Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan tingkat interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di pondok pesantren Bahrul Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang.
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Kelangsungan interaksi sosial terlihat sangat sederhana namun sebenarnya interaksi merupakan suatu proses yang komplek karena dipengaruhi oleh beberapa faktoryang mendasar, faktor-faktor seperti imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati, tersebut terdapat dalam bentuk-bentuk interaksi sosial, bentuk interaksi sosial berupa ; Kerja sama (Cooperation), Persaingan (Competition), Pertentangan (Conflict), Persesuaian (Accomodation) dan Asimilasi atau perpaduan (Asimilation)
Penerimaan diri memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri,atau lawannya, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri, serta memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, serta merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan- pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri. Aspek-aspek yang mempengaruhi adalah mempunyai keyakinan, menganggap dirinya berharga, tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal, hanya memperhatikan dirinya sendiri, berani memikul tanggung jawab, dapat menerima pujian atau celaan dan tidak menyalahkan diri.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum yang ada di kota Jombang, yaitu Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu penelitian yang ditinjau dari sudut paradigma penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisa data dengan prosedur statistik. Variabel penelitian terdiri dari interaksi sosial dan penerimaan diri. Pengumpulan datanya : 1) skala, 2) observasi, 3) wawancara. Populasi penelitian ini adalah remaja Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang. Sampel penelitian berjumlah 40 orang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan pada variabel interaksi sosisl terdapat 85% remaja berkategori tinggi, 15% berkategori sedang dan 0% berkategori rendah. Pada variabel penerimaan diri terdapat 80% remaja berkategori tinggi, 17,5 % berkategori sedang dan 2,5% berkategori rendah.
Dari hasil analisis dapat dikatakan bahwa ada korelasi positif atau ada hubungan variabel interaksi sosial dengan variabel penerimaan diri karena hubungan antara kedua variabel linier atau searah, jadi jika variabel X-nya tinggi maka variabel Y-nya tinggi dan menunjukkan angka sebesar r 0,958 dengan p = 0,000. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya adalah signifikan dan menunjukan tinggi korelasinya.
ENGLISH:
This research aims to find out the relationship and level of social interactions in a group of peers towards self-acceptance in Bahrul ‘Ulum, al-Ghozali cottege.
Social interaction represent an relation between two people or more, where deportment of individual influence, altering or influencing other individual or on the contrary. Continuity of seen social interaction very simple but in fact interaction represent process which unprediction because influenced by some elementary factors like dummy, autosuggestion, identify and sympathy, there are in social interaction forms, social interaction form in the form of same Activity ( Cooperation), Emulation (Competition), Oposition ( Conflict), Concord (Accomodation) and Assimilation or solidarity ( Asimilation)
Self acceptance have high appreciation to person its opponent, do not behave cynical to ownself, and also have full of acceptance and awareness to whom and what their person acceptance, can esteem others and ownself, and also lick lips with ownself, quality of and talents alone, and also knowledges of limitation will by person acceptance .
Aspects influencing to have confidence, pretend it worth, do not pretend abnormal or bizzare, only paying attention their/his self, dare to shoulder responsibility, can get credit or denigration and do not blame person acceptance .
Aspects influencing to have confidence, pretend it worth, do not pretend abnormal or bizzare, only paying attention their/his self, dare to shoulder responsibility, can get credit or denigration and do not blame person acceptance .
This research was in in Bahrul ‘Ulum cottege who 's in town Jombang , namely is al-Ghozali cottege Tambakberas Jombang . A kind of this research is that research quantitative is viewed from the angle of the paradigms of emphasis on research testing theories through the measurement of the variables research with numbers and do an analysis of data by a statistical procedure . A variable research consisting of social interaction and self acceptance . Our data gathering : 1 ) the scale , 2 ) observation , 3 ) interview. The population of this research is teenage Bahrul ‘Ulum al-Ghozali cottege, Tambakberas Jombang . A sample of research totaled 40 people .
Based on the research done on the variables shows interactions sosials guiler 90% of adolescent categorize highly, 10 % categorize being and 0 categorize low . On the variables of self acceptance guiler 80 % adolescent categorize highly , 20 % categorize
being and 0 categorize low .
being and 0 categorize low .
Result of analysis can be said there is positive correlation or there is social interaction variable relation with variable self acceptance because relation between both unidirectional or linear variable, become if Its variable of high him hence Its variable high him and show number equal to r 0,958 with p = 0,000. The mentioned also indicate that relation between both have signivficance relation and knows of high correlation.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Harapan remaja dan orang tua mereka
seolah-olah sering dilanggar seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas.
Banyak orang tua melihat anak-anak mereka mengalami perubahan dari sosok yang
patuh menjadi tidak patuh, beroposisi, dan menolak standar orang tua. Orang tua
sering kali lebih ketat mengawasi dan memaksa remaja untuk mematuhi
standar-standar orang tua. Orang tua yang mengetahui bahwa remaja membutuhkan
waktu yang lama untuk melakukan suatu yang benar biasanya mampu menangani
remaja lebih kompeten (Santrock 2007:13). Seorang individu rata-rata tingkat
SMP sampai SMA, berarti memasuki masa remaja yang merupakan masa transisi dari
kanak-kanak ke dewasa. “Remaja”, kata tersebut mengandung banyak kesan. Parke
dan buriel (1998, 2006, santrock 2007:13) Orang tua dapat berperan penting
sebagai menejer terhadap peluang yang dimiliki remaja, mengawasi relasi sosial
remaja, sebagai inisiator dan pengatur dalam kehidupan sosial. Younis dan Ruth
(2002, Santrock 2007 : 13) untuk membantu remaja mencapai potensi seutuhnya
salah satu peran yang penting orang tua adalah sebagai menejer yang efektif,
menemukan informasi membuat kontak, membantu menyusun pilihan-pilihannya dan
memberikan bimbingan, menrut Furtenberg (1999, Santrock 2007: 13) hal ini akan
membantu remaja terhindar dari perangkap dan membantu mereka menyelesaikan
tugasnya dengan membuat berbagai pilihan dan keputusan. Dalam mewujudkan remaja
yang terhindar dari perangkap dan membantu mereka menyelesaikan tugasnya dengan
membuat berbagai pilihan dan keputusan secara mandiri serta mampu
bersosialisasi dengan baik, menjadikan alasan banyak orang tua perkotaan
menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren. Karena pesantren merupakan lembaga
pendidikan tradisional Islam yang bertujuan untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai
pedoman hidup bermasyarakat. Kelebihan pesantren adalah mampu memadukan catur
pusat pendidikan, yaitu kyai, santri, asrama, dan masjid sebagai tempat ibadah
dan tempat belajar didalam satu tempat. Kondisi ini menjadikan santri berada
dalam pengawasan dan pembinaan pendidik selama 24 jam penuh. Pesantren memang
diidealisasikan sebagai lembaga pendidikan yang dapat melindungi anak-anak
remaja dari pengaruh-pengaruh negatif, menawarkan penguasaan ilmu pengetahuan
dan agama sekaligus, serta sebagai pembimbing dan pengasuh selama 24 jam yang
di ibaratkan sebagai pengganti orang tua. Remaja di pesantren adalah anak-anak
dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama atau teman sebaya.
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan
sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok
teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia
lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang
anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga
karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan
sebaya) (Santrock, 2007 : 55). Pengalaman dengan teman sebaya memiliki pengaruh
yang penting bagi perkembangan anak-anak, pengaruh ini dapat bervariasi,
tergantung pada pengukurannya, perumusan hasil yang diperoleh, serta lintasan
hasil yang diperoleh menurut Hatup (1999, Santrosk 2007 : 56). Melalui
interaksi dengan teman-teman sebaya, remaja mempelajari modus relasi yang
timbal balik secara simetris J. Piaget dan H.S. Sullivan, (1932, 1953 Santrock
2007 : 57 ). Anak-anak megesplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan
melalui pengalaman mereka ketika menghadapi perbedaan pendapat, mereka juga
belajar mengamati minat dan sudut pandang teman-temannya agar mereka dapat
mengintegrasikan minat dan sudut pandangnya sendiri dalam aktivitas yang
berlangsung bersama kawan-kawan. Penyelarasan dapat muncul dalam berbagai
bentuk dan mempengruhi berbagai aspek kehidupan remaja. Menurut Jhon W. Santrock
(2007 : 60), konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku
orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka,
sehingga remaja mengadopsi sikap atau prilaku teman sebayanya. Konformitas
terhadap pengaruh teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Beberapa
tingkah laku konformitas negatif antara lain menggunakan kata-kata jorok,
mencuri, tindakan perusakan (vandalize), serta mempermainkan orang tua dan
guru. Namun demikian, tidak semua konformitas terhadap kelompok sebaya berisi
tingkah laku negatif. Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan
untuk terlibat dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan
teman, dan menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku
konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman
sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2007 : 60).
Desakan dari teman sebaya merupakan suatu tema yang terdapan pada kehidupan
remaja. Kekuatan dari pengaruh ini dapat teramati dalam hampir semua dimensi
prilaku remaja, seperti pilihan pakaian, musik, bahasa, nilai, aktivitas luang,
dan sebagainya. Para orang tua, guru, dan orang tua lainnya dapat membantu
remaja dalam mengatasi desakan dari teman sebayanya menurut Clasen dan Brown
(1987 Santrock 2007 : 61). Remaja membutuhkan kesempatan yang banyak untuk
bercakap-cakap dengan teman sebaya dan orang dewasa mengenai dunia sosial dan
berbagai tekanana yang dialaminya. Remaja dapat belajar bahwa kendali dalam
dunia sosial berlangsung secara timbal balik, orang lain dapat berusaha
menggendalikan mereka, namun mereka juga dapat berusaha memiliki kendali
pribadi terhadap tindakan mereka dan tindakan orang lain.(Santrock 2007 : 61).
Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan supaya
dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja mempertahankan
identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. Di Pondok Pesantren, remaja
menghabiskan waktu bersama-sama 24 jam sehari dan Pesantren menyediakan
berbagai aktivitas bagi kegiatan berkelompok dengan teman sebaya. Remaja
berkelompok berdasarkan minat dan kemampuan yang sama dimana kelompok yang
menjadi acuan atau sasaran tersebut mempunyai arti penting baginya. Bertemunya
orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup
dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi
apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut H.
Bonner Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih
individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi
individu lain atau sebaliknya. Menurut S.S. Sargent, Social interation is to
consider social behavior always within a group frame work, as related to group
structure and function (Santosa, 2006:11) yang artinya tingkah laku sosial
individu dipandang sebagai akibat adanya struktur dan fungsi kelompok. Dalam
penelitian terdahulu skripsi milik Sagantoro (2011), di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi
sosial pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Masaran, berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai koefisien korelasi r = 0,626, p = 0,000 (p < 0,01). Semakin
banyak partisipasi sosial, semakin besar kopetensi sosial remaja. Dengan
demikian remaja memiliki kepercayaan diri yang diungkapkan melalui sikap yang
tenang dan seimbang dalam situasi sosial. Bertambah dan bertambahnya perasangka
dan diskriminasi dalam masa remaja sangant dipengaruhi oleh lingkungan dimana
remaja berada dan oleh sikap serta prilaku rekan-rekan dan teman-teman baiknya.
Remaja sebagai kelompok lebih pilih-memilih dalam memili rekan baik. Oleh
karena itu, remaja yang latar belakang sosial, agama atau sosial ekonominya
berbeda dianggap kurang disenangi dibandingkan latar belakangnya yang sama
(Hurlock 2002 : 214). Kondisi ini akan memberikan peluang terjadinya gambaran
yang dimiliki penerimaan diri menjadi baik didalam teman sebaya dipesantren.
Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam psikologis
seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan
tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan
diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Supratinya (1995:84-85)
penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri,
atau lawannya, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri ini
berkaitan dengan tiga hal, yaitu, Kerelaan kita untuk membuka dan mengemukapkan
aneka pikiran, perasaan dan reaksi kitakepada orang lain, Kesehatan psikologis
kita dan Penerimaan kita terhadap orang lain. Sedangkan menurut Perls (Schultz,
1991:186) penerimaan diri berkaitan dengan orang yang sehat secara psikologis
yang memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri
mereka. Chaplin (2008 : 451) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada
dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri,
serta pengetahuan- pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
Penelitian terdahulu milik Ulva Ulandari di UNS-F Surakarta (2011), hubungan
antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi
interpersonal pada remaja siswa kelas X SMA N 1 Boyolali, diambil dengan teknik
cluster random sampling. Data diambil dengan menggunakan Skala Kestabilan
Emosi, Skala Penerimaan Diri dan Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal. Data
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda. Analisis data
menunjukkan nilai F=32,93; p
<0,05 dan nilai R=0,667. Data observasi dan wawancara yang saya dapat dalam pesantren tersebut, kelangsungan interaksi sosial terlihat sangat sederhana namun sebenarnya interaksi merupakan suatu proses yang komplek karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendasar, faktor tersebut terdapat dalam bentuk-bentuk interaksi sosial seperti kerja sama contoh gotong-royong membersihkan pesantren setiap jumat pagi, Persaingan contoh berlomba mendapat nilai yang terbaik, Pertentangan contoh merjuangan idialisme dalam diri masing atau ingin berkuasa, Persesuaian adalah bersepakat untuk menyudahi pertentangan contoh memilih ketua kamar, Perpaduan contoh berbagi kue atau makanan. Adanya bentuk-bentuk penerimaan diri dipesantren seperti ketika melanggar peraturan berani bertanggungjawab (dita‟zir),merasa sama dengan temennya, dan penerima celaan dengan obyektif seperti pemberian nama julukan. Dari fakta yang ditemukan di lapangan (kantor keamanan) terdapat sejumlah pelanggaran yang menunjukkan interaksi sosial dan penerimaan diri seperti, pelanggaran rokok yang dilakukan oleh BD, AI, AS, dan SA pada tanggal 08-05-2011 dengan hukuman petal (potong rambut) dan membaca AlQur‟an di depan gerbang dengan perjanjian jika mengulanggi akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Fakta ke-dua adalah tidak melaksanakan sholat berjama‟ah yang dilakukan oleh MF, MC, dan D pada tanggal 02-06-2011 dengan hukuman membersihkan mushola dan jerambah dengan perjanjian jika mengulangi akan mendapatkan sanksi dengan membaca al-Qur‟an setiap hari satu jam sekali selama tiga hari. Fakta ke-tiga adalah bermain playstation yang dilakukan oleh SA, SD, dan BD pada tanggal 2-05- 2011 dengan hukuman membaca Al-Qur‟an di halaman pesantren dan membersihkan kamar mandi dengan perjanjian jika mengulanggi akan mendapatkan sanksi lebih berat . Melihat fenomena yang ada di lapangan belum dapat diketahui dengan pasti hubungan interaksi sosialdalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang mengulas mengenai hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri . Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat interaksi sosial remaja dalam kelompok teman sebaya di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang? 2. Bagaimana tingkat penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang? 3. Adakah hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat interaksi sosial remaja dalam kelompok teman sebaya di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang. 2. Mengetahui tingkat penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang. 3. Adanya hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath alGhozali Tambakberas Jombang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah pengalaman penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, serta sebagai bahan pustaka dan kajian untuk penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktisi Bagi lembaga pendidikan : Sebagai bahan dalam memperkaya khazanah studi Psikologi di Perguruan Tinggi Islam khususnya, dan Perguruan Tinggi lain pada umumnya yang intens terhadap Psikologi. Sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan untuk selalu lebih maju dan berkembang dengan konsep-konsep yang baru. Bagi peneliti : Peneliti bisa mengetahui dan memahami sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul „Ulum Ribath al-Ghozali Tambakberas Jombang. Bagi subjek : Subjek bisa mengetahui sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri. 3. Manfaat sosial Pihak pengurus pesantren dan orang tua santri dapat mengetahui sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, sehingga dapat memahami perkembangan psikologis dan mewujudkan moral islam pada individu (santri).>
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment