Abstract
INDONESIA:
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (Field Research) yang membahas tentang “Putusan Pengadilan Agama Bangil No 538/Pdt.G/2004. tentang anak perempuan yang menghijab saudara laki-laki kandung perspektif fiqh Indonesia. Bagaimana Tinjauan Hukum terhadap Putusan Pengadilan Agama Bangil No 538/Pdt.G/2004. tentang anak perempuan yang menghijab saudara laki-laki kandung perspektif fiqh Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan tentang apakah yang menjadi dasar Hukum Putusan Pengadilan Agama Bangil No 538/Pdt.G/2004. tentang anak perempuan yang menghijab saudara laki-laki kandung.
Penelitian dilaukan melalui interview dan dokumentasi dan selanjutnya dianalisis dengan tehnik penelitian hukum normatif (normatif legal reseach). Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal dalam kajian hukum positif. Karena dalam penelitian normatif menggungakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitian.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar Hukum yang dipakai Hakim pengadilan Agama Bangil dalam memutuskan perkara tersebut adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I No 86K/AG/1994. Adapun menurut Hukum tentang anak perempuan yang menghijab saudara kandung, terjadi perbedaan pendapat, antara pendapat Fiqh Sunni, pendapat Ibnu Abbas (syi’ah), pendapat Hazairin, Konsep KHI, Konsep BW, mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan kata “al walad” dalam surat An Nisa’ ayat 176, menurut fiqh sunni kata “al walad” ialah anak laki-laki, sehingga saudara kandung menjadi ashabah, sedangkan menurut Ibnu Abbas kata “al walad” adalah anak laki-laki dan anak perempuan sehingga saudara kandung menjadi terhijab, dan pendapat dari Ibnu Abbaslah yang digunakan karena sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, dan juga dipakai oleh Mahkamah Agung sebagai dasar Yurisprudensinya.
ENGLISH:
This thesis is the result of field research (Field Research), which discusses the "Court Decision Religious Bangil No 538/Pdt.G/2004. about a girl who's brother menghijab bladder Indonesian fiqh perspective. How to Review Court of Justice on the verdict of Religion Bangil No 538/Pdt.G/2004. about a girl who's brother menghijab bladder Indonesian fiqh perspective.
This study aims to answer the question of whether the underlying decision of the Court of Justice Religion Bangil No 538/Pdt.G/2004. about a girl who menghijab biological brother.
Research take place through interviews and documentation and then analyzed by normative legal research techniques (normative legal reseach). The study also called normative law doctrinal legal research in the study of positive law. Because of the normative research literature menggungakan materials as a source of research data.
The results of this study concluded that the basic law used Bangil Religious court Judge in deciding the case is the Supreme Court jurisprudence No 86K/AG/1994. As according to Law about a girl who menghijab siblings, there is a difference of opinion, between Sunni Fiqh opinion, the opinion of Ibn Abbas (Shiite), Hazairin opinion, The concept of KHI, BW concept, they differ in interpreting the word "al Walad" in the letter An Nisa 'verse 176, according to Sunni fiqh "al Walad" means son, so that siblings become asabah, while according to Ibn Abbas said "al Walad" is the boys and girls so that siblings become terhijab, and opinion of Ibn Abbaslah used because according to the conditions of Indonesian society, and also used by the Supreme Court as the basis Yurisprudensinya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Selain ibadah kepada Allah SWT manusia
di muka bumi ini memerlukan harta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang
berupa fisik baik pangan, sandang, maupun papan serta kebutuhan mental yang
berupa ilmu pengetahuan dan pemahaman agama yang baik sehingga dapat membentuk
pribadi normal dengan mental yang sehat serta bertingkah laku sekuat (serasi,
tepat) dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya.1 Menurut syariat Islam,
semua orang sama. Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain di hadapan
hakim. Penguasa tidak terlindungi oleh kekuasaannya ketika ia berbuat
kedzaliman. Orang kaya dan orang yang 1 Kartini Kartono, Hygiene Mental Dan Kesehatan
Mental Dalam Islam, (Bandung: Maju Mundur, 1989), hlm. 7 2 berpangkat tidak
terlindungi oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan berhadapan dengan
pengadilan.2 Dalam kehidupan bermasyarakat, Mu‟min dituntut berbuat adil dalam
kehidupan sehari-hari apapun keadaannya.Siapapun yang dihadapinya meskipun
dengan yang membencinya. Karena adil itu mendekatkan kepada takwa. Sesuai
dengan firman Allah SWT Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu
jadi orangorang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.3 Keadilan adalah kata jadian dari kata
“adil” yang terambil dari bahasa “Arab” adalah “lawan dari kata-kata al-dhulmu”
4 kamus-kamus bahasa arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti
“sama” dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata adil di artikan : 2 Joseph
Schacht, Pengantar hukum Islam. hlm. 270 3 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemah,
(Semarang: PT. Kamudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 519 4 A.W. Munawair, Kamus Al
Munawair Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1997), hlm. 905 3 1.
Tidak berat sebelah/tidak memihak; 2. Berpihak pada kebenaran; dan 3.
Sepatutnya/tidak sewenang-wenang. 5 “Persamaan” yang merupakan makna asal kata
adil itulah yang menjadikan pelakunya tidak berpihak. Dan pada dasarnya pula
seorang yang adil berpihak kepada yang benar karena baik yang benar maupun yang
salah sama-sama harus memperoleh hak dengan demikian ia melakukan sesuatu “yang
patut” tidak sewenang-wenang, 6 kebenaran sebagaimana ditunjukkan oleh fitrah
yang positif, merupakan persoalan dan permanen. Sementara kebatilan justru akan
lenyap dan berubah-ubah. Predikat Al-Haq selalu didasari keabadian. Sedangkan
ciri-ciri kemusnahan ataupun kerusakan adalah batil. Kebenaran hanya dari Allah
SWT saja dan segala sesuatu yang datang bukan dari Allah SWT adalah Batil. Hal
ini sesuai dengan firman: Artinya : “(Kuasa Allah SWT) yang demikian itu adalah
karena sesungguhnya Allah SWT Dialah (Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa saja
yang mereka seru selain Allah SWT dialah Batil dan sesungguhnya Allah SWT Maha
luhur dan Maha Besar”. (QS. Al-Hajj: 62). 7 Di sinilah Rasulullah SAW
menjelaskan : kalimat paling jujur (benar) seperti dikatakan penyair Lubaid :
Ingatlah bahwa segala sesuatu selain dari Allah 5 W.J.S Purwadarminto, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, hlm. 16 6 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung:
Mizan Media Utama, 2003), hlm. 111 7 Depag RI, Al-Qur‟an…, Lock. Cit. hlm. 521
4 SWT berarti bathil. 8 Untuk mencari kebenaran dari setiap permasalahan harus
diselesaikan dengan ketentuan Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Firman Allah SWT Surat
(An Nisa‟ ayat 59) bÎ*sù ( óO ä3ZÏB ÍöDF{$# Í<'r é&ur tAq ߧ 9$# (#q ã èÏÛr&ur © !$# (#q ã èÏÛr& (#þq ã YtB#uä tûïÏ% © !$# $pk r'¯»t ÏQöquø9$#ur «!$$Î/ tbq ã ZÏB÷s è ? ÷L ä êY ä . bÎ) ÉAq ߧ 9$#ur «!$# n<Î) ç nr ã sù &äóÓx« Îû ÷L ä êôãt»uZs? ¸ xÍrù's? ß `|¡ômr&ur × öyz y7Ï9ºs 4 ÌÅzFy$#
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (AlQur‟an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS. An-Nisa‟ : 29).9 Menurut
Shubhi Mahmassani ayat di atas dijadikan dasar bahwa kitab AlQur‟an mewajibkan
untuk mengambil contoh dan ibarat serta memerintahkan untuk memperdalam
memahami hukum-hukum dan penafsirannya dan mewajibkan pola untuk kembali kepada
pokok-pokok syariah di dalam menghadapi suatu perselisihan paham.10 Untuk
menentukan contoh dan ibarat dalam menghadapi suatu perselisihan tersebut
seorang hakim perlu untuk berijtihad, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
saw: 8 Yusuf Al-Qordawi, Epistemologi Al-Qur'an, hlm. 5-6. 9 Depag RI,
Al-Qur‟an… Op. Cit. hlm. 128 10 Shubi Mahmassani, Filsafat Hukum dalam Islam,
hlm. 196. 5 Artinya: Dari „Amr ibnul „Ash, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila hakim menghukumi dan ia berijtihad kemudian ternyata benar, maka ia
mendapat dua pahala dan jika ia menghukum serta berijtihad kemudian ternyata
keliru maka ia mendapat satu pahala ”. setelah itu saya menceritakan hal
tersebut kepada Abu Bakr ibnu Hazm, maka Dia Berkata: ”Demikian juga yang
diceritakan kepadaku oleh Abu Salamah dari Abu Hurairah”. 11 Secara garis besar
hukum dalam Al-Qur‟an dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pertama: Hukum
I‟tiqoddiyah (Aqidah) mengatur hubungan rohaniah manusia dengan yang maha kuasa
dalam masalah keimanan dan ketakwaan. Kedua, Hukum Khulqiyah (Ahlak) mengatur
hubungan manusia dengan manusia dan mahluk lain dalam hubungan beragama,
bermasyarakat,dan bernegara.Ketiga, Hukum Syar‟iyah (Syari‟ah) mengatur
hubungan hidup lahiriah antara manusia dengan makhluk lain, dengan Tuhannya
selain yang bersifat dengan alam sekitarnya.12 Hukum syari‟ah secara prinsip
dapat dirangkum dalam dua hal, yaitu: 1. Ibadah; yang dimaksudkan di sini
adalah ibadah dalam arti khusus artinya hubungan manusia dengan Tuhannya
seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah pokok lain. 11 Muhammad Abdul Aziz
al-holidi, Sunnah Abu Dawud, (Lebanon: Darul Kutub Ilmiyah Beirut), hlm.
506-507 12 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), hlm. 91. 6 2. Muamalah; hukum muamalah mengatur hubungan manusia
dengan mahluk lain sesama manusia. Hukum muamalah terinci kepada : a. Hukum
perdata (mu‟amalah), yaitu ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama manusia mengenai harta benda dan segala hak milik yang berupa materi; b.
Hukum perkawinan, yaitu peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang
berhubungan dengan kebutuhan biologis, hak dan kewajiban suami istri,
keharmonisan keluarga, perceraian dan sebagainya; c. Hukum waris, yaitu hukum
yang terkait dengan harta benda yang di sebabkan oleh kematian; d. Hukum pidana
(jinayat), yaitu Hukum yang berhubungan dengan jiwa, akal, dan kehormatan
manusia; e. Hukum Siyasah (Politik). 13 Salah satu masalah pokok yang
dibicarakan oleh Al-Qur‟an yang ada hubungannya dengan kemasyarakatan adalah
kewarisan: Ia manifestasi dari rangkaian teks dokumen suci dan telah memperoleh
prioritas yang tinggi dalam keterlibatannya sebagai fenomena prinsip yang
fundamental dalam ajaran Islam. 14 Pada dasarnya kewarisan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari hukum, sedang hukum adalah bagian dari aspek ajaran
Islam yang pokok. Oleh 13 Ibid. hlm. 91-92 14 A.Sukri. Sarmadi, Transendensi
Keadilan Hukum Waris Islam Transpormatik, (Jakarta, Rajawali Press,1997), hlm. 1.
7 karena itu, dalam mengaktualisasikan hukum kewarisan yang terdapat dalam
AlQur‟an, maka eksistensinya dijabarkan dalam hal bentuk praktek Faktualnya.15
Dalam hal ini pelaksanaan hukum kewarisan harus kelihatan dalam sistem
kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Manusia yang telah mati akan
meninggalkan semua perbuatan hukumnya. Kematian juga meninggalkan atau
mengakibatkan kewajiban-kewajiban baru bagi ahli waris yang
ditinggalkan.Kewajiban-kewajiban itu antar lain : Kewajiban untuk mengurus jenazah,
melunasi hutang-hutangnya jika yang meninggal sewaktu hidupnya mempunyai
hutang, memenuhi wasiatnya, jika yang meninggal dunia semasa masih hidup
mempunyai wasiat. Setelah kewajiban-kewajiban itu sudah terpenuhi, maka timbul
suatu kewajiban baru yaitu membagikan harta peninggalan si mati kepada ahli
waris yang berhak mendapatkan harta peninggalan. 16 Mempusakai harta
peninggalan itu berfungsi menggantikan kedudukan si mati dalam memiliki dan
memanfaatkan harta miliknya. Merupakan suatu hal yang bijaksana jika
penggantian ini dipercayakan kepada orang-orang di mana orang tersebut banyak
memberikan pertolongan, pelayanan bantuan, dan pertimbangan dalam mengarungi
kehidupan berumah tangga serta menyerahkan tenaga harta dan pikiran demi
pendidikan anak-anaknya. Seperti hubungan suami istri atau dipercayakan kepada
orang-orang yang telah menumpahkan kasih sayang, menafkahi, mendidik, merawat
dan mendewasakannya seperti orang tua 15 Ali Parman, Kewarisan dalam Islam,
hlm. 1. 16 Fatchur Rahman, Hukum Waris, (Bandung: PT. Al- Ma‟arif, 1975), hlm.
43 8 atau leluhurnya atau dipercayakan kepada orang-orang yang telah
mengorbankan sebagian hartanya untuk membebaskan perbudakan atau dipercayakan
kepada umat Islam. 17 Para ahli fiqh menetapkan sebab-sebab seseorang bisa
mewarisi harta peninggalan itu dikarenakan adanya hal-hal sebagai berikut: 1.
Sebab perkawinan yang sah menurut syariat merupakan suatu ikatan yang sentosa
untuk mempertemukan seorang laki-laki dengan seorang wanita, selama ikatan
perkawinan itu masih abadi. 2. Sebab kekerabatan, yaitu hubungan nasab antara
orang mewariskan dengan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran.
Orang yang menerima harta peninggalan dengan jalan kekerabatan ini ada tiga
macam, yaitu: a. Ashabul al Furud, yaitu Golongan kerabat yang mendapat bagian
tertentu dari harta peninggalan sebagaimana yang telah diatur dalam syariat
Islam. b. Ashabah Nasabiyah, yaitu golongan yang tidak mendapat bagian tertentu
tetapi mendapatkan sisa dari ashabul al Furud atau mendapat seluruh harta
peninggalan bila ternyata tidak ada ashabul al Furud (seorangpun). c. Dzawil
arham, yaitu golongan ahli waris yang tidak termasuk dalam kelompok ahli waris
di atas. 17 Ibid. hlm. 113 9 3. Sebab Wala‟, yaitu kekerabatan menurut hukum
yang timbul karena membebaskan budak, atau yang disebut dengan ashabah as
sababiyah, yakni ashabah yang bukan disebabkan karena ada pertalian nasab,
tetapi disebabkan karena adanya telah membebaskan budak.18 Dalam hal tertentu
ashabah bisa tidak mendapatkan bagian warisan walaupun harta warisan itu
mempunyai sisa, di karenakan bagian ashabah telah terhijab dan mahjub dengan
orang yang lebih dekat dengan Muwaris. Seperti anak perempuan yang bisa
menghijab saudara seibu, saudari seibu dan cucu perempuan pancar laki-laki.
Hijab di atas merupakan hijabul al-hirman (hijab yang berakibat haram
mempusakai), adapun yang hijabun an-Nuqsan oleh anak perempuan ialah ibu, istri
dan suami19 , artinya hijab yang berakibat mengurangi fard. Di Pengadilan Agama
Bangil ternyata ada sebuah kasus yang mana anak perempuan bisa meng-hijab
saudara laki-laki kandung sedangkan menurut Hukum Islam anak perempuan hanya
bisa meng-hijab saudara dan saudari seibu, lalu bagaimanakah tinjauan Hukum
Islam terhadap putusan hakim tersebut. Maka dari itu keinginan penulis untuk
membahas masalah ini adalah untuk mengetahui serta menganalisis dasar yang
digunakan Hakim dalam memutuskan perkara, lalu bagaimana tinjauan Hukum Islam
menanggapi penyelesaian perkara tersebut. 18 Fatchur Rachman, Ilmu Waris… Ibid.
hlm. 113-116. 19 Ibid, hlm. 167. 10 B. Rumusan Masalah: Dari uraian latar
belakang masalah hukum di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian hukum
sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim yang menjadi dasar hukum
putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 538/pdt.G/2004/PA Bgl tentang anak
perempuan meng-hijab saudara laki-laki kandung? 2. Bagaimana tinjauan hukum
Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 538/pdt.G/2004/PA Bgl
tentang anak perempuan meng-hijab saudara laki-laki kandung? C. Penelitian
Terdahulu Mengenai masalah waris sudah banyak yang telah membahasnya, namun
dalam waris, yang mana anak perempuan meng-hijab saudara laki-laki sekandung
belum ada yang mengkaji, untuk itulah penulis akan membahas permasalahan hukum
tersebut dan berikut ini adalah contoh penelitian hukum dalam bentuk skripsi
yang meneliti tentang masalah waris: 11 1. Skripsi saudara Ahmad Affandy dengan
judul Analisis Hukum Islam tentang Putusan PA Pasuruan Nomor 534 /Pdt.6 /1995
/PA Pasuruan tentang pembagian harta warisan, 20 menjelaskan bahwa: a. Ahli
waris dalam putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan adalah para penggugat, yang
mana status kekerabatan adalah sebagai anak-anak dari saudara-saudaranya ia
selaku peninggal warisan yang selanjutnya di sebut ahli waris pengganti. b.
Harta warisannya adalah barang tersengketa I dan II dikurangi jumlah hibah yang
telah diberikan kepada tergugat oleh ia yang telah di tentukan lebih dahulu
penyelesaiannya, yakni 1/3 dari harta peninggalan. c. Jumlah perolehan bagian
untuk para ahli waris adalah sebesar jumlah bagian dari orang tua mereka
seandainya masih hidup kemudian di bagi untuk masing-masing individu di
sesuaikan menurut tiap orang tua mereka dengan perincian dua banding satu bagi
yang laki-laki dari yang perempuan. 2. Skripsi saudari Nur Kholilah yang
berjudul Ketentuan Kewarisan Ashabah dalam Kompilasi Hukum Islam (Studi
Analisis), 21 menjelaskan bahwa: 20 Ahmad Affandy, Analisis Hukum Islam tentang
Putusan PA Pasuruan Nomor 534/Pdt.6/1995/PA Pasuruan tentang pembagian harta
warisan. IAIN Sunan Ampel. 2005. 21 Nur Kholilah, Ketentuan Kewarisan Ashabah
dalam Kompilasi Hukum Islam (Studi Analisis). IAIN Sunan Ampel. 2006. 12 a.
Dalam fiqh Islam kewarisan ashabah dijelaskan secara jelas dan rinci tentang
definisi ashabah dan siapa saja yang termasuk dalam ashabah binafsih, ashabah
bil ghair dan ashabah ma‟al ghair. b. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
kewarisan ashabah tidak dijelaskan secara jelas dan rinci, kata ashabah hanya
ada pada Pasal 193 dan ahli waris yang termasuk dalam ashabah tidak disebutkan
secara rinci kecuali dalam Pasal 176 dan 182. c. Perbandingan antara fiqh dan
KHI tentang masalah ashabah yang tidak dijelaskan secara jelas dalam KHI
sebagaimana dalam fiqh juga tidak dijelaskannya masalah hijab menghijab dalam
Kompilasi Hukum Islam, namun terlepas dari itu fiqh dan KHI mempunyai visi dan
misi yang sama yaitu mengekspresikan kelestarian hukum waris khususnya ashabah.
3. Skripsi saudara Imron Sahroni yang berjudul Waris Pengganti Dalam Perspektif
KUH Perdata (BW), Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Islam22. Dalam penelitian ini
tekanannya pada warisan cucu, dimana aliran Sunni berpendapat bahwa tidak
memberikan bagian cucu dalam pembagian waris selama ada anak laki-laki dari
pewaris, hal ini juga di sepakati oleh madhzab empat bahwa anak laki-laki
pewaris menghalangi anak-anak dari pewaris (cucu), baik laki-laki maupun
perempuan. Artinya anak-anak dari anaknya pewaris (cucu) tidak bisa menerima
waris dengan adanya anak laki-laki pewaris. 22 Imron Sahroni , Waris Pengganti
Dalam Perspektif KUH Perdata (BW), Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Islam. UIN
Sunan Ampel. 2008. 13 Adapun jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian
ini adalah kajian pustaka yaitu, telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan
suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam
terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Kesimpulan pada penelitian ini
adalah: a. Ada perbedaan konsep tentang ahli waris penganti baik menurut KUH
Perdata, KHI dan hukum Islam. b. Keadilan yang di munculkan oleh masing-masing
hukum (KUH Perdata, KHI, dan Hukum Islam), khususnya tentang ahli waris
pengganti. KUH Perdata membagikan sama besar dalam kedudukan cucu, tidak
memandang cucu dari anak laki-laki atau perempuan. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan masalah dan belum adanya penelitian hukum mengenai waris sebagaimana
disebutkan di atas, maka penelitian hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
14 1. Untuk mengetahui dasar hukum putusan Pengadilan Agama Bangil, Nomor
538/pdt G/2004/PA Bangil tentang anak perempuan menghijab saudara laki-laki
kandung. 2. Untuk mengetahui tinjauan KHI terhadap putusan Pengadilan Agama
Bangil, Nomor 538/pdt G/2004/PA Bangil tentang anak perempuan menghijab saudara
laki-laki kandung. E. Kegunaan Hasil Penelitian Kemanfaatan dari penelitian
hukum ini diharapkan dapat meliputi 2 (dua) aspek sekaligus. Baik secara
teoritik maupun secara aplikatif. 1. Manfaat Teoritik Penelitian hukum ini
secara teoritis diharapkan bermanfaat dalam rangka memahami dan mengembangkan
wawasan serta khasanah keilmuan mengenai dasar hukum putusan Pengadilan Agama
Bangil, Nomor 538/pdt G/2004/PA Bangil tentang anak perempuan meng-hijab
saudara laki-laki kandung dan tinjauan KHI terhadap putusan Pengadilan Agama
Bangil tersebut. 2. Manfaat Praktis Penelitian hukum ini secara aplikatif
diharapkan bermanfaat sebagai media pembelajaran bagi masyarakat yang memiliki
kedudukan sama 15 dimata hukum, civitas akademika, dan juga sebagai sumbangan
pemikiran kepada para pihak (stake holder) yang terlibat langsung dalam perkara
waris seperti pada putusan Pengadilan Agama Bangil, Nomor 538/pdt G/2004/PA
Bangil tentang anak perempuan meng-hijab saudara laki-laki kandung. F.
Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah penulis memberikan analisa yang baik
dan terintegrasi dalam pembahasan permasalahan hukum yang akan diteliti, maka
skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN,
dalam bab ini dijabarkan mengenai latar belakang masalah dan rumusannya, tujuan
penelitian, kajian pusaka, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Pentingnya hal tersebut saya
tempatkan pada Bab Kesatu adalah agar pembaca mengetahui dan memahami
permasalahan yang akan dibahas sehingga lebih mempermudah pembaca untuk
memahami skripsi ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, dibahas mengenai pengertian atau
dasar hukum dan syarat-syarat pembagian harta warisan, hak harta waris setelah
peninggalan harta warisan, urutan para ahli waris, dan batas mendapatkan harta
waris, ashabah, pengertian hijab. 16 BAB III METODE PENELITIAN, menguraikan
metode yang digunakan dalam penelitian hukum, jenis dan metode pengumpulan data
penelitian. BAB IV PEMBAHASAN, merupakan laporan hasil penelitian hukum yang
meliputi: Pengadilan Agama Bangil, yakni berupa: yurisdiksi Pengadilan Agama
Bangil, Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bangil; Analisa hukum atas alasan
serta dasar hukum yang digunakan hakim Pengadilan Agama Bangil Nomor 538/Pdt
G/2004/ PA. Bgl tentang anak perempuan menghijab saudara laki-laki kandung;
serta analisa hukum berdasarkan konsepsi Kompilasi Hukum Islam (KHI) Terhadap
Putusan Pengadilan Agama Bangil Nomor 538/Pdt G/2004/ PA. Bgl tentang anak
perempuan meng-hijab saudara laki-laki kandung. Bab V PENUTUP, sebagai uraian
terakhir dalam penelitian hukum yang berisi kesimpulan jawaban atas rumusan
masalah. Pada bab ini diuraiakan juga saran sebagai rekomendasi atas penelitian
hukum.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Putusan Pengadilan Agama Bangil nomor 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl tentang anak perempuan menghijab saudara laki-laki kandung perspektif fiqh Indonesia" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment