dapat digunakan sebagai peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti
tentang hal serupa. 2. Secara Praktis : Secara praktis manfaat dari penelitian
ini adalah diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga atau orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda dalam mengasuh anak-anaknya. E. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi mis-understanding dalam memahami hasil dari penulisan ini,
maka peneliti perlu menjelaskan batasan pembahasannya. 9 Penulisan skripsi ini
sesungguhnya akan mengungkap tentang factor yang melatar belakangi keluarga
melakukan perkawinan usia muda dan model pola asuh orang tua yang melakukan
perkawinan usia muda pada anaknya. Sehingga pada entri poinnya dari penulisan
ini adalah mengungkap bagaimana model pola asuh dari orang tua pada
anak-anaknya, yang menikah di usia muda dalam kehidupan sehari-hari. F.
Penelitian Terdahulu Novi Puspita Anggraini, 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Perkembangan Emosi Anak Pra Sekolah di TK Surya Buana Merjosari
Malang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola asuh otoriter orang tua
berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak usia pra sekolah di TK Surya Buana
Merjosari Malang, pola asuh permisif orang tua tidak berpengaruh terhadap
perkembangan emosi anak usia prasekolah di TK Surya Buana Merjosari Malang,
pola asuh demokratis orang tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak
usia prasekolah di TK Surya Buana Merjosari Malang. Maka pola asuh (otoriter,
permisif dan demokratis) orang tua berpengaruh terhadap perkembangan emosi
(positif, lemah dan negatif) anak usia prasekolah di TK Surya Buana Merjosari
Malang. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan didapatkan orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda dalam mengasuh anaknya sehari-hari adalah pola
asuh otoriter, jika anak melakukan kesalahan atau tidak menuruti perintah orang
tuanya anak akan dimarahi, dipukul bahkan dicaci. Hal yang melatar belakangi
pola asuh tersebut ialah ideologi yang berkembang dalam 10 diri orang tua.
Orang tua menganggap jika anak melakukan kesalahan maka anak harus dihukum
karena jika tidak, anak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Perbedaan
penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian terdahulu meneliti
tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi anak pra
sekolah dengan hasil pola asuh (otoriter, permisif dan demokratis) orang tua
berpengaruh terhadap perkembangan emosi (positif, lemah dan negatif) anak usia
prasekolah. Sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang model pola asuh
orang tua yang melakukan perkawinan usia muda dengan hasil orang tua yang
melakukan perkawinan usia muda pola asuh yang diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari adalah pola asuh otoriter. Jika anak melakukan kesalahan orang tua
tidak segansegan memarahi, memukul bahkan memaki anaknya. Persamaan dari
penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu samasama meneliti tentang pola
asuh orang tua dalam mendidik anak.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Potret kesejahteraan psikologis (psychological well-being) waria anggota IWAMA (Ikatan Waria Malang)." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment