Abstract
INDONESIA:
Ketunanetraan seringkali menimbulkan rasa ketidakberdayaan pada orang yang mengalaminya. Perasaan ketidak berdayaan ini akan menimbulkan rasa keputusasaan dan depresi, keputusasaan tersebut ditandai dengan munculnya peristiwa kehidupan yang negatif yang dipersepsi sebagai bersifat global, permanen dan di luar kontrol individu .Sebagai makhluk social, anak tunanetra merupakan bagian tidak terpisahkan dari kelompok masyarakat lingkungannya. Jika orang normal untuk menyatakan keberadaannya dilakukan lewat serangkaian aktivitas atau karya-karya yang dapat dihargai secara moril maupun materil oleh masyarakat lingkungannya. Hal ini sama juga menjadi keinginan para normal tidak berbeda dengan yang dirasakan anak tunanetra.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi dan kemampuan bersosialisasi penyandang tunanetra di RSCN Malang.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, subyek penelitian ini berjumlah 3 orang penyandang tunanetra di lingkungan RSCN Malang. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dokumentasi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa IG sangatlah patuh dengan aturan RSCN dan IG pun sangatlah mandiri dalam melakukan semua hal, IG pun sering bersosialisasi keluarl ingkungan RSCN sseperti sering jalan-jalan kepasar besar atau Malang plaza untuk mencari sesuatu yang dibutuhkan tanpa pengawasan pengurus RSCN. Cara bersosialisasi S kurang dan cara bermotivasinya pun sering takut salah dalam mengambil sikap, susah bersosialisasi dengan orang baru yang subjek S kenal. Sedangkan subjek H memiliki keinginan untuk bekerja sangat tinggi tanpa bergantung dari orang lain karena H sudahakan lulus dari RSCN dan keinginan untuk bersosialisasi dengan orang luar sangat bagus, Dalam bersosialisasi H sudah tidak minder lagi dengan keadaannya, subjek H pun sering berjalan-jalan sendiri ataupun dengan teman-teman sesama tunanetra keluar wilayah RSCN.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Membicarakan tentang anak-anak berkebutuhan
khusus, sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajad kelainan. Ini mencangkup
anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental intelektual,
social-emosional,maupun masalah akademik. Kita ambil contoh anak-anak mengalami
kelainan fisik saja, salah satunya “Tunanetra” (cacat tubuh) dengan berbagai
derajat kelainannya.ini adalah yang secara nyata dapat mudah dikenali. Keadaan
seperti ini sudah tentu harus dipahami oleh seorang guru, karena para gurulah
yang secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua
anak didiknya. Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja
mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi
ternbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan
yang termasuk “setengah melihat”, atau rabun adalah bagian kelompok anak
tunanetra. Dari uraian diatas, pengertian anak tunanetra adalah individu yang
indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak
dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut: 1.
Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas 2.
Terjadi kekurangan pada lensa mata atau terjadi cairan tertentu 3. Posisi mata
sulit dikendalikan oleh fungsi otak 2 4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak
yang berhubungan dengan penglihatan Dari kondisi-kondisi diatas, pada umumnya
yang digunakan sebagai patokan apabila seorang anak termasuk tunanetra atau
tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatanya. Untuk mengetahui
ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card.
Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya
(visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak-anak hanya mampu
membaca hurup pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat baca pada jarak 21
meter. Yang termasuk acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu: 1.Buta Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu
menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0) 2. Low Vision Bila anak
masih menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari
6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Anak
tunanetra memiliki karakteristik kognitif, sosial, emosi, motorik dan
kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini sangat tergantung pada sejak kapan
anak mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya,
berapa usianya, serta bagaimana tingkat pendidikannya. Tunanetra adalah
seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihat/tidak berfungsi indera
penglihatan. Pada bagian ini akan mengantarkan kita semua untuk memahami tentang
pengertian, klasifikasi, penyebab,karakteristik, alat/fasilitas
pendidikan,tenaga kependidikan, dan layanan pendidikan bagi penderita Tunanetra
khususnya kalangan dewasa. Untuk memperdalam 3 pemahaman kita mengenai hal-hal
yang menyangkut tentang Tunanetra, marilah kitabersamasama mempelajari dan
memahami penjelasannya dengan baik. Jan et al (1977 dalam Mason & Mc Call,
1999;27) berpendapat bahwah masalah kognitif tersebut mungkin disebabkan oleh
kurang kaya informasi, didasarkan pada fakta bahwa inderaindera lain tidak
dapat memproses infirmasi seefisien indera penglihatan. Misalnya, bila anakanak
awas menyusun jigsaw puzzlen(teka-teki potongan-potongan gambar), mereka dapat
melihat masing-masing potongan gambar itu dan dengan cepat dapat menentukan kemana
arah membujurkan dan menaksir luas bidang yang tepat untuk tempat potongan
gambar tersebut. Dengan berkoordinasi dengan mata, otak dapat memproses warna
dan bentuk masing-masing potongan gambar itu secara hamper berbarengan dalam
kaitan dengan potongan-potongan banyak informasi dengan demikian sepat. Akan
tetapi, tidak ada bukti kuat yng menunjukan bahwa keterbatasan-keterbatasan
akibat hilangnya penglihatan ini juga membatasi potensi (Kingsley, dalam Mason
& Mc Call, 1999;27) Penyesuian sosial. Terdapat banyak bukti yang
bertentangan tentang apakah individu Tunanetra kurang baik penyesuaian dirinya
disbanding anak awas. Karena penelitian ini tidak memperlihatkan bahwa anak
tunanetra pada umumnya tidak mampumenyusaikan diri, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa masalah kepribadian bukan kondisi yang melekat dengan
ketunanetraan (Hallahan & Kauffaman,1991;33) Masalah lain dapat timbul pada
saat anak tunanetra itu menginjak usia prasekolah dan mulai berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya. Arena utama untuk interaksi social bagi anak adalah
kegiatan bermain dan kajian yang dilakukan oleh MC Gaha dan Farran (2001)
terhadap sejumlah hasil penelitian menunjukan bahwa anak tunanetra terhadap
banyak tantangan dalam interaksi social dengan sebanyaknya yang awas, agar
efektif dalam interaksi dalam interaksi 4 social anak memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu termasuk kemampuan membaca dan menafsir
sinyal social dari orang dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat dalam
merespon sinyal tersebut Kebahagiaan laksana sebuah barang berharga yang
hilang, yang selalu dicari keberadaannya oleh setiap manusia. Pencarian satu
kata bahagia, menimbulkan beragam cara untuk meraihnya. Sebagian manusia
memandang kemewahan dan keberlimpahan harta sebagai tolak ukur bahagia. Ada
pula yang memandang kebahagiaan pada kekuasaaan, dipuji dan dihormati sehingga
dipatuhi semua perintahnya. Pada seorang tunawisma menganggap rumah sebagai
tujuan kebahagiaan. Begitu halnya bagi seseorang yang mengalami perbedaan
kemampuan fisik, menganggap kesempurnaan fisik sebagai kebahagiaan. Namun
hakikat kebahagiaan adalah pada diri manusia itu sendiri. Kebahagiaan yang
sesungguhnya bukan terletak pada harta, tahta, kenikmatan jasmani, maupun
kesempurnaan fisik. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah bagaimana kita sebagai
manusia mampu memaknai hidup ini, mengambil hikmah darinya, dan mensyukuri apa
yang kita punya, bukan mencari apa yang tidak bisa dimiliki, karena pemilik
hakiki seluruh kehidupan ini hanyalah Sang Maha Rahman yakni Allah SWT Munandar
(1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin besar tingkat kecacatan
seseorang maka akan semakin besar pula tingkat penolakan sosial. Mendukung hal
tersebut, Sawrey dan Telfort (Nugrogo, 2002) juga menyatakan bahwa para
penyandang cacat mungkin mengalami ketakutan akan terluka atau ditolak secara
sosial. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian Fitzgerald (Somantri, 2006)
yang menunjukkan bahwa reaksi dan perlakuan keluarga merupakan salah satu
sumber frustasi bagi penyandang cacat, yang sering justru berakibat lebih berat
daripada kecacatannya. 5 Keadaan rendah diri dan merasa tertolak oleh
lingkungan yang dirasakan seseorang yang mengalami kecacatan (apalagi setelah
usianya beranjak dewasa) menyebabkan ia sulit menerima kondisi yang dialaminya.
Hubungan dengan orang lainpun seringkali tidak baik dikarenakan ia merasa
kecewa dengan dirinya dan merasa tidak puas dengan keadaannya (Ryff &
Singer, 2008). Ia juga menjadi orang yang sangat sensitif terhadap evaluasi
ataupun harapan dari luar, tidak mampu membuat energi positif. Keterbatasannya
dalam melakukan aktivitas, membuatnya seringkali tidak mampu mengatur kegiatan
sehari-hari, mengabaikan kesempatan yang hadir, dan tidak mampu mengontrol
pengaruh dari luar; kurang memiliki keberartian hidup, sedikit memiliki tujuan
hidup, tidak menganggap tujuan hidupnya di masa lalu, dan tidak memiliki
keyakinan dalam hidup mengalami personal stagnation, tidak dapat meningkatkan
dan mengembangkan diri, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan,
merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku yang baru (Ryff
& Singer, 2008). Ketidakpuasan terhadap kehidupan bisa saja merupakan
indikasi adanya ketidakbahagiaan. Carr menyatakan bahwa kebahagiaan adalah
kondisi psikolgis yang positif, yang ditandai dengan adanya kepuasan pada masa
lalu, tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif
(Sanusi, 2006). UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang merupakan unit
pelaksana teknis Daerah pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, yang mempunyai
tugas pokok memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada para penyandang
cacat netra Jawa Timur Adapun persyaratan calon siswa adalah sebagai berikut: 6
1. penyandang cacat netra yang tidak cacat ganda 2. tidak menderita penyakit
menular 3. mampuk didik dan mampu lati 4. usia15s/d 35 tahun, diutamakan yang
belum berkeluarga 5. memenuhi persyaratan administrasi: a. membawa surat
pengantar dari Dinas/Kantor Sosial setempat b. mengisi dan menyerahkan fprmulir
pendaftaran c. membawa surat keterangan Dokter d. pas foto ukuran 4x6 sebanyak
6 lembar (beserta klise) Sasaran pelayan UPT RSCN Malang adalah para penyandang
cacat netra yang layak didik dan mampu latih, dengan penjabaran sebagai
berikut: 1. Bisa berfikir secara nalar 2. Bisa diajak berkomunikasi 3. Bisa
mengikuti latihan dan keterampilan yang diberikan Adapun persyaratan mengikuti
pembinaan adalah: 1. Usia 15-45 tahun, diutamakan yang belum menikah. 2. Tidak
menderita penyakit menular 3. Penyandang cacat netra yang tidak cacat ganda 4.
Bersedia dididikdan dilatih 5. Mengutamakan menejemen khusus Aspek praktis 7
a.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, saran,
serta informasi yang dapat membangkitkan semangat para penyandang cacat netra
untuk terus berjuang demi memperoleh kehidupan yang lebih baik b.Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga untuk terus
mendukung dan memotivasi penyandang cacat netra bahwa segala sesuatu yang
dimiliki dan apapun yang telah terjadi harus selalu disyukuri. c. Hasil
penelitian ini diharapakan dapat memberikan gambaran bagi pengelola UPT
Renabilitasi Sosial Cacat Netra akan kondisi psikologi seluruh siswa, dan bisa
dijadikan rujukan atau pertimbangan dalam penyusunan kurikulum maupun kegiatan
pembinaan. B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang diatas maka
permasalahan dapat dirumuskan: 1. Bagaimanakah kemampuan bersosialisasi para
penyandang tunanetra di RSCN Malang? 2. Bagaimanakah motivasi penyandang
tunanetra dalam bersosialisasi di lingkungan RSCN Malang? C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penyusun skripsi tentang Anak Berkebutuhan Khusus yaitu
tunanetra ini adalah : 1. Untuk mengetahui kemampuan bersosialisasi para
penyandang tunanetra di RSCN Malang 2. Untuk mengetahui deskripsi motivasi pnyandang
tunanetra dalam bersosialisasi di lingkungan RSCN Malang 8 D. Manfaat
Penelitian 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini member sumbangan
dan masukan yang memperkaya khasabah ilmu pengetahuan psikologi perkembangan
khususnya motivasi diri pada penyandang tunanetra 2. Secara Praktis Bagi orang
tua atau masyarakat Agar kita dapat memahami tentang pengertian, klasifikasi,
penyebab, karateristik, alat/fasilitas pendidikan, tenaga pendidikan, dan
layanan pendidikan bagi penderita tunanetra 3. Bagi Penulis Dalam rangka
menambah/mengembangkan wawasan sekaligus memenuhi persyaratan untuk
menyelesaikan study S1 E. Penelitian Terdahulu 1. Teori Motivasi Menurut David
McClelland Menurut teori David McClelland (1966) dikatakan bahwa kekuasaan
(power), afiliasi (affiliation) dan prestasi (achievement) adalah motivasi yang
kuat pada setiap individu. McClelland mengajukan teori yang berkaitan dengan
konsep belajar dimana kebutuhan diperoleh dari budaya dan dipelajari melalui
lingkungannya. Karena kebutuhan ini dipelajari, maka perilaku yang diberikan
reward cenderung lebih sering muncul. McClelland juga 9 mengungkapkan bahwa
terdapat kebutuhan seseorang untuk mencapai tujuannya hal ini juga berkaitan
dengan pembentukan perilaku serta pengaruhnya terhadap prestasi akademik,
hubungan interpersonal, pemilihan gaya hidup, dan unjuk kerja (McClelland,
1961) . McClelland melukiskan motivasi sebagai berikut : a. (n/PWR)–need for
power Orang yang mempunyai motivasi kekuasaan yang tinggi. Ada dua macam
kekuasaan Kekuasaan menurut selera tertentu, dan kekuasaan yang
disosialisasikan b. (n/AFT)–need for affiliation Orang yang mempunyai motivasi
kerja sama yang tinggi, ciri-cirinya : bersifat sosial, suka berinteraksi dan
bersama dengan individu-individu bersikap merasa ikut memiliki atau bergabung
dalam kelompok; karena didorong keinginan untuk bersahabat maka mereka
cenderung menginginkan kepercayaan yang lebih jelas dan tegas cenderung
berkumpul dan mencoba untuk mendapatkan saling pengertian bersama mengenai apa
yang telah terjadi dan apa yang harus mereka percaya Secara pribadi selalu
bersedia untuk berkonsultasi dan suka menolong orang lain yang dalam kesukaran
dan lebih menyenangi saling adanya hubungan persahabatan. c. (n/ACH)–need for
achievement Orang yang mempunyai motivasi prestasi yang tinggi, ciri-cirinya:
mereka menjadi bersemangat sekali apabila unggul; menentukan tujuan secara
realistik dan mengambil resiko yang diperhitungkan, mereka tidak percaya pada
nasib baik; mereka mau bertanggung jawab sendiri mengenai hasilnya; mereka
bertindak sebagai wirausaha, memilih tugas yang menantang dan menunjukkan
perilaku yang lebih berinisiatif daripada kebanyakan orang; mereka menghendaki
umpan balik konkrit yang cepat terhadap prestasi mereka mereka bekerja tidak 10
terutama untuk mendapatkan uang atau kekuasaan. Mereka dapat diandalkan sebagai
tulang punggung organisasi dan diperlukan dalam organisasi. Tetapi perlu
diimbangi dengan motif (n/AFF dan n/PWR). McClelland dalam salah satu
penelitianya juga menyebutkan bahwa rata-rata pria dan wanita memiliki motivasi
yang berbeda. Ada bebrapa istilah kemampuan sosial yang sering kali orang
menyebut dengan istilah kematangan atau kedewasaan sosial. Berbagai pendapat
dan definisi menjelaskan tentang kematangan sosial. Menurut Chaplin (2004:433)
mendefinisikan kematangan sosial merupakan suatu perkembangan keterampilan dan
kebiasaan-kebiasaan individu yang menjadi ciri khas kelompoknya, dengan
demikian ciri-ciri kematangan sosial itu ditentukan oleh kelompok sosial di
lingkungan tersebut (Johnson, dan Medinnus, 1976:289). Kematangan sosial adalah
kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaiman bereaksi terhadap situasi
sosial yang berbeda (Goleman,2007). Sedangkan Kartono (1995:52) mengatakan
bahwa kematangan sosial ditandai oleh adanya kematangan potensi-potensi dari
organisme, baik yang fisik maupun psikis untuk terus maju menuju perkembangan
secara maksimal. Menurut Doll (1965:10) kematangan s osial seseorang tampak
dala prilakunya. Prilaku tersebut menunjukan kemampuan individu dalam mengurus
dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktifitas-aktifitas yang mengarah pada
kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa. Dan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa kemaatangan sosial adalah keterampilan dan kebiasaan individu
dalam mengerti dan bagaimana bereaksi pada sitiasi sosial yang tercermin dari
prilaku kemandirian dan penerimaan sosial. Dalam perkembangan sosialnya, anak
dengan gangguan penglihatan melakukan interaaksi terhadap lingkungannya dengan
cara menyentuh dan mendengarkan obyeknya. Hal 11 tersebut dilakukan karena
tidak ada kontak mata, penampilan ekspresi wajah yang kurang, dan kurangnya
pemahaman tentang lingkungannya sehingga interaksi tersebut kurang mnarik diri
bagi lawannya (Delphie,2006:116) Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami
kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat
ketajaman penglihatan atau visus sentralis di atas 20/200 dan secara pedagogis
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah (Suparno,2007)
Jalan utama yang digunakan oleh anak tunanetra sebagai penerimaan informasi
yang ada di luar dirinya (dunia sekitarnya), biasanya digantikan dengan
pendengaran sebagai saluran utamanya yaitu berupa suara, yang mampu menditeksi
dan menggambarkan tentang arah, sumber ataau jarak suatu objek informasi,
tentang ukuran dan kualitas ruangan tetapi tidak secara kongkrit, dan untuk
bentuk posisi dan ukuran digunakan dengan peradaban, oleh karena itu setiap
bunyi yang didengar, bau yang diciumnya, kualitas yang dirabanya dan rasa yang
deserapnya memiliki potensi dalam perkembangan kognitifnya (Manurang,2008:23)
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah individu yang mengalami
gangguan fungsi penglihatan yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga
membutuhkan layanan pendidikan khusus. Kata “tunanetra” berasal dari kata
“tuna” yang artinya rusak dan kata “netra” yang artinya adalah mata, jadi kata
tunanetra adalah rusak penglihatan, dan anak tunanetra adalah anak yang rusak
penglihatannya. Sedangkan orang yang buta adalah orang yang rusak
penglihatannya secara total. Dengan kata lain orang yang tunanetra belum tentu
mengalami kebutaan total tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra (Pradopo,
1977) 12 Tunanetra adalah seseorang yang karena sesuatu hal mengalami disfungsi
visual atau kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya.
Seseorang dikatakan tunanetra apabila menggunakan kemampuan perabaan dan
pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar atau kegiatan yang lainnya dan
ada juga mengatakan tunanetra adalah kondisi dari indera penglihatan yang tidak
sempurna yang tidak dapat berfungsi sebagai orang awas (normal). Menurut WHO
istilah tunanetra terbagi kedalam 2 bagian atau kategori yakni blind atau yang
disebut dengan buta dan low vision atau penglihatannya yang kurang. Istilah
buta itu sendiri menggambarkan kondisi penglihatan yang tidak dapat diandalkan
lagi meskipun dengan alat bantu, sehingga tergantung dengan fungsi indera yang
lain, sedangkan penglihatan yang kurang menggambarkan kondisi penglihatan
dengan ketajaman yang kurang, daya tahan rendah mempunyai kesulitan dengan
tugas- tugas yang utama yang menuntut fungsi penglihatan, tetapi masih dapat
membantu dengan bantuan alat khusus, namun tetap terbatas. Menurut penelitian
terdahulu dari Uswatun Fitroh dengan judul PENGARUS REGULASI EMOSI TERHADAP
SOSIAL EDJUSTMENT (PENYESUAIAN SOSIAL). Penyesuaian sosial adalah salah satu
faktor penting dala perkembangan sosial individu secara umum bagi anak, remaja,
dewasa, dan usia lanjut. Secara khusus akan dibahas tentang penyesuaian sosial
remaja untuk dapat menjalin secara harmonis antara tuntutan pada diri sendiri
dan tuntutan lingkungan teman sebaya. Berikut akan dibahas pengertian
penyesuaian sosial menurut beberapa tokoh, yaitu: Penyesuaian sosial yaitu
berarti keberhasilan seseorang untuk menyesuaikam diri terhadap orang lain pada
umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Orang yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik akan dapat mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti 13
menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang
yang tidak dikenal sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan.
Penyesuaian sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam
menghayati norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan memiliki konsep
mengenai diri sendiri yang berkembang melalui interaksi sosial dengan orang
lain (Susanti, 2008) Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan
seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan
terhadapkelompok pada khususnya (B.Hurlonk,1978,p.287) 14
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Motivasi penyandang tunanetra dalam bersosialisasi di
lingkungan RSCN Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah iniDOWNLOAD
No comments:
Post a Comment