Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya gagasan hukum progresif yang dipelopori oleh Satjipto Rahardjo. Telah banyak karya yang membahas masalah ini, namun jarang sekali (atau belum ada) yang menghubungkannya dengan hukum Islam di Indonesia. Padahal hukum Islam di Indonesia telah berkembang dan diakui eksistensinya, contohnya adalah hukum perkawinan yang didalamnya dibahas halhal yang dulu belum disentuh oleh kitabkitab fikih.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kesesuaian antara hukum progresif dan asasasas hukum Islam, terutama asas hukum perkawinan Islam. Serta melihat nilainilai hukum progresif yang terkandung dalam latarbelakang kelahiran Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI maupun dalam materi hukum yang diaturnya, yang difokuskan pada aturan perceraian dan izin poligami yang dulu tidak banyak dibicarakan ulama fikih.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis yuridis normatif dnegan bantuan pendekatan perundangundangan dan konsep. Bahan hukum yang digunakan adalah Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI sebagai bahan hukum primer dan didukung oleh bukubuku atau tulisan yang sesuai dengan tema yang dibahas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum progresif memiliki kesesuaian dengan asasasas hukum Islam, karena samasama mementingkan kemaslahatan manusia. Ijtihad dalam hukum Islam juga menunjukkan bahwa dalam hukum Islam juga menolak untuk mempertahankan status quo dalam berhukum. Asasasas hukum perkawinan Islam memiliki tujuan dasar untuk mewujudkan kebahagiaan dalam keluarga. Lahirnya hukum perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia dan untuk mengeser pemahaman dalam hukum perkawinan yang telah mengakar kuat, terutama paham private affairs. Aturan perceraian dan izin poligami bertujuan untuk melindungi kemaslahatan semua pihak yang terkait dalam suatu perkawinan. Aturanaturan ini juga sekaligus sebagai perwujudan usaha untuk menggeser pemahaman yang telah berada pada posisi status quo, yaitu paham bahwa perceraian dan poligami adalah urusan pribadi (suami) yang tidak bisa dicampuri penguasa.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Segala sesuatu di dunia ini selalu mengalami
perubahan seiring berjalannya waktu. Ilmu pengetahuan di segala bidang akan
selalu berkembang dengan penemuan-penemuan mutakhir. Tidak terkecuali dengan
ilmu hukum, yang juga senantiasa mengalami dinamika dan pasang surut. Hukum ada
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang secara naluriah menginginkan hidup dalam
suasana yang tenang dan tertib. Oleh karena itu disusunlah hukum berupa
peraturan-peraturan dalam rangka mewujudkan ketertiban di masyarakat. Namun
sayangnya seringkali peraturan- peraturan itu tidak dapat mewujudkan ketertiban
yang diinginkan oleh masyarakat, karena perkembangan masyarakat yang lebih
cepat daripada peraturan- peraturan tersebut sehingga peraturan-peraturan itu
tidak dapat menjawab permasalahan- permasalahan yang muncul. Yang lebih ironis
adalah, peraturan- peraturan yang telah disusun membuat masyarakat yang
diaturnya sengsara dan tidak bahagia. Hal-hal seperti inilah yang memancing
timbulnya gagasan-gagasan baru di bidang hukum. Di Amerika, muncul gagasan
hukum responsif dari Philippe Nonet dan Philip Selznick ataupun Studi Hukum
Kritis (The Critical Legal Studies) dengan tokohnya seperti Roberto M. Unger.
Tidak ketinggalan di Indonesia yang memang merupakan negara hukum, tidak bisa
dihindari akan kemunculan gagasan hukum dari pakar hukum Indonesia sendiri.
Salah satu gagasan yang muncul di Indonesia adalah gagasan hukum progresif yang
dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo. Bila dicermati pada sejumlah tulisannya,
gagasan itu ternyata bukan sesuatu yang baru. Namun memang lebih mengkristal
sejak beberapa tahun terakhir. Menurut Qodri Azizy 1 , sejak tahun 2002,
Satjipto Rahardjo telah berbicara beberapa kali tentang hukum progresif dimana
ia mengidealkannya. Menurut Ufran 2 , hukum progresif merupakan salah satu
gagasan yang paling menarik dalam literatur hukum Indonesia pada saat ini.
Dikatakan menarik karena hukum progresif telah menggugat keberadaan hukum
modern yang telah dianggap mapan dalam cara berhukum kita selama ini. Hukum
progresif menyingkap tabir dan mendiagnosa berbagai kegagalan hukum modern yang
1A. Qodri Azizy, Menggagas Ilmu Hukum Indonesia, dalam Ahnad Gunawan BS dan
Mu'amar Ramadhan (ed) et. al., Menggagas Hukum Progresif Indonesia, (Cet 1;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), xi. 2Lihat dalam pengantar editor, Satjipto
Rahardjo, Hukum Progresif, Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Ufran (ed), et. al.,
(Cet 1; Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), v. didasari oleh filsafat
positivistik, legalistik, dan linear tersebut untuk menjawab persoalan hukum
sebagai masalah manusia dan kemanusiaan. Hukum modern yang membuat jarak antara
hukum dengan kemanusiaan tersebut diguncang oleh kehadiran hukum progresif yang
mengandung semangat pembebasan, yaitu pembebasan dari tradisi berhukum
konvensional yang legalistik dan linier tesebut. Menurut Satjipto Rahardjo
sendiri, hukum progresif muncul karena keprihatinan terhadap keadaan hukum
Indonesia. Para pengamat, termasuk pengamat internasional, sudah mengutarakannya
dalam berbagai ungkapan yang negatif, seperti sistem hukum Indonesia termasuk
yang terburuk di dunia. Tidak hanya para pengamat, tetapi umumnya rakyat juga
berpendapat demikian, kendatipun mereka tidak mengutarakannya sebagai suatu
ungkapan yang jelas, melainkan melalui pengalaman konkret mereka dengan hukum
sehari-hari, seperti kelemahan mereka saat berhadapan dengan hukum dan
keunggulan orang kuat yang cenderung lolos dari hukum. Dengan demikian, maka
rakyat mengalami dan menjalani sehari-hari, sedangkan para pengamat
menuangkannya secara kontemplatif dan analitis 3 . Gagasan Hukum progresif di
Indonesia telah mengkristal dan menyebar. Banyak buku ditulis terkait dengan
hukum progresif, baik itu ditulis oleh Satjipto Rahardjo sendiri, mahasiswanya,
maupun oleh sarjana hukum yang menaruh perhatian terhadap gagasan hukum
progresif. Namun sejauh pengetahuan penulis, belum ada karya ilmiah yang
mengaitkan antara hukum progresif dengan hukum Islam. 3 Ibid, 3. Adalah suatu
kenyataan bahwa nilai dan fikrah umat Islam dalam bidang hukum dengan kewajiban
bertahkim kepada syariat Islam, secara sosiologis dan kultural tidak pernah
mati dan selalu hadir dalam kehidupan umat dalam sistem politik manapun, baik
masa kolonialisme Belanda, Jepang, maupun masa kemerdekaan dan pembangunan
dewasa ini. Berkat kerja sama antarsemua kekuatan umat Islam dan kejelian
pemerintah membaca aspirasi umat Islam dalam rangka pembangunan hukum nasional,
maka hukum Islam yang melekat dan hidup pada masyarakat dilembagakan dalam
sistem hukum nasional, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan keluarga
muslim. Hukum yang hidup kemudian menjadi hukum positif4 . Eksistensi hukum
Islam diakui oleh negara 5 , hal ini terwujud dengan adanya lembaga Peradilan
Agama yang sudah satu atap dengan peradilan- peradilan lainnya di bawah naungan
Mahkamah Agung. Bukti lain dari diakuinya eksistensi hukum Islam di Indonesia
adalah berupa adanya peraturan yang khusus 4Pengurus Pusat Ikatan Hakim
Peradilan Agama (PP- IKAHA), dalam kata pengantar, Dimensi Hukum Islam dalam
Sistem Hukum Nasional, Amrullah Ahmad, dkk (ed), et. al., (Cet 1; Jakarta: Gema
Insani Press, 1996), x. 5Ada lima teori eksistensi hukum Islam di Indonesia,
yaitu: 1). Teori Receptio in Complexu (Lodewijk Willem Christian van den Berg):
bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam
berlaku hukum Islam, demikian pula bagi pemeluk agama lain. 2) Teori Receptie
(Cornelis van Vollenhoven dan Christian Snouck Hurgronje): hukum Islam tidak
otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam, kalau
ia sudah diterima (diresepsi) oleh dan telah menjadi hukum adat. 3). Teori
Receptie Exit (Hazairin): pemberlakuan hukum Islam tidak harus didasarkan atau
ada ketergantungan kepada hukum adat. 4). Teori Receptio A Contrario (Sayuti
Thalib): hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam,
ini adalah kebalikan dari teori Receptie. 5). Sebagai kelanjutan dari teori
Receptie Exit dan Receptie A Contrario, muncullah Teori Eksisteni (Ichtianto
S.A): teori ini menerangkan adanya hukum Islam dalam hukum Nasional Indonesia.
Menurut teori ini, bentuk eksistensi hukum Islam dalam hukum nasional itu ialah
(a) Ada, dalam arti hukum Islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian
integral darinya; (b) Ada, dalam arti adanya kemandirian yang diakui
berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional; (c) Ada dalam hukum
nasional dalam arti norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring
bahan-bahan hukum nasional Indonesia; (d) Ada dalam hukum nasional dalam arti
sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia. Lihat H. Mustofa
dan H. Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Cet I; Jakarta: Sinar Grafika,
2009), 143-152. diperuntukkan bagi umat Islam dan bersumber dari ajaran Islam
dan diformulasikan oleh para ulama Indonesia. Salah satunya ialah hukum yang
berkenaan dengan masalah perkawinan. Oleh karena hukum Islam adalah bagian dari
hukum Nasional di Indonesia dan hukum progresif adalah gagasan yang muncul di
Indonesia, maka menurut hemat penulis, menarik untuk diteliti tentang
keterkaitan antara hukum Islam di Indonesia (dalam hal ini hukum perkawinan)
dengan gagasan hukum progresif. Penelitian ini difokuskan pada masalah latar
belakang lahirnya hukum perkawinan di Indonesia, dalam hal ini Undang- undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai hasil
ijtihad bangsa Indonesia serta aturan yang berkenaan dengan perceraian dan izin
poligami. Hal ini didasari bahwa menurut Amir Syarifuddin 6 Undang- undang
Perkawinan jika dihubungkan kepada fiqh munakahat memiliki empat bentuk
hubungan. Salah satunya yang menurut penulis paling menarik adalah bahwa
ketentuan Undang- undang secara lahiriah tidak terdapat dalam fiqih munakahat
mazhab manapun, namun dengan menggunakan reinterpretasi dan mempertimbangkan
maslahat, tidak salahnya untuk diterima dalam fiqh. Amir Syarifuddin
mencontohkan bahwa tentang masalah perceraian dan izin poligami masuk dalam
kategori hubungan semacam ini. Dan menurut penulis, karena aturan perceraian
dan izin poligami dalam hukum perkawinan di Indonesia adalah merupakan hal yang
baru yang tidak ada dalam fiqh terdahulu, maka dimensi progresivitasnya sangat
menarik untuk diteliti. 6Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Cet II; Jakarta: Prenada Media, 2007), 29. Dan oleh karena prinsip dasar hukum
progresif adalah "hukum dibuat untuk manusia" maka akan muncul
pertanyaan filosofis "apakah hukum perkawinan Islam di Indonesia yang
sudah disusun itu diperuntukkan untuk kepentingan (kebahagiaan) manusia muslim
di Indonesia?" Karena penelitian yang mengaitkan antara hubungan gagasan
hukum progresif dengan hukum Islam di Indonesia sampai saat ini - -sejauh
pengetahuan penulis—belum ada, maka penelitian ini penting untuk dilakukan
untuk menambah khazanah kepustakaan. B. Identifikasi Masalah 7 Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa gagasan hukum progresif muncul dari ilmuwan hukun
Indonesia setelah melihat keadaan hukum di Indonesia. Dan hukum progresif
memiliki asas dasar bahwa hukum adalah untuk kebahagiaan manusia dan memiliki
asumsi bahwa hukum memiliki dan mewakili karakteristik bangsanya. Dan hukum
Islam di Indonesia telah melembaga dan salah satunya adalah hukum perkawinan.
Maka dari itu, menurut penulis masalah yang ingin dipecahkan pada penelitian
ini adalah mengenai apakah hukum perkawinan bagi umat Islam di Indonesia telah
menerapkan nilai-nilai yang dianut oleh gagasan hukum progresif baik jika
dilihat dari segi latar belakangnya maupun materi yang ada di dalamnya. C. Batasan
Masalah 7 Identifikasi masalah adalah suatu proses mencari dan menemukan
masalah. Identififikasi masalah merupakan tahap permulaan untuk menguasai
masalah di mana suatu objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali
sebagai suatu masalah. Lihat, Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,
(cet 1; Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004), 61. Agar penelitian yang
dilakukan menjadi fokus dan tidak melebar, maka pada bagian ini akan dijelaskan
tentang fokus yang menjadi batasan masalah yang akan diteliti. Masalah hukum
perkawinan yang akan diteliti dibatasi pada latar belakang lahirnya hukum
perkawinan di Indonesia, yaitu Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam berikut substansi aturan di dalamnya, yang
dalam penelitian ini fokus kepada aturan tentang perceraian dan izin poligami.
D. Rumusan Masalah Setelah batasan yang menjadi fokus masalah telah ditentukan,
maka di sini akan dipaparkan rumusan masalah untuk penelitian ini.: 1.
Bagaimana karakteristik hukum progresif itu dan bagaimana kesesuaiannya dengan
asas-asas hukum Islam? 2. Bagaimana nilai-nilai hukum progresif yang terkandung
dalam latar belakang kelahiran Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam? 3. Bagaimana nilai-nilai hukum progresif yang terkandung dalam
aturan tentang perceraian dan izin poligami dalam Undang- undang Nomor 1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tidak
lain adalah jawaban dari rumusan masalah, yaitu: 1. Untuk mengetahui
karakteristik hukum progresif itu dan bagaimana hubungannya dengan asas-asas
hukum Islam. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai hukum progresif yang terkandung
dalam latar belakang kemunculan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam 3. Untuk mengetahui nilai-nilai hukum progresif yang terkandung
dalam aturan tentang perceraian dan izin poligami. F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
praktis 8 . Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk perkembangan keilmuan
terutama yang terkait dengan bidang ilmu fikih munakahat maupun hukum perdata
Islam di Indonesia dan untuk mengisi kekosongan penelitian yang menelaah
hubungan antara semangat dan niliai-nilai hukum progresif dengan hukum Islam.
Dan manfaat secara praktis empirik, penelitian ini berguna bagi para hakim
(khususnnya hakim peradilan agam) agar dalam menerapkan hukum, menggunakan
prinsip- prinsip hukum progresif, yaitu agar hukum ada untuk kebahagiaan
manusia. Selain itu karena penelitian ini nantinya adalah penelitian hukum
normatif dengan tema utama hukum progresif, maka perlu kiranya dikutip pendapat
8Lihat, Saifullah, Konsep Dasar Proposal Penelitian (Fakultas Syari’ah UIN
Malang, TK, 2006), 10. Sunaryati Hartono 9 yang menyebutkan beberapa manfaat
penelitian hukum normatif, salah satunya adalah untuk melakukan penelitian
dasar (basic research) di bidang hukum, khususnya apabila kita mencari asas
hukum, teori hukum dan sistem hukum, terutama dalam hal-hal penemuan dan
pembentukan asas-asas hukum baru, pendekatan hukum yang baru dan sistem hukum
nasional yang baru
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Nilai-nilai hukum progresif dalam aturan perceraian dan izin poligami." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment