Abstract
INDONESIA:
Kemampuan untuk mengatasi masalah pada tiap orang tentu berbeda-beda. Kemampuan mengatasi masalah atau dengan kata lain upaya mental atau perilaku dalam menguasai, mentoleransi atau mengurangi efek suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan inilah yang disebut dengan Coping Stres. Lazarus dan Folkman (1984) membagi Coping menjadi dua yaitu Problem Focused Coping dengan Emotional Focused Coping. Penelitian Wilman (2005) menyebutkan bahwa ada perbedaan derajat stres antara orang yang mempunyai kecenderungan Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping. Pattel membagi tingkat stres menjadi tiga yaitu Too Little Stres, Too Much Stres, dan Breakdown Stres Meski Wilman telah menjukkan adanya perbedaan derajat stres pada penggunaan dua model coping tersebut namun penelitian tersebut dilakukan pada orang dewasa. Lalu bagaimanakah hubungan model coping pada mahasiswa baru (yang notabene belumlah bisa dikatakan dewasa) terhadap tingkat stres?
Maka dari itu jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan cara menyebarkan angket pada semua populasi. Hasil penelitian akan dianalisis lalu kemudian diinterpretasi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan problem coping stres dengan too little stres (stres tingkat rendah, terdapat hubungan problem focused coping dengan too much stres (stres tingkat sedang), terdapat hubungan problem focused coping dengan breakdown stres(tingkat stres tinggi) Sedangkan pada emotional focused coping didapatkan adanya hubungan toolittle stres (stres tingkat rendah) sedangkan emotional focus coping hubungan too much stres (stres tingkat sedang) terdapat hubungan yang tinggi, akan tetapi berbeda dengan yang dua tingkat stres diatas, emotional focused coping tidak mempunyai hubungan terhadap breakdown stres(tingkat stres tinggi).
Untuk mencapai tujuan mahasiswa dengan prestasi yang bagus dengan meminimalisir tingkat stres maka diharapkan Ketika menghadapi masalah dengan tingkat stres too little stres(stres tingkat rendah) dan too much stres (stres tingkat sedang) disarankan bagi mahasiswa lebih menguntungkan menggunakan emotional focus coping. Ketika menghadapi breakdown stres(tingkat stres tinggi) lebih menguntungkan menggunakan problem focused coping. Akan tidak menguntungkan jika seseorang menghadapi breakdown stres(tingkat stres tinggi) sementara ia menggunakan breakdown stres(tingkat stres tinggi).
ENGLISH:
People’s ability to overcome those kind of problems are different to each others. The ability to overcome the problems or in other words we can say the mental efforting, attitude controlling, toleration, and decreasing the effect of a certain situation which are full of pressure called Coping Stress. Lazarus and Folkman (1984) divide Coping into two; Problem Focused Coping and Emotional Focused Coping. Wilman (2005) states that there are differences in term of the degree of stress between people who have tendency in Problem Focused Coping and Emotional Focused Coping. Pattel divides the degree of stress into three levels; Too Little Stress, Too Much Stress, Breakdown Stress, although, Wilman has shown that there are differences in term of the degree of stress in both of coping models toward adult people. Then, what about the coping model does in correlating the freshman in the degree of stress?
Based on that, the writer uses quantitative approach in conducting this study, that is by giving questionaire to all population and the result will be analyzed and interpreted.
The result shows that there is no correlation between Problem Coping Stress and Too Little Stress (the lower level of stres). And also, there is corrrelation between Problem Coping Stress and Too Much Stress (the middle level of stress ).. The last, there is corrrelation between Problem Coping Stress and Breakdown Stress (the higher level of stress) and it proves by having higher
Meanwhile in the emotional focus coping, the writer can gain that there is corrrelation toward too little stress (the lower level of stres), while toward too much stress (the middle level of stress) on the other hand emotional focus coping does not have correlation to breakdown stress (the higher level of stress)
To be able to have students with high achievements, we should minimalize the degree of the stress. By doing that, it hopes that if the students have problems with too little stress or too much stress, it is better if they use emotional focuse coping. But when they face it in breakdown stress, it is better if they use problem focuse coping. The last is, it is worse if they have problem with breakdown stress and they use breakdown stress also.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Stres merupakan suatu kondisi yang
biasa dihadapi oleh manusia ketika terdapat kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan. Dalam keadaan tertentu stres diperlukan oleh individu agar individu
dapat berfungsi secara normal. Gejolak perasaan pada tingkat sedang dapat
menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang dilakukan, karena
bagaimanapun system saraf manusia memerlukan sejumlah rangsangan untuk bisa
berfungsi dengan baik. Perubahan hidup dalam berbagai keadaan merupakan faktor
yang dapat beresiko memunculkan tekanan hidup. Bagaimanapun bagusnya kecakapan
individu dalam mengatasi masalah, banyak situasi hidup yang akan menimbulkan
stres. Keinginan manusia tidak selalu dapat dipuaskan dengan mudah; hambatan
harus ditanggulangi dan pilihan harus ditentukan. Tiap individu mengembangkan
cara yang khas dalam memberikan respon bila usaha untuk mencapai tujuan
individu terhambat. Manusiapun selalu berusaha menyelesaikan masalahnya. Efek
stres pada manusia bisa beragam. Carlson menyatakan bahwa responrespon
fisiologis terhadap stress memiliki efek yang tidak membahayakan sepanjang
respon tersebut berlangsung singkat. Tetapi kadang, situasi-situasi yang
mengancam terus berlanjut dan menghasilkan respon stres yang berkepanjangan
sehingga membahayakan kesehatan individu yang mengalaminya.1 1 Carlson, N.R
Psychology of Behavior USA: Allin & Bacon, 1994. hal 25 16 Efek terhadap
tubuh karena stres yang berkepanjangan menurut Davison & Neale tampak pada
tingginya tingkat hormon-hormon stres dan menjadi pekanya tubuh terhadap
penyakit karena berubahnya system imun. Tingginya tingkat kortisol sebagai
hormon stres dapat memiliki pengaruh langsung terhadap otak dengan membunuh
sel-sel pada hipokampus yang mengatur pengeluaran kortisol. Hasilnya, seseorang
dapat menjadi lebih peka terhadap efek stres yang ditunjukkan oleh tingginya
tingkat hormon stres karena seringnya individu mengalami stres meskipun individu
lain dapat beradaptasi terhadap stres. 2 Transisi dari sekolah menengah ke
perguruan tinggi merupakan salah satu kondisi yang dihadapi oleh para
mahasiswa. Berbagai penyesuaian yang harus dihadapi oleh para mahasiswa dapat
berhubungan dengan faktor personal seperti jauhnya para mahasiswa dari orang
tua dan sanak saudara, pengelolaan keuangan, problem interaksi dengan teman dan
lingkungan baru, serta problem-problem personal lainnya. Faktor akademik di
sisi lain juga menyumbangkan potensi stres misalnya tentang perubahan gaya
belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas perkuliahan,
target pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya. Masa awal
diterima sebagai anggota lingkungan akademis kampus atau masa-masa menjadi mahasiswa
baru misalnya seringkali juga disertai oleh beberapa konflik. Dalam kerangka
akademis, status dan peran sebagai seorang mahasiswa seringkali memberikan
konsekuensi psikologis yang memberatkan bagi seseorang. Banyak penelitian
menyimpulkan bahwa ujian, praktikum dan 2 Carlson, N.R Psychology of Behavior,
USA: Allin & Bacon, 1994. hal 26 17 tugas-tugas kuliah yang lain memicu
timbulnya stres yang berhubungan dengan peristiwa akademis (academic stress),
yang dalam tingkat keparahan tinggi dapat menekan tingkat ketahanan tubuh.
Transisi dari sekolah menengah menuju Universitas juga melibatkan gerakan
menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi.
Interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang beragam latar belakang
etniknya dan peningkatan perhatian pada prestasi dan penilainanya. 3 Memang
transisi juga memberikan hal positif seperti peningkatan rasa tanggung jawab
namun demikian nampaknya mahasiswa baru lebih banyak menunjukan rasa tekanan
sebagai bentuk reaksi terhadap masa transisi mereka, hal ini mengacu pada
Survei terhadap kurang lebih 3000 mahasiswa baru pada sekitar 500 sekolah
tinggi dan Universitas. 4 Beberapa mahasiswa universitas melaporkan bahwa
mereka merasa ”jenuh” (bornout). Bornout adalah suatu perasaan putus asa dan
tidak berdaya yang diakibatkan oleh stres yang berlarut-larut yang berkaitan
dengan dengan kerja. Burnout menjadikan penderitanya berada dalam kelelahan
fisik dan emosi yang mencakup kelelahan kronis dan rendahnya energi. 5 Pada
banyak kampus, bornout di Universitas adalah alasan paling umum untuk
meninggalkan kampus sebelum memperoleh gelar mereka, mencapai ratarata 25% pada
beberapa Universitas. Cuti dari kampus selama satu atau dua semester dulunya
dianggap sebagai tanda kelemahan. Kini kadang dianggap biasa ” berhenti
sementara karena mahasiswa benar-benar ingin kembali ke sekolah, hal 3
Santrock, Life Span Development(terjemahan), Jakarta: Erlangga, 2002 hal 74 4
Santrock, Life Span Development(terjemahan), Jakarta: Erlangga, 2002.hal 74 5
Santrock, Life Span Developmen(terjemahan), Jakarta; Erlangga,,2002. hal 74 18
itu dianjurkan untuk beberapa mahasiswa yang merasa kewalahan menghadapi stres6
Menurut Martianah banyak mahasiswa mengalami stress dikarenakan beberapa
faktor, antara lain: a) hubungan dengan seks lain, b) pembuatan keputusan
tentang pekerjaan, c) masalah yang timbul dirumah7 . Berdasarkan hasil
wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap 14 mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang tingkat pertama tahun 2007,
mengungkapkan bahwa sebagian merasa mengalami apa yang disebut sebagai gangguan
penyesuaian dalam istilah psikologi. Sebagian mengatakan merasa pusing, marah
dengan mengatakan kata-kata kotor. Sedangkan ketika ditanya tentang faktor
penyebabnya, wawancara tersebut mengungkapkan, tugas menempati posisi pertama
hal ini dikarenakan tugas sekarang lebih banyak dari ketika sekolah menengah,
kedua faktor budaya yang berbeda, dan yang ketiga adalah faktor keamanan
dilingkungan Mahad Al-Aly. Responden mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk
penyelesaian masalah yang mereka pilih ialah dengan jalan-jalan, makan yang
banyak, meyelesaikan masalahnya dan berdoa. Ketika ditanya apakah hal tersebut
akan mengatasi masalah mereka, sebagian besar mengatakan tidak namun ada yang
mengatakan menyelesaikan masalah.8 6 Santrock, Life Span
Development(terjemahan), Jakarta: Erlangga. 2002. hal 74 7 Martianah, Psikologi
Abnormal dan Psikopatologi, Yogyakarta: Hand Out (tidak diterbitkan) hal 96 8
Wawancara 02 Januari 2008. 19 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dahlan menunjukan bahwa terdapat adanya perbedaan antara pengunaan Problem
Focused Coping, Emotional Focused Coping, dan Religius Focused Coping dengan
derajat stres.9 Oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan fakta-fakta yang
terkait dengan penggunaan coping stress yang dipilih dengan tingkat stress pada
mahasiswa tahun pertama Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Malang melalui
penelitian ini. Sehingga nantinya dapat diketahui bahwa model coping mana yang
lebih tepat dalam menangani masalah stres pada mahasiswa baru Fakultas
Psikologi dan mahasiswa UIN Malang pada umumnya. Penulis mengambil objek
penelitian Mahasiswa tahun Pertama Fakultas Psikologi UIN tahun 2007 dengan
pertimbangan bahwasanya telah memenuhi kriteria penelitian penulis. Kurang
‘dirasakannya’ layanan bimbingan konseling dalam Universitas juga memotivasi
saya untuk melakukan penelitian ini. Saya berharap penelitian ini dapat menjadi
acuan bagi Konselor dalam hal ini, dosen ketika menghadapi mahasiswanya yang
bermasalah. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada paparan latar belakang di atas,
maka penelitian ini memiliki fokus untuk memahami : 1. Bagaimana model-model
coping stres pada mahasiswa tingkat pertama Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Malang? 9 Dahlan, Model Proses Stres dengan Tiga Strategi
Coping. Jakarta: Program Pasca Sarjana.UI (Ringkasan Disertasi) .2005. hal 21
20 2. Bagaimana tingkat stres pada mahasiswa tingkat pertama Fakultas Psikologi
UIN Malang? 3. Apakah ada hubungan model-model coping stres dengan tingkat
stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Untuk mengetahui model coping stres yang digunakan mahasiswa tahun
pertama Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 2. Untuk
mengetahui tingkat stres mahasiswa tahun pertama Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang. 3. Untuk mengetahui hubungan model-model coping dengan tingkat stres mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang tahun pertama. D.
MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah; 1. Manfaat
Teoritis Secara teoritis penelitian ini memberikan manfaat keilmuan kepada
khalayak tentang stres pada mahasiswa dan juga mengetahui hubungan antara model
coping yang dipilih dengan tingkat stres. 21 2. Manfaat Praktis Secara praktis
penelitian ini memberkan manfaat diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi para mahasiswa, orang tua, dosen dan pihak-pihak yang berminat
terhadap upaya peningkatan kesehatan mental mahasiswa. Bagi mahasiswa khususnya
yang menempuh kuliah jauh dari orang tua juga dapat diketahui tipe-tipe tentang
dirinya masing-masing, sehingga bisa diupayakan langkah prevensinya secara
individual. Bagi para orang tua dan dosen, informasi ini diharapkan dapat
menambah pemahaman terhadap kondisi-kondisi psikologis para mahasiswa sehingga
memudahkan proses interaksi antara dosenmahasiswa maupun anak-orang tua.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Hubungan antara model-model coping stres dengan tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment