Abstract
INDONESIA:
Pertukaran hidup manusia merupakan salah satu faktor timbulnya tekanan pada manusia. Di mana manusia berupaya menyesuaikan dirinya terhadap lingkungann baru yang bisa menyebabkan munculnya tekanan dalam diri manusia. Begitu juga yang dialami mahasiswa baru. Dimana mereka dituntut untuk mandiri dalam segala hal yang bisa menyebabkan stres. Dan untuk mengurangi stres mahasiswa berbeda-beda dalam menggunakan strategi Coping. Faktor yang mempengaruhi bentuk stres salah satunya adalah strategi Coping. Strategi Coping adalah salah satu cara untuk mengurangi tekanan yang dihadapi individu ketika mengalami stres. Strategi Coping ada dua yaitu Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping. Dalam hal ini mahasiswa berbeda-beda dalam menghadapi stres.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana strategi coping mahasiswa baru, bagaimana bentuk stres mahasiswa baru, dan hubungan antara strategi coping dengan bentuk stres mahasiswa baru. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana strategi coping stres mahasiswa baru, untuk mengetahui bagaimana bentuk stres mahasiswa baru, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara strategi coping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan menggunakan korelasi Spearman untuk menguji hubungan antara kedua variabel. Adapun subyek penelitian adalah 60 mahasiswa baru Fakultas Psikologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Problem Focused Coping sebanyak 53, 3% mahasiswa. Dan Emotional Focused coping sebanyak 46, 7% mahasiswa. Sedangkan bentuk stres mahasiswa baru pada Too Little Stres sebanyak 28, 3% mahasiswa, Optimum Stres sebanyak 28, 3% mahasiswa, Too Much Stres 23, 4% mahasiswa, dan Breakdown Stres sebanyak 20% mahasiswa. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Too Little Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 5. Tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Optimum stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 076. Tidak ada hubungan antara Problem Focused Coping dengan Too Much Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 051. Dan adanya hubungan negatif antara Problem Focused Coping dengan Breakdown Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 378. Sedangkan pada model Emotional Focused Coping yaitu tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Too Little Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 104. Adanya hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Optimum Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0, 892. Tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Too Much Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi -0, 272. Dan tidak ada hubungan antara Emotional Focused Coping dengan Breakdown Stres yaitu dengan nilai koefisien korelasi
-0, 053.
-0, 053.
ENGLISH:
Human’s life exchange is one of the factor incidence of pressure for human. In which the human trying to adjust themselves into the new environment that can causing appearance of pressure in human mind. That also happened on new high school student. They were charge to be autonomous in everyway that can be stressing. So, in order to decrease stress, there is different method in coping strategy. on of the factor that affect stress is coping strategy. coping strategy is on way to decrease pressure that individual facing when stress happened. There are 2 coping strategy which is problem focused coping and emotional focused coping. In this matter they have different way to facing stress.
Question formula in this research is how the freshman high school student coping strategy taking place and the relation between coping strategy and their stress’s form. The goal of this research is to knowing how the freshmen of high school student, and how their stress’s form, and to knowing the relation between stress coping strategy and psychology student stress’s form.
This research is quantitative correlational research using spearman’s correlation to test the correlation between to variable. As for the subject of this research is 60 freshman of psychology high school students.
The result of this research is showing that the focused problem copping strategy is 53,3% of total students and emotional focused coping about 46,7% meanwhile the freshman student;s stress form in too little stress level about 28,3% students . optimum stress student about 28,3% and too much stress at problem coping with too little stress. With correlation coeficience value -0,5. There is no relation between problem focused coping and optimum stress with correlation coefisien value -0,076. There is relation between problem focused coping with too much stress with correlation coefisien value 0,051. There is relation between problem focused and breakdown stress with negative correlation coeffience value -0, 378. meanwhile at emotional focused coping, there is no relation between emotional focused coping with too little stress with correlation coefficient value 0,104. There is relation between emotional focused coping with optimum stress with correlation coefficient value 0,892. There is no relation between emotional focused coping with too much stress with correlation coefficient value 0,272. Lastly, there is no relation between emotional focused coping with breakdown stress with correlation coefficient value -0,053.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Stres dan ketidakpuasan merupakan
aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan remaja akhir yang
tidak luput dari stres. Para mahasiswa oleh orangtua dan masyarakat umum sudah
dianggap dewasa dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi (dalam
Indonesian Psychological Journal Vol.3 No.1 Januari 2006: 51). Perpindahan dari
sekolah menengah ke perguruan tinggi ini memicu timbulnya stres bagi mahasiswa
baru. Di mana mahasiswa baru dihadapkan pada perubahan hidup mereka. Di sekolah
mereka di bimbing dan di ajar serta diarahkan penuh oleh guru. Tetapi di
perguruan tinggi mereka di tuntut untuk mandiri dalam segala hal. Belum lagi
problem mahasiswa dari faktor personal seperti jauhnya dari orang tua dan
keluarga, pengaturan keuangan, dan problem dengan teman sebaya. Perpindahan
dari sekolah menengah menuju Perguruan tinggi juga melibatkan gerakan menuju
satu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi. Interaksi
dengan kelompok sebaya dari daerah yang beragam latar belakang etniknya dan
peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaiannya (Santrock, 2002: 74). 2
Perpindahan dari sekolah menengah ke Perguruan tinggi juga memberikan hal
positif seperti penigkatan rasa tanggung jawab namun demikian nampaknya
mahasiswa baru lebih menunjukkan tekanan sebagai bentuk reaksi terhadap masa
perpindahan, hal ini mengacu pada survei terhadap kurang lebih 3000 mahasiswa
baru pada sekitar 500 sekolah tinggi dan Universitas (Santrock, 2002: 74).
Setiap mahasiswa pasti memiliki rasa jenuh, apalagi ketika mendekati ujian
ataupun ketika mendapati banyak tugas sedang kondisi fisik atau psikisnya tidak
dalam keadaan sehat. Seperti kata kebanyakan orang, mahasiswa baru masih
mencari jati diri dan cenderung bermain-main, dan puncaknya mereka merasakan
menjadi mahasiswa sejatinya ketika memasuki semester 6, yang mana sibuk
mempersiapkan segala keperluan untuk skripsi. Tetapi pengalaman berkata lain,
banyaknya mahasiswa baru saat ini sedang gencar-gencarnya mengikuti segala
kegiatan maupun sesuatu yang berkaitan dengan akademis (dalam kompasiana.com
diakses/2013/11/1). Berdasarkan data yang di peroleh dari Biro Pelayanan
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (dalam Indonesian Psychological Journal
Vol.3 No.1 Januari 2006: 51) bahwa sebagian besar klien yang datang adalah
mahasiswa. Masalah yang banyak di alami mahasiswa adalah salah memilih jurusan,
gangguan hubungan interpersonal, praktikum dan tugas-tugas yang banyak, nilai
yang kurang memuaskan, manajemen waktu dan kesulitan keuangan, konflik dengan
pacar dan keluarga, serta tuntutan orang tua yang 3 tinggi dan desakan untuk
menyelesaikan studi. Sebagian mereka terbebani dengan tugas-tugas dan
praktikum. Menurut penelitian yang dilakukan Shenoy (dalam Indonesian
Psychological Journal Vol.3 No.1 Januari 2006: 51) bahwa tuntutan terhadap
mahasiswa bisa merupakan sumber stres yang potensial. Hal tersebut disebabkan
oleh banyaknya tanggung jawab baru yang harus di hadapi oleh mahasiswa,
contohnya tekanan untuk meningkatkan prestasi akademik, kehidupan yang mandiri
dan pengaturan keuangan. Penelitian yang dilakukan Novita Silalahi tentang
gambaran stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat
stres yang tinggi (dalam Novita Silalahi, 2010: 04). Masa perkuliahan
menimbulkan banyak masalah bagi mahasiswa baru. Di sekolah merupakan masa
dimana istilahnya bisa berfoya-foya, bersenangsenang dengan teman dan menikmati
dunia ABG yang sebenarnya. Akan tetapi di perkuliahan mereka dituntut untuk
aktif dan fokus, jika lalai tidak masuk kuliah satu hari mereka akan
ketinggalan dengan teman-temannya. Jadwal kuliah yang padat, kegiatan-kegiatan
Ma’had yang penuh dari jam 04.00 WIB mereka sudah dibangunkan untuk mengikuti
shalat berjama’ah. Kemudian shobahul Lughah dan diikuti kegiatan Ma’had
lainnya. Belum lagi jika mereka mengikuti kegiatan ekstra kampus yang akan
lebih membuat mereka harus berbagi waktu. 4 Stres adalah kondisi seseorang yang
mengalami tekanan baik secara fisik maupun mental (Chaplin, dalam Tita Amelia:
06). Dari hasil wawancara pada beberapa mahasiswa psikologi mengatakan bahwa
ketika masa-masa kuliah pertama mereka tidak bisa mengatur waktu untuk kegiatan
ma’had, kuliah, PKPBA, kegiatan ekstra lainnya dan juga tugas kuliah yang
dirasa banyak bagi mahasiswa baru. Kadang kala mereka juga merasa mudah lelah,
pusing, migran, sesak nafas, sering melamun dan sebagainya. Pengakuan meraka
ini terjadi karena mereka sering tidur malam untuk mengerjakan tugas. Dan
kegiatan ma’had yang padat juga membuat mereka kurang tidur, sehingga mereka
sering pusing dan lainnya. Penyelesaian yang mereka lakukan adalah dengan
menyendiri, pergi jalan-jalan, shoping, makan yang banyak dan berdo’a
(Wawancara, 03 Februari 2014). Ada juga mahasiswa lain mengatakan bahwa ketika
masa-masa kuliah mereka merasa enjoy, tidak merasa cepat lelah, dan
kegiatan-kegitan Ma’had, kuliah, ekstra merupakan hal-hal baru dalam lingkungan
barunya. Mereka selalu masuk kuliah, selalu mengikuti semua kegiatan ma’had,
mengerjakan tugas dan selalu membuat rencana kegiatan sehari-harinya
(Wawancara, 03 Februari 2014). Stres muncul dari berbagai sumber. Sumber itu
antara lain adalah peristiwa hidup, kesibukan sehari-hari, dan faktor social
budaya. Para psikolog telah mengevaluasi dampak serangkaian peristiwa hidup
serta kemungkinan pengaruhnya terhadap kesehatan mental dan fisik (Wilburn
& Smith, 2005). Sebuah studi menemukan bahwa remaja yang memiliki ide 5
bunuh diri cenderung pernah mengalami peristiwa hidup yang negatif di tahun
sebelumnya dibandingkan remaja yang tidak memiliki ide bunuh diri (Liu &
Tein dalam John Santrock, 2007: 295-296). Sumber stres pada mahasiswa baru
dapat berbeda. Bentuk stres diantara mereka pun berbeda, sesuai cara mahasiswa
baru memandang stres yang mereka alami. Hal ini akan menerapkan strategi koping
yang berbedabeda. Ada yang memakai strategi koping berfokus pada emosi. Atau
memakai strategi yang berfokus pada masalah. Stres yang dialami mahasiswa baru
harus dikelola dengan baik. Cara menghadapi stres lazim disebut coping
(koping). Konsep umum koping adalah menangani masalah atau mengatur emosi
akibat masalah. Tuntutan atau konflik yang dialami dimana lebih banyak efek
negatif yang di timbulkannya. Strategi koping menunjuk pada berbagai upaya atau
proses seseorang dalam mengelola suatu kondisi yang penuh dengan tuntutan atau
tekanan dengan berbagai sumber daya baik perubahan kognitif atau perilaku untuk
mendapatkan rasa aman dari dirinya. Menurut Folkman dan Moskowitz coping
(koping) melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha
untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan
menguragi stres. Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah
karakteristik, termasuk penghayatan mengenai kendali pribadi, emosi positif,
dan sumber daya personal (John Santrock, 2007: 299). Koping merupakan bagaimana
orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang
ditimbulkannya (Gerald 6 C.Davison, 2010: 275). Menurut Lazarus dan Folkman
koping ini ada dua yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.
Pada koping yang berfokus pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak
stresor, dengan menyangkal adanya stresor atau menarik diri dari situasi. Namun
koping pada emosi tidak menghilangkan stresor (sebagai contoh penyakit yang
serius) atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih
baik untuk mengatur stresor. Sebaliknya koping yang berfokus pada masalah ini
orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah
stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor
tersebut (Jeffrey S. Nevid, 2003: 144-145). Kedua strategi tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan. Hasilnya juga berbeda. Dalam kenyataannya, mahasiswa
baru yang tingkat stresnya tinggi cenderung menggunakan peran emosi (emotional
focused coping) dalam menyelesaikan masalahnya, yaitu ketika mereka merasa
capek, pusing, migran, sesak nafas mereka cenderung untuk pergi jalan-jalan,
makan yang banyak dan berdo’a tidak menyelesaikan masalah secara langsung.
Sebaliknya mahasiswa baru yang tingkat stresnya rendah mereka cenderung
menyelesaikan masalahnya secara langsung yaitu mereka selalu mengikuti
kegiatan-kegiatan dengan enjoy, selalu mengikuti kegiatan-kegiatan, dan
mengerjakan tugas. Padahal sebagai mahasiswa psikologi diharapkan mampu untuk
mengelola stres secara tepat agar tidak ada efek negatif yang ditimbulkannya. 7
Jika dilihat lagi, strategi emotional focused coping lebih bersifat
menyelesaikan masalah sementara saja. Jadi penggunaan emotional focused coping
lebih banyak menimbulkan efek negatif. Suis dan Fletcher (Panji, 2007: 15)
mengadakan suatu penelitian tentang kelebihan problem focused coping
dibandingkan emotional focused coping. Hasil dari penelitian tersebut, mereka
mengemukakan bahwa emotional focused coping sering digunakan oleh individu
untuk menghindari dari stres, namun hanya memberikan penyelesaian sementara
saja. Strategi ini hanya efektif untuk jangka waktu pendek. Sedangkan problem
focused coping berguna untuk jangka waktu panjang. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Dini Eka Pratiwi tentang pengalaman stres dan strategi koping stres
pada mahasiswa baru asal Riau yang berkuliah di Surabaya. Hasil menunjukkan
bahwa sebagai mahasiswa perantauan terdapat sumber stres yang muncul, seperti
permasalahan persiapan perkuliahan, permasalahan bahasa, permasalahan adaptasi
dan lainnya. Sebagian mereka menganggap masalah sebagai ancaman dan ada yang
menganggap masalah itu sebagai tantangan. Selain itu, terdapat beberapa
strategi coping yang dipilih oleh subjek penelitian sebagai usaha mengurangi
ataupun mengatasi sumber stress yang ada seperti, melakukan konfrontasi,
mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah, menilai kembali
masalah secara positif, menerima tanggung jawab, dan lari/penghindaran dari
masalah (dalam Dini, 2011: 01). 8 Penelitian yang dilakukan Prety Lestarianita
tentang perbedaan koping stres pada perawat pria dan wanita. Penelitian ini
dilakukan pada 50 orang perawat pria dan 50 orang perawat wanita. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemilihan koping
stres baik itu Problem Focused Coping, Emotional Focused Coping, dan Religion
Coping pada perawat pria dan perawat wanita (Prety Lestarianita, 2007: 01) Dari
masalah tersebut, maka peneliti ingin mengungkap strategi koping mana yang
digunakan mahasiswa baru, bentuk stres mahasiswa baru, dan hubungannya antara
strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN
Maliki Malang. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana strategi koping stres mahasiswa
baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ? 2. Bagaimana bentuk stres mahasiswa
baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ? 3. Bagaimana hubungan antara
strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN
Maliki Malang ? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui strategi koping stres
mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. 9 2. Untuk mengetahui
bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. 3. Untuk
mengetahui hubungan antara strategi koping stres dengan bentuk stres mahasiswa
baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi penelitianpenelitian
selanjutnya mengenai hubungan antara strategi koping stress dengan bentuk
stress mahasiswa baru UIN Maliki Malang. Selain itu diharapkan dapat digunakan
sebagai tambahan wawasan kajian ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
psikologi. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat sebagai tambahan wawasan
bagi peneliti mengenai hubungan antara strategi koping stress dengan bentuk
stress mahasiswa baru UIN Maliki Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara strategi coping (koping) stres dengan bentuk stres mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment