Abstract
INDONESIA:
Altruisme merupakan kepedulian yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron & Byrne, 2005). Begitu banyak bencana yang terjadi menimpa sebagian besar masyarakat Indonesia. Salah satunya bencana alam meletusnya gunung Kelud yang terjadi pada 13 februari 2014 menimpa wilayah Kediri, Malang. Sehingga menimbulkan dampak materil dan fisiologis. Banyak orang secara sukarela, iklas menyediakan waktu dan tenaga untuk dapat membantu di saat terjadi bencana dan mereka biasa menyebut dirinya sebagai relawan yang senantiasa siap jika dibutuhkan. Tentunya perilaku menolong tersebut didorong oleh berbagai faktor. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku menolong secara sukarela (altruisme). Berdasarkan teori yang sudah ada, indikator memberikan perhatian terhadap orang lain, membantu oranglain, meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme.
Sesuai dengan penelitian Myers (1987), bahwa perilaku altruisme dipengaruhi oleh aspek memberikan perhatian terhadap oranglain, membantu oranglain dan meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat altruisme pada relawan dan faktor mana yang paling dominan mempengaruhi prilaku altruisme pada relawan bencana alam.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Peneliti menggunakan teknik analisis faktor konfirmatori untuk menguji indikator yang mempengaruhi perilaku altruisme berdasarkan teori yang sudah ada. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala Likert. Peneliti menyebar 35 kuesioner indikator perilaku altruisme kepada 69 relawan bencana alam gunung Kelud.
Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadinya perilaku altruisme pada relawan bencana alam adalah faktor memberikan perhatian terhadap oranglain, membantu oranglain, meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri. Tingkat perilaku altruisme pada relawan bencana alam dikategorikan sedang (93,1 ≤ X ≤ 116,23). Faktor memberikan perhatian kepada orang lain merupakan faktor dominan mempengaruhi perilaku altruisme pada relawan bencana alam.
ENGLISH:
Altruism is unselfish concern for one’s own sake but for the good of others (Baron & Byrne, 2005). So many disasters befall into most of the people of Indonesia. One of these natural disasters was Kelud eruption that occurred on 13 February 2014 which overrides Kediri territory, Malang. So that it affects the material and physiological impact toward the people around. Many people voluntarily sincere provide time and energy to help in time of disaster and they used to call themselves as volunteers who are always ready when needed. Surely helping behavior is driven by various factors. There are several factors that cause a person to behave voluntarily helping (altruism). Based on existing theories, indicators which give attention to other people, helping other people, putting the interests of others above self-interest are factors that influence the behavior of altruism.
In accordance with the research of Myers (1987), that altruism behavior is influenced by aspect of giving attention to other people, helping other people and putting the interests of others above self- interest. Therefore, this study aims to determine the level of altruism toward the volunteers and which most dominant factor affecting the behavior of altruism toward the volunteer disaster. This research is involved the quantitative. The researcher uses confirmatory factor analysis techniques to examine the indicators that affect the behavior of altruism based on existing theories. The tools used to collect the data are a Likert scale. The researcher spreads 35 behavioral indicators altruism questionnaires to 69 volunteers Kelud natural disasters.
The results of the study states that the behavior of altruism in volunteer disaster is a factor of giving attention toward other people, helping other people, and putting the interests of others above self-interest. The level of altruism behavior in natural disaster volunteers were categorized as average (93.1 ≤ x ≤ 116.23). The giving attention factor toward others is a dominant factor which influences the behavior of altruism in volunteer disaster.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring dengan kemajuan teknologi
dan komunikasi dalam arus global, menuntut individu semakin banyak
beraktifitas. Semakin berkembangnya aktifitas pada sekian individu, maka akan
semakin sibuk dengan urusannya sendiri sehingga memunculkan sifat atau sikap
individu yang menjadi ciri manusia modern. Individualisme ini merupakan paham
yang bertitik tolak dari sikap egoisme, mementingkan dirinya sendiri, sehingga mengorbankan
orang lain demi kepentingan dirinya sendiri. Pada kenyataannya, tak banyak
orang yang mementingkan kepentingan orang lain, apalagi tanpa mementingkan
kepentingannya sendiri. Lebih sedikit lagi orang yang mau menolong orang lain
secara sukarela tanpa mengharapkankeuntungan bagi diri mereka sendiri. lebih
banyak gambaran mengenai perilaku kekerasan dan anti sosial daripada gambaran
mengenai kesukarelawanan. Hal itu nampak antara lain pada tayangan televisi
yang secara nyata kurang memberi tempat bagi tayangan yang bersifat prososial.
Menjadi relawan adalah sebuah pilihan yang minoritas ditengah laju dunia yang
semakin mementingkan diri sendiri. Orang yang memiliki sifat altruisme dalam
dirinya mempunyai berbagai ciri, antara lain adanya empati. Hanya jika orang
tersebut merasa aman, barulah ia akan berpikir untuk memperhatikan orang 2
lain. Berdasarkan dari perhatian itu barulah seseorang dapat memutuskan untuk
merasa empati dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Menolong
sebagai tingkah laku yang ditujukan untuk membantu orang lain, dalam beberapa
kasus bisa saja tidak mencapai tujuannya. Hal ini dapat disebabkan karen
penolong tidak mengetahui kesulitan korban yang sesungguhna (Holander, 1981)
dalam sarlito,2009: 123 Menolong sebgai respon pada situasi darurat dapat
bersifat seketika ataupun membutuhkan waktu yang lama untuk terus terlibat
memberikan pertolongan. Seperti para sukarelawan yang memberikan bantuan pada
peristiwa bencana alam, menjadi pendamping bagi penderita AIDS, pendampingan di
pantipanti asuhan ataupun panti jompo, tentunya siapa saja yang menawarkan diri
untuk memberikan bantuan harus memiliki komitmen dalam waktu, keterampilan
bahkan materi dalam waktu yang panjang. Dengan pertimbnagan-pertimbangan
tersebut, maka seseorang harus benar-benar termotifasi untuk secara sukarela
memberikan pertolongan dalam jangka panjang( sarlito, 2009 : 139) Da;am
kehidupan sehai-hari, manusia tidak bisa lepas dari tolongmenolong. Setinggi
apapun kemandirian seseorang, pada saat-saat tertentu dai akan membutuhkan
orang lain. Demikian juga kemampuan setiap orang terbatas, sehingga iapun suatu
saat akan membutuhkan pertolongan orang lain. Dengan demikian memang ada
kekhususan dari perilaku menolong ini. (faturochman,2009: 73) 3 Realitas menunjukkan
bahwa hampir di semua komunitas masyarakat, aktivitas tolong-menolong sudah
sejak lama sering kita jumpai.Salah satu yang kita kenal adalah “Gotong-royong”
yang dalam kerelawanan merupakan suatu bentuk tipikal modal sosial dalam
kehidupan bermasyarakat. Setiap terjadi bencana selalu ada para relawan. Baik
itu dari Basarnas, LSM, Organisasi pecinta alam maupun dari organisasi daerah
ataupun organisasi mahasiswa. Dari diri relawan tersebut dapat diketahui sifat
altruisme yang dimilikinya. Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan
orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.Altruisme adalah lawan dari sifat
egoisme yang mementingkan diri sendiri. Dalam budaya Indonesia kerelawanan
sebenarnya bukan hal baru.Kerelawana sudah mengakar dalam tradisi dan
dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat.Bentuk kerelawanan yang paling umum
dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah
gotong-royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembagunan sarana sosial,
perkawinan, maupun kematian.Para pemuda, orang tua, dan wanita secara sukarela
memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang, dan sarana sesuai dengan
komponen mereka.Sedangkan di perkotaan, nilai-nilai kerelawanan sudah mulai
luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur
dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga
lebih memilih membayar uang atau mewakilinya ke pembantu dari pada harus tekena
giliran. 4 Pemerintah Indonesia juga mulai memandang pentingnya peran
kerelawanan dalam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan kerelawanan dan
meningkatkan kapasitas relawan di Indonesia, pada bulan Agustus 2003
Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi bekerja sama dengan UNDP membuka
Pusat Pemgembangan Kerelawanan (Volunter Development Center atau VDC). Di
samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelawanan di Indonesia, VDC yang
berfungsi sebagai forum bagi relawan, organisasi kerelawanan dan stakelolder
yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian. Pada
saat kejadian bencana banyak orang yang tergerak untuk memberikan pertolongan
secara langsung ataupun tidak langsung kepada para korban bencana alam.Dengan
menyumbangkan pakaian, membagikan masker atau sebagai relawan yang terjun
langsung untuk menyelamatkan para korban bencana alam. Hal itu tentu tidak
langsung terjadi begitu saja di era zaman sekarang yang menuntut orang untuk
hidup individual tanpa memikirkan orang lain ternyata masih ada orang yang
tergerak langsung untuk memberikan pertolongan kepada para korban bencana alam.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari tolong menolong.
Setinggi apapun kemandirian seseorang, pada saat-saat tertentu dia akan
membutuhkan orang lain. (fathurochman, 2009:73). Relawan banyak ditemui pada
kasus-kasus atau kejadian yang sifatnya social.Pada kejadian-kejadian yang
bersifat social tersebut banyak dibutuhkan tenaga/relawan yang direkrut untuk
membantu memecahkan masalah.Misalnya yang sering kita lihat dan dengar dalam
kejadian, bencana alam, bencana social, 5 dll, membutuhkan tenaga yang sifatnya
sukarela.Kerelawanan dalam koonteks tersebut lebih kepada bagaimana seseorang
yang rela menyumbangkan; tenaga, pikiran, harta, dan bahkan taruhannya nyawa,
untuk membantu mereka yang mengalami masalah atau musibah. Kerelawanan secara
umum dapat dikemukakan sebagai perwujudan seseorang untuk menyumbangkan
pikiran, tenaga, dan harta dalam rangka membantu sesama untuk memecahkan
masalah, dengan tanpa meminta imbalan, hanya satu harapannya adalah pahala dari
Tuhan.Diakui konsep ini masih terlalu umum dan hanya berlandaskan pengalaman,
belum diuji secara ilmiah.Dimasa yang serba mengglobal ini, kita tidak lagi
dapat melakukan suatu program.lebihlebih penanganan suatu masalah, secara
sendirian. Kita perlu bermitra, bekerja sama, menjalin dan mengambangkan
sinergi, daya, dana , pikiran, dan kebersamanan dalam mengatasi berbagai
masalah dan persoalan. Karena itulah jiwa kerelawanan sangat diperlukan.
Relawan yang ikut serta membantu menyediakan jasa-jasa yang berperan untuk
memulihkan psikologis korban bencana terutama anak-anak ini merupakan salah
satu penanganan yang baik untuk dilakukan. Mendirikan posko-posko kesehatan di
setiap pengungsian rupanya juga bermanfaat untuk membantu menstabilkan
kejiawaan para pengungsi yang baru saja kehilangan sanak saudara, harta benda,
pekerjaan, dan masa depan mereka. Alangkah baiknya psikologpsikolog pun ikut
andil dalam penanganan psikologis korban.Korban-korban yang mengalami stress,
depresi, tertekan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kelabilan, kejenuhan
bahkan sampai yang mengalami kerusakan otak pun, dibantu dengan terapi-terapi
psikologi. 6 Relawan adalah seorang yang secara suka rela (uncoerced)
menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain
(help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa
yang telah disumbangkan (unremunerated). Menjadi relawan adalah salah satu
aktivitas yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud
kepedulian dan komitmennya terhadap sebuah visi tertentu. Dilihat dari pola
pelaksanaannya, ada tiga pola kerelawanan yang saat ini berkembang.Pertama,
kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh individual dan tidak dikoordinir oleh
lembaga atau organisasi tertentu.Aktivitas ini banyak berlangsung di
masyarakat, namun sulit untuk diukur ataupun diteliti karena dianggap sebagai
kegiatan rutin harian.Kedua, kegiatan kerelawanan yang dikoordinir oleh
kelompok, organisasi, atau perusahaan tertentu, namun bersifat insidentil atau
dilakukan secara tidak kontinyu.Misalnya, kegiatan bakti sosial dan donor darah
dalam rangka ulang tahun lembaga atau perusahaan.Ketiga, kegiatan kerelawanan
yang dikelola kelompok atau organisasi secara profesional dan kontinyu.Pola
ketiga ini ditandai dengan adanya komitmen yang kuat dari relawan (baik
tertulis maupun lisan) untuk terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan,
adanya aktivitas yang rutin dan kontinyu, serta adanya divisi atau organisasi
yang khusus merekrut dan mengelola para relawan secara profesional. Namun
kesediaan menolong tanpa pamrih dari para relawan, dan kegigihan serta
ketulusan hati para relawan akan mampu menumbuhkan keyakinan dan kekuatan para
korban untuk mau berusaha menata kehidupan yang baik lagi. Sifat menolong tanpa
pamrih yang dilakukan relawan semacam ini 7 disebut dengan Altruisme.Konsep
teori ini dikemukakan oleh Fultz, Badson, Fortenbuch, dan Mc Carthy (1986) yang
mengatakan bahwa tindakan prososial semata-mata dimotivasi oleh perhatian
terhadap kesejahteraan orang lain (si korban). Tanpa adanya empati, orang yang
melihat kejadian darurat tidak akan melakukan pertolongan, jika ia dapat mudah
melepaskan diri dari tanggung jawab untuk memberi pertolongan. Perilaku
menolong merupakan pemberian pertolongan pada orang lai tanpa megahrapkan
adanya keuntungan pada diri orang yang menolong.( faturochman, 2009: 75)
Altruisme menjadi penting keberadaannya bagi relawan.Motif selain altruisme
adalah motif yang berkaitan dengan kepentingan diri sendiri, bukan kepentingan
orang yang membutuhkan bantuan.Padahal menurut Baston (Mikulincer, 2005) orang
yang lebih memikirkan diri sendiri kurang dapat memberikan pertolongan dengan
efektif.Efektifitas ini menyebabkan lebih cepatnya pertolongan sampai pada
orang yang membutuhkan sehingga dalam kondisi bencana, korban dapat menerima
pertolongan dengan lebih cepat.Para korban dapat segera menerima pertolongan
yang layak bagi kemanusiaan.Dalam ruang lingkup yang lebih besar, altruisme
ternyata berpengaruh pada pengambilan keputusan para politikus. Politikus
Amerika yang mempunyai sifat altruis akan lebihmementingkan kepentingan rakyat
banyak daripada kepentingannya sendiri saat harus mengambil keputusan yang
berkaitan dengan masalah-masalah sosial (Street dan Cossman, 2006). Seorang
relawan mau menolong orang lain karena adanya perilaku altruisme yang
berkembang pada dirinya. Relawan merasa bahwa menolong orang lain adalahhal
yang sangat penting bagi dirinya, apalagi untuk 8 orang lain. Altruisme adalah
perilaku menolong orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Perilaku
altruisme disebut sebagai tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa
adanya keuntungan langsung bagi sipenolong. Dalam perilaku altruistik, yang
diuntungkan adalah orang yang memberikan pertolongan, tentunya individu yang
melakukan altruistik akan mengenyampingkan kepentingan mereka diatas
kepentingan orang lain apalagi dalam keadaan darurat (Sarwono dkk, 2009 :123).
Perilaku altruistik berbeda dengan perilaku prososial. Perilaku prososial
mencakup tindakan sharing (membagi), kerjasama, menyumbang, menolong,
kejujuran, kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang
lain (Dagaksini, Tri & Hudaniyah. 2009 : 175) Perilaku altruistik merupakan
tindakan individu secara sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih maupun
ingin sekedar beramal baik (Taylor, E dkk. 2009 : 457). Karena altruisme
merupakan tindakan sukarela dan tanpa pamrih maka dapat dikatakan bahwa yang
menjadi faktor terpenting terhadap munculnya perilaku altruistik adalah adanya
keinginan dari dalam diri individu untuk memberi, empati, dan tindakan sukarela
yang dilakukan, empati itu sendiri akan meningkatkan motivasi perilaku
altruistik (Taylor, E dkk. 2009 : 457). Pelaku altruisme mempunyai kewajiban
moral untuk menolong orang lain, dan juga demi kemanusiaan pada umumnya. Sifat
altruisme diperoleh dari pengalaman individu dengan dunia sosialnya.Sifat ini
membutuhkan pembelajaran, maka altruisme pada setiap individu menjadi
berbedabeda.Altruisme tidak timbul begitu saja sebagai akibat warisan genetis yang
ada dalam sifat dasar manusia (Shaffer, 1994).Seseorang tidak begitu saja
dilahirkan 9 dengan sifat altruisme yang tinggi. Tingkat altruisme seseorang
akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dan tingkat perkembangan
intelektualnya. Banyak sekali relawan yang terjun untuk menolong di daerah
bencana.Tapi sebagian besar dari mereka tak suka dipublikasikan.Mereka hanya
mau menceritakan pengalaman kesukarelawannya asalkan identitas meraka tak
ditampilkan oleh pers yang mewawancarainya.Mereka ikhlas menolong tanpa pamrih,
sehingga menolak publikasi (Tempo, 2005). Orang yang memiliki sifat altruisme
dalam dirinya mempunyai berbagai ciri, antara lain adanya empati. Orang dewasa
akan mencari perlindungan untuk dirinya sendiri sebelum mereka berpikir untuk menolong
orang lain dalam kondisi terancam. Hanya jika orang tersebut merasa aman,
barulah ia akan berpikir untuk memperhatikan orang lain. Berdasarkan dari
perhatian itu barulah seseorang dapat memutuskan untuk merasa empati dan
menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Empati juga merupakan sifat yang
dimiliki oleh orang dengan kelekatan yang aman (Baron & Byrne, 2005).
Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa
memperhatikan diri sendiri. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang
mementingkan diri sendiri. Lawan dari altruisme adalah egoisme.Altruisme dapat
dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan
perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan
kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian
pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi
khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti 10 patriotisme, dsb).
Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang
lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau
keuntungan. Tapi pada kenyataannya, tak banyak orang yang mementingkan
kepentingan orang lain, apalagi tanpa mementingkan kepentingannya sendiri.
Lebih sedikit lagi orang yang mau menolong orang lain secara sukarela tanpa
mengharapkan mengenai perilaku kekerasan dan anti sosial daripada gambaran
mengenai kesukarelawanan. Hal itu nampak antara lain pada tayangan televisi
yang secara nyata kurang memberi tempat bagi tayangan yang bersifat prososial.
Menjadi relawan adalah sebuah pilihan yang minoritas ditengah laju dunia yang
semakin mementingkan diri sendiri.keuntungan bagi diri mereka sendiri. Tindakan
altruistik pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan
dan menumbuhkan kehidupan sesama.Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada
perbuatan itu sendiri.Keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan bukan
sebagai kebergantungan merupakan salah satu indikasi dari moralitas altruistik.Moralitas
altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan.Ia
diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih. Karena itu,
tindakannya menuntut kesungguhan dan tanggung jawab yang berkualitas tinggi.
Menurut Mandeville, dkk (dalam Batson&Ahmad, 2008), altruisme, yang
memiliki motivasi dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan orang lain
tidak mungkin terjadi (atau hanya khayalan). Menurut mereka, motivasi untuk
semua hal didasari oleh egoistic. Tujuan akhir selalu untuk meningkatkan
kesejahteraan pribadi “seseorang menolong orang lain hanya untuk keuntungan 11
dirinya”. Tetapi hal tersebut dibantah o/ penelitian yg dilakukan oleh
Baston&Ahmad (2008), yang menyatakan bahwa altruisme itu ada dan dapat dikembangkan
dengan emphaty. Altruisme Menurut Myers (1996) adalah salah satu tindakan
prososial dengan alasan kesejahteraan orang lain tanpa ada kesadaran akan
timbal-balik (imbalan). Perilaku altruisme pada seseorang dipengaruhi oleh rasa
empati, seseorang ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain serta peduli
dengan keadaan tersebut. Perilaku altruisme juga dipengaruhi oleh sikap kesuka
relaan ingin menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan materi apapun,serta
sikap keinginan membantu dengan mengorbankan materi dan waktu. Dalam peneliian
ini, peneliti bermaksut untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku altruisme pada relawan bencana alam. Subjek penelitian ini diambil
dari relawan bencana alam KSR-PMI UIN MALIKI Malang. Karena, sesuai dengan data
yang diambil peneliti jumlah relawan KSRPMI UIN MALIKI Malang 69 orang. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian adalah 1. Bagaimana tingkat altruisme yang dimiliki relawan bencana
alam di UKM KSR UIN MALIKI Malang ? 2. Apa yang menjadi faktor dominan yang
mempengaruhi perilaku altruisme yang terdapat pada relawan bencana alam di UKM
KSR UIN MALIKI Malang ? 12 C. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat altruisme yang dimiliki relawan bencana alam di UKM
KSR UIN MALIKI Malang. 2. Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi
perilaku altruisme yang terdapat pada relawan bencana alam di UKM KSR UIN
MALIKI Malang. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian tentulah ingin hasil
penelitiannya bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, termasuk penelitian
ini. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian terdiri dari dua perspekti,
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat terhadap ilmu psikologi, khususnya dalam bidang
psikologi sosial. Selain itu dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya
terutama penelitian yang berkaitan dengan altruisme pada relawan dan hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan padamasyarakat mengenai
pentingnya mempertahankan perilaku altruisme. Hal tersebut dikarenakan manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang
lain. 13 b. Memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perilaku altruisme
pada relawan bencana alam. 2. Manfaat Praktis a. Penulisan penelitian ini dapat
memberikan penjelasan tentang faktor perilaku altruisme pada relawan bencana
alam b. Memberikan pengetahuan serta pemahaman tentang faktor penyebab perilaku
altruisme pada relawan bencana alam c. Sebagai bentuk sosialisasi kepada
masyarakat, baik mahasiswa atau masyarakat umum sebagai pengetahuan terhadap
faktor-faktor perilaku altruisme pada relawan bencana alam
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Analisis faktorial dimensi altruisme pada relawan bencana alam." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment